Anda di halaman 1dari 20

PENERAPAN TEACHING FACTORY MENGGUNAKAN

TEORI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah MKPE

Di susun oleh:

Nama : Fajar Banaeni Zaman

No. Reg : 5215 07 2380

TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2010
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah swt atas segala kenikmatan dan rahmat-

Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan

sebagaimana yang telah direncanakan.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai suatu telaah terhadap penerapan

teaching factory menggunakan teori pembelajaran. Teaching factory menjadi alternatif baru

bagi Sekolah Menengah Kejuruan untuk meningkatkan mutu siswa dalam hal penguasaan

materi dan praktek yang sesungguhnya. Tuntutan dunia kerja yang selalu berkompetisi

mendorong munculnya teaching factory sebagai cara untuk menciptakan lulusan yang cerdas,

siap kerja dan siap berkompeten sesuai bidangnya. Dalam bidang pengajaran penerapan

teaching factory adalah sesuatu yang tidak mudah, perlu dibangun pemahaman dasar atas

bidang pekerjaan yang akan digelutinya. Oleh karena itu telaah terhadap penerapan teaching

factory dari sisi pengajaran yang dilakukan oleh guru berdasarkan teori pembelajaran adalah

sesuatu yang penting.

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada semua pihak yang telah banyak

membantu dalam pembuatan makalah ini. terutama kepada bapak Dr. Bambang Dharmaputra

M.Pd selaku dosen mata kuliah Metodologi Khusus Pengajaran Elektronika (MKPE).

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis

mengharapkan saran dan kritik dari pembaca guna menjadi bahan evaluasi bagi penulis dalam

pembuatan karya tulis berikutnya.

Jakarta, Juni 2010

Penulis
ABSTRAK

Program teaching factory saat ini merupakan terobosan baru bagi dunia pendidikan di

Indonesia. Tidak dapat disangsikan lagi, bahwa untuk menciptakan lulusan SMK yang

kompeten dan siap kerja sesuai tuntutan dunia kerja, maka pembelajaran berbasis dunia kerja

adalah salah satu solusinya. Paradigma tentang pendidikan di Indonesia yang masih terpuruk

juga menjadi tantangan yang besar untuk mencapai hal tersebut, dimana selama ini

pendidikan di Indonesia hanya menciptakaan pencari kerja dan pengguna (user), bukan

pencipta lapangan kerja dan pembuat (produsen). Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah

untuk mengatasi hal tersebut belum tepat sasaran, mulai dari ganti menteri pendidikan, ganti

kurikulum pengajaran dan sebagainya. Pihak sekolah sebagai penyelenggara pendidikan juga

belum mampu untuk menghapus paradigma tersebut. Perlu ada jembatan penghubung dalam

mengatasi permasalahan yang ada, perlu ada sinergi antara pemerintah dan sekolah untuk

menyelesaikan hal tetsebut. Melalui program-program pembelajaran berpatokan untuk

meningkatkan kualitas lulusan siswa SMK yang kompeten dan kurikulum yang mengacu

pada dunia kerja, bukan sesuatu yang mustahil bahwa pendidikan di Indonesia akan segera

bangkit. Pembelajaran mempengaruhi hasil belajar, sedangkan teori pembelajaran

mempengaruhi proses pembelajaran. Ada keterkaitan nyata antara teori hasil belajar proses

belajar dan hasil belajar. Hubungan yang erat juga terjadi bila pembelajaran berbasis dunia

kerja diterapkan menggunakan teori pembelajaran, dan itu memberi dampak yang positif bagi

siswa untuk mengembangkan ketrampilanya. Hal tersebut dapat terlaksana jika ada sinergi

yang baik diantara pihak-pihak yang terkait untuk mencapai hal itu.

Kata Kunci: program pembelajaran berbasis dunia kerja , penerapan teori belajar untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran, proses penerapannya.


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Proses pembelajaran yang terjadi di kelas merupakan suatu upaya nyata untuk

mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang telah dicita-citakan dalam undang-undang.

Selain itu, penyediaan unsur pendidik dan fasilitas penunjang harus sesuai dengan kebutuhan

peserta didik. Pendidikan merupakan sesuatu yang dinamis dan berkembang seiring dengan

perkembangan zaman. Materi dan kurikulum yang diajarkan sudah sepatutnya berubah

mengikuti perkembangan iptek dan pemenuhan kebutuhan tuntunan dunia kerja. SMK

sebagai salah satu lembaga pendidikan pencetak lulusan yang siap kerja mempunyai

tanggung jawab untuk menciptakan lulusan yang kompeten sesuai perkembangan iptek dan

dunia kerja. Salah satu strategi yang digunakan adalah menerapkan teaching factory.

Teaching factory memungkinkan siswa untuk belajar memproduksi barang yang sesuai

dengan disiplin ilmunya.

Untuk membantu mewujudkan hal tersebut tentunya membutuhkan sinergi yang baik

antara tenaga pengajar dalam menyampaikan pelajaran dan pihak sekolah dalam

menyediakan fasilitas penunjang untuk membantu siswa dalam belajar. Sebagai tenaga

pengajar guru dituntut untuk bisa memaksimalkan potensi yang ada pada siswa dan

memfasilitasi setiap perkembanganya. Untuk itu guru perlu menggunakan strategi

pembelajaran yang baik pula untuk mewujudkannya. Pemahaman tentang teori belajar dapat

menjadi bekal bagi guru untuk menerapkan strategi pembelajaran, konstruktivisme sebagai

salah satu teori belajar berpandangan bahwa pengetahuan dibangun dari hal-hal yang
berkaitan dengan pengetahuan tersebut. Teaching factory sebagai program belajar produktif

memerlukan pemahaman yang kompleks sesuai dengan disiplin ilmunya. Hal tersebut sesuai

dengan teori konstruktivisme, sehingga muncul permasalahan bagaimanakah penerapan

teaching factory menggunakan teori belajar konstruktivisme?

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas memunculkan beberapa permasalahan terkait penerapan

program teaching factory di SMK . Diantaranya adalah:

• Pemahaman tentang teaching factory serta komponen pendukungnya

• Teori belajar konstruktivisme yang sesuai dengan pembelajaran di SMK

• Penerapan teaching factory menggunakan teori pembelajaran konstruktivisme

3. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk:

1. Alternatif penerapan teaching factory sebagai proses pembelajaran di Sekolah Menengah

Kejuruan menggunakan teori belajar konstruktivisme yang sesuai dengan perkembangan

kurikulum dan tuntutan dunia industri.

2. Mengembangkan teaching factory di Sekolah Menengah Kejuruan yang berkualitas dan

sesuai dengan kebutuhan dunia industri.

3. Meningkatkan kualitas lulusan Sekolah Menengah Kejuruan dalam persaingan tenaga

kerja.
4. Metode Pembahasan

Penulis menggunakan tinjauan pustaka dan analisis yang mendasar terhadap pembuatan

makalah ini.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teaching Factory (TEFA)

Teaching Factory adalah suatu konsep pembelajaran dalam suasana sesungguhnya,

sehingga dapat menjembatani kesenjangan kompetensi antara kebutuhan industri dan

pengetahuan sekolah. Teknologi pembelajaran yang inovatif dan praktek produktif

merupakan konsep metode pendidikan yang berorientasi pada manajemen pengelolaan siswa

dalam pembelajaran agar selaras dengan kebutuhan dunia industri. (Brosur IGI, 2007).

Dalam pengertian lain bahwa pembelajaran berbasis produksi adalah suatu proses

pembelajaran keahlian atau ketrampilan yang dirancang dan dilaksanakan berdasarkan

prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya (real job) untuk menghasilkan barang atau

jasa yang sesuai dengan tuntutan pasar atau konsumen. Dengan kata lain barang yang

diproduksi dapat berupa hasil produksi yang dapat dijual atau yang dapat digunakan oleh

masyarakat, sekolah atau konsumen.

Program Teaching Factory (TEFA) merupakan perpaduan pembelajaran yang sudah

ada yaitu Competency Based Training (CBT) dan Production Based Training (PBT), dalam

pengertiannya bahwa suatu proses keahlian atau keterampilan (life skill) dirancang dan
dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya untuk

menghasilkan produk yang sesuai dengan tuntutan pasar/ konsumen.

Dalam penjelasan singkatnya teaching factory adalah pembelajaran berorientasi bisnis

dan produksi. Proses penerapan program teaching factory adalah dengan memadukan

konsep bisnis dan pendidikan kejuruan sesuai dengan kompetensi keahlian yang relevan,

misalnya : pada program studi keahlian tata busana melalui kegiatan pembuatan dan

penjualan busana yang dikerjakan oleh peserta didik.

Adapun dalam proses pembentukan struktur organisasi manajemen produksi kecil

akan disusun sesuai bentuk struktur organisasi di pabrik serta keterlibatan siswa yang

bertugas dalam jangka waktu selama satu tahun akan dipandu oleh guru produktif yang

bertindak sebagai konsultan, assesor serta fasilitator. Beberapa bagian dalam rencana

pelaksanaan pekerjaan tersebut meliputi : kesiapan ruang produksi beserta peralatan dan

bahan pendukung, tenaga penjualan/ pemasaran, tenaga pembelian, pengelola gudang, kasir

dan bagian administrasi produksi serta pekerjanya. Tidak sedikit lembaga pendidikan

kejuruan yang senantiasa berusaha dan bekerja secara optimal dalam memotivasi dan

merespon penyaluran alumninya, baik sebagai tenaga kerja yang mengisi lingkup pekerjaan

maupun yang membuka lapangan kerja sendiri. Namun karena minimnya informasi akan

peluang kerja merupakan kendala dan kenyataan pahit yang harus diterima bagi jajaran

sekolah yang berada di daerah jauh dari kegiatan bursa kerja/ bisnis.

Dengan adanya program teaching factory merupakan langkah positip yang ditawarkan

melalui kebijakan pemerintah guna mengembangkan jiwa enterpreneur, dengan harapan

tamatan sekolah menengah kejuruan (SMK) mampu menjadi aset daerah dan bukan menjadi

beban daerah
Pembelajaran berbasis produksi dalam paradigma lama hanya mengutamakan kualitas

produk barang atau jasa tetapi hasil dari produksi tersebut tidak ada dipakai atau di pasarkan

hanya semata – mata untuk menghasilkan nilai dalam proses belajar mengajar.

1. Proses penerapan TEFA

a. Pembentukan manajemen TEFA

Pada proses ini hal yang dilaksanakan adalah membentuk struktur organisasi

manajemen produksi skala kecil di kelas sesuai bentuk organisasi yang ada pada perusahaan.

Dalam pembagiannya ada siswa yang bertugas di bagian manajemen, pemasaran,

administrasi, dan bagian produksi (produksi perencanaan dan maintenance and repair

(MR)). Setiap bagian mempunyai kepala regu yang bertugas mengkoordinir pekerjaan

stafnya. Masing-masing mempunyai tanggung jawab di bagiannya dan tidak boleh terjadi

kesenjangan antar bagian. Guru bertindak sebagai konsultan, asesor dan fasilitator.

b. Proses produksi

Order dari konsumen atau barang yang akan diproduksi masuk ke bagian manajemen

untuk dikonsultasikan kepada guru sebagai konsultan dan fasilitator, jika sudah fix sesuai

dengan perimtaan/standar mutu kemudian order masuk ke bagian administrasi untuk

mengetahui biaya produksi dan keuntungan. Order kemudian masuk ke bagian produksi

untuk dilakukan proses pengerjaan. Selama proses pengerjaan setiap bagian melakukan
pengawasan (quality control) terhadap pekerjaan yang dilakukan agar tidak terjadi

kesalahan. Setelah pengerjaan selesai kemudian barang diperiksa oleh setiap bagian, untuk

kemudian dilakukan pengerjaan tahap akhir (finishing) dan diperiksa oleh guru sebagai

asesor. Jika barang sudah sesuai dengan order dan tidak ada permasalahan maka produksi

dianggap selesai.

c. Proses pemasaran atau hasil produksi

Produk barang yang sudah jadi di cek ulang oleh setiap bagian untuk kemudian

disesuaikan dengan permintaan/standar mutu dan persetujuan konsultan. Bagian pemasaran

menjual produk sesuai kesepakatan yang telah disetujui bersama. Produk pesanan

disesuaikan antara mutu yang diinginkan konsumen dengan kondisi barang saat itu, produk

bukan pesanan dipasarkan secara umum melalui bagian pemasaran. Setiap produk yang

terjual harus dilaporkan kepada manajer melalui bagian administrasi.

d. Proses Evaluasi

Tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap kinerja setiap bagian. Guru yang

berperan sebagai konsultan memberikan penilaian tersendiri kepada setiap bagian sebelum

mengevaluasinya bersama untuk kemudian dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan

job/progress siswa. Dari penilaian ini dapat diketahui kemampuan siswa dalam

melaksanakan pekerjaannya.

Beberapa tahap diatas adalah gambaran sederhana tentang penerapan teaching factory

yang dilaksanakan disekolah. Teaching factory menuntut setiap orang yang terlibat untuk

bersikap professional dan bertanggungjawab terhadap pekerjaan yang dilakukannya

walaupun masih dalam lingkup yang kecil. Dengan demikian diharapkan ada proses
pelatihan dan pembelajaran kepada setiap siswa untuk bekerja dalam situasi yang

sebenarnya.

Dari segi pendidikan teaching factory mendidik siswa untuk belajar menerapkan apa

yang mereka ketahuai (learning to knowing), belajar menerapkan apa yang mereka lakukan

(learning to do), dan belajar untuk mengaplikasikan apa yang mereka ketahui dan mereka

lakukan secara bersamaan untuk kemudian menjadi suatu skill bagi mereka yang bisa

membawa mereka untuk dapat hidup bermasyarakat (learning to live together).

2. Faktor pendukung TEFA

Secara garis factor penting yang menentukan berjalan atau tidaknya program teaching

factory di sekolah adalah factor sekolah dan guru. Untuk meningkatkan kompetensi siswa

SMK, pemerintah menargetkan 70 persen SMK di Indonesia memenuhi standar nasional

pendidikan (SNP) serta berakreditasi minimal B.

a. Faktor Sekolah

Sekolah merupakan lembaga formal yang diizinkan untuk mengadakan proses

kegiatan belajar mengajar (KBM). Sekolah bersama dengan dinas pendidikan

mengembangkan kurikulum sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan kebutuhan dunia

kerja. Sejalan dengan hal tersebut muncul strategi-strategi baru untuk meningkatkan kualitas

sekolah, diantaranya dengan teaching factory. Direktorat pembinaan Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) melalui dinas pendidikan terkait memberikan bantuan kepada SMK berupa

kemudahan izin untuk menyelenggarakan pendidikan berbasis produksi dan pengakuan

standar mutu atas produk-produk yang dihasilkan SMK, selain itu dinas pendidikan juga

membantu pengembangan keahlian yang diterapkan di SMK. Dengan keaktifan dari pihak
sekolah memungkinkan teaching factory berjalan dengan baik tidak hanya dari segi

pendidikan, tetapi juga dari dunia usaha.

b. Faktor Guru

Guru adalah nahkoda dikelas saat proses belajar, karena guru adalah orang yang

paling tahu tentang kondisi saat itu dan bagaimana tindakan yang harus dilakukan. Teaching

factory memerlukan perhatian yang serius dari semua pihak yang terlibat agar tujuan yang

ditetapkan dapat terlaksana. Guru memiliki tanggung jawab yang besar dalam hal ini, selain

sebagai konsultan, asesor dan fasilitator guru juga memiliki tanggung jawab moral kepada

siswanya untuk memberikan yang terbaik kepada mereka baik dari segi pengetahuan

maupun ketrampilan yang diajarkan. Kualitas seorang guru dapat diukur bagaimana tingkat

keberhasilan siswanya mengaplikasikan apa yang diajarkan gurunya. Guru yang baik adalah

guru yang mampu memaksimalkan potensi siswanya, memfasilitasi siswanya untuk

berkembang, dan mampu menciptakan kondisi yang kondusif agar siswa nyaman, senang

dan tertarik untuk belajar. Teaching factory membutuhkan sosok guru yang seperti itu, tidak

hanya dari gelar yang diperolehnya. Dengan demikian diharapkan teaching factory dapat

terlaksana dengan baik dan menciptakan kualitas lulusan SMK yang kompeten dan siap

kerja.

3. Elemen teaching factory

Teaching factory merupakan suatu konsep pembelajaran pada tingkat yang

sesungguhnya, untuk itu ada beberapa elemen penting dalam teaching factory yang perlu

dikembangkan yaitu :

1. Standar Kompetensi
Standar kompetensi yang dikembangkan dalam teaching factory adalah kompetensi-

kompetensi yang dibutuhkan dalam dunia industri. Dengan pengajaran yang berbasis

kompetensi pada industry diharapkan siswa siap menghadapi tuntutan kebutuhan

kompetensi dunia industry. Kompetensi tersebut ditimbulkan dari interaksi dalam

menyelesaikan problem industry.

2. Siswa

Penggolongan siswa Teaching factory adalah berdasarkan kualitas akademis dan

bakat/minat. Siswa dengan kualitas yang seimbang antara akademis dan ketrampilan

bakat/minat memperoleh prosentase yang besar untuk masuk dalam program ini. Siswa yang

kurang dalam dua hal tersebut direkomendasikan untuk mengambil bagian yang termudah.

3. Media belajar

Teaching Factory menggunakan pekerjaan produksi sebagai media untuk proses

pembelajaran Pekerjaan Produksi dapat berupa industrial order atau standard products.

Produk ini harus dipahami terlebih dahulu oleh instruktur sebagai media untuk

pengembangan kompetensi melalui fungsi produk, dimensi, toleransi, dan waktu

penyelesaian.

4. Perlengkapan dan peralatan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

a. Pemeliharaan perlengkapan dan peralatan yang optimal

b. Investasi

c. Manfaatkan untuk memfasilitasi pengembangan kompetensi siswa bersamaan

dengan penyelesaian pekerjan “Production” pada tingkat kualitas terbaik.


d. Ganti saat peralatan dan perlengapan tersebut sudah tidak efektif untuk

kecepatan dan ketelitian proses produksi.

5. Pengajar

Pengajar adalah mereka yang memiliki kualifikasi akademis dan juga memiliki

pengalaman industri. Dengan demikian mereka mampu mentransformasikan pengetahuan dan

“know how” sekaligus men”supervisi” proses untuk dapat menyajikan “finished products on

time”.

6. Penilaian prestasi belajar

Dalam penilaian prestasi belajar, Teaching Factory menilai siswa yang berkompetent

melalui “penyelesaian produk”

7. Pengakuan kompetensi

Teaching Factory menilai kompetensi siswa menggunakan National Competency

assessment, dimana asesor bersertifikat melakukan observasi pada kemampuan siswa dalam

menyelesaikan tugas pekerjaan di bawah badan standar kompetensi nasional.

B. Teori belajar konstruktivisme

1. Konsep

Ide konstruktivisme berasal daripada teori Perkembangan Kognitif Piaget dan teori

Zon Perkembangan Prokimal (ZPD) Vygotsky (1896-1934). Oleh karena itu,

konstruktivisme dapat didefinisikan sebagai pendekatan pengajaran berdasarkan kepada

penyelidikan tentang bagaimana manusia belajar. Kebanyakan penyelidik berpendapat setiap


individu membina pengetahuan dan bukannya hanya menerima pengetahuan daripada orang

lain. (Mok Song Sang, 2008).

Ini bermakna murid membina pengetahuan mereka dengan menguji ide dan

pendekatan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada, mengaplikasikannya kepada

situasi baru dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperolehi dengan binaan

intelektual yang sudah ada.

2. Ciri-ciri pengajaran konstruktivisme

Ciri pengajaran konstruktivisme adalah :

a. Murid berpeluang mengemukakan pandangannya tentang sesuatu konsep. Murid bebas

membandingkan informasi baru dengan pengalaman yang ada demi mencapai kefahaman

tentang sesuatu konsep. Murid juga berpeluang berbeda pendapat antara satu sama lain. Ini

bermakna, murid menggunakan pemikiran yang sama untuk membandingkan informasi

baru dengan pengalaman sendiri untuk menyelesaikan sesuatu perselisihan pandangan.

b. Murid menghormati pandangan alternatif rekan-rekan sebaya. Pengalaman yang sama

atau hampir sama membuat murid menghargai pendapat rakan-rakan lain. Justru, untuk

mencapai kebersamaan pembelajaran, murid merancang strategi, berfikir dan akhirnya

menilai aktiviti pembelajaran yang dilaksanakan.

c. Berpusatkan murid. Guru hanya berperanan sebagai pembimbing supaya murid dapat

mencari makna, terutama dalam merancang, mengarah dan menilai pemikirannya.

d. Mementingkan untuk mengaplikasikan kemahiran berpendapat dan berfikir. Murid

diarahkan mengenai perkembangan yang mengarahkan dan mengawal kemahiran serta


proses kognitif (proses metakognitif). Oleh yang demikian, tindakan rasionalisasi amat

dititik beratkan dalam setiap pemikiran murid.

e. Hubungkaitkan ide asal dengan ide yang baru dibina. Masalah terpenting dalam kaedah

pengajaran konstruktivisme adalah, murid harus menghubungkaitkan pengalamannya

dengan informasi/pengetahuan baru yang diterimanya. Seterusnya, murid akan

mengaplikasikan ide yang baru dibina dalam kehidupan sehari-hari.

f. Ciri-ciri yang terakhir adalah, murid selalu bekerja secara berkelompok. Guru akan

membuat aktivitas berkelompok agar murid dapat melontarkan pandangan masing bersama-

sama rekan-rekan sebaya mereka. Setiap persoalan dalam kelompok akan diselesaikan

berdasarkan pengalaman sendiri dan dibimbing melalui pengetahuan yang baru disampaikan

oleh guru. Selain daripada itu, ia akan mewujudkan kerjasama dan perasaan kebersamaan.

(Mok Song Sang, 2008).

C. Penerapan teaching factory menggunakan teory belajar konstruktivisme

Penerapan teaching factory merupakan suatu hal yang tidak mudah, butuh sinergi

berbagai pihak yang terkait untuk sama-sama menjalankan program ini. Berdasarkan uraian

yang berkaitan dengan teaching factory dan konstruktivisme diatas terdapat benang merah

yang bisa dihubungkan antara kedua hal tersebut. Teori belajar konstruktivisme adalah teori

yang mempengaruhi proses belajar dan hasil belajar, sedangkan proses belajar

mempengaruhi hasil belajar dan aplikasinya.

Konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan dibentuk dari informasi yang sudah

ada dan pengalaman baru yang didapatkan. Belajar adalah membangun pengetahuan dari

informasi yang sudah ada untuk kemudian digabungkan dengan kenyataan yang ada.
Teaching factory menurut konstruktivisme adalah adalah siswa memahami konsep-konsep

produk yang akan dibuat, menganalisa bagaimana proses pengerjaanya, menganalisa factor-

faktor yang mempengaruhinya, serta bagaimana semua tahap yang dilalui dalam proses

produksi dapat berjalan dengan baik tanpa kesalahan dan produk yang dihasilkan sesuai

dengan standar mutu yang ada. Semua hal itu harus dibangun dan ditanamkan dalam

pemahaman setiap siswa sebelum mereka terjun langsung untuk mengerjakan produksi.

Guru berperan penting dalam membangun pemahaman siswa tersebut.

Pengetahuan yang sudah ada bisa besumber dari buku teks/modul maupun sumber lain

di internet, yang menjadi permasalahan adalah darimana pengalaman baru sebagai

pembanding pengetahuan tersebut? Disinilah peran guru sebagai fasilitator bagi siswa, guru

mengarahkan setiap ide-ide dan pertanyaan dari siswa untuk dipecahkan bersama. Belajar

dari pengalaman dan kesalahan adalah pelajaran paling efektif bagi setiap orang, bagi siswa

pertanyaan-pertanyaan mendasar akan pengetahuan tersebut dapat menjadi pemicu

kesalahan untuk dicari jawabannya. Kesalahan tersebut dapat menjadi pembanding hal-hal

yang dipertanyakan dengan satu sisi adalah jawaban salah dan satu sisi adalah jawaban yang

benar, sehingga tampak perbedaannya dan siswa memahaminya. Dengan pola tersebut akan

terbangun suatu pengetahuan yang mendasar pada diri siswa dan itu sangat dibutuhkan

dalam teaching factory. Perhatian dari guru dalam mengarahkan proses tersebut sangat

diperlukan, ketelitian dan tindakan represif atas setiap permasalahan yang muncul di setiap

proses pembelajaran adalah hal utama yang perlu dimiliki setiap guru.

Indikator keberhasilan teaching factory adalah produk yang baik sesuai standar mutu

serta pengetahuan dan ketrampilan siswa yang meningkat. Indicator keberhasilan teori

pembelajaran konstruktivisme adalah terbangunnya pemahaman dasar yang kuat pada diri

siswa. Benang merahnya adalah teaching factory membutuhkan pengetahuan dasar yang
kuat, dan konstruktivisme membutuhkan aplikasi nyata atas pengetahuan tersebut. Dua

bidang yang tidak sejenis tetapi saling membutuhkan dan mempengaruhi.

Untuk membuktikan dua hal tersebut membutuhkan suatu penelitian yang tidak mudah,

butuh waktu dan proses yang cukup lama. Instrument tes yang digunakan untuk mengukur

pencapaian program juga harus mendetail dan tepat pada aspek-aspek yang memang perlu

diperhatikan.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

Program Teaching Factory (TEFA) merupakan perpaduan pembelajaran yang sudah

ada yaitu Competency Based Training (CBT) dan Production Based Training (PBT). CBT

adalah pelatihan yang didasarkan atas hal – hal yang diharapkan oleh siswa ditempat kerja.

CBT ini memberikan tekanan pada apa yang dapat dilakukan oleh seseorang sebagai hasil

pelatihan (out put) bukan kuantitas dari jumlah pelatihan. PBT (Production Based Training)

adalah suatu proses pembelajaran keahlian atau ketrampilan yang dirancang dan

dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya (real job) untuk

menghasilkan barang atau sesuai dengan tuntutan pasar atau konsumen. Kedua model

tersebut diharapkan mampu membantu siswa mengahadapi tuntutan dunia kerja.

Dari pandangan konstruktivisme, setiap orang murid mempunyai peranan dalam

menentukan apa yang akan mereka pelajari. Penekanan diberikan kepada murid dengan

peluang untuk membentuk kemahiran dan pengetahan di mana mereka menghubungkaitkan

pengalaman mereka dengan kegunaan masa depan. Selain itu, guru perlu mengubah

peranannya dalam bilik sains. Guru mungkin akan berperanan sebagai pelajar atau

penyelidik. Dengan cara ini, guru akan lebih memahami bagaimana murid membina konsep

atau pengetahuan. Disisi lain murid menganggap peranan guru sebagai salah satu sumber

pengetahuan dan bukan sebagai seorang yang tahu segala-galanya. Mereka menganggap

pengetahuan sebagai sesuatu yang boleh disesuaikan dan boleh berubah. Mereka juga sedar

bahawa mereka bertanggungjawab terhadap diri sendiri untuk menggunakan berbagai cara

bagi memproses informasi dan menyelesaikan masalah. Dalam arti kata lain, guru adalah
berperanan sebagai seorang fasilitator dan pembimbing. Guru bertanggung jawab

membimbing dan membantu murid mempelajari sesuatu pelajaran dengan bermakna. Guru

tidak boleh belajar untuk murid. Murid yang membina pengetahuannya sendiri.

2. SARAN

Dari hasil uraian diatas penulis mempunyai saran:

1. Dalam pelaksanaan Teaching Factory harus tetap mengedepankan unsur pendidikan dan

pembelajaran, tidak semata – mata mengejar keuntungan/profit oriented.

2. Pengelola manajemen siswa harus lebih banyak melakukan pelatihan dan pembelajaran

secara khusus agar kemampuan dan sumber daya meningkat.

3. Siswa harus lebih terkontrol dalam belajar agar tidak terlena dengan pembelajaran

produktif.

4. Dalam proses pembelajaran Teaching Factory guru sebagai konsultan dan siswa sebagai

pengelola unit produksi kecil harus sinergi dan selaras agar kemampuan hasil produknya

lebihberkualitas.

5. Fasilitator atau pihak sekolah dengan unit produksi sekolah harus lebih aktif dalam

mencari order pesanan.

6. Perlu adanya pembinaan yang mendasar tentang teaching factory, baik kepada sekolah,

guru maupun siswa.

DAFTAR PUSTAKA
1. Scribd.com. “Teaching factory sebagai pendekatan pembelajaran di SMK jurusan
perabot kayu”. http://www.scribd.com/doc/21814056/Teaching-Factory-Sebagai-
Pendekatan-Pebelajaran-Di-Smk. diunduh tanggal 31 mei 2010.

2. Smk1kedungwuni.com. “Teaching
Factory”.http://www.smk1kedungwuni.sch.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=19&Itemid=22&lang=in. diunduh tanggal 31 mei
2010.

3. Slideshare.com. “ the TF system elements.”.


http://www.slideshare.net/flatburger/elemen-teaching-factory . diunduh tanggal 1 juni 2010.

4. Iryanto, ari.(2010).”implementasi teaching factory pada pendidikan kejuruan”. Diunduh


dari .http://smk3pacitan.sch.id/artikel/detail/10/implementasi-teaching-factory-pada-
pendidikan-kejuruan.

5. Disdik.jembiprov.go.id.”teaching factory di SMK”.


http://disdik.jambiprov.go.id/informasi/lembaga-pendidikan/107-depdiknas-kembangkan-
teaching-factory-di-smk.html.diunduh tanggal 31 mei 2010.

6. NM,yahya dan muhamad,WMW.(2010) .“sebuah tinjauan konsep pengajaran pabrik”.


Diunduh dari http://hea.ump.edu.my/images/mech/WMWM_Teaching_Fact.pdf.

7. Scribd.com. “teori belajar konstruktivisme”. http://www.scribd.com/search?


cat=redesign&q=teori+belajar+konstruktivisme&x=35&y=9. diunduh tanggal 31 mei 2010.

8. Scribd.com. “ model konstruktif”. http://www.scribd.com/doc/28729421/Model-


Konstruktif. diunduh tanggal 31 mei 2010.

9. Scribd.com.” kostruktivisme”.
http://www.scribd.com/doc/15590948/KONSTRUKTIVISME diunduh tanggal 31 mei 2010.

10. 4shared.com. “konstruktivisme”.


http://www.4shared.com/get/276351731/3cab5bde/konstruktivisme.html. diunduh tanggal 1
juni 2010.

Anda mungkin juga menyukai