PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan pokok manusia, oleh karena itu kesehatan adalah
hak asasi manusia. Keberhasilan pembangunan kesehatan secara makro akan mempengaruhi
kinerja pembangunan sektor lain seperti pembangunan ekonomi, pendidikan, sosial,
pertahanan dan keamanan, secara mikro akan meningkatkan derajat kesehatan individu.
Derajat kesehatan yang optimal akan mewujudkan sumber daya manusia yang sehat dan kuat
baik jasmani maupun rohani. Sumber daya manusia yang demikian ini dibutuhkan saat kita
memasuki abad 21. Abad yang ditandai dengan persaingan yang ketat baik ditingkat nasional,
regional maupun internasional. Pembangunan kesehatan terus harus diupayakan untuk dapat
meningkatkan kualitas, dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan masyarakat.
Pada tahun 1969-1971 Departemen Kesehatan menata kembali strategi pembangunan
kesehatan jangka panjang melalui Rakernas I untuk merumuskan rencana pembangunan
kesehatan jangka panjang sebagai awal Repelita I. Kemudian dari sinilah konsep Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) mulai diperkenalkan. (Lestari, 2015).
Puskesmas merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan primer. Salah satu
program pokok di Puskesmas adalah program penanggulangan penyakit menular (P2M).
Penyelenggaraan P2M dilaksanakan melalui upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perorangan dengan lebih mengutamakan upaya kesehatan masyarakat (Perwako
No. 49 tahun 2015). Salah satu penyakit yang diutamakan dalam upaya P2M demam
berdarah dengue (KMK R1 No. 1479 tahun 2003).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. DBD sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasiennya serta semakin luas
penyebarannya (WHO, 2016). Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat selama 30 tahun terakhir. Pada tahun 2013, jumlah penderita DBD yang
dilaporkan sebanyak 112.511 kasus dengan jumlah kematian 871 orang dan angka kasus baru
(incidence rate) sebesar 45,85 kasus per 100,000 penduduk (Depkes RI, 2013).
Kasus DBD di Sumatera Barat mulai menyerang pada tahun 1972 dengan jumlah
sebanyak 124 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 20 kasus. Data statistik Dinas
Kesehatan Propinsi Sumatera Barat mencatat bahwa tahun 2008 didapatkan sebanyak
1.907 kasus dengan jumlah kematian 11 kasus. Pada tahun 2009 mengalami peningkatan
yang sangat signifikan sebanyak 2.813 kasus dengan jumlah kematian 18 kasus dan pada
tahun 2010 mengalami penurunan sebanyak 1.795 kasus dengan 5 jumlah kematian (Dinas
Kesehatan Sumbar, 2011).
Penemuan kasus DBD tahun 2014 di Kota Padang adalah sebanyak 666 kasus, lebih
rendah dari tahun 2013 (998 kasus). Kasus ini lebih banyak terjadi pada perempuan (350
kasus) dibanding laki-laki (316 kasus), meninggal sebanyak 6 orang dengan CFR 0,9 %.
Kasus DBD terbanyak pada tahun 2014 terdapat di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya
(67 kasus) diikuti oleh Puskesmas Andalas dan Belimbing (62 kasus) (Dinas Kesehatan Kota
Padang, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan tahunan Puskesmas Andalas tahun
2015, ditemukan 103 kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Andalas dari bulan Januari
sampai Desember 2015. Jumlah ini meningkat hampir 2 kali lipat dibandingkan tahun 2014
(53 kasus). Kasus DBD terbanyak ditemukan di kelurahan Jati, yaitu sebanyak 25 kasus.
Selain itu, terjadi peningkatan kasus DBD sebanyak 5 kali lipat di kelurahan ini dari tahun
2014 hingga tahun 2015, yaitu dari 5 kasus menjadi 25 kasus. (Laporan tahunan Puskemas
Andalas, 2015).
Tingginya kasus DBD yang ditemukan di kelurahan Jati dibandingkan dengan
kelurahan lainnya menyebabkan perlunya tindakan untuk mengetahui penyebab tingginya
kasus DBD dan tindakan-tindakan pencegahan untuk mencegah timbulnya DBD di kelurahan
Jati. Kurangnya pengetahuan dan sikap manusia (masyarakat) tentang tanda/gejala, cara
penularan, dan pencegahan penyakit DBD mengakibatkan tingginya risiko terkena penyakit
DBD. Kondisi tersebut menyebabkan penulis merasa perlu untuk melakukan upaya
pencegahan dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai gejala/ tanda, cara
penularan dan pencegahan serta pemberantasan penyakit DBD agar masyarakat lebih
berperan aktif untuk melakukan pembersihan sarang nyamuk di kelurahan Jati. Upaya ini
dituangkan dalam kegiatan Plan, Do, Check, Action (PDCA) penulis, yaitu Pencegahan
Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Jati 2016 (PEDATI 2016).
1.2 Rumusan Masalah
1
Apa saja masalah kesehatan yang ditemukan di Kelurahan Jati wilayah kerja puskesmas
2
3
Andalas?
Apa prioritas masalah kesehatan di kelurahan Jati wilayah kerja puskesmas Andalas?
Apa faktor yang menyebabkan tingginya kasus DBD di Kelurahan Jati wilayah kerja
puskesmas Andalas?
Apa alternatif penyelesaian masalah yang dapat dilakukan untuk menurunkan jumlah kasus
DBD di kelurahan Jati wilayah kerja puskesmas Andalas?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menurunkan angka kejadian DBD di Kelurahan Jati wilayah kerja puskesmas Andalas.
1.3.2 Tujuan Khusus
1
2
Untuk mengetahui masalah kesehatan yang terdapat di Jati wilayah kerja puskesmas Andalas.
Untuk mengetahui prioritas masalah kesehatan di kelurahan Jati wilayah kerja puskesmas
Andalas.
Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan tingginya jumlah kasus DBD di Kelurahan Jati
1.4 Manfaat
Penulisan Plan, Do, Check, and Action (PDCA) berupa Proyek PEDATI 2016 ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak Puskesmas dalam melaksanakan
upaya pencegahan penyakit DBD dengan cara meningkatkan pengetahuan masyarakat di
Puskesmas Andalas. Selain itu, proses penulisan PDCA ini dapat menjadi bahan
pembelajaran dan menambah pengetahuan penulis dalam menganalisis permasalahan serta
memberikan solusi pada permasalahan penanggulangan DBD yang ditemui di Puskesmas
Andalas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue, yang termasuk dalam genus
Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam
berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan
serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain
seperti Yellow Fever, Japanese Encephalitis, dan West Nile virus(Suhendro et al., 2009).
2.1.3 Epidemiologi
Epidemi penyakit yang berhubungan dengan demam dengue pertama kali dilaporkan
dalam literatur atau pustaka kedokteran terjadi pada tahun 1779 di Jakarta. Kasus DBD sering
terdapat di daerah tropis terutama di Asia Tenggara, Afrika dan bagian selatan Amerika.
Epidemik DBD yang terbesar terjadi di Kuba pada tahun 1981 dengan 24.000 kasus DBD
dan 10.000 kasus DSS. Pada tahun 1986 dan 1987 angka kejadian Dengue dilaporkan di
Brasil. Pada tahun 1988 epidemik dengue dilaporkan terjadi di Meksiko dan pada tahun 1990
kira-kira seperempat dari 300.000 penduduk yang tinggal di Iquitos Peru menderita Demam
Dengue (Carec, 2000).
Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-anak. Angka fatalitas kasus DBD dapat
mencapai lebih dari 20%, namun dengan penanganan yang baik dapat menurun hingga
kurang dari 1 % (WHO, 2008). Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat selama 30 tahun terakhir. Pada tahun 2013, jumlah penderita DBD yang
dilaporkan sebanyak 112.511 kasus dengan jumlah kematian 871 orang dan angka kasus baru
(incidence rate) sebesar 45,85 kasus per 100,000 penduduk (Depkes RI, 2013).
tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1
minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada
orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk
sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus
dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap
kali nyamuk menusuk/ menggigit, sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur
melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur
inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Siregar, 2004)
Nyamuk Aedes aegypti betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat menghisap
darah dari seseorang yang sedang berada pada tahap demam akut (viraemia). Setelah melalui
periode inkubasi ekstrinsik selama 8 sampai 10 hari, kelenjar ludah Aedes akan menjadi
terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk menggigit dan mengeluarkan cairan
ludahnya kedalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah masa 24 inkubasi instrinsik
selama 3-14 hari (rata-rata selama 4-6 hari) timbul gejala awal penyakit secara mendadak,
yang ditandai dengan demam, pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya nafsu makan dan
berbagai tanda atau gejala non spesifik seperti nausea (mual-mual), muntah dan rash atau
ruam pada kulit (Depkes RI, 2013)
dengue, biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Aedes
aegypti (Ditjen PP dan PL, 2011). Pada penyakit DBD, manusia merupakan pejamu, virus
dengue merupakan agen DBD. Penularan virus dengue melalui gigitan nyamuk lebih banyak
terjadi di tempat yang padat penduduknya seperti di perkotaan dan pedesaan di pinggir kota.
Oleh karena itu DBD lebih bermasalah di daerah sekitar perkotaan (Yatim, 2007).
Nyamuk betina akan menghisap darah manusia setiap 2 hari. Nyamuk betina ini lebih
menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya
pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi hari (pukul 9.00- 10.00) hingga petang
(pukul 16.00-17.00). Aedes aegypti mempunyai kebiasan menghisap darah berulang kali
untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif
sebagai penular penyakit. Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di
dalam atau di luar rumah. Tempat hinggap yang 4 disenangi adalah benda-benda yang
tergantung, seperti: pakaian, kelambu, atau tumbuhtumbuhan dan biasanya di tempat yang
agak gelap dan lembab. Di sini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya
nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding bak mandi/ WC, tempayan, drum,
kaleng, ban bekas, dan lain-lain sebagai tempat perkembangbiakan, sedikit di atas permukaan
air. Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur
nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran 0.80 mm. Pada umumnya telur akan
menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik bergerak aktif dan
posisinya hampir tegak lurus permukaan air ketika istirahat. Jentik kemudian menjadi
kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Siregar, 2004).
c. Pembesaran hati
d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi,kaki dan
tangan dingin,kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
2. Kriteria Laboratoris:
a. Trombositopenia ( jumlah trombosit <100.000/ul ).
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :
-
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menyempit (<20 mmhg), hipotensi, sianosis, disekitar mulut, kulitdingin
dan lembab, gelisah.
Derajat IV : Syok berat (profound syok), nadi tidak teraba, dan tekanan darah tidak
terukur.
2.1.7 Tatalaksana
Pada prinsipnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan
terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapicairan, hal
terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari
ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan
berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravascular (Rejeki dan
Adinegoro, 2004).
2.1.8 Pencegahan
Pengembangan vaksin untuk penyakit DBD masih sulit, karena proteksi terhadap 1-2
virus dengue akan meningkatkan risiko penyakit DBD menjadi lebih berat (WHO, 2008).
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang
menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe
yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestic antibodi sehingga mengakibatkan
konsentrasi komplek imun yang tinggi. Oleh karena itulah, maka pencegahan dan
penanggulangan penyakit DBD dilakukan secara promotif dan preventif, dengan promosi
10
kesehatan serta pemberantasan nyamuk vektor (hewan perantara penularan) (Suhendro, et.al.,
2009).
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat,
agar mereka dapat mendorong dirinya sendiri,serta mengembangkan kegiatan yang
bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan
publik yang berwawasan kesehatan.
Promosi kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat paripurna
(komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan Nasional Promosi
Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan, yaitu: Advokasi, Bina
suasana, dan Gerakan pemberdayaan yang diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana
komunikasi yang tepat. Ketiga strategi ini harus dilaksanakan secara lengkap dan
berkesinambungan dalam setiap perilaku baru masyarakat yang diperlukan oleh program
kesehatan.
Dalam program pengendalian DBD strategi promosi kesehatan yang harus dilakukan
adalah (1) pemberdayaan masyarakat, (2) pembinaan susana lingkungan sosialnya, dan (3)
advokasi kepada pihak-pihak yang dapat mendukung terlaksananya program pengendalian
DBD.
Jika terjadi KLB, maka kegiatan tersebut di bawah ini harus dilakukan (Depkes RI,
2006):
a. Pengobatan/perawatan penderita
b. Penyelidikan epidemiologi
c. Pemberantasan vektor
d. Penyuluhan kepada masyarakat
11
Pemberantasan vektor dapat dilakukan pada stadium dewasa maupun stadium jentik, juga
dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk dengan membersihkan
lingkungan
(Widiyanto, 2007) :
1. Pemberantasan vektor stadium dewasa
Pemberantasan vektor penyakit DBD pada waktu terjadi wabah sering dilakukan
fogging atau penyemprotan lingkungan rumah dengan insektisida malathion yang
ditujukan pada nyamuk dewasa. Caranya adalah dengan menyemprot atau
mengasapkan dengan menggunakan mesin pengasap yang dapat dilakukan melalui
darat maupun udara. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengasapan rumah
dengan malathion sangat efektif untuk pemberantasan vektor. Namun kegiatan ini
tanpa didukung dengan aplikasi abatisasi, dalam beberapa hari akan meningkat lagi
kepadatan nyamuk dewasanya, karena jentik yang tidak mati oleh pengasapan akan
menjadi dewasa, untuk itu dalam pemberantasan vektor stadium dewasa perlu disertai
aplikasi abatisasi.
2. Pemberantasan vektor stadium jentik.
Zat kimia yang digunakan untuk memberantas jentik Aedes aegypti disebut larvasida
yaitu Abate (temephos). Abate SG 1 % diketahui 28 sebagai larvasida yang paling
aman dibanding larvasida lainnya, dengan rekomendasi WHO untuk dipergunakan
sebagai pembunuh jentik nyamuk yang hidup pada persediaan air minum penduduk,
sehingga kegiatannya sering disebut abatisasi. Untuk pemakaiannya dengan dosis 1
ppm (part per-million), yaitu setiap 1 gram Abate 1 % untuk setiap 10 liter air. Abate
setelah ditaburkan ke dalam air maka butiran pasirnya akan jatuh sampai ke dasar dan
racun aktifnya akan keluar serta menempel pada poripori dinding tempat air, dengan
sebagian masih tetap berada dalam air. Tujuan abatisasi adalah untuk menekan
kepadatan vektor serendahrendahnya secara serentak dalam jangka waktu yang lebih
12
lama, agar transmisi virus dengue selama waktu tersebut dapat diturunkan. Sedang
fungsi abatisasi bisa sebagai pendukung kegiatan fogging yang dilakukan secara
bersama-sama, juga sebagai usaha mencegah letusan atau meningkatnya penderita
DBD.
3. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
Kegiatan ini merupakan upaya sanitasi untuk melenyapkan container yang tidak
terpakai, agar tidak memberi kesempatan pada nyamuk Aedes aegypti untuk
berkembang biak pada kontainer tersebut (Widiyanto, 2007). Tindakan pembersihan
sarang nyamuk meliputi tindakan menguras air kontainer secara teratur seminggu
sekali, menutup rapat kontainer air bersih, dan mengubur kontainer bekas seperti
kaleng bekas, gelas plastik, barang bekas lainnya yang dapat menampung air hujan
sehingga menjadi sarang nyamuk yang dikenal dengan istilah tindakan 3M (Fathi
dan Catharina, 2005).
13
c. Kepala keluarga diwajibkan segera melaporkan kepada lurah/kepala desa melalui kader,
ketua RT/RW, Ketua Lingkungan/Kepala Dusun.
d. Kepala asrama, ketua RT/RW, Ketua Lingkungan, Kepala Dusun yang mengetahui adanya
penderita/tersangka diwajibkan untuk melaporkan kepada Puskesmas atau melalui
lurah/kepala desa.
e. Lurah/kepala desa yang menerima laporan, segera meneruskannya kepada puskesmas.
f. Puskesmas yang menerima laporan wajib melakukan penyelidikan epidemiologi
danpengamatan penyakit (Kepmenkes RI 581/Menkes/SK/VII/1992).
14
15
16
5) Kepala wilayah/pemerintah daerah, pimpinan sektor terkait termasuk dunia usaha, LSM
dan masyarakat (Kepmenkes RI 581/Menkes/SK/VII/1992).
2.2.5 Kegiatan Pokok Pengendalian DBD
a. Surveilans epidemiologi
Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans kasus secara aktif
maupun pasif, surveilans vektor (Aedes sp), surveilans laboratorium dan surveilans
terhadap faktor risiko penularan penyakit seperti pengaruh curah hujan, kenaikan suhu dan
kelembaban serta surveilans akibat adanya perubahan iklim (climate change).
b. Penemuan dan tatalaksana kasus
Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan penderita
di Puskesmas dan Rumah Sakit.
c. Pengendalian vektor
Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan jentik nyamuk.
Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk memutuskan rantai
penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada manusia. Pada fase jentik dilakukan
upaya PSN dengan kegiatan 3M Plus :
1) Secara fisik dengan menguras, menutup, dan memanfaatkan barangbekas.
2) Secara kimiawi dengan larvasidasi.
3) Secara biologis dengan pemberian ikan.
4) Cara lainnya (menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, kelambu, memasang kawat
kasa, dll).
Kegiatan pengamatan vektor di lapangan dilakukan dengan cara :
17
1) Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan dimonitor olah
petugas Puskesmas.
2) Melaksanakan bulan bakti Gerakan 3M pada saat sebelum musim penularan.
3) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali dan dilaksanakan oleh petugas
Puskesmas.
4) Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada pimpinan wilayah
pada rapat bulanan POKJANAL DBD, yang menyangkut hasil pemeriksaan Angka
Bebas Jentik (ABJ).
18
19
20
BAB 3
ANALISIS SITUASI
3.1.
Gambar 3.1 Peta Batas-batas Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2015
(Sumber : Profil Puskesmas Andalas Tahun 2015)
Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Andalas tahun 2015 berjumlah 82.609 jiwa.
terdiri dari laki laki 41.059 jiwa dan perempuan 41.550 jiwa.
3.2.
IBU
HAMIL
IBU
IBU NIFAS
LANSIA
BERSALIN
JUMLAH
21
BAYI
BALITA
TOTAL
1694
1617
1617
5245
1564
7524
22
Daftar sarana dan tenaga kesehatan lain yang ada di wilayah kerja Puskesmas Andalas
adalah:
3.4.
: 1
: 8
3. Klinik Swasta
: 10
: 51 orang
: 15 orang
: 30 orang
7. Kader aktif
: 352 orang
8. Pos KB
: 12 pos
9. Posyandu Balita
: 88
: 13
23
Daftar tenaga kesehatan di Puskesmas adalas dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.2 Distribusi Tenaga kesehatan di Puskesmas Andalas Tahun 2015
No
Jenis Ketenagaan
Pns
Ptt
1
2
3
4
4
5
6
7
8
9
10
11
Dokter Umum
3
Dokter Gigi
4
Sarjana Kesehatan Masyarakat 2
Rekam Medis
1
Pengatur Gizi / AKZI
1
Perawat
17
Bidan
14
5
Perawat Gigi
1
Sanitarian
1
Asisten Apoteker
3
Analis
1
SMU/PEKARYA
4
Jumlah
52
5
(Sumber : Profil Puskesmas Andalas Tahun 2015)
Honor/
Sukarela
Ket
1
1
1 Titipan
2
5
63
3.5.
Pencapaian Program
3.5.1 Kesehatan Lingkungan
3.5.1.1. Tempat Pengolahan Makanan
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Grafik 3.1 Pengawasan TPM Berdasarkan Jenis Usaha Puskesmas Andalas Tahun 2015
(Laporan tahunan puskesmas andalas tahun 2015)
24
Dari grafik 3.1 terlihat tempat pengolahan makanan yang memenuhi syarat hanya
usaha catering, sedangkan tempat pengolahan makanan lainnya masih ada yang belum
memenuhi syarat.
140
120
100
80
60
40
20
0
25
Jenis Rumah
Jumlah Seluruh
Jumlah Diperiksa
1.
2.
3.
Rumah Kayu
Rumah Semi Permanen
Rumah Permanen
TOTAL
1.466
2.942
10.985
15.393
80 (5,4%)
673 (22,9%)
2.007 (18,3%)
2.760 (17,9%)
32,5%
71,7%
94%
86,8%
Dari tabel 3.3 didapatkan jumlah rumah sehat yang terbuat dari kayu masih banyak
yang belum memenuhi syarat sedangkan rumah semi permanen dan rumah permanen sudah
banyak yang memenuhi syarat rumah sehat.
3.5.1.4. Pengelolaan SPAL Rumah Tangga Non Tinja
56.40%
36.40%
7.20%
Grafik 3.3 Data Pengelolaan SPAL Rumah Tangga Non Tinja Puskesmas Andalas 2015
(Laporan tahunan puskesmas andalas tahun 2015)
Dari gambar 3.3, didapatkan 7,2% pengelolaan SPAL rumah tangga yang masih
belum memiliki riol.
3.5.1.1. Pengolahan Sampah Rumah Tangga
26
87.00%
3.00%
diangkut mobil sampah
Grafik 3.4
10.00%
dibakar
Dari grafik 3.4, didapatkan sebagian besar rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas
Andalas pengelolaan sampahnya dengan cara diangkut mobil sampah dan sebagian kecil
dengan cara ditanam maupun dibakar.
3.5.2
KIA/KB
160
145.2
128.8
140
120
100
80
60
95.4
89
55
104.4 101.1
90.5
90.3
86.1 90.3
98.9
97.9 100
93.6
89.7
86.6
104.8
103.9
100.9 100.3 100.6
9895
96.1
93.1
65.7
55
48
40
20
0
101.7
K1 (99%)
K4 (94%)
96.9
96.7
91.5
Grafik 3.5 Data Pencapaian program KIA Ibu Puskesmas Andalas tahun 2015
(Sumber: Laporan tahunan puskesmas andalas tahun 2015)
Dari grafik 3.5 terlihat data pencapaian program KIA ibu puskesmas andalas yang
menunjukan pencapaian program KIA belum seluruhnya mencapai target. Bumil resti
terdapat tujuh kelurahan yang tidak mencapai target (100%) dari 10 kelurahan, termasuk
27
kelurahan Jati dengan pencapaian 65.7%. K1 hanya 5 kelurahan yang mencapai target, dan
K4 hanya 4 kelurahan yang mencapai target dari yang ditentukan.
TARGET: LINAKES 95
%
Grafik 3.6 Data Pencapaian program KIA Ibu dan Anak Puskesmas Andalas tahun 2015
(Sumber: Laporan tahunan puskesmas andalas tahun 2015)
Dari grafik 3.6 menunjukan pencapaian program KIA belum seluruhnya mencapai
target di mana terdapat 5 kelurahan termasuk kelurahan Jati yang belum mencapai seluruh
target program KIA Ibu meliputi linakes, KF1, dan KF3.
28
97.1
90.9
88.1
77.8
76.9
67.1
55.6
47.852.443.6
45
100
92.2
91.1
89.3
88.6
88.3
87.9
87
84.8 86.781.6
83.8 86.481.7 87.2
90
80.7
80.6
80.1
79.8
79.4
79.4
78.9
78.6
78.5
78.4
78.3
78.2
77.7
77.6
76.8
76.7
76
75.8
80
70
60.4
60
50
40
30
20
10
0
Grafik 3.8 Data Pencapaian program KIA Anak Puskesmas Andalas tahun 2015
(Sumber: Laporan tahunan puskesmas andalas tahun 2015)
29
Grafik 3.8 memperlihatkan pencapaian program KIA anak DDTK bayi, DDTK balita,
dan DDTK Apras yang menunjukan belum mencapai target di seluruh kelurahan.
3.5.3
Program Gizi
Tabel 3.4
No
Target ( % )
Pencapaian ( % )
85
60.3
100
100
85
84.9
80
56.7
95
97.9
100
100
100
100
8
9
10
11
12
13
Balita BGM
Vitamin A Bufas
FE Bufas
Balita yang naik BBnya ( N/D )
Bumil KEK
Balita gizi kurang
< 15
100
90
80
<5
7
4.15
94.8
94.1
84.2
0.04
5.0
Keterangan:
Tabel 3.4 menunjukan Pencapaian program Gizi Puskesmas Andalas tahun 2015
bahwa ada 4 indikator yang belum mencapai target.
30
3.5.4 P2P
3.5.4.1 Demam berdarah
Keterangan:
31
30
25
24
25
20
15 13
15
8
8
10
6
445
5
1
0
0
21
66
443
66
12
11
87
8
2
2013
2014
2015
Grafik 3.9 Kasus DBD perkelurahan Puskesmas Andalas tahun 2013 sampai 2015
(Sumber: Laporan tahunan puskesmas andalas tahun 2015)
Berdasarkan grafik 3.9 didapatkan peningkatan kasus DBD yang signifikan pada
tahun 2015 di kelurahan Jati, Kubu Dalam Parak Karakah, dan Jati.
8
7
6
5
4
3
2
1
0
7
5
2
1
Jumlah Kasus
3.5.4.2. Campak
3.5.4.3 Pneumonia
120.00%
100.00%
82.60%
80.00% 75.00%
94.50%
70.50%
102.00%
98.90%
88.30%
66.60%
57.80%
60.00%
38.10%
40.00%
20.00%
11.40%
2.90%
48.20% 48.70%
34.50%
20.90%
11.90%
7.50%
13.60%
7.90%
0.00%
2014
2015
Grafik 3.12 Kasus pneumonia perkelurahan Puskesmas Andalas tahun 2014 dan 2015
(Sumber: Laporan tahunan puskesmas andalas tahun 2015)
Berdasarkan grafik 3.12 didapatkan peningkatan kasus pneumonia dari tahun 2014 ke
tahun 2015 pada sebagian besar kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Andalas.
33
3.5.4.4 Difteri
Tabel 3.5 Kasus suspek difteri di Puskesmas Andalas tahun 2015
(Sumber: Laporan tahunan puskesmas andalas tahun 2015)
No.
Kelurahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Jumlah Kasus
1
1
2
1
2
2
1
10
Sawahan
Jati Baru
Jati
Sawahan Timur
Simpang Haru
Kubu Marapalam
Andalas
Kubu Dalam Parak Karakah
Parak Gadang Timur
Ganting Parak Gadang
Jumlah
18
19
14
15
10
5
0
2
Kasus gigitan
Diberi VAR
20142
Observasi
2015
Grafik 3.13 Kasus gigitan HPR perkelurahan Puskesmas Andalas tahun 2014 dan 2015
(Sumber: Laporan tahunan puskesmas andalas tahun 2015)
Dari grafik 3.13 didapatkan penurunan angka kejadian kasus gigitan hewan pembawa
rabies menurun dari 23 kasus menjadi 18 kasus.
34
Indikator
Angka Penjaringan Suspek
Proporsi penderita TB paru BTA (+)
diantara suspek
Proporsi penderita BTA (+) diantara
seluruh penderita TB paru
Angka Konversi
Angka kesembuhan
CDR
Error rate
Proporsi TB anak diantara seluruh
penderita
Standar
100%
5-15%
Pencapaian
66%
12%
>65%
83%
>80%
>85%
85%
<5%
<15%
97%
97%
80%
0
3%
Dari tabel 3.6 didapatkan sebanyak dua indikator TB pada tahun 2015 yang tidak
mencapai target yaitu angka penjaringan suspek dan CDR.
3.5.5
71
70
70
61
60
50
45
40
30
22
17
20
10
0
5
Maternal Resti
13
Bayi Resti
Masalah Gizi
2014
P2M/PTM
Lansia Resti
2015
Grafik 3.14 Data Pencapaian program Perkesmas Puskesmas Andalas tahun 2015
(Sumber: Laporan tahunan puskesmas andalas tahun 2015)
Dari grafik 3.14 didapatkan peningkatan pada penjaringan maternal resti dan lansia resti
di tahun 2015.
3.5.6 Status Imunisasi
35
2015
100
95
97.8
97.3
90.9
90.3
90
93.9
90.9
92.4
91.1
93.9
84.3
85
Target
80%
80
75
2015
98
97
96
9696
95.9
96.4
96.4
95.3
96.7
96.7
95.8 95.5
95.5
95.3
95.4
95.5
97.4
96.596.4
95.7
95.1
95
94
93
94.5
93.8
92.9
95.2
95.2
95.1
95.3
95.2
Target
95%
92
91
90
95.4
95.7
BCG
Polio 1
95.3
Pentavalen 1
Grafik 3.16 Pencapaian imunisasi BCG, Polio 1, dan Pentavalen perkelurahan Puskesmas
Andalas tahun 2015.
(Sumber: Laporan tahunan puskesmas andalas tahun 2015)
36
Berdasarkan grafik 3.16 Didapatkan satu kelurahan belum mencapai target imunisasi
BCG, Polio 1, dan Pentavalen 1 pada tahun 2015 yaitu Kelurahan Kubu Dalam Parak
Karakah.
Chart Title
Target
92%
95
94
93
92
91
90
89
88
87
37
93.2 92
94
91.590.8
92 89.788.8 90 90.7
89.4
89.3
90
88
83.9
86
84
82
80
78
Target
84/91%?
Grafik 3.18 Pencapaian imunisasi dasar lengkap pada bayi di Puskesmas Andalas tahun
2015.
(Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2015)
Berdasarkan grafik 3.18 di atas, didapatkan pencapaian program imunisasi dasar
lengkap di wilayah kerja Puskesmas Andalas tidak mencapai tergat yaitu 89.4%, hanya tiga
kelurahan mencapai target yang ditetapkan sebesar 91% yaitu di Kelurahan Simpang Haru,
Kubu Marapalam dan Parak Gadang Timur.
38
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Masalah
Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan observasi dan wawancara dengan
pimpinan puskesmas, pemegang program Penanggulangan Penyakit Menular, petugas yang
menjalankan program, dan analisis laporan tahunan Puskesmas Andalas. Proses ini dilakukan
dengan melihat data sekunder berupa laporan tahunan Puskesmas Andalas pada tahun 2015.
Beberapa potensi masalah yang berhasil diidentifikasi di Puskesmas Andalas adalah :
Tabel 4.1 Daftar Masalah di Kelurahan Jati wilayah kerja Puskesmas Andalas
No.
Program
Permasalahan
Target/
Indikator
Pencapaian/
Jumlah Kasus
GAP
1.
Kesehatan Ibu
dan Anak
Pencapaian
target D/S
masih rendah
85%
53,1%
-31,9%
2.
Kesehatan Ibu
dan Anak
Angka
kematian bayi
meningkat
Peningkatan
3.
Penanggulangan
DBD
Peningkatan
Angka
Kejadian DBD
di kelurahan
Jati
6 kasus
25 kasus
Peningkatan
hampir 5x
lipat
4.
Imunisasi
Pencapaian
imunisasi dasar
belum
memenuhi
target
91%
90%
1%
2 x lipat
39
Nilai 4 = Penting
Kemungkinan intervensi
a
Nilai 4 = Mudah
Biaya
a
Nilai 2 = Mahal
Nilai 4 = Murah
Nilai 2 = Rendah
Nilai 3 = Sedang
Nilai 4 = Tinggi
Tabel 4.2 Penilaian Prioritas Masalah di Kelurahan Jati Wilayah Kerja Puskesmas Andalas
No
1
Masalah
Urgensi
3
Intervensi
3
Biaya
3
Mutu
4
Angka kematian
bayi meningkat
12
IV
Peningkatan
Angka Kejadian
DBD di kelurahan
Jati
15
Pencapaian
imunisasi dasar
belum memenuhi
target
14
II
Pencapaian target
D/S masih rendah
Total
13
Ranking
III
Keterangan:
1 Pencapaian Target D/S Masih Rendah
Urgensi : 3 (cukup penting)
Rendahnya pencapaian D/S posyandu (hanya 53%) menyebabkan kurangnya
pemantauan status gizi bayi dan balita sehingga deteksi dini gangguan pertumbuhan dan
perkembangan anak sulit dilakukan. Selain itu, rendahnya D/S juga menyebabkan tidak
optimalnya pelaksanaan program promkes, program gizi, dan program KIA.
Intervensi : 3 ( cukup mudah)
41
Intervensi dapat dilakukan melalui pendekatan dan komunikasi yang baik dengan
masyarakat serta lintas sektor, seperti aparat kelurahan, RW, dan RT untuk menggerakkan
masyarakat agar datang ke posyandu secara rutin dan meningkatkan peran kader dalam
mengajak ibu hamil dan menyusui untuk datang ke posyandu. Selain itu, berbagai
inovasi baru bisa diterapkan di posyandu seperti pemberian PMT atau penyuluhan
dengan media yang menarik dan tidak monoton sehingga masyarakat tidak merasa bosan.
Untuk melakukan intervensi tersebut, diperlukan usaha dan kerjasama berbagai pihak
secara kontinyu.
Biaya : 3 (cukup murah)
Dalam melakukan intervensi, diperlukan biaya untuk memperbanyak leaflet, poster,
dan media promosi lainnya, serta untuk memanfaatkan mobil puskesmas keliling dalam
rangka mengajak masyarakat agar datang ke posyandu.
Mutu : 4 (tinggi)
Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi anak secara rutin dapat mendeteksi
dini masalah gizi pada balita, sehingga masalah gizi buruk bisa dicegah. Selain itu, balita
yang sehat dan bergizi baik akan memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang baik
pula.
42
43
44
kurang memahami pentingnya imunisasi. Selain itu banyak juga masyarakat yang masih
berpendapat bahwa imunisasi itu haram.
Intervensi : 3 (cukup mudah)
Untuk tindakan intervensi yang dilakukan cukup mudah. Intervensi dilakukan dengan
pendekatan komunikasi persuasif yang baik kepada masyarakat tentang pentingnya
imunisasi dan meluruskan persepsi masyarakat tentang isu-isu imunisasi yang lus
beredar.
Biaya : 4 (murah)
Biaya untuk melakukan intervensi murah dengan melakukan penyuluhan dan
memperbanyak pamflet tentang pentingnya imunisasi.
Mutu : 4 ( tinggi)
Mutu pemecahan masalah ini tinggi karena apabila kegiatan pembinaan imunisasi ini
dapat tercapai dengan optimal maka akan tercipta penurunan angka kesakitan dan
kematian di masyarakat. Hal ini dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Andalas.
4.3 Analisis Sebab Masalah
Berdasarkan penilaian prioritas, yang menjadi prioritas masalah adalah adanya
peningkatan kejadian Demam Berdarah di wilayah kerja Puskesmas Andalas, khususnya
di kelurahan Jati. Berdasarkan hasil dari diskusi dengan pimpinan puskesmas dan
pemegang program DBD, laporan tahunan Puskesmas Andalas, dan Lokakarya Mini
Puskesmas Andalas tahun 2015, maka didapatkan beberapa sebab dari masalah yang
terjadi adalah sebagai berikut ini:
1 Manusia
Masyarakat
Hasil yang didapatkan adalah :
a Kepedulian masyarakat yang kurang akan kebersihan lingkungan yang berpotensi
menjadi sarang nyamuk. Berdasarkan hasil kuesioner, sebanyak 77% warga masih
menggantung pakaian di balik pintu kamar dan 64% warga masih meletakkan kaleng45
kaleng bekas, ban bekas dan plastik bekas yang dapat menampung air hujan tanpa
b
ditutup.
Masih banyak masyarakat masih menganggap pemberantasan DBD hanya dengan
fogging.
Masih banyak siswa-siswa SD yang belum mengetahui tentang penyakit DBD, seperti
50% siswa mengatakan bahwa nyamuk penyebab DBD hidup di air got, 38% siswa
menganggap bahwa nyamuk DBD mengigit pada pagi dan malam hari, 64% siswa
mengatakan bahwa menguras bak seminggu dua kali, dan sebanyak 66% siswa
mengatakan bahwa bubuk untuk memberantas jentik nyamuk adalah bubuk oralit.
Tenaga kesehatan
Tidak adanya kader Jumantik (Juru pemantau jentik) yang menjadi
b. Alat untuk penyemprotan nyamuk (fogging) masih kurang memadai, yaitu hanya 4
alat fogging untuk 22 Kecamatan.
4 Lingkungan
Lingkungan kurang bersih dan tidak sehat. Adanya tempat pemulung yang menumpuk
barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat genangan air.
47
Manu
sia
Metod
e
Kurangnya
kepedulian
masyarakat akan
kebersihan
Tidak adanya
kader Jumantik
Belum
terlaksananya
pemeriksaan
jentik berkala
Belum
terlaksananya
gotong royong
secara rutin
Alat fogging
kurang
memadai
Kurangnya media
informasi tentang
pencegahan dan
pemberantasan DBD
Mater
ial
Lingkungan kurang
bersih dan tidak sehat
LIngkun
gan
48
Meningkatnya angka
kejadian demam
berdarah di kelurahan
Jati wilayah kerja
Puskesmas Andalas
4.4
Manusia :
1. Penyuluhan tentang pernyakit DBD, cara penularan, pencegahan
penyakit DBD dengan gerakan 3M+.
Masalah
banyaknya
masyarakat
yang
Pelaksana
: Dokter
Muda,
Petugas
Promosi
Kesehatan
Waktu
: Februari 2016.
Tempat
: Kantor
Lurah
Kelurahan
Jati
wilayah
kerja
Puskesmas Andalas.
Target
49
Dengan
dilaksanakannya
diharapkan
dapat
penyuluhan
menambah
maka
pengetahuan
: Puskesmas
sudah
pernah
membentuk
kader
penggalakan
dilaksanakan
program
secara
PSN
berkala.
tidak
Sementara
dapat
itu,
50
jentik
nyamuk,
penggalakkan
Jumantik.
: Dokter Muda dan Pemegang Program DBD.
Sasaran
Waktu
Jati.
: Sabtu, 13 Februari 2016.
Tempat
Target
dan
pelaporan
kepada
guru
penanggungjawab Jumantik.
Pelaksanaan
dan
pelaporan
kepada
guru
Metode
1. Melakukan Gotong Royong di Lingkungan Kelurahan Jati.
Masalah
51
gotong-royong
a. Melakukan
gotong
royong
rutin
di
dengan
berpotensi
barang
menjadi
bekas
sarang
yang
perindukan
Sasaran
setempat.
: Tempat-tempat
perkembangbiakkan
nyamuk
Pelaksanaan
nyamuk.
: Gotong royong rutin
52
masyarakat,
namun
masih
jentik nyamuk.
: Memberikan bubuk abate kepada masyarakat yang
rumahnya memiliki banyak tempat yang berpotensi
Pelaksana
Sasaran
Waktu
nyamuk.
: Bersamaan dengan penyuluhan tentang penyakit
DBD dan gotong royong di Kelurahan Jati
Tempat
(Februari 2016).
: Kantor Lurah Kelurahan Jati Wilayah Kerja
Target
Puskesmas Andalas.
: Tempat-tempat penampungan air yang terbebas dari
Pelaksanaan
53
Pelaksana
Sasaran
Waktu
Tempat
Target
Pelaksanaan
:
:
:
:
Material
1. Pemasangan Poster DBD
Masalah
Andalas,
Kantor
Lurah
Pelaksana
54
Kesehatan,
Tokoh
Sasaran
Waktu
Tempat
Target
Andalas,
Kantor
Lurah
2. Pemberian Leaflet
Masalah
Rencana
Pelaksana
Sasaran
Waktu
: Februari 2016.
Tempat
Target
55
56
BAB 5
RENCANA PELAKSANAAN PROGRAM
1
mengenai
apa
saja
penyebab
dan
faktor-faktor
yang
57
Do (Tahap Pelaksanaan)
Pelaksanaan PEDATI 2016 difokuskan pada:
1
58
tingkat
pengetahuan
dan
tindakan
dapat
diukur
dengan
59
60
No
Kegiatan
Tujuan
Sasaran
Pelaksana
Waktu
Lokasi
Penyuluhan
tentang
penyakit DBD,
cara penularan,
pencegahan
penyakit DBD
dengan
gerakan 3M+
Masyakat
di
Kelurahan
Jati
Dokter
Muda
berkoordin
asi dengan
pemegang
program
P2M
1 kali,
bulan
Februari 2016
Kantor
Lurah
Kelurahan
Jati
Pembinaan
kader jumantik
bagi siswa SD
Memberikan
informasi
kepada
masyarakat
tentang
penyakit
DBD, cara
penularan,
pencegahan
penyakit DBD
dengan
gerakan 3M+
Membina
dokter-dokter
kecil di SD
Adabiah dan
SD 24 untuk
menjadi kader
jumantik bagi
siswa SD, dan
pemberian
materi tentang
Dokter
kecil di
SD
Adabiah
dan SD 24
Dokter
Muda dan
Pemegang
Program
DBD
1 kali,
bulan
Februari 2016
SD
Adabiah
dan SD 24
61
Pendanaan
Metode
Tolak Ukur
Proses
Dana dari Penyuluhan Diskusi
Camat dan
interaktif
Proposal
dengan
masyarakat,
pembagian
leaflet dan
bubuk abate
Hasil
Berjalannya
penyuluhan yang
dilakukan secara
rutin minimal 3
bulan sekali
dengan target
peserta minimal
15 orang.
Donatur
Terbinanya kader
jumantik bagi
siswa SD, dan
dilakukan
jumantik tiap 1
minggu sekali
Pembinaan Pemberian
materi tentang
DBD dan
pentingnya
pemantauan
jentik nyamuk
kepada dokter
kecil SD
Adabiah dan
SD 24
Melakukan
Gotong
Royong di
Lingkungan
Kelurahan Jati
Pemberian
bubuk abate
Pemantauan
Jentik
DBD.
Mengajak
warga
melakukan
gotong royong
membersihka
n lingkungan
sekitar
rumahnya
Memberitahu
warga tentang
pentingnya
bubuk abate
dalam
memberantas
jentik nyamuk
Memutus
rantai
penularan
DBD
Masyarak
at di
Kelurahan
Jati
Pembina
wilayah
dan pihak
kelurahan,
RT/RW
setempat.
1 kali,
bulan
Februari 2016
Lingkungan
Kelurahan
Jati
Masyarak
at di
Kelurahan
Jati
Pemegang
Program
P2M
Kantor
Lurah
Kelurahan
Jati
Tempatperkemba
ngbiakan
nyamuk
(Tempat
penampun
gan air)
yang ada
di dalam
dan di luar
rumah
Pemegang
Program
P2M,
dokter
muda,
warga
1 kali,
bersamaan
dengan
pemantauan
jentik
1 kali,
bulan
Februari 2016
62
Camat,
Gotong
patungan
royong
warga, dan
donatur
Pemberian
bubuk
abate
Gotong
royong
dilakukan
rutin 3 kali
sebulan
Terciptanya
lingkungan yang
bersih dan
terhindar dari
potensi sarang
nyamuk
Pemberian
bubuk abate
kepada
masyarakat di
Kelurahan
Jati
Tempat-tempat
penampungan air
yang terbebas
dari potensi
perindukan
nyamuk.
Pemasangan
Poster DBD
Memberi
informasi
tentang DBD
kepada
masyarakat
Masyarakat di
Kelurahan
Jati
Dokter
Muda
1 kali
Kantor
Lurah
Kelurahan
Jati,
Puskesmas
Andalas,
SD
Adabiah
dan SD 24
Donatur
Pemasang
an Poster
Pemberian
Leaflet
Memberi
informasi
tentang DBD
kepada
masyarakat
Masyarakat di
Kelurahan
Jati
Dokter
Muda
Bersamaan
dengan
penyuluhan
dan
pembinaan
Jumantik.
Kantor
Lurah
Kelurahan
Jati,
Puskesmas
Andalas,
SD
Adabiah
dan SD 24
Donatur
Pemberian
Leaflet
63
Memasang
poster tentang
DBD di
Kantor Lurah
Kelurahan
Jati,
Puskesmas
Andalas, SD
Adabiah dan
SD 24
Membagikan
leaflet tentang
DBD kepada
masyarakat di
Kelurahan
Jati
Terpasang
minimal 1 poster
tentang DBD di
Puskesmas
Andalas, Kantor
Lurah Kelurahan
Jati, SD Adabiah
dan SD 24.
Tersebarnya
minimal 20
leaflet di Kantor
Lurah Kelurahan
Jati, Puskesmas
Andalas, SD
Adabiah dan SD
24
Kegiatan
I
II
PERSIAPAN
1
Diskusi antara Kepala Puskesmas, pemegang
program DBD dan Dokter muda
2
Sosialisasi penyakit DBD dengan melakukan
penyuluhan, pembagian leaflet dan Poster di
Puskesmas
PELAKSANAAN
1
Pembinaan kader Jumantik Sekolah Dasar
2
Penyuluhan DBD di Kelurahan
3
Pemberian Abate
4
Gotong Royong
5
Pemantauan Jentik
6
Pemberian leaflet dan Poster
MONITORING DAN EVALUASI
1
Pemberian kuesioner pre penyuluhan
2
Pemberian kuesioner post penyuluhan
3
Pemantauan angka kejadian DBD
4
Evaluasi dan penyusunan laporan acara
64
Januari
III
IV
Februari
II
III
IV
BAB 6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk menurunkan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di kelurahan Jati,
dilakukanlah kegiatan Plan, Do, Check, Action (PDCA) berupa Proyek Pencegahan DBD di
Kelurahan Jati (PEDATI) 2016. Proyek ini terdiri dari kegiatan promosi kesehatan berupa
penyuluhan kepada kelompok PKK kelurahan Jati, pemberian bubuk abate, pembinaan kader
Juru Pemantau Jentik (Jumantik) di SDN 24 dan SD Adabiah, pemberantasan sarang nyamuk
(PSN) di Jati Kampung Pinang, serta pemasangan poster dan pembagian leaflet mengenai
DBD.
6.1
6.1.1
Tahap Persiapan
Persiapan diawali dengan berdiskusi bersama kepala puskesmas dan pemegang
program P2M di Puskesmas Andalas untuk membahas kurikulum serta teknis secara umum
mengenai pelatihan kader jumantik anak sekolah. Setelah disetujui oleh kepala Puskesmas
Andalas, hal yang dilakukan selanjutnya adalah pendataan SD yang berada di wilayah
Kelurahan Jati. Setelah didata, akhirnya diputuskan sekolah yang akan dilatih sebagai kader
jumantik adalah SD Adabiah dan SDN 24. Selanjutnya, meminta izin kepada masing-masing
kepala sekolah. Selanjutnya, menyiapkan berbagai perlengkapan dan kebutuhan saat
pelatihan seperti buku jumantik, materi pelatihan, senter, dan contoh jentik nyamuk. Buku
jumantik yang dibuat mengacu kepada Petunjuk Teknis Jumantik-PSN Anak Sekolah yang
diterbitkan oleh Dirjen P3L Kemenkes RI tahun 2014.
65
Gambar
6.3 Buku
Pedoman
Jumantik
Sekolah
Dasar
6.1.2
Tahap Pelaksanaan
66
Acara Pelatihan Kader Jumantik Anak Sekolah dilakukan pada tanggal 13 Februari
2016 di SD Adabiah dan SDN 24 Padang. Jumlah anak sekolah yang mengikuti pelatihan ini
sebanyak 30 orang dari SD Adabiah dan 20 orang dari SDN 24. Kader Jumantik yang
dipersiapkan berasal dari siswa kelas 4 dan kelas 5. Acara ini dilaksanakan secara terpisah di
masing-masing sekolah. Acara ini dihadiri oleh Kepala Puskesmas Andalas dr. Dessy M.
Siddik dan pemegang program P2M Puskesmas Andalas Irdawati, SKM, serta Kepala
Sekolah masing-masing sekolah. Rangkaian kegiatan di masing- masing sekolah adalah kata
sambutan dari panitia, Kepala Puskesmas Andalas, dan Kepala Sekolah sekaligus membuka
acara. Acara pelatihan terdiri dari pemberian materi tentang DBD dan pelatihan teknis
memantau jentik serta pencatatan dan pelaporannya. Sebelum pemberian materi, diadakan
kuis seputar DBD yang bertujuan untuk menilai tingkat pengetahuan dan sikap siswa
tersebut. Tingkat pengetahuan siswa tersebut juga dinilai setelah pemberian materi tentang
DBD. Kader Jumantik tersebut juga dibekali buku jumantik yang berisi materi mengenai
DBD serta lampiran pencatatan jentik di sekolah dan di rumah.
Setelah dilakukan kuis sebelum penyampaian materi, penyampaian materi, dan kuis
setelah penyampaian materi, diberikan penyampaian teknis memantau jentik kepada siswa
67
tersebut sekaligus melakukan simulasi dengan memantau jentik pada tempat penampungan
air di sekolah termasuk di kelas-kelas dan toilet sekolah.
6.1.3
Tahap Evaluasi
68
Evaluasi dilakukan pada dua waktu yaitu setelah pemberian materi dan seminggu
setelah pelatihan untuk menilai pelaksanaan pencatatan jentik nyamuk di sekolah dan di
rumah. Hasil pemantauan jentik oleh Jumantik Sekolah Dasar adalah sebagai berikut ini:
No.
Ruangan
Jenis Kontainer
Bak mandi
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ruang Guru
Ruang Kelas
WC Siswa dan Guru
Perpustakaan
Ruang UKS
Laboratorium
Kantin
Mushola/Ruang Ibadah
Halaman
Minggu 1
Jentik
Ada Tidak
+
Dispenser
Pot bunga
Kegiatan PSN
Yang Dilakukan
Mainan bekas
membuang air di
mainan
No
.
Jenis Kontainer
Ruangan
1
2
3
4
Pot bunga
5
6
7
8
9
10
Perpustakaan
Ruang UKS
Laboratorium
Kantin
Mushola/Ruang Ibadah
Halaman
Pot bunga
Bak
Mainan bekas
69
Minggu 1
Jentik
Kegiatan PSN
Ad Tida
Yang Dilakukan
a
k
+
Menukar air pot bunga
+
Menguras bak kamar
mandi
+
Mengganti air pot
+
membuang air
No
.
1.
2.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Jenis Kontainer
Hasil Pemantauan
Bak mandi
Bak WC
Tempayan
Ember
Dispenser
Pot/vas bunga
Kolam/akuarium
Ban bekas
Botol/kaleng bekas
Jentik
5 dari 20 rumah (+) jentik
4 dari 20 rumah (+) jentik
5 dari 20 rumah (+) jentik
4 dari 20 rumah (+) jentik
8 dari 20 rumah (+) jentik
3 dari 20 rumah (+) jentik
2 dari 20 rumah (+) jentik
7 dari 20 rumah (+) jentik
7 dari 20 rumah (+) jentik
No
Jenis Kontainer
.
1.
2.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Bak mandi
Bak WC
Tempayan
Ember
Dispenser
Pot/vas bunga
Kolam/akuarium
Ban bekas
Botol/kaleng bekas
6.2
6.2.1
Tahap Persiapan
Persiapan dilakukan dengan melakukan pertemuan berupa diskusi dan meminta izin
kepada Kepala Camat Padang Timur dam Kepala Lurah Jati. Setelah berdiskusi disepakati
penyuluhan dilakukan di Kantor Lurah Jati dengan peserta ibu-ibu PKK dan ibu-ibu arisan di
Kecamatan Padang Timur pada hari Jumat tanggal 19 Februari 2016.
6.2.2
Tahap Pelaksanaan
70
Penyuluhan diadakan di Kantor Lurah Jati pada hari Jumat tanggal 19 Februari 2016
dihadiri oleh Kepala Lurah Jati, Kepala Puskesmas Andalas, dan pemegang program P2M
Puskesmas Andalas beserta peserta penyuluhan dari kalangan ibu ibu PKK di Kecamatan
Padang Timur. Acara terdiri dari rangkaian kata sambutan oleh Kepala Puskesmas dan Lurah
Jati sekaligus pembukaan acara. Acara dilanjutkan dengan penyampaian materi DBD oleh
Dokter Muda Bahana Agus Valenta dan dilanjutkan dengan pembagian kuisioner post
penyuluhan.
71
6.2.3
Tahap Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan menilai skor kuesioner post penyuluhan untuk mengetahui
tingkat pemahaman warga setelah diberikan penyuluhan dan efektivitas penyuluhan yang
diberikan. Dari kuesioner yang dibagikan, didapatkan tingkat pengetahuan warga dengan skor
kumulatif 91,3. Hal ini menunjukkan penyuluhan yang diberikan cukup efektif karena
meningkatkan pengetahuan warga dibandingkan kuesioner sebelum penyuluhan yang
memiliki skor 74,2%. Kendala yang dihadapi adalah tidak adanya infocus saat penyuluhan
sehingga presentan tidak bisa menampilkan slide presentasi yang dapat mendukung
penyampaian materi penyuluhan dan tidak semua ibu-ibu PKK dan ibu-ibu arisan mengikuti
penyuluhan.
6.3
6.3.1
Tahap Persiapan
Persiapan dilakukan dengan melakukan pemetaan di RW yang memiliki kasus DBD
tertinggi pada tahun 2015. Setelah dipetakan, didapatkan RW dengan kasus DBD tertinggi
pada tahun 2015 adalah RW Jati Kampung Pinang. Untuk melakukan intervensi berupa
pemberantasan sarang nyamuk/gotong royong, sebelumnya dilakukan pertemuan berupa
diskusi dan meminta izin kepada Kepala Lurah Jati, Ketua RW Jati Kampung Pinang, dan
Ketua RT 08. Setelah mendapat izin akhirnya didapatkan waktu untuk gotong royong adalah
pada hari Minggu tanggal 21 Februari 2016.
6.3.2
Tahap Pelaksanaan
Gotong royong direncanakan mulai pada pukul 08.00 WIB. Namun gotong royong
bersama tidak jadi dilakukan pada hari Minggu karena adanya miskomunikasi dengan ketua
RT. Gotong royong telah dilaksanakan secara mandiri pada tiap RT pada hari Sabtu tanggal
72
20 Februari 2016. Kegiatan PSN dilanjutkan dengan melakukan pemantauan jentik di rumah
warga sekaligus membagikan bubuk abate di hari Minggu 21 Februari 2016. Pemantauan
jentik dilakukan oleh dokter muda dan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Andalas. Hasil pencatatan jentik di RW Jati Kampung Pinang dilaporkan kepada
pemegang program P2M. Berdasarkan laporan pencatatan yang dilakukan didapatkan bahwa
terdapat 11 rumah warga yang masih terdapat jentik nyamuk dari 34 rumah yang diperiksa.
Jentik ditemukan di 9 kontainer di dalam rumah seperti bak mandi dan dispenser serta 3
kontainer di luar rumah seperti di pot bunga dan selokan.
73
Gambar 6.9 Pemantauan Jentik dan Pembagian Abate di Rumah Warga Jati Kampung Pinang
6.3.3
Tahap Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan cara memantau jumlah kasus baru DBD di RW Jati
Kampung Pinang. Dari hasil pemantauan didapatkan tidak ada kasus DBD di Jati Kampung
Pinang. Kendalanya adalah masih terdapat beberapa warga yang menolak rumahnya untuk
diperiksa adanya jentik nyamuk, tidak mengikuti gotong royong, dan ada warga yang sedang
tidak berada dalam rumah sehingga tidak didapatkan data mengenai seluruh rumah warga.
6.4
74
Warga tampak antusias membaca leaflet yang dibagikan. Kendalanya adalah leaflet
dicetak dengan printer biasa dan kualitas kertas yang digunakan kertas HVS 70 gram, apabila
terkena air, tinta dapat luntur dan kertas dapat sobek sehingga tidak bertahan dalam jangka
waktu lama.
75
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
1.
Kesimpulan
Masalah kesehatan yang ada di kelurahan Jati tahun 2015 adalah rendahnya pencapaian
D/S, meningkatnya angka kematian bayi, meningkatnya kasus DBD, dan pencapaian
imunisasi dasar belum memenuhi target.
2.
Prioritas masalah kesehatan di kelurahan Jati adalah peningkatan jumlah kasus DBD
sebanyak 5 kali lipat dari tahun 2014 ke 2015.
3.
Penyebab tingginya kasus DBD di kelurahan Jati adalah tidak adanya kader jumantik
sehingga tidak ada pemantauan jentik berkala, kuranganya kepedulian masyarakat akan
kebersihan lingkungan, kurangnya koordinasi pejabat setempat dengan warga untuk
gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), alat fogging kurang memadai, dan
kurangnya media informasi tentang pencegahan dan pemberantasan DBD.
4.
7.2
Saran
76
Lintas Sektor
1. Peran aktif lembaga pemerintah dan kelompok masyarakat dalam mendukung
upaya pencegahan kasus DBD baik dalam hal jasa maupun materil.
77
DAFTAR PUSTAKA
Caribbean
Epidemiologi
Center.
2000.
Dengue
Guide.
Diunduh
dari:
http://www.carec.org/publications/DENGUIDE_lab.htm pada 16 Januari 2016, pukul
20.03 WIB
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013.
Diunduh
dari:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profilkesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2013.pdfpada 16 Januari 2016, pukul
20.29 WIB
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue.
Diunduh dari: http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf
pada 16 Januari 2016, pukul 20.40 WIB
Depkes RI, 2005. Pencegahan dan pemberantasan demam berdarah dengue di Indonesia.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Depkes RI. 2009. Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit
Menular dan Keracunan. Departemen Kedsehatan RI. Jakarta.
Ditjen PP dan PL. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Diunduh dari:
www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/manajemen%20DBD_all.pdfpada
16
Januari 2016, pukul 19.40 WIB
Fathi SK, Chatarina UW. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap Penularan
Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2 (1): 110.
Gubler DJ, Ooi EE, Vasudeva S. 2014. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Bombay
Hospital
Journal.
Diunduh
dari:
http://www.bhj.org/journal/2014_4303_july01/review_380.htmlpada 17 Januari 2016,
pukul 22.14 WIB
KEPMENKES No 581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah Dengue.
KEPMENKES 1457 tahun 2003.
Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2015.
Lestari, RR. 2015. Kedisiplinan Menciptakan SDM yang Berkualitas. Diunduh dari :
http://www.kompasiana.com/rizkirahmawatilestari/kedisiplinan-menciptakan-sdmyang-berkualitas_54f34a9b745513a32b6c6f56 pada 18 Januari pukul 20.58 WIB.
Rejeki S, Adinegoro S. 2004. (DHF) Demam Berdarah Dengue, Tatalaksana Demam
Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta.
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.2010. Kemenkes RI.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis
(RENSTRA) Kementerian Kesehatan 2010-2014.
78
Siregar FA. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Indonesia.Diunduh dari: http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-fazidah3.pdf pada
16 Januari 2016, pukul 21.43 WIB
Suhendro, Nainggolan L, Khiechen, Pohan HT. 2009. Demam Berdarah Dengue. Dalam:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2773-79.
WHO.
2008.
Dengue and
Dengue
Haemorragic
Fever. Diunduh dari:
http://w3.whosect.org/en/section10/section332/section1631.htmpada 16 Januari 2016,
pukul 23.26 WIB
WHO.
2007.
Clinical
Diagnosis
of
Dengue.
Diunduh
http://www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/12-23.pdfpada
Januari 2016, pukul 20.17 WIB
WHO.
2016.
Dengue
Haemorraghic
Fever.
Diunduh
dari
http://www.who.int/csr/disease/dengue/en/ pada 18 Januari 2016, pukul 21.28 WIB
dari:
17
:
79