Anda di halaman 1dari 46

Biologi Radiasi Dan Dosimetri

Disusun Oleh
Kelompok Tutorial 1 Blok BMS 4

Dita Amalia

160110140001

Muthmainna Iskandar

160110140002

Fitria Lesmana Putri

160110140003

Sheilla Fauzia Maretta

160110140004

Cahya Wulanda

160110140005

Piolina Wiwin Nurgalih

160110140006

Hanna Widyawati

160110140007

M. Rizki Wahyu R

160110140008

Shinta Dewi Nelyasari

160110140009

Ratu Ira Setyawati

160110140010

Annisa Ghea Faruchy

160110140011

Sianny Surya Putri

160110140012

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Biologi Radiasi Dan Dosimetri. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas pada tutorial kasus kedua di blok BMS 4.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari
bantuan pihak lain, untuk itu penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih
kepada Dosen pembimbing tutor yang telah membantu.
Penulis dengan rendah hati dan tangan terbuka menerima masukan, saran dan
usul penyempurnaan makalah ini terhadap isi makalah. Akhirnya, penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis
umumnya bagi seluruh pembaca.

Jatinangor, 19 September 2015

Penulis (Kelompok Tutorial 1)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB 1

ANALISIS KASUS...............................................................................1

1.1

Identifikasi Kasus......................................................................................1

1.2

Analisa Kasus............................................................................................2

BAB 2

PENDAHULUAN.................................................................................6

BAB 3......................................................................................................................8
PEMBAHASAN......................................................................................................8
3.1

Efek Sinar Radiasi.....................................................................................8

3.1.1
3.2

Efek Sinar Radiasi Secara Umum......................................................8

Interaksi Radiasi Sinar X...........................................................................9

3.2.1

Interaksi sinar-X dengan materi.........................................................9

3.2.2

Definisi istilah yang digunakan dalam X-ray interaksi......................9

3.2.3

Interaksi sinar X dengan tubuh........................................................12

3.3

Jenis Penyakit Akibat Efek Radiasi.........................................................16

3.3.1

Sindrom Radiasi Akut......................................................................16

3.3.2

Efek Radiasi Kronis.........................................................................20

3.4

Efek Yang Terjadi Pada Organ, Jaringan, Sel, Dan DNA Sel..................21

3.4.1

Efek radiasi pada sistem, organ atau jaringan:.................................21

3.4.2

Efek yang Terjadi pada Sel..............................................................22

3.5

Jaringan Yang Radiosensitif dan Nonradiosensitif..................................25

3.6

Perbedaan Kesensitifitasan Jaringan Terhadap Radisi............................26

3.6.1

Hukum Bergoine dan Tribondeau....................................................26

3.6.2

Urutan Sensitivitas Jaringan Terhadap Radiasi................................26

3.6.3

Klasifikasi Tumor Berdasarkan hukum Bergoine dan Tribondeau. .27

3.7

Klasifikasi Efek Secara Biologi..............................................................31

3.7.1

Klasifikasi efek radiasi.....................................................................31

3.8

Definisi Dosimetri...................................................................................34

3.9

Jenis Dosimetri........................................................................................35

3.10

Macam-Macam Perhitungan Dosis Radiasi............................................39

3.11

Menghitung Dosis yang Diterima Operator, Pasien serta Masyarakat dan

Lingkungan dari Pesawat SinarX....................................................................39


BAB 4....................................................................................................................43
4.1

Simpulan..................................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................44
LAMPIRAN...........................................................................................................45

BAB 1

BAB 2
ANALISIS KASUS

2.1

Identifikasi Kasus
-

Seorang mahasiswa berumur 22 tahun mendatangi instalasi radiologi

kedokteran gigi untuk melakukan foto periapikal gigi 46


Keterangan klinis terjadi karies profunda gigi 46
Setelah melakukan foto rontgen, pasien menerima gambaran gigi yang
jelas pada sebuah film

2.2

Analisa Kasus

BAB 3
PENDAHULUAN

Penggunaan

radiasi

dalam dunia

kedokteran

terus

menunjukkan

peningkatan dari waktu ke waktu. Dalam dunia kedokteran, radiasi menjadi salah
satu alat penunjang yang sangat penting, yang pemanfaatannya meliputi tindakantindakan radiodiagnosis, radioterapi, dan kedokteran nuklir. Ketiga jenis radiasi
tersebut mempunyai sumber radiasi yang spesifikasi fisiknya berbeda-beda
dengan faktor risiko yang berbeda-beda pula.
Untuk itu, semua pemakaian radiasi, baik untuk diagnosis, terapi, maupun
kedokteran nuklir, harus selalu melalui proses justifikasi dan optimasi agar pasien
mendapatkan keuntungan sebesar mungkin dengan risiko sekecil mungkin.
Pengkajian risiko akibat paparan radiasi biasanya didasarkan pada konsep dosis
efektif yang diterima oleh tubuh.
Interaksi berkas sinar/radiasi dengan tubuh selalu menghasilkan suatu
distribusi dosis dalam organ tubuh yang sangat sulit diukur secara langsung,
sehingga penyerapan energi langsung pada tubuh akan terlihat melalui efek-efek
biologis radiasi, baik secara langsung (dalam jam, hari, minggu) maupun tidak
langsung (dalam bulan atau tahun).
Tubuh manusia pada prinsipnya terdiri dari berjuta-juta sel. Sel manusia
terdiri atas 2 (dua) bagian besar, yakni inti (nukleus) dan plasma sel (sitoplasma).
Inti (nukleus) dilapisi oleh sebuah membran yang mempunyai pori-pori yang
memungkinkan terjadinya perpindahan bahan-bahan dari dalam inti sel ke plasma
atau sebaliknya. Lapisan yang membungkus inti ini dinamakan "nuclear
membrane", sedangkan pori-porinya dinamakan "nuclear pore". Lapisan tipis ini
juga memungkinkan perpindahan bahan-bahan dari satu sel ke sel lainnya.

Organ sel yang terdapat di dalam inti sel adalah nukleus dan kromosom.
Nukleus, yakni suatu organ dalam inti yang terlihat jelas di dalam sel. Peranannya
belum diketahui dengan pasti, namun dicurigai kemungkinan berperan dalam
pembedahan sel (mutasi). Sedangkan kromosom, adalah organ sel yang
mempunyai peranan penting bagi penyimpanan segala informasi yang
berhubungan dengan masalah keturunan atau karakteristik dasar manusia (bears of
hereditary information).
Dalam sel-sel tubuh manusia terdapat 23 pasang kromosom. Dari 23
pasangan kromosom, 22 pasangan di antaranya mempunyai bentuk umum yang
sama, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Sedang pasangan yang ke-23
mempunyai bentuk yang berbeda. Oleh sebab itu, satu pasangan yang berbeda ini
dinamakan kromosom seks (sex cromosome), sedangkan 22 pasangan kromosom
lainnya dinamakan outsome.
Setiap individu kromosom, baik outsome ataupun kromosom seks, pada
dasarnya terbentuk dari suatu rangkaian yang panjang sekali dari bahan kimiawi,
yang dinamakan sebagai molekul deoxyribose nucleid acid atau DNA. Ia
merupakan pemegang utama instruksi genetik atau informasi herediter dari sel-sel
tersebut. Bila dirinci lebih jauh, sebuah kromosom pada dasarnya terdiri atas
bagian-bagian yang lebih kecil yang dinamakan gen.

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1
4.1.1

Efek Sinar Radiasi


Efek Sinar Radiasi Secara Umum
Efek dari sinar radiasi tergantung dari target organ, dosis, juga keadaan

umum. Efek yang terjadi secara umum yaitu perubahan jaringan atau sel yang
terkena radiasi ionisasi dan terbentuknya peroksida yang merupakan racun dalam
jaringan atau sel dan terbentuknya ion bebas hidrogen yang akan menimbulkan
reaksi kimia pada jaringan atau sel.
Efek yang diberikan dapat bersifat singkat dan bersifat menahun. Terdapat
dua efek yang diberikat kepada tubuh

a. Efek kronis disebabkan oleh Pemaparan berulang atau pemaparan jangka


panjang oleh radiasi dosis rendah dari implan radioaktif atau sumber
eksternal.

Efek

yang

timbul:

terhentinya

menstruasi

(amenore),

berkurangnya kesuburan pada pria dan wanita, katarak dan berkurangnya


jumlah sel darah merah (anemia),sel darah putih (leukopenia dan trombosit
(trombositopenia). Dosis sangat tinggi pada bagian tubuh tertentu bisa
menyebabkan:

rambut rontok

kulit menipis dan terbentuknya luka terbuka (ulkus, borok)

kapalan dan spider nevi (daerah kemerahan seperti laba


laba akibat pelebaran pembuluh darah kecil di bawah
permukaan kulit).

b. Efek akut menghasilkan kerusakan sel parenkim akibat dosis yang besar
dari radiasi ionisasi. Contohnya : perubahan pada kulit termasuk eritrema,
desquamasi kering, desquamasi lembab dan pengelupasan kulit. Efek akut

radiasi terhadap tubuh mengakibatkan kerusakan berbagai organ yang


berbeda yaitu :
Sindrom sumsum tulang (hematopoietik)
Sindrom gastrointestinal
Sindrom cerebrovaskular
Efek lain setelah terpapar sinar radiasi selama menahun misalnya fungsi
ginjal bisa menurun, nyeri, pengecilan otot (atrofi) dan penimbunan kalsium di
dalam otot yang teriritasi, radiasi pada tumor paru bisa menyebabkan peradangan
paru (pneumonitis radiasi), jantung dan kantungnya bisa mengalami peradangan
setelah diberikan radiasi yang luas pada tulang dada dan dada.
Efek radiasi pada rongga mulut, di bagi dua yaitu efek radiasi langsung
yang terjadi paling dini dari benih gigi, berupa gangguan kalsifikasi benih gigi,
gangguan perkembangan benih gigi dan gangguan erupsi gigi. Efek kedua yaitu
efek radiasi tidak langsung, efek radiasi tidak langsung terjadi setelah
pembentukan gigi dan erupsi gigi normal berada dalam rongga mulut, kemudian
terkena radiasi ionisasi, maka akan terlihat kelainan gigi, misalnya karies radiasi.
4.2
4.2.1

Interaksi Radiasi Sinar X


Interaksi sinar-X dengan materi
Ketika X-ray menumbuk materi, seperti jaringan pasien, foton memiliki

empat kemungkin, ditunjukkan dalam gambar , foton mungkin:


Sepenuhnya tersebar tanpa kehilangan energi
Diserap dengan total kerugian energi
Tersebar dengan beberapa penyerapan dan hilangnya energi
Perubahan yang menyebar
4.2.2

Definisi istilah yang digunakan dalam X-ray interaksi

Hamburan - perubahan arah foton dengan atau tanpa kehilangan energi


Penyerapan - deposisi energi, yaitu penghapusan energi dari benda

Attenuation - pengurangan intensitasutama sinar X-ray yang disebabkan oleh


penyerapan dan penghamburan
lonization - penghapusan sebuah elektron dari atom netral, memproduksi ion
negatif (yang elektron) dan ion positif (sisa atom).

Radiasi apabila menumbuk suatu materi maka akan terjadi interaksi yang
akan menimbulkan berbagai efek. Efek-efek radiasi ini bergantung pada jenis
radiasi, energi dan juga bergantung pada jenis materi yang ditumbuk. Pada
umumnya radiasi dapat menyebabkan proses ionisasidan atau proses eksitasi
ketika melewati materi yang ditumbuknya.
1.

Ionisasi
Ionisasi bisa terjadi pada saat radiasi berinteraksi dengan atom materi yang

dilewatinya. Radiasi yang dapat menyebabkan terjadinya ionisasi disebut radiasi


pengion. Termasuk dalam katagori radiasi pengion ini adalah partikel alpha,
partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Pada saat menembus materi,
radiasi pengion dapat menumbuk elektron orbit sehingga elektron terlepas dari
atom. Akibatnya timbul pasangan ion positif dan ion negatif.
Menurut sifat kejadiannya, ionisasi dikelompokkan ke dalam ionisasilangsung dan ionisasi- tak-langsung. Ionisasi-langsung terjadi jika radiasi
7

menyebabkan ionisasi pada saat itu juga ketika berinteraksi dengan atom materi,
dan proses ini bisa disebabkan oleh partikel bermuatan listrik seperti alpha dan
beta. Berbeda dengan yang terjadi pada interaksi partikel bermuatan, interaksi
radiasi yang berupa gelombang elektromagnetik (sinar gamma atau sinar-X)
ataupun partikel yang tidak bermuatan listrik (neutron) tidak secara langsung
menimbulkan ionisasi. Partikel yang dihasilkan dalam interaksi yang pertama ini
kemudian menyebabkan terjadinya ionisasi. Proses seperti ini dikenal sebagai
ionisasi-tak-langsung.
2.

Eksitasi
Apabila radiasi yang berinteraksi dengan atom tidak cukup energinya

untuk menghasilkan ionisasi langsung, maka dapat mengakibatkan suatu elektron


orbit tertentu berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi, atau ke keadaan
tereksitasi. Energi eksitasi tersebut akan dilepaskan kembali dalam bentuk radiasi
elektromagnetis, pada saat elektron tersebut kembali ke orbit dengan tingkat
energi yang lebih rendah.

Gb. 2 Ionisasi & Eksitasi

4.2.3

Interaksi sinar X dengan tubuh


Tubuh terdiri dari berbagai macam organ seperti hati, ginjal, paru dan

lainnya. Setiap organ tubuh tersusun atas jaringan yang merupakan kumpulan sel
yang mempunyai fungsi dan struktur yang sama. Sel sebagai unit fungsional
terkecil dari tubuh dapat menjalankan fungsi hidup secara lengkap dan sempurna
seperti pembelahan, pernafasan, pertumbuhan dan lainnya. Sel terdiri dari dua
komponen utama, yaitu sitoplasma dan inti sel (nucleus). Sitoplasma mengandung
sejumlah organel sel yang berfungsi mengatur berbagai fungsi metabolisme
penting sel. Inti sel mengandung struktur biologic yang sangat kompleks yang
disebut

kromosom

yang

mempunyai

peranan

penting

sebagai

tempat

penyimpanan semua informasi genetika yang berhubungan dengan keturunan atau


karakteristik dasar manusia. Kromosom manusia yang berjumlah 23 pasang
mengandung ribuan gen yang merupakan suatu rantai pendek dari DNA
(Deooxyribonucleic acid) yang membawa suatu kode informasi tertentu dan
spesifik.
Interaksi antara radiasi dengan sel hidup merupakan proses yang
berlangsung secara bertahap. Proses ini diawali dengan tahap fisik dan diakhiri
dengan tahap biologik. Ada empat tahapan interaksi, yaitu :
1.

Tahap Fisik
Tahap Fisik berupa absorbsi energi radiasi pengion yang menyebabkan

terjadinya eksitasi dan ionisasi pada molekul atau atom penyusun bahan biologi.
Proses ini berlangsung sangat singkat dalam orde 10-16 detik. Karena sel sebagian
besar (70%) tersusun atas air, maka ionisasi awal yang terjadi di dalam sel adalah
terurainya molekul air menjadi ion positif H2O+ dan e- sebagai ion negatif.
Proses ionisasi ini dapat ditulis dengan :
H2O + radiasi pengion
2.

---->

H2O+ + e-

Tahap Fisikokimia

Tahap fisikokimia dimana atom atau molekul yang tereksitasi atau


terionisasi mengalami reaksi-reaksi sehingga terbentuk radikal bebas yang tidak
stabil. Tahap ini berlangsung dalam orde 10-6 detik. Karena sebagian besar tubuh
manusia tersusun atas air, maka peranan air sangat besar dalam menentukan hasil
akhir dalam tahap fisikokimia ini. Efek langsung radiasi pada molekul atau atom
penyusun tubuh selain air hanya memberikan sumbangan yang kecil bagi akibat
biologi akhir dibandingkan dengan efek tak langsungnya melalui media air
tersebut. Ion-ion yang terbentuk pada tahap pertama interaksi akan beraksi dengan
molekul air lainnya sehingga menghasilkan beberapa macam produk , diantaranya
radikal bebas yang sangat reaktif dan toksik melalui radiolisis air, yaitu OH- dan
H+. Reaksi kimia yang terjadi dalam tahap kedua interaksi ini adalah:
H2O+

----> H+ + OH-

H2O + e

------>

H2O-

H2O-

------> OH- + H+
Radikal bebas OH- dapat membentuk peroksida (H2O2 ) yang bersifat

oksidator kuat melalui reaksi berikut :


OH- + OH3.

-----> H2O2

Tahap Kimia Dan Biologi


Tahap kimia dan biologi yang berlangsung dalam beberapa detik dan

ditandai dengan terjadinya reaksi antara radikal bebas dan peroksida dengan
molekul organik sel serta inti sel yang terdiri atas kromosom. Reaksi ini akan
menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan terhadap molekul-molekul dalam
sel. Jenis kerusakannya bergantung pada jenis molekul yang bereaksi. Jika reaksi
itu terjadi dengan molekul protein, ikatan rantai panjang molekul akan putus
sehingga protein rusak. Molekul yang putus ini menjadi terbuka dan dapat
melakukan reaksi lainnya. Radikal bebas dan peroksida juga dapat merusak
struktur biokimia molekul enzim sehingga fungsi enzim terganggu. Kromosom

10

dan molekul DNA di dalamnya juga dapat dipengaruhi oleh radikal bebas dan
peroksida sehingga terjadi mutasi genetik.
4.

Tahap Biologis
Tahap biologis yang ditandai dengan terjadinya tanggapan biologis yang

bervariasi bergantung pada molekul penting mana yang bereaksi dengan radikal
bebas dan peroksida yang terjadi pada tahap ketiga. Proses ini berlangsung dalam
orde beberapa puluh menit hingga beberapa puluh tahun, bergantung pada tingkat
kerusakan sel yang terjadi. Beberapa akibat dapat muncul karena kerusakan sel,
seperti kematian sel secara langsung, pembelahan sel terhambat atau tertunda serta
terjadinya perubahan permanen pada sel anak setelah sel induknya membelah.
Kerusakan yang terjadi dapat meluas dari skala seluler ke jaringan, organ dan
dapat pula menyebabkan kematian.
Hanya dua interaksi yang penting dalam X-ray, berbagai energi yang digunakan
dalam kedokteran gigi:

Efek fotolistrik

Efek fotolistrik adalah penyerapan murni interaksi mendominasi dengan


rendah energi foton.
Ringkasan dari tahap di fotolistrik
1. foton sinar-X masuk berinteraksi dengan kulit terikat elektron dari atom
jaringan.
2. batin-shell elektron dikeluarkan dengan cukup energi (sekarang disebut
photoelectroria) ke dalam jaringan dan akan menjalani interaksi lebih
lanjut
3. foton sinar-X menghilang, semua energi disimpan; karena itu proses ini
merupakan salah satu penyerapan murni.
4. kekosongan yang sekarang ada di dalam shell elektron diisi oleh elektron
terluar-shell, menjatuhkan dari satu shell yang lain.
5. Ini kaskade elektron untuk energi baru.

11

6. Hasil tingkatan dalam emisi kelebihan energi dalam bentuk cahaya atau
panas.
7. Stabilitas atom akhirnya dicapai oleh penangkapan elektron bebas untuk
kembali ke atom yang netral.
8. energi tinggi dikeluarkan fotoelektron berperilaku seperti energi tinggi
sinar-X asli dari foton, mengalami banyak interaksi sama dan menyenggol
elektron lain melewati jaringan. Hal ini ini dikeluarkan elektron berenergi
tinggimyang bertanggung jawab untuk sebagian besar ionisasi dalam
interaksi jaringan, dan mungkin mengakibatkan kerusakan disebabkan

sinar-X.
Efek Compton
Efek ini adalah penyerapan dan hamburan. Prosesnya mendominasi

dengan energi foton yang lebih tinggi :


1. foton sinar-X masuk berinteraksi dengan atau longgar terikat outer-shell
elektron dari
1. atom jaringan.
2. outer-shell elektron dikeluarkan (sekarang disebut Compton elektron)
dengan beberapa energy dari foton yang masuk, yaitu ada beberapa
penyerapan.
3. Elektron dikeluarkan kemudian mengalami pengion lanjut
4. interaksi dalam jaringan (seperti sebelumnya).
2. Sisa dari foton masuk energi dibelokkan atau tersebar dari jalur asli
sebagai foton tersebar.
3. foton tersebar maka kemungkinan:
a. Menjalani lanjutan interaksi Compton dalam jaringan
b. Menjalani interaksi fotolistrik dalam jaringan
c. Melarikan diri dari jaringan inilah foton yang membentuk radiasi
pencar di lingkungan klinis.
4. Stabilitas atom sekali lagi dicapai oleh penangkapan elektron bebas lain.
4.3

Jenis Penyakit Akibat Efek Radiasi


Ketika seluruh tubuh menuru atau membatasi dosis radiasi, ada perubahan

karakteristik (disebut acute radiation syndrom) yang berkembang gambaran klinis


tubuh yang terlihat cukup berbeda dari yang tergambar ketika suatu volume kecil
sel tubuh hewan yang terlihat
12

4.3.1

Sindrom Radiasi Akut


Sindrom radiasi akut merupakan kumpulan dari tanda dan gejala yang

dialami seseorang setelah beberapa saat seluruh tubuh terpapar oleh radiasi.
Informasi mengenai sindrom ini berasal dari percobaan pada hewan dan paparan
manusia oleh radioterapi kesehatan, ledakan bom atom, dan kecelakaan radiasi.
Secara pribadi gejala klinik paparan radiasi tidak unik tetapi dapat diambil sebagai
kesimpulan, karena terdapat sejumlah pola yang nyata (tabei 2-1). Pembahasan
berikut menyinggung paparan seluruh tubuh pada suatu nilai dosis tinggi yang
relatif.
4.3.1.1 Tahap prodormal.
Terjadi pada beberapa menit sampai jam pertama setelah paparan radiasi
pada penyinaran seluruh tubuh sekitar 1,5 Gy, karakteristik gejala dari sistem
pencernaan dapat terjadi kerusakan. Setiap individu dapat timbul anorexia, mual,
muntah, diare, rasa lemah, letih, dan lelah. Sejumlah gejala awal disimpulkan
pada tahap prodormal dari sindrom radiasi akut. Penyebab tadi tidak dapat
dihilangkan tetapi meliputi sistem saraf otonom. Kehebatan dan waktu onset
mungkin dari tingkat prognosis yang signifikan karena terkait dengan dosis:
semakin tinggi dosis, semakin cepat onset dan besar hebatnya gejala.
4.3.1.2 Tahap laten.
Setelah prodormal ini beraksi terjadi tahap laten yang dapat dilihat dengan
jelas dimana selama tahap ini tidak ada tanda dan gejala terjadinya penyakit
radiasi. Tingkat dari tahap laten ini juga terkait dengan dosis. Tingkatan tersebut
berawal dari berjam-jam atau hari-hari pada paparan supralhetal (lebih dari kira
-kira 5 Gy) hinggga beberapa minggu saat paparan sublhetal (kurang dari 2 Gy).
Gejala-gejala yang mengikuti tahap laten dimana individu-individu tersebut
diradiasi dalam jangkauan lethal (kira-kira 2-5 Gy) atau jangkauan supralethal.
4.3.1.3 Sindrom hematopoietik
Penyinaran seluruh tubuh antara 2 sampai 7 Gy menyebabkan kerusakan
pada hematopoietik stem sel pada sumsum tulang dan limpa. Aktivitas mitosis

13

yang tinggi pada sel-sel tersebut dan adanya sel yang berdiferensiasi
menyebabkan sumsum tulang menjadi jaringan yang sangat peka terhadap
radioaktif (radiosensitive). Sebagai akibatnya dosis pada kisaran ini menyebabkan
penurunan yang sangat drastis pada besarnya sirkulasi granulocyt, platelet,
erytrosit. Mengingat bahwa sirkulasi pematangan granulocyt, platelet dan erytrosit
itu sendiri sangat peka terhadap radioaktif, maka mereka tidak dapat berreplikasi.
Kekurangan mereka pada darah tepi setelah penyinaran menyebabkan sel induk
menjadi relatif radiosensitif. Perubahan jumlah darah yang berbeda-beda tidak
dapat muncul pada saat yang bersamaan. Besarnya penurunan tingkat sirkulasi
suatu sel tergantung pada umur sel tersebut didaerah tepi. Granulocyt dengan
umur pendek pada sirkulasi, jumlahnya menurun drastis hanya dalam beberapa
hari, sedangkan sel darah merah dengan umur yang panjang dalam sirkulasi,
jumlahnya menurun dengan perlahan-lahan.
Konsekuensi klinik dari penekanan elemen-elemen sel ini menjadi jelas
sebagai penurunan tingkat sirkulasi. Oleh karena itu, kemudian diikuti dengan
anemia. Tanda klinis dari sindrom hematopoietik antara lain infeksi (bagian dari
lymphopenia dan granulocytopenia), hemorrhage (dari trombosit) dan anemia
(dari kekurangan erytrosit). Individu mungkin dapat bertahan terhadap penyinaran
pada kisaran tersebut apabila sumsum tulang dan limpa mengalami regenerasi
sebelum pasien mengalami kematian karena satu atau lebih komplikasi klinis.
Kemungkinan tingkat kematian yang rendah sesuai penyinaran pada akhir kisaran
yang rendah, tetapi sangat tinggi pada akhir kisaran yang tinggi. Kematian karena
sindrom hematopoietik, biasanya terjadi 10 sampai 30 hari setelah penyinaran.
Karena penyakit radang kronik pada mulut bersumber pada masuknya
mikroorganisme ke peredaran darah, peranan dokter gigi penting dalam
pencegahan kematian karena sindrom hematopoietik. Selanjutnya kerusakan
sedang, terjadi 7 sampai 10 hari sebelum perkembangan klinis yang berarti dari
leukopenia. Selama masa ini, dokter gigi seharusnya menghilangkan semua
infeksi di mulut. Penghilangan sumber infeksi, pemberian antibiotika yang tepat

14

dan transplantasi sumsum tulang dalam beberapa kasus dapat melindungi individu
dari sindrom radiasi akut.
4.3.1.4 Sindrom Gastrointestinal
Seluruh tubuh meliputi rata-rata 7 sampai 15 Gy yang dapat menyebabkan
kerusakan luas pada sistem GIT. Kerusakan ini, ditambah dengan kerusakan
hematopoietik seperti yang diterangkan di atas, menyebabkan tanda-tanda dan
gejala-gejala yang disebut sindrom gastrointestinal. Individu yang berada pada
keadaan ini kemungkinan dapat mengalami tahap prodromal beberapa jam setelah
terpapar. Biasanya tahap kedua terjadi setelah lima hari infeksi dimana tidak
terlihat gejala-gejala lagi (periode laten) dan penderita marasa baik. Pemaparan
tersebut, meskipun demikian, menyebabkan luka yang dianggap yang mengarah
pada pertumbuhan sel epitel basal yang cepat dari villi intestine dan menyebabkan
hilangnya mukosa saluran pencernaan. Waktu proliferasi dari sel-sel epitel saluran
pencernaan normalnya 3 sampai 5 hari. Karena adanya permukaan mukosa yang
hilang, maka plasma dan elektrolit-elektrolit akan hilang juga; penyerapan saluran
pencernaan yang efisien tidak bisa berlangsung. Dapat juga disertai ulserasi
dengan pendarahan dari intestine/saluran pencernaan. Semua perubahan ini
bertanggung jawab atas terjadinya diare, dehidrasi, dan berkurangnya berat badan
yang nyata. Bakteri endogen saluran pencernaan secara nyata menginfeksi
permukaan yang hilang, menyebabkan septicemia.
Level radiasi yang berperan dalam menyebabkan sindrom gastrointestinal
(lebih dari 7 Gy) lebih besar efeknya daripada menyebabkan sterilisasi
pembentukan jaringan darah, tetapi, kematian (akibat destruksi yang lebih cepat
dari regenerasi sel-sel baru di saluran pencernaan) muncul sebelum efek
keseluruhan dari radiasi pada system hematopoietik dapat terjadi. Saat
perkembangan kerusakan system gastrointestinal mencapai maksimum, efek
depresi pada sumsum tulang baru saja mulai termanifestasi. Setelah 24 jam,
jumlah limfosit yang beredar turun mencapai jumlah yang sangat sedikit dan
keadaan ini diikuti dengan penurunan jumlah granulosit dan kemudian platelets
(Gbr.2-12). Sebagai akibatnya adalah menurunnya kemampuan tubuh untuk

15

menandai dan mempertahankan diri melawan infeksi bakteri dan menurunnya


efektifitas mekanisme pembekuan darah. Efek yang terkombinasi pada system sel
induk ini menyebabkan kematian dalam waktu 2 minggu dari kombinasi factorfaktor yang meliputi hilangnya cairan dan elektrolit-elektrolit, infeksi, dan asupan
nutrisi yang kurang. Beberapa tentara yang berperang di Chernobyl, di Republik
Sosialis Soviet, Ukraina, meninggal karena sindrom gastrointestinal.
4.3.1.5 Sindrom Kardiovaskular dan Sistem Saraf Pusat
Paparan yang terjadi pada 50 Gy biasanya menyebabkan kematian dalam 1
hingga 2 hari. Beberapa orang yang telah terpapar pada level ini menunjukkan
kegagalan pada system peredaran darah dengan penurunan drastis pada tekanan
darah beberapa jam sebelum kematian. Otopsi menunjukkan adanya nekrosis otototot jantung. Korban juga terkadang menunjukkan intermittent stupor,
inkoordinasi, disorientasi, dan sugestif konvulsi dari kerusakan yang luas pada
system saraf pusat. Meskipun mekanisme yang tepat tidak seutuhnya diketahui,
gejala-gejala yang terakhir hampir seperti hasil dari radiasi yang menyebabkan
kerusakan pada neuron dan pembuluh darah otak. Sindrom ini bersifat irreversible
dan kondisi klinis hanya dapat bertahan beberapa menit pada 48 jam sebelum
menimbulkan kematian. Sindrom kardiovaskular dan system saraf pusat memiliki
penyebaran yang cepat dimana individu yang teradiasi meninggal sebelum efek
dari kerusakan pada sumsum tulang dan system saluran pencernaan dapat
berkembang.
Masalah-masalah klinis awal yang berpengaruh pada sejumlah bentuk
yang berbeda dari sindrom radiasi akut. Antibiotik merupakan indikasi saat
perawatan infeksi atau jumlah granulosit menurun. Penggantian cairan dan
elektrolit yang dibutuhkan tubuh sangat diperlukan. Tranfusi whole blood
diperlukan untuk perawatan anemia, dan keping-keping darah dapat didepositkan
untuk menahan trombositopenia. Cangkok sumsum tulang diindikasikan untuk
orang kembar identik, karena disana tidak akan terjadi penolakan oleh tubuh
penderita pencangkokan. Pasien juga menerima pencangkokan ketika terpapar 810 Gy untuk perawatan leukemia.

16

4.3.2

Efek Radiasi Kronis


Efek ini timbul beberapa bulan atau tahun setelah terkena radiasi. Efek ini

timbul akibat dosis radiasi yang tinggi atau dosis rendah yang kronis selama
bertahun-tahun terhadap seluruh atau sebagian tubuh. Ada 4 tipe yaitu:
4.3.2.1 Karsinogenesis
Kanker pada manusia karena radiasi dapat timbul setelah 5 tahun atau
lebih. Namun, sulit membedakan antara karena radiasi atau penyebab yang lain,
karena keadaan fisiknya tidak berbeda.
Contoh kanker karena radiasi antara lain:
(a) Beberapa pekerja industri-industri pembuatan jarum radium di
beberapa pabrik; (b) Pekerja tambang uranium; (c) Pekerja radiasi medis yang
ceroboh dalam pekerjaannya.
4.3.2.2 Nodola dan karsinoma tiroid
Terjadi setelah 20 tahun kemudian, akibat radiasi sinar-X yang harus
diterima dengan dosis terapeutik (1.2 - 60 Gray).
4.3.2.3 Katarogenesis
Dosis radiasi ionisasi yang mengenai tubuh sebesar 1 Gray (100 rad) atau
lebih dapat mendorong pembentukan katarak (opositas lensa mata). Hal ini
berakibat kebutaan.
4.3.2.4 Embriologi
Semua makhluk hidup sangat sensitif terhadap radiasi selama tahap
embrionik. Periode pembuahan, di mana embrio atau fetus terkena radiasi, dapat
menimbulkan kematian atau gangguan kongenital tertentu. Perkembangan
embrionik dalam kandungan dapat dibagi menjadi 3 tahap: Pertama, yaitu
preimplantasi dan implantasi yang dimulai sejak proses pembuahan yang terjadi
sampai umur 2 minggu. apabila terkena radiasi maka akan terjadi kematian pada
embrionik tersebut. Kedua, yaitu organosis pada masa kehamilan 2-7 minggu.
Efek yang mungkin timbul berupa malformasi tubuh dan kematian neonatal.

17

Ketiga, yaitu tahap fetus pada usia kehamilan 8-40 minggu. Efek yang mungkin
timbul berupa retardasi pertumbuhan dan retardasi mental. Risiko yang paling
berat adalah terjadinya leukemia pada masa anak-anak.
4.4
4.4.1

Efek Yang Terjadi Pada Organ, Jaringan, Sel, Dan DNA Sel
Efek radiasi pada sistem, organ atau jaringan:

4.4.1.1 Darah
Darah putih merupakan komponen seluler darah yang tercepat mengalami
perubahan akibat radiasi. Efek pada jaringan ini berupa penurunan jumlah sel.
Komponen seluler darah yang lain menyusun setelah sel darah putih. Sumsum
tulang yang mendapat dosis tidak terlalu tinggi masih dapat memproduksi sel-sel
darah merah, sedang pada dosis yang cukup tinggi akan terjadi kerusakan
permanen yang berakhir dengan kematian. Akibat penekanan aktivitas sumsum
tulang maka orang yang terkena radiasi akan menderita kecenderungan
pendarahan dan infeksi, anemia dan kekurangan hemoglobinefek stokastik pada
penyinaran sumsum tulang adalah leukemia dan kanker sel darah merah.
4.4.1.2 Saluran Pencernaan Makanan
Kerusakan pada saluran pencernaan makanan memberikan gejala mual,
muntah, gangguan pencernaan dan penyerapan makanan serta diare. kemudian
dapat timbul karena dehidrasi akibat muntah dan diare yang parah. Efek stokastik
yang dapat timbul berupa kanker pada epithel saluran pencernaan.
4.4.1.3 Organ Reproduksi
Bila dosis radiasi sangat ringan akan menimbulkan kemandulan
sementara, sedangkan bila dosis radiasinya sangat tinggi dapat menimbulkan
kemandulan permanen. Bila dosis radiasinya sangat kecil, maka menimbulkan
mutasi sel-sel gonade tetapi susah untuk diketahui efeknya karena akan berekek
pada 2-3 generasi selanjutnya yaitu berupa sifat yang lebih lamban atau lebih
agresif disbanding kakek dan neneknya.

18

4.4.1.4 Mata
Lensa mata peka terhadap radiasi, bila terkena radiasi akan mengalami
kelainan lensa mata berupa kebutaan atau katarak.
4.4.1.5 Kulit
Bila kulit terkena radiasi lebih dari 100rad maka folikel rambut akan rusak
dan juga rambut-rambut yang melekat pada kulit akan rontok.
4.4.1.6 Tulang
Bila jaringan tulang mendapatkan radiasi lebih dari 7.000rad maka akan
terjadi kehancuran dan hilangnya osteosit sehingga menimbulkan penyakit
osteoradionekrosis.
4.4.2

Efek yang Terjadi pada Sel


Satuan dasar dari jaringan biologis adalah sel. Interaksi antara radiasi

dengan sel hidup merupakan proses yang berlangsung secara bertahap. Proses ini
diawali dengan tahap fisik dan diakhiri dengan tahap biologik. Ada empat tahapan
interaksi, yaitu :
4.4.2.1

Tahap Fisik
Tahap Fisik berupa absorbsi energi radiasi pengion yang menyebabkan

terjadinya eksitasi dan ionisasi pada molekul atau atom penyusun bahan biologi.
Proses ionisasi ini dapat ditulis dengan :
H2O + radiasi pengion > H2O+ + e4.4.2.2 Tahap Fisikokimia
Tahap fisikokimia dimana atom atau molekul yang tereksitasi atau
terionisasi mengalami reaksi-reaksi sehingga terbentuk radikal bebas yang tidak
stabil. Menghasilkan beberapa macam produk , diantaranya radikal bebas yang
sangat reaktif dan toksik melalui radiolisis air, yaitu OH- dan H+

19

4.4.2.3 Tahap Kimia Dan Biologi


Tahap kimia dan biologi yang berlangsung dalam beberapa detik dan
ditandai dengan terjadinya reaksi antara radikal bebas dan peroksida dengan
molekul organik sel serta inti sel yang terdiri atas kromosom. Reaksi ini akan
menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan terhadap molekul-molekul dalam
sel.

4.4.2.4

Tahap Biologis
Tahap biologis yang ditandai dengan terjadinya tanggapan biologis yang

bervariasi bergantung pada molekul penting mana yang bereaksi dengan radikal
bebas dan peroksida yang terjadi pada tahap ketiga. Beberapa akibat dapat muncul
karena kerusakan sel, seperti kematian sel secara langsung, pembelahan sel
terhambat atau tertunda.
Dilihat dari interaksi biologi, maka efek radiasi dapat dibedakan atas :

a) Efek Genetik (non-somatik) atau efek pewarisan adalah efek yang


dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi.
b) Efek Somatik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang
terpapar radiasi. Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek
somatik sangat bervariasi, dapat dibedakan atas :
Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat
teramati pada individu dalam waktu singkat setelah individu
tersebut terpapar radiasi, seperti epilasi (rontoknya rambut),
eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel
darah. Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai
mingguan pasca iradiasi.
Efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah
waktu yang lama (bulanan/tahunan) setelah terpapar radiasi, seperti
katarak dan kanker.
20

4.4.2.5 Efek yang terjadi pada DNA


Asam nukleat berperan penting dalam menentukan fungsi seluler.
Hal ini jelas bahwa kerusakan pada molekul asam deoksiribonukleat
(DNA) adalah mekanisme utama untuk kematian akibat radiasi sel, mutasi,
dan karsinogenesis. Radiasi menghasilkan sejumlah jenis perubahan dalam
DNA, termasuk berikut ini :

Kerusakan dari salah satu atau kedua untai DNA

Terjadi cross untai DNA dalam heliks, untuk untai DNA lain, atau
protein

Perubahan atau kehilangan basis.

Gangguan ikatan hidrogen antara untai DNA

Jenis yang paling penting dari kerusakan adalah kerusakan untai


tunggal dan ganda. Kebanyakan kerusakan untai tunggal tidak
menimbulkan banyak konsekuensi biologis dapat diperbaiki menggunakan
untai kedua utuh sebagai template. Namun, kesalahan perbaikan untai
dapat mengakibatkan mutasi dan efek biologis konsekuen. Kerusakan
untai ganda terjadi ketika kedua untai molekul DNA yang rusak di lokasi
sclme atau dalam beberapa pasangan basa. Dalam hal ini perbaikan sangat
rumit oleh kurangnya template untai yang komplit dan kesalahan
perbaikan umum. Kerusakan untai ganda yang diyakini bertanggung jawab
untuk sebagian besar kerusakan sel dan karsinogenesis serta mutasi

4.5

Jaringan Yang Radiosensitif dan Nonradiosensitif


Radiosensitif adalah kerentanan relatif dari sel, jaringan, organ, organisme,

atau zat lain untuk tindakan yang merugikan dari radiasi. Telah ditemukan bahwa

21

sel radiosensitif berbanding lurus dengan laju pembelahan sel dan berbanding
terbalik dengan derajat diferensiasi sel sel radio-sensitif.
Jaringan Radiosensitivitas
Sel yang radiosensitif adalah sel yang mempunyai tingkat mitosis tinggi dan
aktif membelah , Semakin aktif jaringan dalam bereplikasi, semakin rentan
jaringan tersebut terhadap efek radiasi (kecuali limfosit dan oosit) .
1. Sel intermitosis vegetative adalah sel yang paling radiosensitive.
Contohnya, spermatogenik atau eritroblastik, dan sel basal pada membrane
mukosa oral.
2. Sel intermitosis yang berdiferensiasi adalah sel yang kurang radiosensitive.
Contohnya, enamel epitelium, sel hematopoietic, spermatosit, dan oosit.
3. Sel jaringan ikat multipotensial adalah sel yang tingkat radiosensitivitasnya
intermediet. Contohnya, sel endotel dari pembuluh darah, fibroblast, dan
sel mesenkim.
4. Reverting postmitotic sel adalah sel-sel yang biasanya radioresistan karena
mereka jarang membelah. Contohnya, sel acinar dan ductal dari kelenjar
saliva, pancreas, sel parenkim dari liver, ginjal, dan tiroid.
5. Fixed postmitotic sel adalah yang paling resistan terhadap radiasi.
contohnya, sel saraf, sel striatus otot, sel epitel gepeng yang dekat dengan
permukaan membrane mukosa oral, dan eritrosit
Contoh dari berbagai jaringan dan radiosensitivities relatif:
High Radiosensitivity : Organ limfoid, sumsum tulang, darah, testis,
ovarium, usus
Fairly High Radiosensitivity : Kulit dan organ lainnya dengan
lapisan sel epitel (kornea, rongga mulut, esofagus, rektum, kandung
kemih, vagina, serviks uterus, ureter)
Moderate Radiosensitivity : Lensa optik, perut, tumbuh tulang
rawan, pembuluh darah halus, tulang tumbuh
Fairly Low Radiosensitivity: Rawan matang atau tulang, kelenjar
ludah, organ pernapasan, ginjal, hati, pankreas, tiroid, adrenal, dan
kelenjar hipofisis
22

Low Radiosensitivity : Otot, otak, sumsum tulang belakang


4.6

Perbedaan Kesensitifitasan Jaringan Terhadap Radisi


Tingkat sensitivitas dari

jaringan

penyusun organ

terhadap radiasi

berbeda-beda, bergantung pada tingkat proliferasi (pembelahan) dan diferensiasi


(kematangan) sel yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat sensitivitas dari
organ terhadap pajanan radiasi.
Sensitivitas jaringan terhadap radiasi didasarkan pendapat Bergonie dan
Tribondeau yaitu sifat proliferasi ( memperbanyak diri dengan membelah) suatu
sel. Semakin aktif proliferasi suatu sel maka semakin sensitif terhadap radiasi.
4.6.1

Hukum Bergoine dan Tribondeau


The radiosensitivity of a tissue is directly proportional to its reproductive

capacity and inversely proportional to its degree of differentiation


Disimpulkan bahwa, semakin embrional sifatsuatu sel, semakin

sensitive

jaringan tersebut terhadap radiasi, Semakin aktif sel berproliferasi (perbanyak


diri) semakin sensitif terhadap radiasi, sel tumor/cancer lebih sensitif daripada
jaringan normal, semakin tua suatu jaringan, semakin resisten terhadap radiasi,
semakin rendah laju metabolisme suatu jaringan,resistensi terhadap radiasinya
semakin tinggi.
4.6.2

Urutan Sensitivitas Jaringan Terhadap Radiasi

1.

Sumsum tulang dan sistem hemopoitik

2.

Jaringan alat kelamin

3.

Jaringan alat pencernan

4.

Kulit

5.

Jaringan ikat

6.

Jaringan kelenjar

7.

Tulang
23

8.

Otot

9.

Jaringan saraf
Pada efek somatik yang ditimbulkan oleh radiasi pengionan terutama

terhadap kelainan pada tubuh yaitu :


1.
2.
3.
4.
5.

Kulit
Mata
Alat Kelamin
Paru-paru
Tulang

osteoporosis
6. Saraf
4.6.3
1.

: Timbul dermatitis akut


: Menimbulkan konjungtinitis dan keratitis
: Sterilisasi
: Menimbulkan batuk, sesak nafas, nyeri dada
: Memberikan gangguan pertumbuhan tulang

serta

: Timbul myelitis dan degenerasi jaringan otak

Klasifikasi Tumor Berdasarkan hukum Bergoine dan Tribondeau


Tumor ganas yang Radiosensitif
Tumor ganas yang mudah dihancurkan dosis penyinaran 3.000-

2.

4.000 Rad dalam3-4 minggu


Tumor ganas yang R Radioresponsif
Tumor ganas yang dapat dihancurkan, dosis penyinaran 4.000-

3.

5.000 rad dalam 4-5 minggu


Tumor ganas Radioresisten
Tumor ganas yang sukar untuk dihancurkan, walaupun dosis
penyinaran diatas 6.000 rad (melebihi dosis toleransi yang aman untuk
jaringan sehat di sekitarnya)

Berikut ini adalah efek radiasi pada sebagian organ tubuh akibat pajanan radiasi
eksterna (dari luar tubuh) yang terjadi secara akut.
o

Sistem pembentukan darah


Sumsum tulang adalah organ sasaran dari sistem pembentukan darah

karena pajanan radiasi dosis tinggi akan mengakibatkan kematian dalam waktu
beberapa minggu. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan jumlah sel
basal pada sumsum tulang secara tajam.Komponen sel darah terdiri dari sel darah
merah (eritrosit), sel darah putih (limfosit dan granulosit) dan sel keping darah
(trombosit).
24

Dosis sekitar 0,5 Gy pada sumsum tulang sudah dapat menyebabkan


penekanan proses pembentukan komponen sel darah sehingga jumlahnya
mengalami penurunan. Jumlah sel limfosit menurun dalam waktu beberapa jam
pasca pajanan radiasi, sedangkan jumlah granulosit dan trombosit juga menurun
tetapi dalam waktu yang lebih lama, beberapa hari atau minggu. Sementara
penurunan

jumlah

eritrosit

terjadi

lebih

lambat,

beberapa

minggu

kemudian.Penurunan jumlah sel limfosit absolut/total dapat digunakan untuk


memperkirakan tingkat keparahan yang mungkin diderita seseorang akibat
pajanan radiasi akut.
Pada dosis yang lebih tinggi, individu terpajan mengalami kematian
sebagai akibat dari infeksi karena menurunan jumlah sel darah putih (limfosit dan
granulosit) atau dari pendarahan yang tidak dapat dihentikan karena menurunnya
jumlah trombosit.Efek stokastik pada sumsum tulang adalah leukemia dan kanker
sel darah merah. Berdasarkan pengamatan pada para korban bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki, leukemia merupakan efek stokastik tertunda pertama
yang terjadi setelah pajanan radiasi seluruh tubuh dengan masa laten sekitar 2
tahun dengan puncaknya setelah 6 7 tahun.
o

Kulit
Efek deterministik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis.Pajanan

radiasi sekitar 2-3 Gy dapat menimbulkan efek kemerahan (eritema) sementara


yang timbul dalam waktu beberapa jam. Beberapa minggu kemudian, eritema
akan kembali muncul sebagai akibat dari hilangnya sel-sel basal pada epidermis.
Dosis sekitar 3 8 Gy menyebabkan terjadinya kerontokan rambut (epilasi) dan
pengelupasan kering (deskuamasi kering) dalam waktu 3 6 minggu setelah
pajanan radiasi. Pada dosis yang lebih tinggi, 12 20 Gy, akan mengakibatkan
terjadinya pengelupasan kulit disertai dengan pelepuhan dan bernanah (blister)
serta peradangan akibat infeksi pada lapisan dalam kulit (dermis) sekitar 4 6
minggu kemudian. Kematian jaringan (nekrosis) dalam waktu 10 minggu
pemajanan radiasi dengan dosis lebih besar dari 20 Gy, sebagai akibat dari

25

kerusakan yang parah pada pembuluh darah. Bila dosis yang di terima sekitar 50
Gy, nekrosis akan terjadi dalam waktu yang lebih singkat yaitu sekitar 3 minggu.
o

Mata
Mata terkena pajanan radiasi baik akibat dari radiasi lokal (akut atau

protraksi) maupun pajanan radiasi seluruh tubuh.Lensa mata merupakan bagian


dari struktur mata yang paling sensitif terhadap radiasi. Terjadinya kekeruhan atau
hilangnya sifat transparansi lensa mata sudah mulai dapat dideteksi setelah
pajanan radiasi yang relatif rendah yaitu sekitar 0,5 Gy dan bersifat akumulatif.
Dengan demikian tidak seperti efek deterministik pada organ lainnya, katarak
tidak akan terjadi beberapa saat setelah pajanan, tetapi setelah masa laten antara 6
bulan sampai 35 tahun, dengan rerata sekitar 3 tahun.
o

Organ reproduksi
Efek deterministik pada organ reproduksi atau gonad adalah sterilitas atau

kemandulan. Pajanan radiasi pada testis akan mengganggu proses pembentukan


sel sperma yang akhirnya akan mempengaruhi jumlah sel sperma yang akan
dihasilkan. Dosis radiasi 0,15 Gy merupakan dosis ambang terjadinya sterilitas
yang bersifat sementara karena sudah mengakibatkan terjadinya penurunan
jumlah sel sperma selama beberapa minggu. Sedangkan dosis ambang sterilitas
yang permanen berdasarkan ICRP 60 adalah 3,5 6 Gy. Semakin besar dosis yang
di terima testis, semakin banyak jumlah penurunan sel sperma dan semakin lama
waktu pulih kembali normal, selama belum mencapai dosis ambang kemandulan
permanen.
Pengaruh radiasi pada sel telur sangat bergantung pada usia. Semakin tua
usia, semakin sensitif terhadap radiasi karena semakin sedikit sel telur yang masih
tersisa dalam ovarium. Selain sterilitas, radiasi dapat menyebabkan menopuse dini
sebagai akibat dari gangguan hormonal sistem reproduksi. Dosis ambang sterilitas
menurut ICRP 60 adalah 2,5 6 Gy. Pada usia yang lebih muda (20-an), sterilitas
permanen terjadi pada dosis yang lebih tinggi yaitu mencapai 12 15 Gy.

26

Efek stokastik pada sel germinal lebih dikenal dengan efek pewarisan yang
terjadi karena mutasi pada gen atau kromosom sel pembawa keturunan (sel
sperma dan sel telur). Perubahan kode genetik akan diwariskan pada keturunan
individu terpajan. Penelitian pada hewan dan tumbuhan menunjukkan bahwa efek
yang terjadi bervariasi dari ringan hingga kehilangan fungsi atau kelainan
anatomik yang parah bahkan kematian prematur.
5. Paru
Paru dapat terkena pajanan radiasi secara eksterna dan interna.Efek
deterministik berupa pneumonitis biasanya mulai timbul setelah beberapa minggu
atau bulan.Efek utama adalah pneumonitis interstisial yang dapat diikuti dengan
terjadinya fibrosis sebagai akibat dari rusaknya sel sistim vaskularisasi kapiler dan
jaringan ikat, yang dapat berakhir dengan kematian.Kerusakan sel yang
mengakibatkan terjadinya peradangan akut paru ini biasanya terjadi pada dosis 5
15 Gy.Perkembangan tingkat kerusakan sangat bergantung pada volume paru
yang terkena radiasi dan laju dosis.Hal ini juga dapat terjadi setelah inhalasi
partikel radioaktif dengan aktivitas tinggi dan waktu paro pendek.
Efek stokastik berupa kanker paru.Keadaan ini banyak dijumpai pada para
penambang uranium.Selama melakukan aktivitasnya, para pekerja menginhalasi
gas Radon-222 secara berkesinambungan sebagai hasil luruh dari uranium. Di
dalam paru, radon selama proses peluruhannya sampai mencapai bentuk stabil
yaitu timbal, akan melepaskan partikel alpa yang sangat berbahaya sebagai
sumber pajanan radiasi interna.
o

Sistem Pencernaan
Bagian dari sistim ini yang paling sensitif terhadap radiasi adalah usus

halus.Kerusakan pada saluran pencernaan menimbulkan gejala mual, muntah,


diare, dan gangguan sistem pencernaan dan penyerapan makanan.Dosis radiasi
yang tinggi dapat mengakibatkan kematian karena dehidrasi akibat muntah dan
diare yang parah. Efek stokastik yang timbul berupa kanker pada epitel saluran
pencernaan
27

4.7

Klasifikasi Efek Secara Biologi


Kerusakan sel akan mempengaruhi fungsi jaringan atau organ bila jumlah

sel yang mati/rusak dalam jaringan/organ tersebut cukup banyak. Semakin banyak
sel yang rusak/mati, semakin parah gangguan fungsi organ yang dapat berakhir
dengan hilangnya kemampuan untuk menjalankan fungsinya dengan baik.
Perubahan fungsi sel atau kematian dari sejumlah sel menghasilkan suatu efek
biologi dari radiasi yang bergantung antara lain pada jenis radiasi (LET), dosis,
jenis sel dan lainnya.
4.7.1

Klasifikasi efek radiasi


Pada tubuh manusia, secara umum terdapat dua jenis sel yaitu sel genetik

dan sel somatik. Sel genetik adalah sel oogonium (calon sel telur) pada perempuan
dan sel spermatogonium (calon sel sperma) pada laki-laki. Sedangkan sel somatik
adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Bila dilihat dari jenis sel, maka efek
radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek genetik adalah
efek radiasi yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan
radiasi, sehingga disebut pula sebagai efek pewarisan. Bila efek radiasi dirasakan
oleh individu yang terpapar radiasi maka disebut efek somatik.
Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat
bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda. Efek
segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada individu
terpapar dalam waktu singkat (harian sampai mingguan) setelah pemaparan,
seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan
penurunan jumlah sel darah. Sedangkan efek tertunda merupakan efek radiasi
yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan- tahunan) setelah terkena
paparan radiasi, seperti katarak dan kanker.
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek
radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik
yang sebelumnya dikenal dengan efek non-stokastik, merupakan konsekuensi dari
proses kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan

28

terpapar. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh
tubuh maupun lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas
dosis ambang (threshold dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah
terpapar. Tingkat keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis yang
diterima lebih besar dari dosis ambang. Pada dosis lebih rendah dan mendekati
dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik adalah nol. Sedangkan
di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.
Tetapi sebenarnya, tidak ada batasan dosis ambang untuk dapat
menimbulkan perubahan pada sistem biologik. Serendah apapun dosis radiasi
selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan perubahan pada sistem biologik
baik pada tingkat molekul maupun seluler. Dengan demikian radiasi dapat pula
tidak membunuh sel tetapi meubah sel dengan fungsi yang berbeda. Sel yang
mengalami modifikasi atau sel terubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari
sistim kekebalan tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini.
Bila sel yang mengalami perubahan ini adalah sel genetik maka sifat-sifat
sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek
genetik atau efek pewarisan. Apabila sel terubah ini adalah sel somatik maka selsel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari
bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi
jaringan ganas atau kanker.

29

Paparan radiasi dosis rendah dapat meningkatkan risiko kanker yang


secara statistik dapat dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara serta
merta terkait dengan paparan individu. Semua efek yang terjadi akibat terjadinya
proses modifikasi atau transformasi pada sel dan terdeteksi secara statistik ini
disebut efek stokastik karena sifatnya yang acak. Dengan demikian, pada efek
stokastik ini, tidak ada dosis ambang dan akan muncul setelah masa laten yang
lama. Peluang terjadinya efek stokastik lebih besar pada dosis yang lebih tinggi,
namun keparahannya tidak bergantung pada dosis.

Perubahan atau kerusakan pada materi genetik dapat pula terjadi akibat
radiasi pada sitoplasma sel bahkan pada sel yang berada di sekitar atau berdekatan
30

dengan sel yang terpapar radiasi secara langsung. Efek biologi yang timbul pada
sel yang tidak dilintas radiasi secara langsung tetapi berada berdekatan dengan sel
yang secara langsung dilintas radiasi pengion disebut sebagai efek bystander.
Penggunaan single particle microbeam, memungkinkan sebuah sel tertentu untuk
diirradiasi dan efek biologi yang terjadi pada sel disekitarnya dapat diamati.
Penelitian dengan transfer medium dari sel yang diirradiasi ke sel yang tidak
diirradiasi telah menunjukkan bahwa sel yang diirradiasi mensekresikan suatu
molekul/sinyal perusak dan mentransfernya ke sel terdekat (bystander) melalui
komunikasi antar sel, gap junction. Efek bystander yang timbul berupa kematian
sel, aberasi kromosom, mutasi dan transformasi onkogenik.

4.8

Definisi Dosimetri
Gejala radioaktivitas tidak dapat langsung diamati dengan panca indera

manusia. Untuk dapat mengadakan pengukuran radioaktivitas diperlukan detektor


yang dapat berinteraksi secara cukup efisien dengan sinar radioaktif yang
digunakan.

31

Menurut Brian L. Justus (2000: 1): radiation dosimetry is a field of


radiation detection devoted to the quantitative measurement of the physical
changes that occur in matter upon exposure to ionizing radiation.
Pengukuran radiasi dan penyelidikan efek radiasi membutuhkan
spesifikasi berbagai medan radiasi pada titik-titik yang memiliki efek
radioaktivitas. Radiasi dosimetri berkaitan dengan metode kuantitatif penentuan
energi yang tersimpan dalam media yang diberikan langsung atau tidak langsung
oleh radiasi pengion. (E.B. Podgorsak, 2005: 45).
Dosimeter radiasi adalah perangkat, instrumen atau sistem yang mengukur
atau mengevaluasi, baik secara langsung atau tidak langsung, paparan jumlah,
dosis serap atau dosis setara; atau mereka waktu derivatif (tingkat) atau jumlah
radiasi pengion yang terkait.
4.9

Jenis Dosimetri
Menurut Wisnu Susetyo (1988:48-55) jenis detektor dibagi menjadi tiga

golongan yaitu :
a). Detektor Isian Gas
Detektor ini memanfaatkan hasil interaksi antara radiasi pengion dengan
gas yang dipakai sebagai detektor. Lintasan radiasi pengion di dalam bahan
detektor dapat mengakibatkan terlepasnya elektron-elektron dari atom bahan itu
sehingga terbentuk pasangan ion positif dan ion negatif. Bahan detektornya
berupa gas maka detektor radiasi ini disebut detektor ionisasi gas.
b). Detektor Sintilator
Detektor jenis ini menggunakan dasar efek sintilasi (kelipan) apabila
bahan sintilator dikenai suatu radiasi nuklir. Proses ini terutama disebabkan oleh
proses eksitasi yang diikuti oleh dieksitasi

32

c). Detektor semi-konduktor


Detektor semikonduktor pada dasarnya yaitu sebuah diode besar berupa PN atau P.I.N. yang diberi tegangan lebih negatif terhadap katoda (Surantoro,
2009:26).
Prinsip kerja detektor Semikonduktor pada umumnya adalah ionisasi
bahan/medium pada semikonduktor, membentuk pasangan lubang dan elektron.
Dengan menggunakan bahan/medium yaitu zat padat, germanium dan silicon.
Energi yang diperlukan untuk membentuk elektron adalah 3,5 eV, medium udara
sebesar 35 eV. Bentuk detektornya kecil dan resolusi energinya lebih baik, cocok
untuk digunakan sebagai spektrometri. (BAPETEN,2006,17).
Menurut Brian L. Justus (2000:3-16) jenis dosimeter antara lain :
a). Thermoluminescense Dosimetry (TDL)
Dosimeter termoluminosense adalah dosimeter yang digunakan paling
luas dalam berbagai teknik pengukuran radiasi dan lebih efektif dari segi biaya
dibandingkan dosimeter lainnya (Brian L. Justus, 2006: 3). Pemrosesan dilakukan
dengan memanaskan kristal TLD sampai temperatur tertentu, kemudian
mendeteksi percikan-percikan cahaya yang dipancarkannya. Alat yang digunakan
untuk memproses dosimeter ini adalah TLD reader. Termoluminesensi dosimetri
juga banyak digunakan dalam pengobatan untuk menentukan eksposur pasien
sebagai akibat dari diagnostik prosedur sinar X dan pengobatan radioterapi
kanker.
Menurut Brian L. Justus (2006: 3) diungkapakan bahwa dosis kisaran untuk
aplikasi TDL secara kasar yaitu 0,1-1 mgy untuk aplikasi dosimetri pribadi, 1-100
mgy untuk diagnosis klinis X-ray, dan 1-10 Gy untuk aplikasi radioterapi
medis. Berdasarkan beberapa keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
TDL memiliki spesifikasi khusus untuk masing-masing sumber paparan radiasi.

33

b). Ionization Dosimetry


Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan
ion-ion positif dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion yang dihasilkan
sebanding dengan energi radiasi dan berbanding terbalik dengan daya ionisasi gas.
Prinsip kerja dosimeter ionisasi selain yang diungkapkan di atas sejalan dengan
pernyataan Brian L. Justus (2006: 6) prinsip kerja kamar ionisasi didasarkan pada
pembentukan dan pengumpulan pasangan ion yang dihasilkan dari interaksi
partikel energetik yang melalui kamar gas dan medan listrik. Dari pernyataan
tersebut dapat disimpulkan bahwa prinsip kerja kamar ionisasi berdasarkan
formasi dari kumpulan pasangan electron yang dihasilkan dari energi partikel
bermuatan.

c). Film Dosimetry

34

Pada film dosimetry seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.7 memiliki
prinsip kerja yaitu dengan penghitaman/densitas film. Emulsi AgBr yang
digunakan sebagai detektornya apabila terkena radiasi akan terurai menjadi ion
Ag+ dan ion Br- dan setelah melalui tahapan proses pengambangan dan
pemantapan akan terjadi bayangan laten pada film. Tingkat kehitaman film
sebanding dengan jumlah dosis radiasi.

d). Track-Etch Dosimeters


Detektor Solid-state memanfaatkan kerusakan yang terjadi dalam bahan
dielektrik yang memancarkan muatan partikel pengion. Energi disimpan dalam
material sepanjang lintasan yang ditentukan oleh lintasan partikel pengion.
Kerusakan itu terwujud sebagai lubang yang berkembang pada permukaan
material pada etching bychemical dan teknik elektrokimia.
e). Bubble Dosimetry
Dosimeter Bubble dibuat menggunakan gel polimer transparan yang
elastis sebagai tempat matriks seperti yang ditujukkan dalam Gambar 1.8. Gel
polimer ini mendukung penyebaran tetesan cairan superheated dalam skala
nanometer, contoh untuk cairan superheated ini adalah freon. Tumbukan neutron
pada gel polimer menghasilkan proton dengan arah berkebalikan dalam proses
hamburan elastis, diikuti oleh pengendapan energi proton sepanjang trek (Brian L.
Justus; 2000).

35

f). Electronic Personal Dosimeters


Electronic personal dosimeter (EPD) adalah perangkat aktif yang
menggunakan teknologi detektor dioda silikon untuk menyediakan pengukuran
dosis radiasi real-time. Dalam beberapa tahun terakhir EPD menjadi lebih disukai
dibanding TDL karena EPD dapat memberikan pengukuran real-time dosis total
dan laju dosis dengan sensitifitas yang lebih baik dari TDL. (Brian L. Justus;
2000).

4.10 Macam-Macam Perhitungan Dosis Radiasi


4.11 Menghitung Dosis yang Diterima Operator, Pasien serta Masyarakat
dan Lingkungan dari Pesawat SinarX

36

Batas Dosis Tahunan


Pasien
Tidak ada batas dosis yg tetap, pemeriksaan radiografi yg melibatkan pasien
terbagi menjadi 4 sub grup :
1. Pemeriksaan langsung dihubungkan dengan penyakit
harus didasarkan pada :
a
b

indikasi yg tepat
hasil yg dapat mempengaruhi diagnosis dan perawatan

2. Pemeriksaan sistematis (pemeriksaan kesehatan berkala)


Informasi yang didapatkan haruslah penting bagi kesehatan pasien
3. Pemeriksaan untuk pekerjaan, persyaratan kesehatan atau keperluan asuransi
a
b
c

Manfaat utamanya bagi pihak ke-3.


Sang pasien mendapat manfaat secara tidak langsung.
Dilakukan oleh praktisi medis/dental dan telah mendapatkan persetujuan
pasien yang bersangkutan.

4. Pemeriksaan untuk penelitian medis


a
b

Rancangan penelitian harus disetujui oleh kelompok ahli yang


terpercaya
Semua naracoba sepenuhnya mengerti akan kemungkinan resiko dan
memberikan persetujuannya.

Classified workers
Non-classified workers
Masyarakat umum

Batas Dosis Lama

Batas

50 mSv
15 mSv
5 mSv

(IRR99)
20 mSv
6 mSv
1 mSv

Pekerja di Bidang Radiasi


1 Classified workers
a Menerima paparan radiasi tingkat tinggi saat bekerja

37

Dosis

Baru

b
2
a
b

Wajib melakukan personal monitoring dan pemeriksaan kesehatan


tahunan.
Non-classified workers
Menerima paparan radiasi tingkat rendah saat bekerja
Batas dosis tahunan adalah 3/10 dari batas dosis classified workers

Non-Classified Workers
a Personal monitoring disarankan jika beban resiko menunjukkan bahwa
dosis individual dapat melebihi 1 mSv per tahun.
b Pemeriksaan kesehatan tahunan tidak diperlukan.
Langkah Utama Pembatasan Dosis
a
b
c
d

Jarak dari sumber radiasi


Penggunaan peralatan yang aman (the 2001 Guidance Notes)
Teknik radiografi
Monitoring

Masyarakat Umum
Masyarakat umum memiliki resiko terkena sinar primer, jadi pertimbangan khusus
harus dilakukan pada:
a Posisi peralatan x-ray
b Ketebalan/material dinding pemisah
c Saran RPA (lihat regulasi tahun 1999) tentang penempatan semua
peralatan x-ray, rancangan ruang operasi dan penempatan tanda bahaya
radiasi.
Metode Utama Untuk Memonitor dan Mengukur Dosis Radiasi
a Badge film (A)
b Thermoluminescent dosemeters (TLD):
c Badge (B)
d Extremity monitor (D)
e Ionization chambers (C)

38

39

BAB 5
PENUTUP
5.1

Simpulan
Menurut International Commision Radiation Protection (ICRP-60) untuk

orang dewasa sehat, dosis yang menyebabkan kematian pada 50% populasi yang
terpajan radiasi seluruh tubuh dalam waktu 60 hari (Lethal Dose 50/60) berkisar
antara 2,5-5 Gray (2500-5000 rad), dengan dosis rerata sekitar 3,5 Gray (3500
rad). Dengan demikian, seseorang diharapkan tidak akan mengalami kematian
setelah terpajan radiasi seluruh tubuh dengan dosis di bawah 1 Gray (1000 rad)
selama individu tersebut tidak dalam kondisi sakit sebelum terkena pajanan
radiasi.
Bila dosis yang diterima antara 6-10 Gray, kebanyakan individu akan
mengalami kematian, kecuali bila segera mendapat penanganan medis yang tepat
untuk mencegah terjadinya infeksi dan perdarahan. Di atas 10 Gray, kematian
akan terjadi meskipun telah dilakukan usaha seperti transplantasi sumsum tulang
dari donor yang sesuai.
Agar efek biologis akibat radiasi tidak terjadi, atau bila harus terjadi di
bawah dosis ambang, dalam pelaksanaan diperlukan prosedur penggunaan
untuk menjamin terhindarnya dari pajanan radiasi .

40

DAFTAR PUSTAKA

Effect on Tissues. 2014. (Online). Available: http://inpp.ohiou.edu. Di akses: 19


September2014
Gabriel,

F.

1996.

Fisika

Kedokteran.

Jakarta:

EGC.

(Online).Available:http://books.google.com. Di akses: 19 September 2015


Karyadi, Didit. https://didot4com.wordpress.com/2011/02/28/dosinometer/. Di
akses: 19 September 2015
Langland, Olaf E. et al. 2002. Principal Of Dental Imaging.Philadelpia:Lippincott
Williams & Wilkins. (Online).Available:http://books.google.com. Di akses: 19
September 2015
Obrien, richarcd c. 1982. Dental radiography : an introduction for dental
hygienists and assistants.
Tissue

Radiation

Biology

Lecture.

2014.

(Online).

Available:

http://medicine.missouri.edu. Di akses : 19 September 2015


Whaites, E. 2003. Essentials of Dental Radiography and Radiology. Churchill
Livingstone:USA
White, stuart c, and pharaoh, Michael j. 2000. Oral radiology principles and
interpretation. Edisi ke-5. China : mosby

41

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai