Anda di halaman 1dari 3

VANDALISME adalah SENI

VANDAL. Sangat haram !


Apalagi ditengah masyarakat kita yang sangat percaya pada
sebuah kata : MORAL. Moral yang terbentuk oleh kondisi
baik-buruk yang ditentukan oleh dogma-dogma. Tapi seperti
layaknya kata lain yang yang pernah ada tertulis dalam
kamus, kita mengenal arti dibalik kata-kata yang terdefinisi
oleh kekuatan, segala macam jenis kekuasaan yang ada.
Power of language, language of power.
Ehm...Sekarang sudah waktunya kita lihat sekeliling kita
seperti layaknya Keanu Reeves dalam film Matrix yang
menyadari bahwa sekelilingnya sudah dikuasai oleh
musuhnya yang dikendalikan oleh komputer. Kita sekarang
berada di tengah-tengah alam komoditas yang ternyata kita
tidak memiliki pilihan apapun kecuali mengkonsumsi,
mengkonsumsi yang dalam era Neo-Liberalisme ini berarti
mengkonsumsi semua produk PASAR yang dikendalikan oleh
keserakahan akan properti dalam atmosfir kompetisi dan
semua komoditas ini ditawarkan di depan hidung kita. Dan
kita tidak pernah bisa lepas kecuali kita MATI sekalian.
Ditengah masyarakat "pertunjukkan" ini segala hal terdefinisi
lewat barang yang kita konsumsi. Ya, kita hidup disebuah
abad moderen yang ternyata mendefinisikan bahwa properti
adalah segala-galanya. Ya, segalanya bahkan lebih berarti
dari nyawa manusia sendiri. Disadari atau tidak oleh kita
semua. Kita dibesarkan untuk menghormati properti bukan
kehidupan.
Lalu
apa
hubungannya
dengan
kata
VANDAL
?
Ooppss.....Vandal adalah pelanggaran yang tak terpikirkan
untuk terjadi. Perusakan sesuatu, sebuah properti yang
dihargai oleh sebagian orang namun juga berarti sebuah
ekspresi bagi sebagian lainnya.
VANDALISME adalah sepasang kekasih yang mengukir
namanya pada kulit sebuah pohon. Vandal adalah coretan
tagging seorang anak SMU di sebuah WC, dan vandal adalah
seperti yang kita tonton di TV pada akhir tahun 1999 lalu,
seorang
bermasker
dalam
sebuah
aksi
anti-WTO

menghancurkan kaca toko NIKE di Niketown Seattle dan


meluluhlatakkan Mc Donalds di Eugene.
Ooouuhhhh....Apa yang lebih bagus lagi yang dapat menjadi
ekspresi lengkap dari sebuah depresi sinis dari dekade postmodern ini daripada kelakuan vandal ini ? Dapatkah bentuk
seni apapun dalam generasi kita ini yang dapat menawarkan
sebuah guratan harapan untuk sebuah pelarian tanpa
konfrontasi langsung dengan properti ? Berkesenian berarti
berkreatifitas, berkreatifitas berarti memberontak. Ya,
pemberontakan adalah menjadi kreatif, menjadi kreatif
berarti memberontak. Dan adakah pemberontakan anak
muda yang lebih subversif daripada vandal ? Adakah
kreatifitas yang lebih kreatif daripada vandal ?
Vandalisme bagi kami adalah bentuk parasit yang lahir dari
esensi peradaban barat dalam sebuah era millenial ini.
Sebuah "harapan" yang bukan harapan di saat kita berdiri
terpaku
kaku,
dimanipulasi
oleh
teknologi
dan
hasrat/keinginan komersiil. Lihatlah sekali lagi, para
perancang PASAR merancang arti dari pakaian, mobil,
furniture bagi kita bahkan makanan yang kita konsumsi ! Kita
memilih dan mendefinisikan diri kita dengan produk yang
yang dapat kita beli yang secara bertahap menghilangkan,
memusnahkan arti dari kita sendiri. Dan lihatlah diri kita
sekarang.
Kita merupakan proyek komersial dari perancangan makna
komersial tersebut tadi !!
Dan dengan begini kita sekarang dapat melihat kenyataan
sebenarnya, siapa yang parasit dan siapa yang sebenarnya
organ host-nya. Kita adalah organ yang hidup dan kultur
komoditas inilah parasitnya !! Justeru sekarang kitalah obyek
yang ter"vandal"kan !! Kita dibentuk, diolah, dibungkus dan
ditandai dengan penandaan pasar . Dijadikan subjek kaku
dalam ilmu-ilmu ekonomi, setelah ini terjadi dapatkah kita
menyebut diri kita hidup dalam sebuah alam kebebasan ?
memilih dengan bebas ? Adakah demokrasi di alam yang
tidak demokratis ini ? Demokratis sebelah mana jika kita
untuk berbicara pun harus terlebih dulu memiliki properti !!!
Kita dikelabui untuk untuk percaya bahwa untuk sebuah
identitas kita harus bergantung pada sebuah parasit !!
Bergantung pada produk dagangan !!!
Dan definisi vandal bagi kami ? Yeah, apa yang kita tahu
sekarang tentang vandal adalah berarti menolak untuk jadi
pecandu yang bergantung pada konsumerisme total. Kami
menolak untuk bergantung pada barang dagangan dan

menolak menghormati "properti" meski pada akhirnyakita


semua memang tak akan pernah bisa lepas total dari
Godzilla ini. Ya, budaya konsumsi ini adalah Godzilla. Sebuah
monster yang ada di atas kepala kita dan terus tumbuh
membesar ke atas dan mengakar menghuja ke bawah. Siapa
pun yang hidup di dalamnya pasrah. Hanya akan kalah
menghina diri sendiri dengan terus menerus bersaing untuk
mendapatkan esensi semu sebuah kehidupan. Kompetisi ?
Betul dan kami menolak untuk berkompetisi, yang
melanggengkan sebuah sistem yang melanggengkan
penghormatan terhadap properti ini. Vandalisme adalah
ekspresi dari psikologi sebuah pelarian sebuah usaha
pemahaman akan sebuah eksistensi dan hal ini sekarang
sudah menjadi sebuah perbuatan kriminal.
Vandalisme adalah seni. Ya seni, ketika seni sendiri sudah
tidak dapat lagi menyelamatkan makna dari sebuah
keabsurdan yang berlebihan dari kondisi materi sekarang
ini.Di dalam masyarakat yang gencar mempromosikan mitos
"pilihan total" maka pilihan paling krusial adalah menjadi
KRIMINAL tadi yang berarti memiliki makna : usaha untuk
memiliki kemampuan untuk menciptakan makna baru untuk
sesuatu.
Titik dimana mitos dan realitas bertemu adalah titik dimana
politik dan seni bertubrukan. Menjadi hantu vandal, menjadi
penghambat kultur, menjadi tanpa otoritas, menjadi anarkis.
Pada titik pertemuan inilah semua barikade menguap.
Oleh : KOLEKTIF HARDER

Anda mungkin juga menyukai