Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang.
Konstitusi dan Lembaga Pemerintahan merupakan salah satu mata kuliah di
jurusan Ilmu Pemerintahan yang ruang lingkupnya membahas konsep-konsep konstitusi
dan apa yang dimaksud Lembaga Pemerintahan. Didalam Lembaga Pemerintahan
terdapat Lembaga Negara , yaitu sebagai alat kelengkapan negara/ badan kenegaraan
yang bersifat ketatanegaraan (straatsrechtelijk) yaitu badan yang menjalankan
wewenang, tugas dan bertindak atas nama negara (Bagir Manan Konvensi
Ketatanegaraan). Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) merupakan
lembaga legislatif yang ada di Indonesia yang termasuk bagian dari salah satu lembaga
negara tersebut. Ataupun Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI)
merupakan Lembaga Negara yang terbentuk setelah adanya peralihan rezim dari orde
baru menuju reformasi dengan dikeluarkannya amandemen UUD 1945.
Dalam pembelajaran mata kuliah konstitusi dan lembaga pemerintahan, tentunya
kegiatan perkuliahan di Kampus dianggap kurang. Oleh karena itu Departemen Jurusan
Ilmu Pemerintahan mengadakan kegiatan studi lapangan ke Kompleks Gedung Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk menambah informasi serta pengetahuan
mengenai Lembaga Negara tersebut.

1.2

Tujuan.
1. Studi Lapangan Mata Kuliah Konstitusi dan Kelembagaan Pemerintahan (KKP)
dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan secara langsung terkait Tugas Pokok
dan Fungsi DPR-RI dan DPD-RI.
2. Tujuan Studi Lapangan Mata Kuliah Konstitusi dan Kelembagaan Pemerintahan
(KKP) untuk mendapatkan informasi yang komprehensif mengenai :

Fungsi utama DPR-RI dan DPD-RI, yaitu fungsi legislasi, fungsi pengawasan, dan

fungsi budgeting;
Mekanisme jalannya persidangan DPR-RI dan DPD-RI ;
Pencapaian Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR-RI dan DPD-RI Periode
2009-2014.

1.3

Waktu dan Tempat.


1

1.4

Hari, Tanggal

: Rabu, 11 Juni 2014

Pukul

: 09.00 s.d 15.00 WIB

Tempat

: Kompleks Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Landasan Teori.
Menurut Prof. Arif Hidayat, lembaga negara dibagi menjadi dua bagian yaitu :
Lembaga negara yang disebut langsung oleh UUD/ Konstitusi (Un Mitebare Organ) dan
Lembaga negara yang tidak disebut oleh konstitusi (Mitebare Organ). Menurutnya,
yang disebut langsung sesuai Undang-Undang Dasar 1945 amandemen adalah MPR,
DPR, DPD, Presiden, MA, MK, BPK, Kementrian Negara, Bank Sentral, KY, KPU,
Pemda, TNI dan Polri. Dan, yang tidak disebutkan oleh Konstitusi adalah KPK,
Komnas HAM, Lembaga Bantuan Hukum, Komnas Perlindungan Anak, dsb.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, merupakan lembaga negara yang
tersebut dalam konstitusi. DPR-RI merupakan dewan perwakilan yang didalam
keanggotaannya merupakan perwakilan dari berbagai partai politik yang ikut dalam
pemilihan umum legislatif. Kedudukan serta wewenangnya diatur dalam UndangUndang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan, antara lain :

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik;

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota


DPR, DPD dan DPRD;

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD;

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 01/ DPR RI/
2009-2010 tentang Tata Tertib.

Sehingga pada dasarnya DPR RI memiliki tiga fungsi utama yaitu: fungsi legislasi,
fungsi anggaran dan fungsi pengawasan:

Fungsi Legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang


kekuasaan membentuk undang-undang.

Fungsi Anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan


atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang

tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.


Fungsi Pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang dan APBN

Kemudian, lembaga negara selanjutnya adalah Dewan Perwakilan Daerah


Republik Indonesia (DPD-RI). DPD merupakan Lembaga Negara yang disebut dalam
Undang-Undang Dasar 1945 (hasil amandemen). Secara legal, keberadaan DPD
tercantum dalam UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan (Susduk)
MPR, DPR, DPD dan DPRD. Namun jarang disebutkan bahwa tugas, fungsi dan
wewenang DPD menurut UU Susduk tersebut hanyalah subordinat DPR. Padahal
munculnya ide kamar kedua bertumpu pada keinginan memberi ruang checks and
balances serta saling mengisi secara kreatif antara dua lembaga parlemen.
Pada dasarnya tugas dan wewenang DPD-RI diatur dalam Pasal 22 D UUD 1945
dan UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan MPR. DPR, DPD dan DPRD.
DPD-RI memiliki tiga fungsi utama diantaranya :

Fungsi Legislasi, tugas dan wewenangnya : Dapat mengajukan rancangan


undang-undang (RUU) kepada DPR dan Ikut membahas RUU. Bidang Terkait:
Otonomi daerah; Hubungan pusat dan daerah; Pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah; Pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi
lainnya; Perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Fungsi Pertimbangan, Memberikan pertimbangan kepada DPR.

Fungsi Pengawasan, Tugas dan wewenangnya adalah

Dapat melakukan

pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan menyampaikan hasil


pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan BPK. Bidang
Terkait : Otonomi daerah; Hubungan pusat dan daerah; Pembentukan dan
pemekaran, serta penggabungan daerah; Pengelolaan sumberdaya alam serta
sumberdaya ekonomi lainnya; Perimbangan keuangan pusat dan daerah;
Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN); Pajak,
pendidikan, dan agama.
3

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1

Kunjungan ke Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI).


Kunjungan pertama yang dilakukan adalah menuju kompleks parlemen di Senayan
yaitu ke Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Pihak DPD RI yang
memberikan informasi adalah Bapak Mahyu Darma, S.H, M.H selaku Kepala Bidang
Pemberitaan dan Media Visual. Pada penyampaian materinya, DPD RI merupakan
lembaga legislatif dalam sistem tata negara Republik Indonesia yang pertama kali
dibentuk pada tahun 2004 dimana setiap propinsi memiliki 4 (empat) orang wakil yang
dipilih secara langsung melalui pemilihan umum. Berdasarkan konstitusi, DPD
memiliki jumlah anggota tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. DPD
merupakan parlemen nasional yang mewakili daerah dan bersidang di ibu kota negara.
Dalam menjalankan tugasnya, DPD memiliki kantor di setiap provinsi dalam kerangka
menampung aspirasi masyarakat dan daerah.
Berdasarkan ketentuan dalam konstitusi (pasal 22D, UUD 1945) fungsi, tugas dan
wewenang DPD adalah :
1. DPD dapat mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR, berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
2. DPD ikut membahas Rancangan Undang-Undang dengan DPR.
3. DPD memberikan pertimbangan kepada DPR, pertimbangan atas rancangan
undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undangundang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. Serta memberikan
pendapat kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK.
4. DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang.
Dalam menjalankan tugasnya DPD RI memiliki alat kelengakapan sebagai berikut :
4

Pimpinan, merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif-kolegial.


Pimpinan terdiri satu orang ketua dan dua orang wakil ketua yang dipilih dari
dan oleh anggota dalam Sidang Paripurna.

Panitia Musyawarah (Panmus), merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat


tetap. Sebagai pimpinan Panmus adalah Pimpinan DPD RI, Panmus bertugas
merancang dan menetapkan program dan arah kebijakan DPD.

Komite 1 DPD membidangi otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah serta
antar-daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pemukiman
dan kependudukan pertahanan dan tata ruang; serta politik, hukum dan HAM.

Komite II DPD membidangi pertanian dan perkebunan; perhubungan; kelautan


dan perikanan; energi dan sumber daya mineral; kehutanan dan lingkungan
hidup; pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan daerah tertinggal; perindustrian
dan perdagangan; penanaman modal dan pekerjaan umum.

Komite III DPD membidangi pendidikan; agama; kebudayaan; kesehatan;


parawisata;

pemuda

dan olahraga;

kesejahteraan

sosial;

pembedayaan

perempuan dan ketenagakerjaan.

Komite IV DPD membidangi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN);


pajak; perimbangan keuangan pusat dan daerah; lembaga keuangan dan
koperasi; usaha mikro, kecil dan menengah.

Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) merupakan alat kelengkapan DPD


yang bersifat tetap, bertugas menyiapkan RUU inisiatif DPD yang akan
disampaikan kepada DPR.

Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) merupakan alat kelengkapan DPD yang
bersifat tetap yang bertugas membantu pimpinan dalam menentukan kebijakan
rumah tangga DPD, termasuk kesejahteraan anggota dan pegawai Sekretariat
Jenderal.

Badan Kehormatan (BK) merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap,
dan bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap
5

Anggota DPD. Selain itu BK bertugas juga untuk mengevaluasi dan


menyempurnakan peraturan DPD tentang tata tertib dan kode etik.

Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) merupakan alat kelengkapan DPD yang


bersifat tetap, yang bertugas melakukan penelaahan lanjutan terhadap temuan
hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPD.

Panitia Hubungan Antar Lembaga (PHAL) merupakan alat kelengkapan DPD


yang bertugas membina, mengembangkan dan meningkatkan hubungan
persahabatan dan kerja sama antara DPD dengan lembaga sejenis, lembaga
pemerintah, maupun non-pemerintah baik secara bilateral maupun multilateral.

Pimpinan Kelimpok DPD di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai


alat kelengkapan MPR adalah bagian integral dari DPD yang merupakan
pengelompokan Anggota sebagai Anggota MPR.
Selain alat kelengkapan DPD RI, tentunya DPD RI mempunyai anggota yang

bekerja untuk : berurusan dengna konstituen, konsultasi lobby groups dan organisasi di
masyarakat, perjalanan bertemu masyarakat, elektokrat ke daerah, sebagai wujud
representasi daerah di tingkat pusat, membawa pandangan konstituen ke Parlemen,
bekerja di parlemen sebagai bagian dari alat kelengkapan, membahas RUU, Issue
laporan dll, konsultasi dengan Presiden RI, DPR dan Mentri, mengikuti pertemuan
aliansi, menjadi jubir untuk kepentingan daerah dan memelihara hubungan dengan
parpol di daerah.
Dikarenakan lembaga negara yang baru, DPD sebagai lembaga legislatif yang
setara dengan DPR, masyarakat belum sepenuhnya mengetahui atau tahu peranan dan
kedudukan DPD tersebut dimana, oleh karena itu DPD RI juga mempunyai misi untuk
selalu melakukan sosialisasi DPD RI melalui berbagai terobosan kegiatan yang
terprogram tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Upaya tersebut
dilakukan agar masyarakat mampu ikut berpartisipasi dalam keputusan publik melalui
aspirasinya yang ditampung oleh DPD sebagai representasi masyarakat daerahnya
masing-masing.
Kemudian informan menjelaskan bahwasanya lembaga DPD-RI sebagai dari
bagian trias politica di Indonesia dianggap belum memiliki kekuatan untuk mengambil
sebuah keputusan dalam fungsi legislasi-nya, berbeda dengan DPR-RI yang memiliki
6

kekuatan untuk memutuskan sebuah keputusan. Sebab dalam tahap perundingan DPD
hanya diajak ikut serta dalam tahap awal, tidak hingga tahap pemutusan keputusan.
Sehingga atas dasar permasalahan tersebut akhirnya DPD-RI kemudian membentuk
Tim Litigasi DPD untuk melakukan uji materi atau pengujian perundang-undangan
kepada MK, terkait pasal 18 huruf g, pasal 20 ayat (1), pasal 21 ayat (1) dan ayat (3)
pasal 22 ayat (2) UU 12/2011 yang dianggap telah meniadakan kewenangan DPD untuk
dapat mengajukan RUU, baik di dalam maupun di luar Program Legislasi Nasional
(Prolegnas). Sehingga keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi yang merevisi UU
MD3/P3. Berdasarkan putusan MK tersebut, telah ditetapkan mekanisme baru dalam
penyusunan Prolegnas yaitu dilakukan bersama tiga lembaga yaitu DPR, Presiden dan
DPD (Tripartit). Dalam mekanisme ini, pembahasan Prolegnas di internal DPR
diselesaikan terlebih dahulu oleh fraksi-fraksi dan komisi-komisi DPR.
Dalam sesi terakhir diberikan waktu untuk sesi tanya jawab beberapa pertanyaan
dihimpun guna menambah wawasan atau pengetahuan kami, diantaranya : Bagaimana
optimalisasi DPD dalam pencapaian kinerjanya dan berapa persen efektivitas kinerjanya
tersebut? Lalu apakah ada aturan main serta proker untuk para calonnya? Terkait kasus
aceng fikri, apakah perlu ada syarat khusus untuk calon DPD kedepan? dengan
beragamnya background anggota DPD, apakah ada bentuk spesialisasi sesuai porsinya?
sebagai lembaga DPD yang netral, bagaimana tanggapan untuk para calon yang
mendukung salah satu capres?
Dari semua pertanyaan tersebut pihak DPD-RI yang diwakili oleh salah seorang
anggotanya menjelaskan duduk permasalahannya seperti berikut : Optimalisasi kinerja
para Anggota DPD-RI tentunya sangat efektif mengingat, para Anggota DPD-RI terjun
langsung

untuk

menghimpun

aspirasi

daerah

termasuk

masyarakatnya,

dan

anggapannya sudah optimal 100% dalam kinerja kerjanya. Selain itu untuk program
kerja, tentunya setiap para Anggota DPD terbagi kedalam beberapa komisi yang
didalamnya memiliki tugas pokok serta program kerjanya masing-masing. Terkait kasus
Aceng Fikri, Beliau berpendapat tentunya apabila Calon tersebut dianggap memberikan
contoh yang tidak baik, mengapa rakyat tetap memilih? apabila sudah ditetapkan
menjadi anggota DPD, tentunya jika terjadi bentuk pelanggaran dari anggotanya, sudah
ada Badan Kehormatan DPD-RI yang bertugas untuk menyelesaikan kasus terhadap
7

anggota DPD yang dianggap bermasalah atau mengalami pengaduan dari masyarakat.
Kemudian, terkait beragamnya profesi yang ada pada anggota DPD-RI tidak ada bentuk
spesialisasi sesuai dengan background dari para anggota atau calon DPD-RI sebab
nantinya para Anggota DPD-RI menyepakati tujuan atau arah dari program yang akan
dikerjakan bersama-sama. Terkait bagaimana tanggapan dari informan terhadap calon
anggota DPD yang mendukung capres, tentunya itu merupakan hak preogratif dari
seorang warga negara atau pemilih. Asalkan tidak meng-atas namakan lembaga negara
(DPD-RI)
2.2

Kunjungan ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI).


Kunjungan kedua diwilayah kompleks gedung Senayan terpusat pada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Pemberian informasi oleh informan adalah
seputar kedudukan DPR dalam sistem parlemen di Indonesia, bahwa DPR merupakan
lembaga Legislatif yang mempunyai wewenang untuk membentuk, merancang dan
menetapkan sebuah produk undang-undang. DPR dalam menjalankan tugasnya
membentuk alat kelengkapan DPR diantaranya yaitu:

Pimpinan DPR, merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif, terdiri
atas satu orang Ketua dan empat orang wakil ketua yang berasal dari partai politik
berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR. Ketua DPR ialah anggota
DPR yang berasal dari partai yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR.
Wakil ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai yang memperoleh
kursi terbanyak kedua, ketiga, keempat dan kelima. Inti dari tugas Pimpinan DPR
sendiri adalah untuk memimpin siding-sidang dan menyimpulkan hasil sidang
untuk diambil keputusannya serta mewakili DPR dalam berhubungan dengan
lembaga negara lainnya.

Badan Musyawarah, merupakan alat kelengkapan yang dibentuk DPR dan bersifat
tetap. Anggota Badan Musyawarah berjumlah paling banyak sepersepuluh dari
jumlah anggota DPR berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi
yang ditetapkan oleh rapat paripurna. Fungsinya adalah menetapkan agenda DPR
untuk satu tahun sidang, memberikan pendapat kepada pimpinan DPR dalam
8

menentukan garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang


DPR, meminta dan atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan DPR
yang lain ntuk memberikan keterangan atau penjelasan mengenai tugas masingmasing, serta menentukan penanganan suatu rancangan undang-undang atau
pelaksanaan tugas DPR lainnya oleh alat kelengkapan DPR.

Komisi, yaitu susunan dan keanggotan Komisi ditetapkan oleh DPR dalam Rapat
Paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
Komisi adalah pembagian tugas dari DPR sesuai dengan bidang-bidangnya serta
memiliki mitra kerja dengan badan di Pemerintahan. Di DPR-RI komisi-komisi
tersebut terbagi menjadi : Komisi I (Pertahanan, Luar Negeri, Informasi dan
Telekomunikasi), Komisi II (Pemerintahan Dalam Negeri, Otda, Aparatur Negara
dan Agraria), Komisi III (Hukum, Perundang-undangan, HAM dan Keamanan),
Komisi IV (Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan, Perikanan dan Pangan),
Komisi V (Perhubungan, Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat, Pembangunan
Pedesaan dan Kawasan Tertinggal), Komisi VI (Perdagangan, Perindustrian,
Investasi, Koperasi UKM, BUMN, Standarisasi Nasional), Komisi VII (Energi,
Sumber Daya Mineral, Riset dan Teknologi, Lingkungan Hidup), Komisi VIII
(Agama, Sosial dan Pembedayaan Perempuan), Komisi IX (Kependidikan,
Kesehatan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi), Komisi X (Pendidikan, Pemuda,
Olahraga, Pariwisata, Kesenian, Perfilman, Kebudayaan dan Perpustakaan), dan
yang terakhir Komisi XI (Keuangan, Perencanaan Pembangunan Nasional,
Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank).

Badan Legislasi, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang
bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi pada
permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota
Badan Legislasi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan
pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan
DPR dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu
kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu)
orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh
anggota Badan Legislasi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan
9

proporsional

dengan

memperhatikan

keterwakilan

perempuan

menurut

perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Tugas dari Baleg adalah menyusun
rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan dan prioritas
rancangan undang-undang beserta alasannya untuk satu masa keanggotaan dan
untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPR dengan mempertimbangkan
masukan dari DPD; mengoordinasi penyusunan program legislasi nasional antara
DPR dan Pemerintah; menyiapkan

rancangan undang-undang usul DPR

berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan; melakukan pembahasan,


pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara
khusus ditugaskan oleh Badan Musyawarah.

Badan Anggaran, yaitu alat kelengakapan DPR tetap yang memiliki Pimpinan yang
bersifat kolektif. Badan Anggaran bertugas untuk membahas bersama Pemerintah
yang diwakili oleh menteri untuk menentukan pokok-pokok kebijakan fiskal umum
dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian/lembaga
dalam menyusun usulan anggaran; menetapkan pendapatan negara bersama
Pemerintah dengan mengacu pada usulan komisi terkait; membahas rancangan
undang-undang tentang APBN bersama Presiden yang dapat diwakili oleh menteri
dengan mengacu pada keputusan rapat kerja komisi dan Pemerintah mengenai
alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan kementerian/lembaga;
melakukan sinkronisasi terhadap hasil pembahasan di komisi mengenai rencana
kerja dan anggaran kementerian/lembaga; membahas laporan realisasi dan
prognosis yang berkaitan dengan APBN; dan membahas pokok-pokok penjelasan
atas rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
Badan Anggaran anya membahas alokasi anggaran yang sudah diputuskan oleh
komisi. Anggota komisi dalam Badan Anggaran harus mengupayakan alokasi
anggaran yang diputuskan komisi dan menyampaikan hasil pelaksanaan tugas
kepada komisi.

Badan Urusan Rumah Tangga, ialah alat kelengkapan DPR yang dibentuk untuk
menunjang efektifitas kinerja DPR yang berfungsi sebagai : menetapkan kebijakan
kerumahtanggaan DPR; melakukan pengawasan terhadap Sekretariat Jenderal
dalam pelaksanaan kebijakan kerumahtanggaan DPR, termasuk pelaksanaan dan
pengelolaan anggaran DPR; melakukan koordinasi dengan alat kelengkapan DPD
10

dan alat kelengkapan MPR yang berhubungan dengan masalah kerumahtanggaan


DPR, DPD, dan MPR yang ditugaskan oleh pimpinan DPR berdasarkan hasil rapat
Badan Musyawarah; menyampaikan hasil keputusan dan kebijakan Badan Urusan
Rumah Tangga kepada setiap anggota.

Badan Kerja Sama Antar Parlemen, yang disingkat menjadi BKSAP dibentuk
sebagai alat kelengkapan DPR yang tetap berfungsi sebagai membina,
mengembangkan dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerjasama antara
DPR dan parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk
organisasi internasional yang menghimpun parlemen dan atau anggota parlemen
negara lain, menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu
DPR, mengkoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPR ke luar negeri
dan memberikan saran atau usul kepada Pimpinan DPR tentang masalah kerja
sama antar parlemen.

Badan Kehormatan, yaitu alat kelengkapan yang dibentuk guna mengatasi dan
melakukan penyidikan dan verifikasi atas pengaduan tehadap anggota karena :
tidak

melaksanakan

kewajiban,

tidak

dapat

melaksanakan

tugas

secara

berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut tanpa keterangan apapun, tidak menghadiri rapat paripurna atau rapat
alat kelengkapan DPR, tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sesuai
dengan perundang-undangan, melanggar ketentuan sesuai undang-undang.

Badan Akuntabilitas Keuangan Negara atau BAKN yang berfungsi sebagai


melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan
kepada DPR, menyampaikan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud kepada
komisi, menindak lanjuti pembahsan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaaan
BPK atas permintaan komisi dan memberikan masukan kepada BPK dalam hal
rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan serta penyajian dan
kualitas. Dalam melaksanakan tugasnya BAKN dapat meminta penjelasan dari
BPK, Pemerintah, pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lainnya, Bank Indonesia,
BUMN, BUMD atau lembaga dan badan lain yang mengelola keuangan negara.

Panitia Khusus atau Pansus, yaitu alat kelengkapan DPR yang bersifat sementara.
Jumlah anggotanya sebanyak 30 orang dari setiap fraksi. bertugas untuk tugas
11

tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna. Serta
bertanggung jawab kepada DPR.

Alat Kelengkapan Lain, yaitu DPR dapat membentuk Panitia atau Tim. Dalam
melaksanakan tugasnya Panitia Kerja atau Tim dapat mengadakan rapat dengar
pendapat dan rapat dengar pendapat umum. Dibuat untuk melakukan tugas tertentu
dalam jangka waktu tertentu pula.
Selanjutnya, DPR dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya mempunyai hak,

diantaranya adalah hak Interpelasi yang diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh
lima) orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi. Hak Interpelasi adalah
hak DPR untuk

meminta

keterangan

kepada

pemerintah

mengenai

kebijakan

pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. (Penjelasan Pasal 27A, UU no 22 tahun 2003).
Kemudian Hak Angket, adalah sebuah hak untuk melakukan penyelidikan yang
dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memutuskan bahwa pelaksanaan
suatu undang-undang dalam kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting,
strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sidang Paripurna DPR
dapat memutuskan menerima atau menolak usul hak angket dan bila menerima usul hak
angket kemudian DPR membentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi
DPR apabila ditolak maka usul tersebut tidak dapat diajukan kembali.

Dan Hak yang terakhir adalah Hak Menyatakan Pendapat adalah hak DPR sebagai
lembaga untuk menyatakan pendapat berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan
tentang kejadian luar biasa di tanah air atau situasi dunia internasional dengan cara
penyelesaiannya, misalnya dugaan korupsi, penyuapan. dan tindakan pidana lainnya.
Kemudian, informan di DPR juga menjelaskan bahwa Persidangan di DPR terbagi
menjadi dua yaitu Masa Persidangan dan Masa Reses. Masa Persidangan masa dimana
DPR melakukan kegiatan terutama didalam gedung DPR. Masa Reses adalah masa
dimana DPR melakukan kegiatan diluar Masa Sidang, terutama diluar gedung DPR
12

untuk melaksanakan kunjungan kerja, baik yang dilakukan oleh Anggota secara
perseorangan maupun secara berkelompok.
Selain masa reses dan masa sidang, di DPR-RI banyak sekali jenis rapat-rapat yang
biasa digelar atau diselenggarakan oleh anggota DPR-RI. Tercantuk dalam UU Tata
Tertib di Bab XVI Tata Cara Pelaksanaan Persidangan dan Rapat Bagian Ketiga
Paragraf 2, Jenis Rapat pada Pasal 220 diantaranya yaitu : Rapat Paripurna, Rapat
Paripurna Luar Biasa, Rapat Fraksi, Rapat Pimpinan DPR, Rapat Konsultasi, Rapat
Badan Musyawarah, Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi, Rapat Badan Legislasi,
Rapat Badan Anggaran, Rapat BURT, Rapat BKSAP, Rapat BAKN, Rapat Badan
Kehormatan, Rapat Panitia Khusus, Rapat Panitia Kerja atau Tim, Rapat Kerja, Rapat
dengar Pendapat dan Rapat dengar Pendapat Umum.
Dalam penyampaian informasi yang dilakukan oleh pihak DPR sendiri, informan
menjelaskan mengenai kedudukan DPR dengan DPD. Inti dari penyampaiannya adalah
menyebutkan bahwa putusan MK mengenai fungsi legislasi Dewan Perwakilan Daerah
pasca putusan Mahkamah Konstitusi tidak dibenarkan sebab, Mahkamah Konstitusi
tidak mempunyai wewenang dalam membuat undang-undang, klaim-nya yang berhak
menetapkan undang-undang itu berlaku atau tidak adalah DPR itu sendiri. Sehingga
Permohonan DPD RI Nomo 92/PUU-X/2012 perihal permohonan pengujian undangundang (uji materi) atas UU No. 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD
(UU MD3) dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan (UU P3) terhadap UUD 1945 yang telah di lakukan uji materi di Mahkamah
Konstitusi menghasilkan Putusan MK tersebut tidak sah atau dianggap tidak
berkekuatan hukum.
Di sesi terakhir pada saat kunjungan ke DPR-RI kemudian dibuka sesi tanya jawab
untuk mahasiswa Ilmu Pemerintahan. Dari beberapa rekan mahasiswa yang bertanya
seputar fungsi DPR dan DPD yang memiliki kesamaan fungsi legislasi, mengapa
prolegnas sering macet dan tidak berjalan, atau mengapa dalam pembuatan UU banyak
bertentangan satu dengan yang lainnya. Pihak dari DPR menjelaskan bahwasanya
fungsi legislasi DPR dan DPD tentunya memiliki batas kewenangan yang berbeda.
Meskipun ikut serta bersama-sama dalam pembuatan keputusan untuk rancangan
produk undang-undang yang akan dikeluarkan, sehingga tidak akan terjadi double
function. Selanjutnya, keterhambatan prolegnas atau undang-undang yang tidak
13

terselesaikan atau tertunda, umumnya disebabkan atas banyak serta rumitnya undangundang yang sedang dikaji.
Keterhambatan tersebut juga difaktori oleh kinerja DPR yang belum maksimal
terhadap hal yang substansial atau hal yang lebih utama, selain itu sering munculnya
kembali pertanyaan-pertanyaan pada saat pembahasan satu undang-undang sehingga
kemudian keterkaitan pertanyaan itu berdampak pada undang-undang lainnya. Selain
pertanyaan diatas, kemudian apakah pantas kepentingan parpol berada di lembaga
perwakilan rakyat? Pertanyaan ini kemudian dijawab, pada dasarnya kepentingan partai
politik adalah merupakan refleksi dari kepentingan rakyat, yang harus dihindari
bukanlah kepentingan partai politiknya, melaikan kepentingan elit partainya itu sendiri.

14

BAB 3
PENUTUP
3.1

Kesimpulan.
Kesimpulan yang dapat diambil dari serangkaian kegiatan kuliah lapangan ini
adalah sebagai berikut :
1.

Lembaga Negara yaitu DPR-RI dan DPD-RI berikut MPR-RI didalamnya


merupakan lembaga Legislatif yang berfungsi sebagai lembaga yang memiliki
kekuasaan membuat undang-undang.

2.

Terbentuknya DPD-RI setelah amandemen UUD 1945 merupakan implementasi


dari wujud demokrasi yang berusaha dijalankan di Indonesia guna untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaran Negara. Dan terkait
dengan konsep distribution of power atau trias politica Montesquieu.

3.

Tugas pokok, fungsi serta wewenang dari masing-masing lembaga yaitu DPR dan
DPD memiliki perbedaan yang jelas meskipun keduanya sama-sama memiliki
fungsi legislasi.

4.

Adanya perbedaan pandangan antara Lembaga DPR-RI dengan DPD-RI perihal


pengambilan keputusan untuk sebuah Undang-Undang atau penyusunan Prolegnas.
DPR mengklaim bahwasanya putusan hukum MK mengenai UU MD3 dianggap
tidak berlaku atau tidak sah sebab DPR yang harusnya menetapkan dikeluarkannya
Undang-Undang. Sementara Lembaga DPD tetap berusaha mengikuti putusan MK
yang mengeluarkan mekanisme baru terhadap penyusunan Prolegnas.

3.2

Saran.
1.

Sebagai Dewan Perwakilan, harusnya kedua lembaga tersebut lebih mementingkan


kepentingan bersama yaitu rakyat. Bukan kepentingan fraksi, partai ataupun
daerah-nya masing-masing.

2.

Perlunya perundingan secara bersama antara DPR dan DPD dalam pembahasan
putusan mahkamah konstitusi mengenai penyususunan Prolegnas atau kewenangan
DPD yang dianggap tidak memiliki kewenangan dalam putusan akhir produk UU.

3.

Peningkatan efektifitas kinerja dari para anggota DPR dalam penyelesaian


Prolegnas yang selalu tertunda, sehingga memunculkan biaya atau anggaran yang
besar dalam teknisnya, dapat ditekan atau diminimalisir.
15

Anda mungkin juga menyukai