Anda di halaman 1dari 14

KESEHATAN REPRODUKSI

REMAJA: MASALAH
DAN SOLUSI
Posted on 7 Februari 2013 by Septian Cahyo Susilo

BAB I

PENDAHULUAN
1.

A. Latar Belakang Masalah


Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental,
dan social secara lengkap dan bukan hanya adanya penyakit atau
kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan dengan system
reproduksi dan fungsi-fungsi serta prosesnya. Sedangkan
kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi yang sehat
yang menyangkut system, fungsi, dan proses reproduksi yang
dimiliki oleh remaja. Kaum remaja Indonesia saat ini mengalami
lingkungan sosial yang sangat berbeda daripada orangtuanya.
Dewasa ini, kaum remaja lebih bebas mengekspresikan dirinya,
dan telah mengembangkan kebudayaan dan bahasa khusus
antara grupnya. Sikap-sikap kaum remaja atas seksualitas dan
soal seks ternyata lebih liberal daripada orangtuanya, dengan
jauh lebih banyak kesempatan mengembangkan hubungan lawan
jenis, berpacaran, sampai melakukan hubungan seks.

Menurut PKBI, akibat derasnya informasi yang diterima remaja


dari berbagai media massa, memperbesar kemungkinan remaja
melakukan praktek seksual yang tak sehat, perilaku seks pranikah, dengan satu atau berganti pasangan. Saat ini, kekurangan
informasi yang benar tentang masalah seks akan memperkuatkan
kemungkinan remaja percaya salah paham yang diambil dari
media massa dan teman sebaya. Akibatnya, kaum remaja masuk
ke kaum beresiko melakukan perilaku berbahaya untuk
kesehatannya. Secara garis besar dapat dikelompokkan empat
golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan
reproduksi yaitu :
1.
Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan,
tingkat pendidikan yang rendah, dan ketidaktahuan tentang
perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat
tinggal yang terpencil).

2.

Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional


yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan
banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi
yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan
satu dengan yang lain, dsb).
3.
Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada
remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak
berharga wanita pada pria yang membeli kebebasannya secara
materi, dsb).
4.
Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran
reproduksi pasca penyakit menular seksual, dsb).
Perubahan fisik yang pesat dan perubahan endokrin/hormonal
yang sangat dramatik merupakan pemicu masalah kesehatan
remaja serius karena timbuhnya dorongan motivasi seksual yang
menjadikan remaja rawan terhadap penyakit dan masalah
kesehatan reproduksi, kehamilan remaja dengan segala
konsekuensinya yaitu: hubungan seks pranikah, aborsi, PMS &
RIV-AIDS serta narkotika. Permasalahan remaja seringkali berakar
dari kurangnya informasi dan pemahaman serta kesadaran untuk
mencapai sehat secara reproduksi. Di sisi lain, remaja sendiri
mengalami perubahan fisik yang cepat. Akses untuk
mendapatkan informasi bagi remaja banyak yang tertutup.
Dengan memperluas akses informasi tentang kesehatan
reproduksi remaja yang benar dan jujur bagi remaja akan
membuat remaja makin sadar terhadap tanggung jawab perilaku
reproduksinya. Dengan makin banyaknya persoalan kesehatan
reproduksi remaja, maka pemberian informasi, layanan dan
pendidikan kesehatan reproduksi remaja menjadi sangat
penting. Melihat kondisi seperti diatas penulis ingin meneliti
tentang apa saja masalah kesehatan reproduksi remaja dan
bagaimana solusi dalam mengatasinya.
1.
2.

B.
Rumusan Masalah
Apakah masalah yang terjadi terkait kesehatan reproduksi
remaja?
3.
Solusi apa yang dapat ditawarkan untuk mengetasi masalah
tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
1.

1.

A.

Kesehatan Reproduksi Remaja


Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja

1.
Masalah Kehamilan Remaja
Kehamilan usia dini memuat risiko yang tidak kalah berat.
Pasalnya, emosional ibu belum stabil dan ibu mudah tegang.
Sementara kecacatan kelahiran bisa muncul akibat ketegangan
saat dalam kandungan, adanya rasa penolakan secara emosional
ketika si ibu mengandung bayinya.
1.

Masalah Aborsi
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun
keselamatan seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa
jika seseorang melakukan aborsi tidak merasakan apa-apa dan
langsung boleh pulang. Ini adalah informasi yang sangat
menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang sedang
kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah
terjadi

1.

Infeksi Menular Seksual (IMS)


Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang menyerang
organ kelamin seseorang dan sebagian besar ditularkan melalui
hubungan seksual. Penyakit menular seksual akan lebih berisiko
bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti
pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal.

1.

1)

HIV dan AIDS


HIV

HIV merupakan singkatan dari human immunodeficiency virus.


HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem
kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan
macrophages komponen-komponen utama sistem kekebalan
sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi
virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan
yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi
kekebalan tubuh.
Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak
dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan
penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien
(Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam
infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak
mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang
berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal

sebagai infeksi oportunistik karena infeksi-infeksi tersebut


memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.
2)

AIDS

AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency


syndrome dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang
terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV
telah ditahbiskan sebagai penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam
tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan
indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS.
1.

Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja


Tingkat pengetahuan remaja di Indonesia tentang kesehatan
reproduksi masih rendah, khususnya dalam hal cara-cara
melindungi diri terhadap risiko kesehatan reproduksi, seperti
pencegahan KTD, IMS, dan HIV dan AIDS. Hasil Survei Kesehatan
Reproduksi Remaja (SKRRI) tahun 2002-2003 yang dilakukan oleh
BPS memperlihatkan bahwa tingkat pengetahuan dasar penduduk
usia 15-24 tahun tentang ciri-ciri pubertas sudah cukup baik,
namun dalam hal pengetahuan tentang masa subur, risiko
kehamilan, dan anemia relatif masih rendah. Tingkat
pengetahuan penduduk usia 15-24 tahun tentang beberapa isu
Kesehatan Reproduksi, Indonesia, 2002-2003
Tabel 2.1 Tingkat pengetahuan penduduk usia 15-24 tahun
tentang beberapa isu Kesehatan
Reproduksi, Indonesia, 2002-03
karakteri
stik

Persentase Penduduk yang mengetahui dengan


benar tentang:

Ciriciri
puber
tas
pada
laki-

Ciri-ciri
puberta
s pada
peremp
uan

Masa
subur
Peremp

Risiko
hamil jika
sekali
berhubun
gan seks

Anem
ia

laki

uan

Laki-laki

80.2

70.2

20.4

46.1

65.7

perempu
an

80.8

90.1

30.7

43.1

44.9

Demikian pula pengetahuan remaja tentang IMS dan HIV dan


AIDS masih sangat rendah. Gencarnya informasi tentang HIV dan
AIDS selama ini nampaknya belum mampu meningkatkan
pengetahuan remaja secara signifikan tentang penyakit tersebut,
apalagi sampai dengan perubahan perilaku. Apa yang telah
banyak dilakukan selama ini nampaknya baru kesadaran di
kalangan remaja bahwa fenomena HIV dan AIDS ada di sekitar
mereka. Masih sangat sedikit remaja yang memiliki pengetahuan
yang benar tentang seluk beluk HIV dan AIDS. Kondisi yang sama
juga berlaku untuk IMS. Tingkat pengetahuan penduduk usia 1524 tahun tentang beberapa isu HIV dan AIDS dan IMS, Indonesia,
2002-2003
Tabel 2.2 Tingkat pengetahuan penduduk usia 15-24 tahun
tentang beberapa isu HIV dan AIDS dan IMS, Indonesia,
2002-2003
Karakteri
stik

Persen penduduk

Pernah
dengar
HIV/AI
DS

Percay
a
HIV/AI
DS
dapat
dihinda
ri

Mengeta
hui 1
cara
menghin
dari

Mengeta
hui 2
cara
menghin
dari

Pern
ah
deng
ar
IMS

D
me
t
g

HIV/AIDS

HIV/AIDS

Laki-laki

82.1

65.6

36.3

10.7

40.0

perempu
an

87.7

70.1

32.8

9.9

30.0

Survei yang pernah dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1999 dan 2003
membuktikan bahwa pemberian informasi seksualitas tidak
terbukti mendorong remaja mencoba atau menjadi aktif untuk
melakukan hubungan seks. Pemberian informasi atau pelatihan
yang benar tidak mengajarkan remaja melakukan hubungan seks
atau berperilaku seksual aktif. Penelitian ini mempunyai temuan
yang sama dengan beberapa survei di berbagai negara.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan terutama
dibidang teknologi informasi, permasalah remaja yang terkait
dengan kesehatan reproduksinya semakin kompleks. Hal ini tentu
akan mempengaruhi status kesehatan reproduksi para remaja
yang pada gilirannya akan berdampak terhadap kualitas generasi
dimasa mendatang.
World Health Organization (WHO) memperkirakan ada 20 juta
kejadian aborsi tidak aman (unsafe abortion) di dunia, 9,5 % (19
dari 20 juta tindakan aborsi tidak aman) diantaranya terjadi di
negara berkembang. Sekitar 13 % dari total perempuan yang
melakukan aborsi tidak aman berakhir dengan kematian. Resiko
kematian akibat aborsi yang tidak aman di wilayah Asia
diperkirakan 1 berbanding 3700 dibanding dengan aborsi.
Diwilayah Asia Tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi
dilakukan setiap tahun, dan sekitar 750.000 sampai 1,5 juta
terjadi di Indonesia, dimana 2.500 di antaranya berakhir dengan
kematian. Angka aborsi di Indonesia diperkirakan mencapai
2,3 juta pertahun. Sekitar 750.000 diantaranya dilakukan
oleh remaja. (Medical-Journal, Soetjiningsih, 2004)

Menurut Parawansa (2000), menyatakan bahwa jumlah aborsi di


Indonesia dilakukan oleh 2 juta orang tiap tahun, dari jumlah
itu, 70.000 dilakukan oleh remaja putri yang belum
menikah. Menurut Azwar,A (2000) menyatakan bahwa jumlah
aborsi pertahun di Indonesia sekitar 2,3 juta. Setahun
kemudian terjadi kenaikan terjadi kenaikan cukup besar. Menurut
Nugraha,B,D, bahwa tiap tahun jumlah wanita yang
melakukan aborsi sebanyak 2,5 juta. Menurut seminar yang
diadakan tanggal 6 Agustus 2001 di Jakarta Utomo,B, melaporkan
hasil penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten
di Indonesia tahun 2000, menyimpulkan bahwa di Indonesia
terjadi 43 aborsi per 100 kelahiran hidup. Ia juga menyampaikan
bahwa sebagian besar aborsi adalah aborsi yang disengaja, ada
78 % wanita diperkotaan dan 40 % di pedesaan yang melakukan
aborsi dengan sengaja. (Kusmaryanto, 2002).
Laporan yang disinyalir melalui Kapanlagi (25/08/2005) Tingkat
aborsi (pengguguran kandungan) di kalangan remaja di tanah air
hingga tidak berbeda dengan angka-angka yang disebutkan
diatas, dimana diperkirakan dari hasil suvey dan penelitian pada
tahun 2005 masih cukup tinggi hingga mencapai 30%. Atau
mencapai dua juta orang/tahun, dan 30% diantaranya atau 600
ribu orang dari kalangan remaja. Tingginya tingkat aborsi yang
dilakukan kalangan remaja terjadi akibat perilaku hubungan
seksual sebelum menikah, bahkan banyak juga remaja yang
terjangkit berbagai jenis penyakit menular seksual (PSM).
Perkiraan yang sama ternyata tidak berbeda dengan hasil
Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SKDI) 2004 tentang
aborsi atau pengguguran kandungan, tingkat aborsi di Indonesia
sekitar 2 sampai 2,6 juta kasus pertahun, 30% dari aborsi
tersebut dilakukan oleh mereka di usia 15-24 tahun.
Apabila disimpulkan dengan kenaikan 100,000 kasus aborsi
pertahun saja, maka denga menggunakan data WHO ada tahun
2004 dimana kasus aborsi telah mencapai 2,5 juta kasus. Maka di
tahun 2010 kasus aborsi dapat diperkirakan telah mencapai 3,1
Juta kasus. Ini angka fantastis. Dan apabila 30% dari pelaku aborsi
adalah terjadi dikalangan remaja maka kasusnya dapat mencapai
930.000 kasus pertahun. Dan mungkin saja akan berkembang
terus apabila tidak segera dicegah. Apalagi dampak kematian dari
aborsi tidak aman) tersebut akan turut meningkat.

1.

B.
Kebijakan dan Solusi Masalah Kesehatan
Reproduksi Remaja
Adapun kebijakan dan solusi tentang masalah kesehatan
reproduksi remaja, yaitu sebagai berikut:

1.

Kebijakan dan Peraturan Perundang-Undangan yang telah


dikeluarkan baik berdasarkan kesepakatan Internasional maupun
oleh Pemerintah Nasional terkait Kesehatan Reproduksi Remaja.
Pada bulan September 1994 di Kairo, 184 negara berkumpul
untuk merencanakan suatu kesetaraan antara kehidupan manusia
dan sumber daya yang ada. Konferensi Internasional ini
menyetujui bahwa secara umum akses terhadap pelayanan
kesehatan reproduksi harus dapat diwujudkan sampai tahun
2015.
Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan
Pembangunan (ICPD) tahun 1994 mengartikan pendekatan untuk
memperoleh hak-hak akan kesehatan reproduksi remaja secara
luas. Hasil-hasil ICPD secara khusus menunjukkan perlunya para
orang tua dan orang dewasa lainnya untuk, sesuai dengan
kapasitasnya, melakukan bimbingan mengenai hal ini kepada
remaja untuk mengetahui hak-hak mereka terhadap informasi
dan pelayanan KRR.
Konvensi Internasional lain yang memuat tentang kesehatan
reproduksi serta diadopsi oleh banyak negara di dunia di
antaranya adalah Tujuan Pembangunan Milenium /Milenium
Development Goals. MDGs ini memuat pada tujuan ketiga (goal 3)
adalah kesepakatan untuk mendorong kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan termasuk upaya tentang peningkatan
kesehatan reproduksi. Pada tujuan keenam (goal 6) diuraikan
bahwa salah satu kesepakatan indikator keberhasilan
pembangunan suatu negara dengan mengukur tingkat
pengetahuan yang komprehensif tentang HIV pada wanita berusia
15 24 tahun. Selain itu jenis kontrasepsi yang dipakai wanita
menikah pada usia 15 49 tahun juga merupakan salah satu
indikatornya.
UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mencantumkan
tentang Kesehatan Reproduksi pada Bagian Keenam pasal 71
sampai dengan pasal 77. Pada pasal 71 ayat 3 mengamanatkan
bahwa kesehatan reproduksi dilaksanakan
melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Setiap orang (termasuk remaja) berhak memperoleh informasi,
edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang
benar dan dapat dipertanggungjawabkan (pasal 72). Oleh sebab
itu Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan

2.

3.

4.

5.

6.

7.

1.

sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan


terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana (pasal 73).
Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif,
preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif, termasuk reproduksi
dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan
memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi
perempuan (pasal 74). Setiap orang dilarang melakukan aborsi
kecuali yang memenuhi syarat tertentu (pasal 75 dan 76).
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari
aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung
jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan
peraturan perundang-undangan (pasal 77)
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini BKKBN melalui
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 20052009 menyatakan bahwa salah satu arah RPJM adalah
meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi remaja.
Pertemuan ke 20 parlemen se-Asia Pasifik di Almaty,
Kazakhstan pada tanggal 28-29 September 2004 yang membahas
isu kependudukan dan pembangunan telah menghasilkan sebuah
deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi Almaty. Isu-isu
terkait didalam deklarasi ke 20 Almaty antara lain
mengangkat soal isu kesehatan reproduksi dan
STI/HIV/AIDS. Yang beberapa komitmennya adalah
Mendukung pengingkatan dan mengawasi persamaan akses
dalam memenuhi kualitas pelayanan kesehatan reproduksi untuk
semua kalangan termasuk kepada remaja.
Menghimbau kepada semua mitra pelaksanaan
pembangunan, untuk segera bertindak dan melakukan kerjasama
dan upaya konkrit untuk mencegah penyebaran lebih luas dari
penyakit STI/HIV/IADS, memberikan perhatian khusus kepada
remaja dan anak muda.
Adapun solusi dan strategi yang ditawarkan dan kedepannya
bisa diterapkan untuk permasalahan kesehatan reproduksi remaja
adalah sebagai berikut:
1.
Menciptakan kebijakan yang melibatkan remaja baik
sebagai partisipan aktif maupun pasif. Tahap awal penentuan
kebijakan dalam penanggulangan kesehatan reproduksi remaja
adalah mengerti dunia remaja itu sendiri. Pemerintah
seharusnya mengadakan survei dan penelitian tentang kondisi
kesehatan reproduksi remaja di Indonesia. Penelitian sebaiknya
dilakukan menyeluruh di semua wilayah Indonesia dan tidak
boleh hanya memilih beberapa daerah sebagai cluster
sampling. Setiap daerah memiliki pola hidup dan kebudayaan

yang berbeda serta tingkat perkembangan yang berbeda


sehingga secara tidak langsung pengaruh globalisasi dan arus
informasi terhadap kesehatan reproduksi berbeda pula.
Sebagai contoh kota Jakarta mungkin masih lebih baik
dibandingkan kota Malang karena informasi yang diterima
berbeda.
2.
Menyusun suatu Undang-undang dan peraturan
pemerintah yang didalamnya membahas kesehatan
reproduksi. Isi kebijakan sebaiknya tidak hanya hukuman atau
denda bagi pelanggar kesehatan reproduksi tetapi akan lebih
baik bila didalamnya ditekankan pada strategi promotif dan
preventif terhadap masalah kesehatan reproduksi yang ada.
3.
Pelayanan-pelayanan kesehatan bagi remaja sebaiknya
tidak hanya mengenai aspek medis kesehatan reproduksi,
tetapi hendaknya juga menyangkut hubungan personal dan
menyangkut nilai-nilai moral melalui Pendidik sebaya (Peer
Educator).
4.
Menggalang kerja sama dengan semua stakeholder
baik pemerintah, swasta, LSM, organisasi profesi serta
organisasi kemasyarakatan berdasarkan prinsip kemitraan
dalam penyelenggaraan program dan pembinaan remaja.
5.
Sebaiknya pemerintah tidak fokus pada pemberian
pendidikan seks saja namun lebih kepada pemberian
pendidikan kesehatan reproduksi. Pendidikan seks merupakan
bagian dari pendidikan kesehatan reproduksi sehingga lingkup
pendidikan kesehatan reproduksi lebih luas. Pendidikan
kesehatan reproduksi mencakup seluruh proses yang berkaitan
dengan sistem reproduksi dan aspek-aspek yang
mempengaruhinya, mulai dari aspek tumbuh kembang hingga
hak-hak reproduksi. Sedangkan pendidikan seks lebih
difokuskan kepada hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
seks.
6.
Melakukan kampanye Kesehatan Reproduksi Remaja
dengan Film Film/Video Komunitas. Strategi ini kedepannya
perlu ditingkatkan mengingat hasil yang didapatkan cukup
efektif karena remaja cenderung akan lebih merespon dan
tertarik untuk belajar tentang kesehatan reproduksi nya
melalui media film dan video.
7.
Pemberian pengetahuan dasar kesehatan reproduksi
kepada remaja agar mereka mempunyai kesehatan reproduksi
yang baik. Pengetahuan yang diberikan antara lain terkait:

Tumbuh kembang remaja: perubahan fisik/psikis pada


remaja, masa subur, anemi dan kesehatan reproduksi

1.

2.

Kehamilan dan melahirkan: usia ideal untuk hamil, bahaya


hamil pada usia muda, berbagai aspek kehamilan tak diinginkan
(KTD) dan abortus
Pendidikan seks bagi remaja: pengertian seks, perilaku
seksual, akibat pendidikan seks dan keragaman seks
Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS
Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya
Bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi
Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual
Kemampuan berkomunikasi: memperkuat kepercayaan diri
dan bagaimana bersifat asertif
Hak-hak reproduksi dan jender.
Memperbaiki komunikasi antar orangtua dan anak.
Empowering keluarga untuk meningkatkan ketahanan non fisik
menghadapi arus globalisasi dengan cara memperkuat sistem
agama, nilai dan norma di dalam keluarga merupakan alternatif
utama. Keluarga bertugas mempertebal iman remaja dan pemuda
dengan meningkatkan pemahaman nilai-nilai agama, norma, budi
pekerti dan sopan santun
Dari pihak pemerintah juga diharapkan adanya kegiatan
berwawasan nasional misalnya memperketat sensor arus
informasi dan budaya asing, menunjang pembentukan sarana
bagi pengembangan remaja dan lain-lain.
Kesimpulannya, peran pemerintah, orangtua, Lembaga Sosial
Masyarakat (LSM), institusi pendidikan serta masyarakat sangat
diperlukan dalam memahami, mencegah serta cara mengatasi
masalah seksualitas dan seputar kasus reproduksi remaja. Karena
kompleksnya permasalahan kesehatan reproduksi remaja itu
sendiri, sangatlah urgen bagi pemerintah untuk segera bertindak.
Sehingga harapannya, permasalahan kesehatan reproduksi
remaja tidak berlarut-larut dan segera terpenuhi sehingga
tercipta generasi penerus bangsa yang unggul baik dari segi fisik
maupun mental.
BAB III
PENUTUP

1.

A. Kesimpulan
Masalah kesehatan remaja mencakup aspek fisik biologis dan
mental, sosial. Perubahan fisik yang pesat dan perubahan
endokrin/ hormonal yang sangat dramatik merupakan pemicu

masalah kesehatan. Tingkat pengetahuan remaja di Indonesia


tentang kesehatan reproduksi masih rendah, khususnya dalam
hal cara-cara melindungi diri terhadap risiko kesehatan
reproduksi, seperti pencegahan KTD, IMS, dan HIV dan AIDS. Hasil
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja (SKRRI) tahun 2002-2003
yang dilakukan oleh BPS memperlihatkan bahwa tingkat
pengetahuan dasar penduduk usia 15-24 tahun tentang ciri-ciri
pubertas sudah cukup baik, namun dalam hal pengetahuan
tentang masa subur, risiko kehamilan, dan anemia relatif masih
rendah.
Permasalahan remaja seringkali berakar dari kurangnya informasi
dan pemahaman serta kesadaran untuk mencapai sehat secara
reproduksi. Di sisi lain, remaja sendiri mengalami perubahan fisik
yang cepat. Harus ada keyakinan bersama bahwa membangun
generasi penerus yang berkualitas perlu dimulai sejak anak,
bahkan sejak dalam kandungan.
Selain itu, kebijakan dan solusi agar masalah masalah yang ada
terkait kesehatan reproduksi remaja juga telah dibuat dan
ditawarkan. Hal ini demi meminimalisir masalah yang ada terkait
hal tersebut. Dengan kebijakan lama yang mungkin masih gagal
dan diganti kebijakan baru yang telah berpandang pada evaluasi
kebijakan sebelumnya, pastilah dalam mengatasi permasalahan
kesehatan reproduksi remaja akan lebih mudah.
Peran pemerintah, orangtua, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM),
institusi pendidikan serta masyarakat sangat diperlukan dalam
memahami, mencegah serta cara mengatasi masalah seksualitas
dan seputar kasus reproduksi remaja. Karena kompleksnya
permasalahan kesehatan reproduksi remaja itu sendiri, sangatlah
urgen bagi pemerintah untuk segera bertindak. Maka dari itu
dengan solusi yang telah ditawarkan dalam pembahasan
diharapkan masalah yang terjadi akan segera dapat diatasi.
1.

B.

Saran
1.
Bagi Remaja
1.
Setiap remaja di Indonesia harus mengetahui
tentang seluk beluk kesehatan reproduksi remaja agar
pemerintah juga lebih mudah dalam mengatasi
permasalahan yang ada.
b. Mungkin sebagai mahasiswa perlu membantu pemerintah
dalam melakukan sosialisasi mengenai kesehatan reproduksi

remaja, mungkin lebih mudahnya melalui HMJ atau ketika para


mahasiswa KKN
1.

Bagi Pemerintah
Pemerintah sebagai implementor kebijakan harus
segera mengevaluasi kebijakan yang sekiranya kurang tepat
dalam mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi remaja
agar dapat segera dibuat kebijakan baru yang sesuai.
b. Pengawasan dari pemerintah juga perlu ditingkatkan

1.

Adanya sosialisasi yang terkonsep berbeda agar para remaja


lebih tertarik untuk mendengarkan penjelasan yang dalam hal ini
mengenai kesehatan mereka.

1.

DAFTAR PUSTAKA
http://ilmu-pasti-pengungkapkebenaran.blogspot.com/2012/07/makalah-kesehatan-reproduksiremaja.html Diakses tanggal 9 Desember 2012
http://belajarpsikologi.com/kesehatan-reproduksi-remaja/
Definisi Dari Berbagai Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Remaja http://www.k4health.org Diakses pada 9 Desember 2012
Kesehatan Reproduksi
Remaja http://drhandri.wordpress.com Diakses pada 9 Desember
2012
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=5233
Fauzi, 2008. Kesehatan Reproduksi Remaja. Diperoleh
dari: http://www.kesrepro.info/?q=remaja. Diakses pada 9
Desember 2012
Rice, F.P. 1990. Remaja. Diperoleh
dari: http://rumahbelajarpsikologi.com/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=101 diakses pada 9
Desember 2012
Papalia dan Olds. 2001. Remaja. Diperoleh
dari: http://rumahbelajarpsikologi.com/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=101 diakses pada 9
Desember 2012

Hurlock. http://rumahbelajarpsikologi.com/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=101 diakses pada 9
Desember 2012
PKBI. Aborsi dan Pergaulan Bebas Remaja yang
Mengkwatirkan
http://sosbud.kompasiana.com/2011/04/17/aborsi-dan-pergaulanbebas-remaja-yang-mengkwatirkan/ diakses pada 9 Desember
2012
http://ceria.bkkbn.go.id/referensi/substansi/detail/130
Kesehatan Reproduksi Remaja Antara Harapan Dan
Kenyataan. http://indonesiannursing.com Diakses pada 9
Desember 2012
Dokumen Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi
di Indonesia, 2005

Anda mungkin juga menyukai