Anda di halaman 1dari 9

1

Ujian Tengah Semester Hermenetika


Interpretasi Teks Nietzsche and Difference dengan Teori Hermenetika Scheleiermacher
Oleh: Fitrianingsih (1406563286)

I.

Deskripsi Teks
The philosophy of difference yang dikemukakan oleh Nietzsche masih menjadi

perbincangan terkait relevansi dan ketidakrelevansian dari Nietzsche itu sendiri. Namun,
faktanya pada zaman kontemporer, the philosophy of difference menjelaskan bahwa meskipun
dipengaruhi dan ditemukan oleh Nietzsche, masih terdapat permasalahan historiografi. Beralih
pada Heidegger yang mengkritisi pemikiran Nietzsche, interpretasinya terhadap pemikiran
Nietzsche memiliki banyak perbedaan terutama dalam hal being and time. Pada being and time,
sejauh ini masih belum ada yang menanyakan mengenai makna being itu sendiri, tetapi lebih
pada pertanyaan hakikatnya dan menjadi pertanyaan yang lebih metafisika. Namun, being and
time pada akhirnya gagal dalam menjelaskan konsepnya dari sudut pandang metafisika dan lebih
kepada gagasan yang komprehensif serta menunjukkan bentuk eksistensinya. Tetapi, apapun
yang ditunjukkan oleh being and time masih dipahami secara metafisika yang bersifat
sementara, khususnya mengenai time sendiri bukan dalam artian fakta dari time itu sendiri,
lebih kepada membangun temporalitas time ke dalam tiga dimensi yakni, masa lalu, sekarang
dan depan.
Perbedaan yang dibicarakan oleh Heidegger di sini adalah bagaimana caranya
memperoleh sesuatu yang dimunculkan dalam horizon tertentu dan horizon itu sendiri menjadi
suatu pembuka yang muncul dalam being tersebut.1 Penyebab hal tersebut salah satunya adalah
dengan mengikuti pola yang telah ditetapkan pada zaman historisisme dan neokantianisme, yakni
membuat perbedaan ontologis dan metodologis yang ditandai dengan menyisipkan isi
intelektualnya dan berbagai produk manifestasi sejarah kemanusiaan dalam horizon itu sendiri.
Namun, pertanyaan yang diajukan oleh Heidegger adalah, jika Dasein itu tidak ada atau being in
the world masih bersifat objektif dalam kehadiran yang murni, maka mengapa Being tidak dapat
1

Vattimo, Gianni. (1993). The Adventure of Difference: Philosophy After Nietzsche and Heidegger. USA:
The Johns Hopkin University Press. hlm. 63

dihadirkan secara jelas dan nyata?2 Atau dalam artian apa makna dari the difference itu sendiri?
Selain itu, argumen Heidegger kepada Nietzsche terhadap pemikirannya mengenai the difference,
seperti halnya Derrida, bahwa untuk melihat pemikirannya secara metafisika harus melupakan
the difference itu sendiri. Solusi yang didapatkan pun tidak tergantung dari manusianya, karena
permasalahan tersebut bisa dikatakan dalam kategori sulit. Karena Heidegger juga tidak
berbicara the difference secara historisitasnya dalam horizon budaya.
Permasalahan dari the difference adalah masalah yang menyangkut makna dari adanya
the difference itu sendiri. Tetapi, Heidegger masih sebatas menunjukkan perbedaan ke dalam
permasalahan subjektif ataukah objektif bukan lebih kepada perbedaan tertentu. Baginya juga
permasalahan ini bukan hanya sekadar pengamatan mengenai perbedaan Being and time, namun
juga akan merujuk pada subjektivitas dan tujuan genitive-nya. Dalam pandangan ini, sesuatu
yang dilupakan dalam the difference secara ontologis tidak terlupakan secara fakta bahwa Being
tidak dapat diidentifikasikan dengan being, tapi melainkan melupakan the difference sebagai
sebuah permasalahan.3
Proses metafisika merupakan salah satu yang nantinya tetap terdapat penyataan nothing
to being yang tentunya merupakan pemikiran dari Nietzsche atas kehendak kuasnya ataupun
Heidegger dengan menjadikan hal tersebut atas kemauannya. Kendati, Nietzsche terinsipirasi
oleh Heidegger. Selain itu, juga terdapat Derrida yang ikut menanggapi pemikiran dari seorang
Nietzsche, bahwa Heidegger sebenarnya mencirikan Nietzsche sebagai ujung dari metafisika dan
Platonism. Tidak jauh dari pemikiran Derrida, Pautrat berusaha membedakan karakter yang
terkandung pada metafisika agar mengacu pada signifikasi umum mengenai klaim terhadap
penegasan terhadap Being dari segi keterkaitannya antara bahasa dan objek. 4 Hal yang
mendasarinya adalah ekspresi metafora dari perbedaan primordial secara internal. Selain
Nietzsche, juga terdapat Dionysus dan Apollo yang mengemukakan pemikiran terkait the
difference. Perbedaan the difference diantara keduanya terdapat pada struktur pemikirannya dan
historisitas yang terkandung. Pertama, Dionysus merupakan nama yang digunakan untuk makna
2

Vattimo, Gianni. (1993). The Adventure of Difference: Philosophy After Nietzsche and Heidegger. USA:
The Johns Hopkin University Press. hlm. 64
Vattimo, Gianni. (1993). The Adventure of Difference: Philosophy After Nietzsche and Heidegger. USA:
The Johns Hopkin University Press. hlm. 78
Vattimo, Gianni. (1993). The Adventure of Difference: Philosophy After Nietzsche and Heidegger. USA:
The Johns Hopkin University Press. hlm. 67

the difference itu sendiri. Kedua, Dionysus merupakan nama mitologi yang menandai makna
semantic yang tereduksi ke dalam representative metafisika. Namun, dalam teks Nietzsche,
Dionysus bukan merupakan semacam tanda atau simbol khusus. The philosophy of difference
seharusnya dibedakan dari pemikiran secara metafisik, alih-alih berpikir Being sebagai kehadiran
yang utuh, stabilitas dan suatu bentuk kesatuan, yang diluruskan dan tidak dianggap sebagai
bentuk perbedaan.
Kembali pada makna Dionysus yang dituliskan oleh Nietzsche dalam bukunya bukanlah
hal yang dianggap penting ataupun juga hal yang kebetulan terjadi. Untuk seperti Derrida dan
pengikut lainnya, penggunaan nama Dionysus merupakan suatu bentuk wacana secara
metafisika. Dionysus bukan merupakan suatu konsep atau being yang mempunyai makna yang
masuk akal dalam dunia ide. Lalu, mengingat bahwa teks Nietzsche tidak bisa dibaca dengan
metafisika atau bahkan sebagai teks murni, apakah wacana metafisika akan selalu terlupakan?
Filsafat Nietzsche merupakan wujud dari sebuah teori. Sehingga, teks-nya bersifat
kontradiktif karena menyajikan teori dan dijadikan sebagai deskripsi obyektif serta kontemplasi
keadaan. Dalam wacana metaforanya, ia benar-benar menunjukkan adanya penanda. Dengan
demikian, perbedaan yang bersifat primordial dimanifestasikan sebagi bentuk yang kontras
antara penanda dan petanda. Makna yang muncul akibat interpretasi pemikiran Nietzsche dari
the difference adalah bahwa hal tersebut diberlakukan pada teks milik Nietzsche dan pada the
philosophy of difference pada umumnya. The difference sebagai praktek dari perbedaan itu
sendiri. Kesejarahan yang muncul di sini terletak pada adanya metafisik barat dimana Nietzsche
muncul dengan prestasinya dalam memberikan pengertian mengenai Being. Pertanyaannya
adalah mengapa ada the difference? masih belum terpecahkan dalam logika metafisika, terlebih
terkait the difference dari Being dan being. Dan di sisi lain, dunia tidak tersisa untuk Being itu
sendiri, baik yang berbeda maupun secara metafisika. Namun, konsep historisitasnya tetap
dijaga.

II.

Metode Hermenetika
Dalam menginterpretasikan teks di atas, saya menggunakan teori hermenetika dari

Schleiermacher yang merupakan filsuf pertama dengan gagasannya mengenai hermenetika. Ia

berpendapat bahwa hermenetika sebagai sebuah teori yang general atau universal untuk
mengintepretasi suatu ungkapan (utterance), baik lisan maupun tulisan. Bagi Schleiermacher
hermeneutika adalah seni memahami. Tetapi yang dimaksud sebagai seni dalam hal ini bukan
hanya merujuk kepada proses kreatif atau sesuatu yang subjektif dari seorang penulis (author),
melainkan karena hermeneutika mencakup the sense of knowing how to do something 5 yang
merupakan makna yang tersebar (shared meaning) di dalam technical arts dan fine arts.
Tujuan praktis dari hermeneutika adalah untuk memahami secara tepat apa yang telah
diekspresikan, khususnya di dalam bentuk tulisan. Diawali dengan cara memahami ungkapan
yang ekspresikan oleh penulis (author) sebaik si penulis memahaminya, dan bahkan kemudian
memahami secara lebih baik dari penulisnya. Lebih lanjut, hal itu dicapai melalui intepretasi
yang terdiri dari dua bagian, yakni; intepretasi gramatikal dan intepretasi psikologis.
Menurut Schleiermacher, setiap ungkapan berlangsung di dalam hubungannya yang
bersifat rangkap (dual relationship), yakni terhadap totalitas bahasa dan terhadap pemikiran si
penulis. Terkait dengan hubungan ungkapan terhadap totalitas bahasa, hal ini mengacu pada sifat
bahasa yang tidak terbatas (infinite) karena setiap elemen di dalam bahasa dapat dideterminasi di
dalam

cara

tertentu

melalui

elemen

lain

yang

tersisa.

Karena

bahasa

bersifat

mengkomunikasikan, maka apa yang diungkapkan pastilah umum baik untuk si pembicara
maupun si pendengar. Lebih lanjut, suatu kata memiliki maknanya di dalam hubungannya
dengan kata lainnya dari suatu bahasa, dimana kata tersebut memiliki lebih dari satu makna.
Dengan demikian, karena keterkaitan tersebut setiap pengucapan atau ungkapan merujuk secara
tidak langsung kepada seluruh kata lain dan juga kepada totalitas bahasa pada waktu yang
bersamaan.
Mengenai hubungan suatu ungkapan dengan pemikiran si penulis atau si pembicara, hal
ini terkait dengan tindak menulis atau berbicara yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka
mengkomunikasikan pemikirannya, dimana hal itu dilakukan melalui bahasa umum. Untuk
alasan tertentu, si penulis atau pembicara berupaya untuk mengkomunikasikan pemikiran
tertentu yang terhubung dengan pemikirannya yang lain, dimana hal ini berlangsung di dalam

Schmidt, Lawrence.K. (2006). Understanding Hermeneutics. UK: Acumen. hlm. 10

kehidupannya, dan karena hal ini secara tidak langsung berkaitan dengan kehidupan
individualnya yang merupakan bagian dari suatu masyarakat pada waktu tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, hermeneutika sebagai seni memahami ungkapan (utterance) di
dalam dual aspeknya, karenanya memiliki dua bagian; (1) sisi gramatikal, yang merupakan
intepretasi ungkapan sebagai sesuatu yang di derivasi dari bahasa, dan (2) sisi teknis atau
psikologis, yang merupakan intepretasi ungkapan sebagai sebuah fakta di dalam si pemikir (as
fact in thinker). Dari sisi gramatikal, Schleiermacher lebih menekankan bahwa hal tersebut
merupakan bagian dari ilmu linguistik sebuah teks atau ungkapan. Dalam hal ini, bahasa bisa
berubah sewaktu-waktu. Dengan demikian makna dari sebuah kata pun bisa saja berbeda dari
waktu ke waktu. Sehingga, kata bisa jadi mempunyai makna yang telah menghilang dan
digantikan dengan makna baru. Penyebabnya adalah dari si penulis sendiri yang dapat ditinjau
dari sejarah tempat penulis berada, pendidikan, pekerjaan, dan dialeknya. Selanjutnya adalah
ditinjau dari konteksnya itu sendiri. Selain itu, dalam sisi gramatikal juga dijelaskan bahwa
ketika terdapat kata dengan makna yang ganda, makna yang sesungguhnya hanya bisa ditemukan
dengan mengujinya pada penampilan atau wujud kata tersebut.
Terlepas dari sisi gramatikal, Schleiermacher juga membahas dari segi teknis atau
psikologisnya. Bahwa, hal ini berfungsi untuk memahami struktur pemikiran dari kehidupan
seorang author-nya, dimana kehidupan tersebut hanyalah sang author yang merasakannya dan
mempengaruhi tulisan/lisan yang ia tulis dan ucapkan. Tidak hanya itu, di sini juga diharapkan si
interpreter untuk memahami pemikiran dari si author dan bagaimana cara dia mengekspresikan
pemikirannya. Sehingga terdapat dua bagian, yakni psikologis murni yang mencoba untuk
menemukan harapan ke depannya dari si author yang memotivasi pemikirannya dan tulisannya.
Dan yang kedua adalah secara teknik, bahwa si author berusaha untuk mengekspresikan
pemikirannya dalam karya yang dibuat dan kita dituntut untuk memahami hal tersebut. Dengan
demikian, secara garis besar tujuan adanya sisi teknis atau psikologis ini mengenai suatu bentuk
pemahaman individualitas dari si author yang digambarkan melalui ekspresinya ke dalam sebuah
karya.
Scheleiermacher juga membedakan praktik longgar dari hermeneutika dan praktik ketat
dari hermeneutika. Bahwa, setiap kali interpreter melakukan interpretasi, kesalahpahaman itu
menjadi sumber masalahnya. Maksudnya, pemikiran si author dan interpreter tidak mungkin

sama. Karena dari segi pendidikan, pekerjaan, tempat atau hal lainnya juga berbeda. Sekalipun
dari segi bahasa keduanya. Sehingga, interpreter tidak selalu tepat sasaran seperti apa yang
dimaksud dari si author itu sendiri. Kesalahpahaman inilah yang menjadi sumber masalahnya.
Kesalahpahaman (missunderstanding) terjadi karena sikap tergesa-gesa atau terburu-buru dalam
menyimpulkan atau karena prasangka (prejudice). Menurut Schleiermacher, prasangka
(prejudice) adalah preferensi seseorang untuk perspektif yang dimilikinya sendiri, karenanya
seseorang salah membaca atau salah dalam memahami apa yang dimaksud penulis melalui
penambahan sesuatu yang tidak dimaksudkan atau meninggalkan sesuatu atau mengabaikan yang
dimaksudkan oleh penulis.

III.

Interpretasi Teks
Buku The Adventure of Difference, khususnya materi terkait Nietzsche and Difference,

lebih membahas mengenai adanya perbedaan makna yang muncul dalam Being dan being.
Menurut Schleiermacher, teks tersebut bisa diinterpretasikan dari ungkapan sang author, dimana
Nietzsche lebih sering menggunakan kata the difference. Dalam hal ini, Nietzsche ingin
menjelaskan mengenai pemikirannya terkait the difference yang banyak mengundang kritik.
Selain itu juga, ketika Heidegger mencoba menginterpretasikan pemikiran Nietzsche terkait hal
tersebut, terdapat perbedaan yang terjadi. Menurut Schleiermacher, hal in merupakan suatu yang
wajar. Bisa jadi interpretasi Heidegger akan menghasilkan pemikiran yang lebih baik dari
Nietzsche.
Makna yang digunakan oleh Neitzsche pun juga bersifat umum, seringkali publik
mendengarnya. Namun, makna yang disampaikan oleh Nietzsche terkait the difference masih
belum bisa dijelaskan secara baik. Jika Heidegger dan Derrida mengkritik bahwa the difference
harus dihilangkan karena tidak akan terbaca secara metafisika, atau dalam artian baik Being
maupun being mempunyai makna yang sama, itu berarti totalitas bahasa yang digunakan oleh
Nietzsche masih tidak terbatas karena setiap elemen di dalam bahasa dapat dideterminasi di
dalam cara tertentu melalui elemen lain yang tersisa. Lebih lanjut, the difference memiliki makna
di dalam hubungannya dengan kata lainnya dari suatu bahasa, dimana the difference memiliki
lebih dari satu makna. Dengan demikian, karena keterkaitan tersebut setiap pengucapan atau

ungkapan merujuk secara tidak langsung kepada seluruh kata lain dan juga kepada totalitas
bahasa pada waktu yang bersamaan.
Terkait hubungan suatu ungkapan dengan pemikiran Nietzsche, hal ini terkait dengan
tindakan menulis yang dilakukan oleh Nietzsche sendiri dalam rangka mengkomunikasikan
pemikirannya mengenai the difference, dimana hal itu dilakukan melalui bahasa umum. Konsep
the difference yang dikemukakan oleh Nietzsche juga berhubungan dengan pemikirannya yang
lain terkait konsep being and time, terlebih lagi pada Being yang menurutnya mempunyai beda
makna dengan being. Hal ini berlangsung di dalam kehidupannya, dan karena hal ini secara tidak
langsung berkaitan dengan kehidupan individualnya yang merupakan bagian dari suatu
masyarakat pada waktu tertentu.
Selain itu, menginterpretasi suatu teks juga dapat dilakukan dengan cara melihat sisi
gramatikal maupun sisi teknis atau psikologi. Dari segi gramatikal-nya, bahasa bisa berubah
sewaktu-waktu sesuai perkembangannya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa the difference terkait
Being dan being menurut Nietzsche pada zaman tersebut mungkin bisa dikatakan ada dan
memang berbeda. Namun, ketika Heidegger ataupun Derrida mengkritisi hal tersebut, dengan
perbedaan zaman diantara keduanya, makna the difference bukan lagi demikian, bisa jadi telah
berubah dan tergantikan dengan nama baru, seperti halnya muncul makna Dionysus. Makna
tersebut bisa menggantikan posisi the difference itu sendiri. Terlebih lagi terkait Being dan being,
yang hanya terdapat perbedaan pada huruf abjad diawal dan sangat berpengaruh terhadap makna
yang melekat. Kendati Nietzsche menganggap dua kata tersebut berbeda, tidak dengan
Heidegger maupun Derrida. Keduanya dapat mempunyai makna yang sama tanpa ada perbedaan.
Hal demikian, kembali lagi pada konsep gramatikal suatu teks yang bisa berubah dan
tergantikan. Penyebabnya dapat ditinjau dari sejarah tempat penulis berada, pendidikan,
pekerjaan, dan dialeknya. Selain itu, dalam sisi gramatikal juga dijelaskan bahwa ketika terdapat
kata dengan makna yang ganda, makna yang sesungguhnya hanya bisa ditemukan dengan
mengujinya pada penampilan atau wujud kata tersebut. Namun, pada faktanya makna Being
tidak dapat diwujudkan secara jelas oleh Nietzsche. Dan kehadiran the difference itu sendiri
masih menjadi teka-teki, belum terdapat penjelasan.
Terlepas dari sisi gramatikal, ditinjau dari sisi teknis ataupun psikologi-nya, hal ini
berfungsi untuk memahami struktur pemikiran dari kehidupan Nietzsche, dimana kehidupan

tersebut hanyalah Nietzsche yang merasakannya dan mempengaruhi tulisan yang ia tulis. Dalam
hal ini, Nietzsche berharap para pembaca atau interpreter dapat memahami isi pemikirannya saat
itu. Sehingga terdapat dua bagian, yakni psikologis murni, bahwa Nietzsche berharap tulisannya
dapat memotivasi orang lain ke depannya. Terlihat, dari beberapa filsuf yang mulai membahas
hal yang sama dengannya, seperti Apollo dan Dionysus. Walaupun terdapat beberapa perbedaan
terkait pemikiran mengenai the difference. Serta yang kedua secara teknik, bahwa Nietzsche
berusaha untuk mengekspresikan pemikirannya dalam karya yang dibuat dan pembaca ataupun
interpreter dituntut untuk memahami hal tersebut. Alih-alih, Nietzsche telah menjelaskan
sedemikian rupa mengenai pemikirannya, Heidegger maupun Derrida mencoba untuk
memahaminya dari segala aspek baik historisitasnya maupun makna yang melekat. Dengan
demikian, dapat memahami sisi individualitas dari Nietzsche yang digambarkan melalui
ekspresinya ke dalam sebuah karya.
Namun, dalam hal ini juga tidak dipungkiri, bahwa kesalahpahaman interpreter dalam
menginterpretasikan menjadi sumber masalahnya. Dalam artian, pemikiran Nietzsche dan filsuf
lainnya tidak mungkin sama. Karena dari segi pendidikan, pekerjaan, tempat atau hal lainnya
juga berbeda. Sekalipun dari segi bahasa keduanya. Sehingga, Heidegger maupun Derrida tidak
selalu tepat sasaran seperti apa yang dimaksud dari Nietzsche itu sendiri. Kesalahpahaman
(missunderstanding) terjadi karena sikap tergesa-gesa atau terburu-buru dalam menyimpulkan
atau karena prasangka (prejudice). Terlihat dari pendapat Heidegger dalam menghapus the
difference yang menurutnya tidak terbaca secara ontologis ataupun metafisika. Prasangka
(prejudice) yang hadir merupakan bentuk preferensi dalam perspektif yang dimilikinya,
karenanya seseorang salah membaca atau salah dalam memahami apa yang dimaksud penulis
melalui penambahan sesuatu yang tidak dimaksudkan atau meninggalkan sesuatu atau
mengabaikan yang dimaksudkan oleh penulis.

IV.

Kesimpulan
Aspek terpenting terkait teks Nietzsche and Difference dengan teori hermenetika

Schleiermacher adalah dari segi pemahaman historisitas atau kesejarahan author. Karena terlihat
jelas dari pemahaman yang dicoba oleh Heidegger maupun Derrida, adanya perbedaan
pendidikan, tempat, sejarah, maupun dialek yang digunakan. Selain itu, dari segi totalitas bahasa

menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan Nietzsche memang bersifat umum namun
ketidakterbatasan atas bahasa tersebut membuat makna yang sering digunakan oleh Nietzsche
dapat dipahami menjadi makna yang lain. Nietzsche juga berusaha untuk menjelaskan mengenai
pemikirannya, namun tetap terdapat makna ganda yang terjadi. Sehingga, makna yang dianggap
paling benar bisa dilihat dengan wujudnya pada realitas. Dalam hal ini, misalnya makna dari the
difference yang memiliki dua makna berbeda. Baik dari segi gramatikal maupun teknis,
pemikiran Nietzsche terkait the difference dapat dianalisis sehingga dapat mengerti letak
permasalahan yang terjadi sehingga adanya perbedaan.
Kesalahpahaman dalam memahami pemikiran Nietzsche tidak terlepas dari kesejarahan
ataupun latar belakang yang melekat, baik pada author maupun interpreter. Kendati tedapat
perbedaan yang terjadi dalam pemahamannya, bisa jadi interpreter memiliki kemampuan
pemahaman yang lebi baik dari sang author. Karena ketidakterbatasan interpreter terhadap
bahasa maupun pengetahun-pengetahuan tertentu terkait tujuannya dalam menginterpretasikan
suatu teks.

Daftar Pustaka
Schmidt, Lawrence.K. (2006). Understanding Hermeneutics. UK: Acumen.
Vattimo, Gianni. (1993). The Adventure of Difference: Philosophy After Nietzsche and Heidegger. USA:
The Johns Hopkin University Press.

Anda mungkin juga menyukai