Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 . Latar belakang
Dekomposisi merupakan salah satu tingkatan yang paling penting dalam daur
biogeokimia. Tingkat dekomposisi merupakan suatu keadaan ketika unsur-unsur
hara akan diserap kembali oleh tanaman , sebagain besar hara yang dikembalikan
adalah dalam bentuk serasah yang tidak dapat diserap langsug oleh tumbuhan
tetapi harus melalui proses dekomposisi terlebih dahulu. Proses dekomposisi
searash antara lain dipengaruhi olehh kualitas serasah tersebut ( sifat fisik dan
sifat kimia ) dan beberapa faktor lingkungan seperti organisme dalam tanah ,
curah hujan, suhu dan kelembaban tempat proses dekomposisi berlangsung.
Mikroorgansme tanah, sepert fungi, aktinomisetes, dan bakteri
bertanggungjawab terhadap proses dekomposisi reisdu organik atau bahan organik
di dalam tanah. Apabila jaringan tanaman didalam tanah terdekomposisi karena
kegiatan bermacam-macam mikroorganisme, maka akan dihasilkan bermacammacam senyawa organik dan anorganik. Hasil akhir proses dekomposisi adalah
bahan berukuran kolodial berwarna hitam disebut humus. Humus mempunyai
kapasitas yang tinggi dalam menyerap air dan hara, daya sanga tinggi dan
aktivitas lain ditanah, disamping itu tanah dan tanaman yang telah di dekomposisi
terliaht tampak subur dan menambah ada humus dalam tanah serta mempercepat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Serasah dapat menciptakan lingkungan mikro setempat berbeda dengan
pelepasan nutrisi atau campuran phytotoxic selama pembusukannya, mengurangi
erosi lahan dan evapotranspiration (tetapi mungkin juga menahan curah hujan)
dan mengurangi temperatur tanah maksimum. Serasah juga dapat bertindak
sebagai suatu faktor mekanik, merusakkan Produksi serasah merupakan bagian
yang penting dalam transfer bahan organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur
hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi serasah di dalam tanah sangat
penting dalam pertumbuhan berbagai ekosistem (Zamroni, 2008:284).

Dekomposisi merupakan proses penting dalam fungsi ekologi. Organismeorganisme yang telah mati mengalami penghancuran menjadi pecahan-pecahan
yang lebih kecil, dan akhirnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil lagi
(Arisandi, 2002). Dekomposisi serasah atau membunuh semai ketika gugur ke
tanah. Disana dapat juga terjadi efek tidak langsung pada serasah daun, sebagai
contoh, kelembaban yang lebih tinggi di dalam lapisan serasah dapat menunjang
pertumbuhan jamur patogen yang dapat kemudian menyerang semai (Zamroni,
2008:287).
Dekomposisi merupakan proses penting dalam fungsi ekologi. Organismeorganisme yang telah mati mengalami penghancuran menjadi pecahan-pecahan
yang lebih kecil, dan akhirnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil lagi
(Arisandi, 2002). Dekomposisi serasah adalah salah satu dari tingkatan proses
terpenting daur biogeokimia dalam ekosistem hutan (Hardiwinoto dkk., 1994).
Menurut Wikipedia serasah yaitu tumpukan dedaunan kering, rerantingan dan
berbagai sisa vegetasi lainnya diatas lantai hutan atau kebun. Serasah yang telah
membusuk (mengalami dekomposisi) berubah menjadi humus (bunga tanah) dan
akhirnya menjadi tanah.
Tumbuhan Serasah dapat mempengaruhi pola regenerasi semai di hutan hujan
tropis melalui suatu jumlah proses yang mempengaruhi kedua lingkungan fisik
dan kimia (Facelli& Pickett, 1991 dalam Brearley et al., 2003).
Di tingkat perkecambahan benih, serasah dapat menahan cahaya, yang akan
menghambat perkecambahan dengan mengubah perbandingan red/far-red
(Vazquez-Yanes et al., 1990 dalam Brearley et al., 2003); hal itu dapat bertindak
sebagai suatu penghalang fisik untuk kemunculan semai (Molofsky& Augspurger,
1992 dalam Brearley et al., 2003), terutama untuk jenis yang small-seeded yang
tidak mempunyai suatu persediaan sumber daya besar (Metcalfe& Turner, 1998
dalam Brearley et al., 2003), dan dapat mencegah calon akar baru berkecambah
mencapai tanah. Serasah dapat juga mencegah pendeteksian benih oleh pemangsa
benih, dengan demikian meningkatkan kesempatan sukses perkecambahan
(Cintra, 1997 dalam Brearley et al., 2003).
Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan
organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses

dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan berbagai


ekosistem mangrove dan sebagai sumber detritus bagi tanaman pada tingkat
semai, serasah dapat menciptakan lingkungan mikro setempat berbeda dengan
pelepasan nutrisi atau campuran phytotoxic selama pembusukannya, mengurangi
erosi lahan dan evapotranspiration (tetapi mungkin juga menahan curah hujan)
dan mengurangi temperatur tanah maksimum. Serasah juga dapat bertindak
sebagai suatu faktor mekanik, merusakkan atau membunuh semai ketika gugur ke
tanah. Disana dapat juga terjadi efek tidak langsung pada serasah daun, sebagai
contoh, kelembaban yang lebih tinggi di dalam lapisan serasah dapat menunjang
pertumbuhan jamur patogen yang dapat kemudian menyerang semai (Zamroni
dan Immy, 2008).
1.2. Tujuan dan kegunaan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui proses dan tingkat dekomposisi
daun dari beberapa vegetasi pohon.
Percobaan

diharapkan

dapat

memberikan

pemahan

tentang

proses

dekomposisi serta faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi bahan tanaman.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dekomposisi secara umum
Dekomposisi merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap bahan organik
(bahan-bahan hayati yang telah mati). Tanaman yang gugur akan mengalami
dekomposisi dengan ciri-ciri daunnya hancur seperti tanah dengan warna coklat
kehitaman. Proses dekomposisi secara umum terjadi pada tiga tahapan: tahap
dekomposisi aerobik yang mendominasi seluruh proses, prosesnya sangat pendek
hal ini disebabkan karena jumlah oksigen yang terbatas, BOD tinggi hasil sampah
darat. Tahap kedua dari proses anerobik terjadi ketika jumlah populasi bakteri
methanoigenesis tinggi proses (Dezzeo et al. 1998).
Nutrisi dikembalikan ke tanah dalam bentuk sampah yang dilarutkan melalui
kegiatan pengurai atau yang dikenal dengan istilah dekomposisi. Dekomposisi
serasah adalah perubahan fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh
mikroorganisme tanah atau sering disebut juga mineralisasi yaitu proses
penghancuran bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman menjadi
senyawa-senyawa organik sederhana (Sutedjo et al. 1991).
Dekomposisi merupakan proses yang sangat komplek yang melibatkan
beberapa faktor Sampah daun dan kayu yang mencapai tanah akan membusuk dan
secara bertahap akan dimasukkan ke dalam horizon mineral tanah melalui
aktivitas organisme tanah (Dezzeo et al. 1998).
Bahan organik yang ada di permukaan tanah dan bercampur dengan mineral
tanah adalah sumber yang penting bagi fosfor, kalsium, kalium, magnesium, dan
nutrisi lainnya. Pelepasan hara dari pembusukan bahan organik di dalam tanah
merupakan langkah penting dalam fungsi ekosistem. Jika nutrisi diuraikan terlalu
cepat, akan hilang melalui pencucian tanah atau penguapan. Sebaliknya, jika
dekomposisi terlalu lambat, hara yang disediakan bagi tumbuhan jumlahnya
sedikit maka hasilnya pertumbuhan tanaman akan terhambat (Dezzeo et al. 1998).

2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi


Laju dekompsisi dipengaruhi oleh faktor lingkungan, contohnya PH, iklim
komposisi kimia dari serasah, dan mikroorganisme tanah menyebutkan bahwa laju
dekomposisi di aerah tropis relatif lambat, hal ini dimungkinkan karena dedaunan
pohon di tropisbersifat sclerophyllous (Mooney et al, 1984).
Proses dekomposisi berjalan secara bertahap, dimana laju dekomposisi paling
cepat terjadi pada minggu pertama, hal ini dikarenakan pada serasah yang masih
baru masih banyak persediaan unsur-unsur yang merupakan makanan mikroba
tanah atau bagi organisme pengurai, sehingga serasah atau daun cepat hancur.
(Dita,2007).
Proses dekomposisi dikendalikan oleh tiga tipe faktor, yaitu: kondisi
lingkungan fisik, kualitas dan kuantitas dari substrat yang tersedia untuk
dekomposer, serta karakteristik dari komunitas mikroba.

A. Kondisi Lingkungan Fisik


1. Temperatur
Temperatur mempengaruhi proses dekomposisi secara langsung dengan
meningkatkan aktivitas mikroba dan secara tidak langsung dengan mengubah
kelembaban tanah serta kuantitas dan kualitas masukan bahan organik ke
dalam tanah. Meningkatnya suhu menyebabkan peningkatan eksponensial
dalam proses respirasi mikroba pada rentang temperatur yang luas
mempercepat mineralisasi karbon organik menjadi CO2. Keadaan temperatur
yang tinggi secara terus menerus menyebabkan proses dekomposisi
berlangsung dengan lebih cepat. Temperatur juga memiliki banyak efek tidak
langsung terhadap proses dekomposisi. Temperatur tinggi mengurangi
kelembaban tanah dengan meningkatkan proses evaporasi dan transpirasi.
Stimulasi

aktivitas

mikroba

oleh

temperatur

yang

hangat

juga

menginisiasikan serangkaian perputaran umpan balik (feedback-loop) yang


mempengaruhi proses dekomposisi. Di sisi lain, pelepasan nutrisi oleh proses

dekomposisi pada temperatur tinggi meningkatkan kuantitas dan kualitas


sampah yang dihasilkan oleh tanaman mengubah substrat yang tersedia
untuk dekomposisi. Temperatur yang tinggi juga meningkatkan tingkat
pelapukan kimia, yang dalam jangka pendek menyebabkan peningkatan
pasokan nutrisi. Sebagian besar efek tidak langsung dari temperatur
menyebabkan terjadinya peningkatan respirasi tanah pada suhu yang hangat
dan memberikan kontribusi pada proses dekomposisi yang lebih cepat
(diamati pada kondisi iklim hangat).
2. Kelembaban
Dekomposer mengalami kondisi paling produktif dalam kondisi lembab
yang hangat (pasokan oksigen yang cukup tersedia) kondisi yang
menyebabkan tingkat dekomposisi yang tinggi pada hutan tropis. Tingkat
dekomposisi umumnya mengalami penurunan pada kelembaban tanah yang
kurang dari 30 sampai 50% dari massa kering dikarenakan penurunan
ketebalan dari lapisan lembab pada permukaan tanah yang menyebabkan
penurunan kecepatan difusi substrat oleh mikroba. Proses dekomposisi juga
mengalami penurunan pada kadar kelembaban tanah yang tinggi (misalnya
lebih besar dari 100 hingga 150% dari massa kering). Pada kasus batangan
pohon kayu yang membusuk, terdapat lingkungan mikro yang unik dan
umumnya memiliki kadar air yang tinggi. Hal ini menyebabkan tingkat laju
dekomposisi batangan pohon ini menjadi terbatasi (dipengaruhi oleh jumlah
pasokan oksigen). Tingkat dekomposisi batangan kayu umumnya mengalami
penurunan seiring dengan meningkatnya diameter batang tersebut karena
ukuran batangan besar umumnya memiliki lebih banyak uap air dan lebih
sedikit oksigen.
3. Properti Tanah
Proses dekomposisi terjadi lebih cepat pada kondisi netral daripada
kondisi asam. Peningkatan secara menyeluruh di tingkat dekomposisi pada
pH yang lebih tinggi mungkin mencerminkan adanya kompleksitas interaksi
antar faktor, termasuk perubahan dalam komposisi spesies tumbuhan dan

terkait dengan perubahan dalam kuantitas dan kualitas sampah. Terlepas dari
penyebab perubahan keasaman dan komposisi jenis tanaman yang terkait, pH
rendah cenderung dikaitkan dengan tingkat dekomposisi yang rendah.
Mineral lempung (liat) dapat mengurangi tingkat dekomposisi terhadap
bahan organik tanah, sehingga dapat meningkatkan kandungan organik tanah.
Lempung mengubah lingkungan fisik tanah dengan meningkatkan kapasitas
pegang air (water-holding capacity). Hal ini mengakibatkan terjadinya
pembatasan suplai oksigen yang dapat mengurangi tingkat dekomposisi pada
tanah lempung basah. Bahkan pada kelembaban tanah yang sedang, mineral
lempung dapat meningkatkan akumulasi bahan organik dengan: mengikat
bahan organik tanah; mengikat enzim mikroba; dan mengikat produk
aktivitas eksoenzim terlarut. Dapat dikatakan, efek akhir dari pengikatan
yang dilakukan oleh mineral lempung ini adalah perlindungan materi organik
tanah dan pengurangan tingkat dekomposisi.
4. Gangguan pada Tanah
Gangguan pada tanah berpengaruh pada peningkatan dekomposisi dengan
mempromosikan proses aerasi serta mengekspos permukaan baru untuk
proses penyerangan oleh mikroba. Mekanisme dimana proses gangguan ini
merangsang terjadinya dekomposisi pada dasarnya sama pada semua skala;
mulai dari pergerakan cacing di dalam tanah sampai proses pengolahan tanah
pada bidang pertanian. Peristiwa proses ini pada hakikatnya mengganggu
agregat tanah sehingga bahan organik yang terkandung di dalamnya menjadi
lebih terbuka terhadap oksigen dan kolonisasi oleh mikroba. Dampak
gangguan pada tanah ini yang paling menonjol terlihat pada keadaan tanah
basah yang hangat dimana proses aerasi yang telah meningkat ini besar
pengaruhnya terhadap proses dekomposisi.

B. Kualitas dan Kuantitas Substrat

1. Sampah
Perbedaan-perbedaan yang terjadi pada tingkat dekomposisi pada dasarnya
merupakan konsekuensi yang logis dari jenis senyawa kimia yang hadir
dalam

serasah

atau

sampah

tersebut.

Senyawa-senyawa

ini

dapat

dikategorikan diantaranya sebagai senyawa metabolik labil (seperti gula dan


asam amino), senyawa struktural agak labil (seperti selulosa dan
hemiselulosa), dan senyawa struktural solid (seperti lignin dan cutin).
Sampah yang cepat membusuk (terdekomposisi) umumnya memiliki
kuantitas konsentrasi yang lebih tinggi pada substrat labil dan konsentrasi
yang lebih rendah pada senyawa solid. Terdapat lima sifat kimia bahan
organik yang saling berkaitan dalam menentukan kualitas substrat: ukuran
molekul, jenis ikatan kimia, keteraturan struktur, toksisitas, dan konsentrasi
nutrisi. Setiap sifat dapat berfungsi sebagai prediktor tingkat laju
dekomposisi karena sifat-sifat tersebut cenderung saling berkorelasi.
Rasio perbandingan konsentrasi karbon dengan nitrogen (rasio C : N)
misalnya, sering digunakan sebagai indeks dari kualitas sampah; karena
sampah dengan rasio C : N yang rendah (konsentrasi nitrogen tinggi)
umumnya mengalami dekomposisi yang cepat. Namun, bukanlah konsentrasi
nitrogen dari sampah maupun ketersediaan nitrogen dalam tanah yang secara
langsung mempengaruhi tingkat dekomposisi pada ekosistem alami; hal ini
menunjukkan bahwa rasio C : N bukan merupakan properti kimiawi yang
langsung mengontrol proses dekomposisi dalam ekosistem. Untuk kondisi
sampah solid, rasio konsentrasi lignin atau lignin : N sering juga digunakan
sebagai prediktor tingkat dekomposisi menunjukkan kembali atas peran
penting kualitas karbon dalam menentukan tingkat dekomposisi
2. Materi Organik Tanah
Materi organik tanah dihasilkan dari sampah melalui proses fragmentasi
oleh invertebrata tanah serta perubahan kimia oleh mikroba. Setelah mikroba
ini mati, komponen chitin serta komponen solid lain pada dinding sel
mikroba tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan proporsi massa dari

sampah (massa sampah sebelum yang ditambah massa mikroba) dan reaksireaksi non-enzimatik yang menghasilkan senyawa humic. Kesemua proses
ini berakibat terjadinya pengurangan kualitas bahan organik tanah secara
bertahap (penuaan) rasio

C : N juga mengalami penurunan seiring

proses dekomposisi berjalan.


Dapat disimpulkan, pada proses dekomposisi terhadap materi organik
tanah (seperti halnya pada sampah), kualitas karbon dapat dikatakan
merupakan alat prediksi tingkat laju dekomposisi yang baik. Sudah menjadi
sifat heterogen dari materi organik tanah yang membuatnya sulit dalam
pengidentifikasian kontrol kimiawi atas proses dekomposisi materi tersebut.
Hal ini dikarenakan adanya percampuran senyawa organik dari usia yang
berbeda dengan komposisi kimiawi.
Komponen-komponen yang berbeda usia dari materi organik tanah ini
dapat dipisahkan melalui sentrifugasi kerapatan, karena partikel baru bersifat
kurang padat apabila dibandingkan dengan yang tua dan cenderung tidak
terikat pada partikel mineral tanah. Keadaan tanah dimana memiliki proporsi
materi organik tanah yang besar dalam pecahan ringan umumnya memiliki
tingkat dekomposisi yang tinggi. Sebagai alternatif, tanah dapat dipisahkan
secara kimiawi menjadi pecahan-pecahan yang berbeda, seperti senyawa air
terlarut, asam humic, dan asam fulvat yang berbeda dalam usia rata-rata dan
kemudahan dalam penguraian. Materi organik tanah secara rata-rata
umumnya memiliki waktu tinggal (residence time) antara 20 sampai 50
tahun, meskipun ini dapat bervariasi pada kisaran antara 1 sampai 2 tahun
pada lahan budidaya hingga ribuan tahun pada lingkungan dengan tingkat
dekomposisi yang lambat.
C. Komposisi Komunitas Mikroba dan Kapasitas Enzimatis
Aktivitas enzim dalam tanah bergantung pada komposisi komunitas mikroba
dan sifat dari matriks tanah. Komposisi dari komunitas mikroba berperan sangat

penting karena komposisi tersebut sangat berpengaruh terhadap jenis dan tingkat
produksi enzim. Enzim pemecah substrat umum seperti protein dan selulosa
dihasilkan oleh begitu banyak jenis mikroba (dimana jenis enzim-enzim ini
memang secara universal sering djumpai di dalam tanah). Enzim-enzim yang
terlibat di dalam proses-proses yang hanya terjadi dalam lingkungan tertentu,
seperti proses denitrifikasi (atau produksi metana) dan oksidasi, tampak lebih
sensitif terhadap komposisi komunitas mikroba ini. Aktivitas enzim tanah juga
dipengaruhi oleh tingkat laju penonaktifan enzim di dalam tanah, baik oleh
degradasi oleh protease tanah atau dengan cara mengikat mineral tanah.
Peristiwa pengikatan enzim ke permukaan eksternal dari akar atau mikroba
mengakibatkan perpanjangan aktivitas enzim di dalam tanah; sedangkan
pengikatan terhadap partikel mineral dapat mengubah konfigurasi enzim atau
memblokir lahan aktif dari enzim tersebut sehingga mengurangi aktivitasnya.
Sebagian besar mikroba tanah (termasuk jamur ericoid dan ektomikoriza)
menghasilkan enzim (protease dan peptidase) yang memecah protein menjadi
asam amino. Produk-produk penguraian ini dapat dengan segera diserap oleh
mikroba dan digunakan baik untuk memproduksi protein mikroba ataupun
memberikan energi respirasi. Dikarenakan protease merupakan subjek yang sering
diserang oleh protease lain, umur hidup enzim ini di dalam tanah relatif pendek,
dan aktivitas protease ini cenderung merupakan cerminan dari aktivitas mikroba.
Namun lain halnya dengan fosfatase (enzim yang membelah fosfat dari
senyawa fosfat organik) yang dapat hidup lebih lama, sehingga aktivitas enzim ini
di tanah berkorelasi lebih kuat terhadap ketersediaan fosfat organik di dalam tanah
daripada dengan aktivitas mikroba. Selulosa merupakan penyusun senyawa kimia
yang paling banyak ditemukan dari sampah tanaman senyawa ini terdiri dari
rantai unit glukosa, sering memiliki panjang ribuan unit, namun tidak ada glukosa
ini yang tersedia sampai diaktivasikannya oleh eksoenzim. Proses pemecahan
selulosa memerlukan tiga sistem enzim yang terpisah: endoselulase sebagai
pemutus ikatan internal untuk mengganggu struktur kristal selulosa; eksoselulase
kemudian bertindak sebagai pembelah unit disakarida dari ujung-ujung rantai

membentuk selobiosa; yang kemudian diserap oleh mikroba dan dipecah secara
intraseluler menjadi glukosa oleh selobiase.
Beberapa mikroba tanah, termasuk sebagian besar fungi, dapat menghasilkan
seluruh paket enzim selulase. Organisme seperti beberapa bakteri, hanya
menghasilkan beberapa enzim selulase dan harus berfungsi sebagai bagian dari
konsorsium mikroba untuk mendapatkan energi dari pemecahan selulosa.
Penguraian komponen lignin membutuhkan proses yang perlahan-lahan
dikarenakan hanya beberapa organisme mikroba (terutama fungi) yang
memproduksi enzim yang diperlukan pada proses ini; dan mikroba inipun hanya
menghasilkan enzim apabila substrat yang lebih labil lainnya sudah tidak tersedia.
Lignin terbentuk secara non-enzimatik oleh reaksi kondensasi dengan fenol serta
radikal bebas menciptakan struktur tidak beraturan yang tidak sesuai dengan
spesifikasi untuk teruraikan oleh enzim-enzim pada umumnya. Untuk alasan ini,
enzim pendegradasi lignin menggunakan radikal bebas, yang memiliki spesifisitas
substrat yang rendah. Oksigen diperlukan untuk menghasilkan radikal bebas ini,
sehingga proses penguraian lignin tidak dapat terjadi pada keadaan tanah
anaerobik. Dekomposer umumnya berinvestasi energi dalam memproduksi enzim
pendegradasi lignin ini ( Gaur, 1980).
2.3. Keuntungan atau pentingnya proses dekomposisi
Dekomposisi memperbaiki struktur tanah dengan meninngkatkan kandungan
bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat
bagi tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah ( Gaur, 1980).
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik
kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia , seperti
menjadikan hasil panen lebih tahan disimpan , lebih berat, lebih segar, dan lebih
enak. Kompos memiliki banyak manfaat Pada dasarnya keberadaan bahan
organik didalam tanah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman melalui fisika, kimia dan biologi tanah. Pengaruh bahan
organik terhadap sifat fisik tanah ditunjukan dengan terjadinya perbaikan dan

perubahan dari beberapa sifat fisik tanah, antara lain berat volume dan daya ikat
lengas tanah. Pegaruh Kimia meliputi peningkatan kapasitas Tukar Kation
(KTK), PH dan kandungan unsur hara, sedangkan pengaruh biologi dihubungkan
dengan bahan organik tersebut sebagai sumber energi dan mokrobia tanah dalam
melakukan aktivitas hidupnya. Secara garis besar pengomposan diartikan sebagai
proses perubahan limbah organik melaluikompos melalui aktivitas biologi
dibawah kondisi yang terkontro( Gaur, 1980).
Baik secara kima maupun biologi dan sisi-sisa dekomposisi Peran bahan
organic terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasistas tukar kation
sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman ( Gaur, 1980).

BAB III
METODELOGI
3.1. Waktu dan tempat
Lokasi praktikum bertempat di kebun percobaan (Teaching ExFarm) Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. Praktikum ini dilaksanakan pada
setiap hari Rabu, tepatnya pada pukul 15.30-selesai selama 2 bulan yakni pada
tanggal 07 September 2016-07 November 2016.
3.2. Alat dan bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah 3 jenis dau egetasi pohon, polybag
(30x40) cm, kantong plastik gula, lael dan tanah, sedangkan untuk alat yang
digunakan adalah cangkul, sekop, cutter, oven, timbangan dan alat tulis menulis.
3.3. Perlakuan
Perlakuan yang dicobakan adalah proses dekomposisi daun dari 3 jenis
tanaman (A,B,C ) masing-masing terdiri dari : daun segar yang dicacah (1) dan
daun kering yang dicacah (2) sehingga terdapat 6 perlakuan. Setiap perlakuan
diambil masing-masing 10 g lalu dimasukkan kedalam kantong plastik gula untuk
kemudian disimpan dalam polybag.
3.4. Metode Pelaksanaan
Adapun metode pelaksaannya yaitu :
1. Menyiapkan polybag berisi tanah bagian.
2. Menyiapkan 3 jenis daun vegetasi pohon yang telahh dikeringkan atau gugur.
3. Kemudian cacah dan timbang , kemudian masukkan kedalam kantong plastic
gula yang telah dilubangi, masing-masing 2 kantong.
4. Memperhatikan sifat fisik dan kimia daun tersebut sebelum dicacah
5. Memasukkan kantong plastik kedalam polybag sesuai perlakuan lalu timbung
dengan tanah hingga penuh.
6. Mengambil kantong pertama pada seiap polybag setelah 1 bulan, perhatikan
kembali sifat fisik dan kimmia daun tersebut, keringkan dalam oven kemudian
timbang beratnya. Polybag tersebur ditimbung kembali dengan tanah.
7. Mengambil kantong kedua pada setiap polybag setelah 2 , perhatikan kembali
sifat fisik dan kima daun tersebut, keringkan dalam oven kemudian timbang
beratnya.

8. Mengamati proses laju dekomposisi.

Laporan Praktikum
Dasar-Dasar Ekologi
DEKOMPOSISI
NAMA
: MUHAMMAD AZKAR FADLAN MARUF
NIM
: G111 16 503
KELAS
:G
KELOMPOK: 1 (SATU)
ASISTEN
: FATIMAH

PROGRAM STUDI AGROEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

Anda mungkin juga menyukai