Anda di halaman 1dari 5

CONTOH KASUS HUKUM KESEHATAN

A. KASUS
RS Wahidin Tolak Pasien Bayi Tanpa Batok Kepala
Makassar (ANTARA News) - Bayi perempuan yang lahir tanpa batok kepala terpaksa dibawa
pulang oleh kedua orang tuanya, Jumat, karena ditolak oleh rumah sakit rujukan RS Wahidin
Makassar. Bayi itu lahir di Puskesmas Pattingalloang, Kecamatan Ujung Tanah, Makassar
pada hari Rabu 22 Agustus sekitar pukul 19.00 Wita dari pasangan Subaedah (istri 20) dan
Akbar Hasan (suami 25). Bayi pertama perempuan dan merupakan anak keempat pasangan
suami itri itu belum sempat mendapat pelayanan khusus karena RS Wahidin yang menjadi
rujukan tidak menerima bayi tersebut. Alasannya, kedua orang tua bayi itu tidak memiliki
kartu Bantuan Tunai Langsung (BTL). Sampai hari Jumat (24/8) pukul 16.00 Wita bayi
malang itu masih dapat bertahan hidup. Dokter Emilia Handayani, kahumas RS Wahidin
mengatakan pihak rumah sakit harus mengikuti prosedur penerimaan pasien yang tidak
mampu. "Setiap pasien tidak mampu harus menyertakan kartu BTL dan bukan sekadar
keterangan miskin dari kelurahan atau camat. Banyak orang yang mampu tetapi berpura-pura
miskin dan memiliki kartu BTL," katanya. Selain itu, katanya, sudah ada instruksi dari
pemerintah untuk menghentikan bantuan pelayanan untuk keluarga miskin sejak Juni 2007,
karena tunggakan pemerintah untuk membiayai pelayanan kesehatan di RS Wahidin sudah di
atas Rp10 miliar.
"Sampai saat ini, RS Wahidin belum mendapat bayaran, jadi bagaimana kami bisa melayani
lagi, sementara biaya operasional sangat terbatas," katanya.
Dia menambahkan, pihak rumah sakit sebelumnya tidak menolak pasien dari keluarga miskin
sepanjang memiliki kartu BTL dan bukti-bukti pendukung bahwa pasien berasal dari keluarga
tidak mampu.
Subaedah (ibu bayi itu) mengatakan sangat terkejut ketika mengetahui anak perempuan yang
selama ini diharapkannya memiliki kelainan.
Proses persalinan yang dibantu bidan Reni itu, kata Subaedah, berjalan tidak seperti
persalinan ketiga anak laki-lakinya sebelumnya.
"Sebelum bayi saya keluar, sekitar satu ember air bercampur lendir keluar dari mulut rahim.
Setelah itu keluar barulah bayi saya keluar dengan normal," ujar Subaedah dengan raut wajah
sedih.
Lanjutan kasus :
Bayi Tanpa Batok Kepala Meninggal Setelah Ditolak RS Wahidin

Makassar (ANTARA News) - Bayi perempuan yang lahir tanpa batok kepala, akhirnya
menghembuskan nafas terakhir Jumat sore saat bayi tersebut hendak dirujuk ke Rumah Sakit
Labuangbaji karena ditolak di RS rujukan Wahiddin Sudirohusodo, Makassar. Anak ke empat
pasangan Subaedah (20) dan Akbar Hasan (25) itu meninggal dunia dalam perjalan menuju
rumah sakit Labuangbaji setelah bertahan hidup selama dua hari. "Kami hanya pasrah saja,
mungkin ini kehendak yang di atas," ujar Akbar yang setiap harinya berprofesi sebagai
pengayuh becak itu.
Jenazah bayi yang lahir dengan berat badan 2,8 kg dan panjang 48 cm di Puskesmas
Pattingalloang, Kecamatan Ujung Tanah, Makassar itu langsung dikebumikan di pekuburan
umum Kabupaten Maros, Sulsel Jumat malam sekitar pukul 19.00 Wita.
Bayi tanpa batok kepala itu semula dirujuk ke RS Wahidin, sebuah rumah sakit negeri
terbesar di Kawasan Timur Indonesia, namun pihak RS menolak merawat bayi itu karena
orangtuanya tidak dapat menunjukkan karta tanda bukti penerima Bantuan Langsung Tunai
(BLT) keluarga miskin. Dr Emilia Handayani, Kahumas RS Wahidin mengatakan, pihak
rumah sakit harus mengikuti prosedur penerimaan pasien yang tidak mampu.
"Setiap pasien tidak mampu harus menyertakan kartu BLT dan bukan sekedar keterangan
miskin dari kelurahan atau camat, karena banyak orang yang mampu tetapi berpura-pura
miskin dan untuk membuktikannya, harus ada kartu BLT," ujarnya.
Selain itu, katanya, sudah ada instruksi dari pemerintah untuk menghentikan pelayanan untuk
keluarga miskin sejak bulan Juni 2007 karena tunggakan pemerintah untuk membiayai
pelayanan kesehatan di RS Wahidin sudah di atas Rp10 miliar.
"Sampai saat ini, RS Wahidin belum mendapat bayaran, jadi bagaimana kami bisa melayani
lagi, sementara biaya operasional sangat terbatas," katanya. Dia menambahkan, pihak rumah
sakit sebelumnya tidak menolak pasien dari keluarga miskin sepanjang memiliki kartu BLT
dan bukti-bukti pendukung bahwa pasien berasal dari keluarga tidak mampu. Akbar, ayah
bayi itu mengatakan, kendati tidak memiliki kartu BLT, dirinya sudah mengikhlaskan
kepergian anak pertama perempuannya itu. "Kita sudah berusaha namun Tuhanlah yang
menentukan semuanya," .1[1]
B. PEMBAHASAN KASUS
Dulu sering kita mendengar adanya pasien yang ditolak dirawat oleh rumah sakit dengan
alasan tidak mempunyai biaya buat pengobatan seperti pada kasus yang diambil dari situs
kantor berita Antara (ANTARA NEWS) dengan judul Bayi Tanpa Batok Kepala Meninggal
Setelah Ditolak RS W di tertanggal 25 Agustus 2007. Dari berita tersebut berisikan bayi
perempuan yang lahir tanpa batok kepala, akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada
1

Jumat sore saat bayi tersebut hendak dirujuk ke RS L karena ditolak di RS W. Bayi tersebut
meninggal dunia dalam perjalanan menuju RS L setelah bertahan hidup selama dua hari.
Jenazah bayi yang lahir dengan langsung dikebumikan di pekuburan umum. Bayi tanpa batok
kepala itu semula dirujuk ke RS W, sebuah rumah sakit negeri, namun pihak RS menolak
merawat bayi itu karena orangtuanya tidak dapat menunjukkan karta tanda bukti penerima
Bantuan Langsung Tunai (BLT) keluarga miskin.
Pada kasus di atas penyimpangan etika dan hukum dari instansi kesehatan terhadap bayi
tersebut meliputi beberapa aspek antara lain :
1. Sumpah dokter yang berbunyi kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan.
2. Deklarasi Lisabon 1981 yang menjelaskan tentang hak-hak pasien tentang hak dirawat dokter
3. Undang-undang Kesehatan no 23 tahun 1992 yang telah dirubah menjadi UU no.36 tahun

2009 tentang kesehatan yang berisikan :


pasal 2 : Pembangunan kesehatan diselenggarakan berasaskan perikemanusiaan yang
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan
merata, perikehidupan dalam keseimbangan, serta kepercayaan akan kemampuan dan
kekuatan sendiri
penjelasan pasal 2 bagian d yang berbunyi asas adil dan merata berarti bahwa
penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada

segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.


Pasal 4 : setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang

optimal
Pasal 7 pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan terjangkau oleh
masyarakat. penjelasan pasal 7 upaya kesehatan yang merata dalam arti tersedianya sarana
pelayanan di seluruh wilayah sampai daerah terpencil yang mudah di jangkau oleh seluruh

masyarakat, termasuk fakir miskin, orang terlantar dan orang kurang mampua
Pasal 57 : sarana kesehatan dalam penyelenggaraan kegiatan tetap memperhatikan fungsi
sosial.
Penjelasan pasal 57 ayat 2 : fungsi sosial sarana kesehatan adalah bahwa dalam
menyelenggarakan kegiatan setiap sarana kesehatan baik yang diselenggarakan oleh
pemerintah maupun oleh masyarakat harus memperhatikan kebutuhan pelayanan kesehatan

golongan masyarakat yang kurang mampu dan tidak semata-mata mencari keuntungan.
4. Asas pokok Etika Kedokteran yaitu
Otonomi
a. Hal ini membutuhkan orang orang yang kompeten,dipengaruhi oleh kehendak dan
keinginannya sendiri dan kemampuan ( kompetensi ). Memiliki pengertian pada tiap-tiap
kasus yang dipersoalkan memiliki kemampuan untuk menanggung konsekuensi dari
keputusan yang secara otonomi atau mandiri telah diambil.

b. Melindungi mereka yang lemah, berarti kita dituntut untuk memberikan perlindungan dalam
pemeliharaan, perwalian, pengasuhan kepada anak- anak, para remaja dan orang dewasa yang
berada dalam kondisi lemah dan tidak mempunyai kemampuan otonom ( mandiri ).
Bersifat dan bersikap amal, berbudi baik
Dasar ini tercantum pada etik kedokteran yang sebenarnya bernada negatif; PRIMUM NON
NOCERE ( = janganlah berbuat merugikan / salah ).Hendaknya kita bernada positif dengan
berbuat baik dan apabila perlu kita mulai dengan kegiatan yang merupakan awal
kesejahteraan para individu / masyarakat.
Keadilan
Azas ini bertujuan untuk menyelenggarakan keadilan dalam transaksi dan perlakuan antar
manusia, umpamanya mulai mengusahakan peningkatan keadilan terhadap si individu dan
masyarakat dimana mungkin terjadi resiko dan imbalan yang tidak wajar dan bahwa
segolongan manusia janganlah dikorbankan untuk kepentingan golongan lain. ( kodeki,
MKEK,2002,hal.47 )
Dari kasus itu seharusnya RS W tetap menerima pasien bayi ditinjau dari segi etika dan
hukum bukan menolak pasien lantaran tidak mempunyai biaya berobat. Padahal RS W
merupakan salah satu rumah sakit negeri (milik pemerintah). Sehingga soal pembiayaan dana
seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah bukan RS W sesuai dengan pasal 7 UU
Kesehatan no 36 tahun2009.
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari pada waktu menjabat sebagai Menteri Kesehatan
waktu itu pernah mengingatkan manajemen rumah sakit untuk tidak menolak pasien dari
keluarga miskin. Bila menolak, bisa dilaporkan ke polisi dengan tuduhan cukup berat.Siti
Fadilah mengatakan, tidak ada alasan bagi rumah sakit pemerintah menolak pasien dari
keluarga miskin. Pasalnya, pemerintah sudah menyediakan jaminan pembayaran biaya
perawatan kesehatan paling sedikit Rp 2,6 triliun untuk rumah sakit. Belum lagi dana-dana
dari alokasi lain.Alasan administrasi juga tidak bisa dipakai untuk menolak pasien. Rumah
sakit tidak dibenarkan menolak pasien dengan alasan kartu Asuransi Kesehatan untuk
Keluarga Miskin (Askeskin) tidak berlaku lagi. Rawat dulu, urusan administrasi bisa
dibereskan, ujarnya.Siti Fadilah juga mengingatkan, pemerintah tetap menyediakan jaminan
pembayaran perawatan kesehatan masyarakat miskin. Memang saat ini tidak lagi
menggunakan nama Askeskin. Sekarang pemerintah menggunakan Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas).Rumah sakit jangan menolak gara-gara Askeskin menjadi
Jamkesmas. Apalagi, sampai menolak pasien yang hidupnya bergantung pada tindakan medis.
Nanti saya laporkan ke polisi karena pembunuhan berencana, ujarnya. (situs alumni-

Kalabahu-lbh Jakarta yahoo group mengutip kompas tanggal 9 April 2008. Semoga dari
pemberitaan di atas tidak ada lagi pasien yang ditolak rumah sakit akibat tidak mempunyai
biaya.

Anda mungkin juga menyukai