Anda di halaman 1dari 2

Protokol Kyoto

Protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan
mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan
tahun. Tujuannya adalah untuk mengurangi rata-rata emisi dari enam gas rumah kaca ( karbon
dioksida, metan, nitrous oxide, sulfur heksafluorida, HFC, dan PFC) yang dihitung sebagai ratarataselama masa lima tahun antara 2008-12. Target nasional berkiasar dari pengurangan 6%
untuk Uni Eropa, 7% untuk AS, 6% untuk Jepang, 0% untuk Rusia, dan penambahan yang
diizinkan sebesar 8% untuk Australia dan 10% untuk Islandia.
Target penurunan emisi dikenal dengan nama quantified emission limitation and
reducation commitment (QELROs) merupakan pokok permasalahan dalam seluruh urusan
Protokol Kyoto dengan memiliki implikasi serta mengikat secara hukum, adanya periode
komitmen, digunakannya rosot (sink) untuk mencapai target, adanya jatah emisi setiap pihak di
Annex I, dan dimasukannya enam jenis gas rumah kaca seperti CO2, CH4, N2O, HFC, PFC dan
SF6 (basket of gases) dan disertakan dengan CO2.
Protokol Kyoto adalah protokol kepada Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan
Iklim atau yang dikenal sebagai UNFCCC. UNFCCC ini diadopsi pada Pertemuan Bumi di Rio
de Jenerio pada 1992. Semua pihak dalam UNFCCC dapat menanda tangani atau meratifikasi
Protokol Kyoto, sementara pihak luar tidak diperbolehkan. Protokol Kyoto diadopsi pada sesi
ketiga Konferensi Pihak Konvensi UNFCCC pada 1997 di Kyoto, Jepang. Setelah Konvensi
Kerangka Kerjasama Persatuan Bangsa-bangsa mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC-United
Nations Framework Convention on Climate Change) disetujui pada KTT Bumi (Earth Summit)
tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil, negara-negara peserta konvensi mulai melakukan
negosiasi-negosiasi untuk membentuk suatu aturan yang lebih detil dalam mengurangi emisi gas
rumah kaca (selanjutnya disebut GRK).
Pada saat pertemuan otoritas tertinggi tahunan dalam UNFCCC ke-3 (Conference of
Parties 3 - COP) diadakan di Kyoto, Jepang, sebuah perangkat peraturan yang bernama Protokol
Kyoto diadopsi sebagai pendekatan untuk mengurangi emisi GRK. Kepentingan protokol
tersebut adalah mengatur pengurangan emisi GRK dari semua negara-negara yang meratifikasi.
Protokol Kyoto ditetapkan tanggal 12 Desember 1997, kurang lebih 3 tahun setelah Konvensi
Perubahan Iklim mulai menegosiasikan bagaimana negara-negara peratifikasi konvensi harus
mulai menurunkan emisi GRK mereka.
Menurut pengertiannya secara umum (http://untreaty.un.org/), protokol adalah
seperangkat aturan yang mengatur peserta protokol untuk mencapai tujuan tertentu yang telah
disepakati. Dalam sebuah protokol, para anggota jelas terikat secara normatif untuk mengikuti
aturan-aturan di dalamnya dan biasanya dibentuk untuk mempertegas sebuah peraturan
sebelumnya (misalnya konvensi) menjadi lebih detil dan spesifik.
Sepanjang COP 1 dan COP 2 hampir tidak ada kesepakatan yang berarti dalam upaya
penurunan emisi GRK. COP 3 dapat dipastikan adalah ajang perjuangan negosiasi antara negaranegara ANNEX I yang lebih dulu mengemisikan GRK sejak revolusi industri dengan negaranegara berkembang yang rentan terhadap perubahan iklim. Negara-negara maju memiliki
kepentingan bahwa pembangunan di negara mereka tidak dapat lepas dari konsumsi energi dari
sektor kelistrikan, transportasi, dan industri. Untuk mengakomodasikan kepentingan antara

kedua pihak tersebut Protokol Kyoto adalah satu-satunya kesepakatan internasional untuk
berkomitmen dalam mengurangi emisi GRK yang mengatur soal pengurangan emisi tersebut
dengan lebih tegas dan terikat secara hukum (legally binding).
Dalam Protokol Kyoto disepakati bahwa seluruh negara ANNEX I wajib menurunkan
emisi GRK mereka rata-rata sebesar 5.2% dari tingkat emisi tersebut di tahun 1990. Tahun 1990
ditetapkan dalam Protokol Kyoto sebagai acuan dasar (baseline) untuk menghitung tingkat emisi
GRK. Bagi negara NON ANNEX I Protokol Kyoto tidak mewajibkan penurunan emisi GRK,
tetapi mekanisme partisipasi untuk penurunan emisi tersebut terdapat di dalamnya, prinsip
tersebut dikenal dengan istilah "tanggung jawab bersama dengan porsi yang berbeda" (common
but differentiated responsbility). Protokol Kyoto mengatur semua ketentuan tersebut selama
periode komitmen pertama yaitu dari tahun 2008 sampai dengan 2012.
Beberapa mekanisme dalam Protokol Kyoto yang mengatur masalah pengurangan emisi GRK,
seperti dijelaskan di bawah ini:
1. Joint Implementation (JI), mekanisme yang memungkinkan negara-negara maju untuk
membangun proyek bersama yang dapat menghasilkan kredit penurunan atau penyerapan emisi
GRK.
2. Emission Trading (ET), mekanisme yang memungkinkan sebuah negara maju untuk menjual
kredit penurunan emisi GRK kepada negara maju lainnya. ET dapat dimungkinkan ketika negara
maju yang menjual kredit penurunan emisi GRK memiliki kredit penurunan emisi GRK melebihi
target negaranya.
3. Clean Development Mechanism (CDM), mekanisme yang memungkinkan negara nonANNEX I (negara-negara berkembang) untuk berperan aktif membantu penurunan emisi GRK
melalui proyek yang diimplementasikan oleh sebuah negara maju. Nantinya kredit penurunan
emisi GRK yang dihasilkan dari proyek tersebut dapat dimiliki oleh negara maju tersebut. CDM
juga bertujuan agar negara berkembang dapat mendukung pembangunan berkelanjutan, selain itu
CDM adalah satu-satunya mekanisme di mana negara berkembang dapat berpartisipasi dalam
Protokol Kyoto.
Bagi negara-negara ANNEX I mekanisme-mekanisme di atas adalah perwujudan dari
prinsip mekanisme fleksibel (flexibility mechanism). Mekanisme fleksibel memungkinkan
negara-negara ANNEX I mencapai target penurunan emisi mereka dengan 3 mekanisme tersebut
di atas.
Ada dua syarat utama agar Protokol Kyoto berkekuatan hukum, yang pertama adalah
sekurang-kurangnya protokol harus diratifikasi oleh 55 negara peratifikasi Konvensi Perubahan
Iklim, dan yang kedua adalah jumlah emisi total dari negara-negara ANNEX I peratifikasi
protokol minimal 55% dari total emisi mereka di tahun 1990. Pada tanggal 23 Mei 2002, Islandia
menandatangani protokol tersebut yang berarti syarat pertama telah dipenuhi. Kemudian pada
tanggal 18 November 2004 Rusia akhirnya meratifikasi Protokol Kyoto dan menandai jumlah
emisi total dari negara ANNEX I sebesar 61.79%, ini berarti semua syarat telah dipenuhi dan
Protokol Kyoto akhirnya berkekuatan hukum 90 hari setelah ratifikasi Rusia, yaitu pada tanggal
16 Februari 2005. (aul)

Anda mungkin juga menyukai