Disusun Oleh
Kelompok Tutorial 1 Blok BMS 4
Dita Amalia
160110140001
Muthmainna Iskandar
160110140002
160110140003
160110140004
Cahya Wulanda
160110140005
160110140006
Hanna Widyawati
160110140007
M. Rizki Wahyu R
160110140008
160110140009
160110140010
160110140011
160110140012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Biologi Radiasi Dan Dosimetri. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas pada tutorial kasus kedua di blok BMS 4.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari
bantuan pihak lain, untuk itu penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih
kepada Dosen pembimbing tutor yang telah membantu.
Penulis dengan rendah hati dan tangan terbuka menerima masukan, saran dan
usul penyempurnaan makalah ini terhadap isi makalah. Akhirnya, penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis
umumnya bagi seluruh pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB 1
ANALISIS KASUS...............................................................................1
1.1
Identifikasi Kasus......................................................................................1
1.2
Analisa Kasus............................................................................................2
BAB 2
PENDAHULUAN.................................................................................6
BAB 3......................................................................................................................8
PEMBAHASAN......................................................................................................8
3.1
3.1.1
3.2
3.2.1
3.2.2
3.2.3
3.3
3.3.1
3.3.2
3.4
Efek Yang Terjadi Pada Organ, Jaringan, Sel, Dan DNA Sel..................21
3.4.1
3.4.2
3.5
3.6
3.6.1
3.6.2
3.6.3
3.7
3.7.1
3.8
Definisi Dosimetri...................................................................................34
3.9
Jenis Dosimetri........................................................................................35
3.10
3.11
Simpulan..................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................44
LAMPIRAN...........................................................................................................45
BAB 1
BAB 2
ANALISIS KASUS
2.1
Identifikasi Kasus
-
2.2
Analisa Kasus
BAB 3
PENDAHULUAN
Penggunaan
radiasi
dalam dunia
kedokteran
terus
menunjukkan
peningkatan dari waktu ke waktu. Dalam dunia kedokteran, radiasi menjadi salah
satu alat penunjang yang sangat penting, yang pemanfaatannya meliputi tindakantindakan radiodiagnosis, radioterapi, dan kedokteran nuklir. Ketiga jenis radiasi
tersebut mempunyai sumber radiasi yang spesifikasi fisiknya berbeda-beda
dengan faktor risiko yang berbeda-beda pula.
Untuk itu, semua pemakaian radiasi, baik untuk diagnosis, terapi, maupun
kedokteran nuklir, harus selalu melalui proses justifikasi dan optimasi agar pasien
mendapatkan keuntungan sebesar mungkin dengan risiko sekecil mungkin.
Pengkajian risiko akibat paparan radiasi biasanya didasarkan pada konsep dosis
efektif yang diterima oleh tubuh.
Interaksi berkas sinar/radiasi dengan tubuh selalu menghasilkan suatu
distribusi dosis dalam organ tubuh yang sangat sulit diukur secara langsung,
sehingga penyerapan energi langsung pada tubuh akan terlihat melalui efek-efek
biologis radiasi, baik secara langsung (dalam jam, hari, minggu) maupun tidak
langsung (dalam bulan atau tahun).
Tubuh manusia pada prinsipnya terdiri dari berjuta-juta sel. Sel manusia
terdiri atas 2 (dua) bagian besar, yakni inti (nukleus) dan plasma sel (sitoplasma).
Inti (nukleus) dilapisi oleh sebuah membran yang mempunyai pori-pori yang
memungkinkan terjadinya perpindahan bahan-bahan dari dalam inti sel ke plasma
atau sebaliknya. Lapisan yang membungkus inti ini dinamakan "nuclear
membrane", sedangkan pori-porinya dinamakan "nuclear pore". Lapisan tipis ini
juga memungkinkan perpindahan bahan-bahan dari satu sel ke sel lainnya.
Organ sel yang terdapat di dalam inti sel adalah nukleus dan kromosom.
Nukleus, yakni suatu organ dalam inti yang terlihat jelas di dalam sel. Peranannya
belum diketahui dengan pasti, namun dicurigai kemungkinan berperan dalam
pembedahan sel (mutasi). Sedangkan kromosom, adalah organ sel yang
mempunyai peranan penting bagi penyimpanan segala informasi yang
berhubungan dengan masalah keturunan atau karakteristik dasar manusia (bears of
hereditary information).
Dalam sel-sel tubuh manusia terdapat 23 pasang kromosom. Dari 23
pasangan kromosom, 22 pasangan di antaranya mempunyai bentuk umum yang
sama, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Sedang pasangan yang ke-23
mempunyai bentuk yang berbeda. Oleh sebab itu, satu pasangan yang berbeda ini
dinamakan kromosom seks (sex cromosome), sedangkan 22 pasangan kromosom
lainnya dinamakan outsome.
Setiap individu kromosom, baik outsome ataupun kromosom seks, pada
dasarnya terbentuk dari suatu rangkaian yang panjang sekali dari bahan kimiawi,
yang dinamakan sebagai molekul deoxyribose nucleid acid atau DNA. Ia
merupakan pemegang utama instruksi genetik atau informasi herediter dari sel-sel
tersebut. Bila dirinci lebih jauh, sebuah kromosom pada dasarnya terdiri atas
bagian-bagian yang lebih kecil yang dinamakan gen.
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1
4.1.1
umum. Efek yang terjadi secara umum yaitu perubahan jaringan atau sel yang
terkena radiasi ionisasi dan terbentuknya peroksida yang merupakan racun dalam
jaringan atau sel dan terbentuknya ion bebas hidrogen yang akan menimbulkan
reaksi kimia pada jaringan atau sel.
Efek yang diberikan dapat bersifat singkat dan bersifat menahun. Terdapat
dua efek yang diberikat kepada tubuh
Efek
yang
timbul:
terhentinya
menstruasi
(amenore),
rambut rontok
b. Efek akut menghasilkan kerusakan sel parenkim akibat dosis yang besar
dari radiasi ionisasi. Contohnya : perubahan pada kulit termasuk eritrema,
desquamasi kering, desquamasi lembab dan pengelupasan kulit. Efek akut
Radiasi apabila menumbuk suatu materi maka akan terjadi interaksi yang
akan menimbulkan berbagai efek. Efek-efek radiasi ini bergantung pada jenis
radiasi, energi dan juga bergantung pada jenis materi yang ditumbuk. Pada
umumnya radiasi dapat menyebabkan proses ionisasidan atau proses eksitasi
ketika melewati materi yang ditumbuknya.
1.
Ionisasi
Ionisasi bisa terjadi pada saat radiasi berinteraksi dengan atom materi yang
menyebabkan ionisasi pada saat itu juga ketika berinteraksi dengan atom materi,
dan proses ini bisa disebabkan oleh partikel bermuatan listrik seperti alpha dan
beta. Berbeda dengan yang terjadi pada interaksi partikel bermuatan, interaksi
radiasi yang berupa gelombang elektromagnetik (sinar gamma atau sinar-X)
ataupun partikel yang tidak bermuatan listrik (neutron) tidak secara langsung
menimbulkan ionisasi. Partikel yang dihasilkan dalam interaksi yang pertama ini
kemudian menyebabkan terjadinya ionisasi. Proses seperti ini dikenal sebagai
ionisasi-tak-langsung.
2.
Eksitasi
Apabila radiasi yang berinteraksi dengan atom tidak cukup energinya
4.2.3
lainnya. Setiap organ tubuh tersusun atas jaringan yang merupakan kumpulan sel
yang mempunyai fungsi dan struktur yang sama. Sel sebagai unit fungsional
terkecil dari tubuh dapat menjalankan fungsi hidup secara lengkap dan sempurna
seperti pembelahan, pernafasan, pertumbuhan dan lainnya. Sel terdiri dari dua
komponen utama, yaitu sitoplasma dan inti sel (nucleus). Sitoplasma mengandung
sejumlah organel sel yang berfungsi mengatur berbagai fungsi metabolisme
penting sel. Inti sel mengandung struktur biologic yang sangat kompleks yang
disebut
kromosom
yang
mempunyai
peranan
penting
sebagai
tempat
Tahap Fisik
Tahap Fisik berupa absorbsi energi radiasi pengion yang menyebabkan
terjadinya eksitasi dan ionisasi pada molekul atau atom penyusun bahan biologi.
Proses ini berlangsung sangat singkat dalam orde 10-16 detik. Karena sel sebagian
besar (70%) tersusun atas air, maka ionisasi awal yang terjadi di dalam sel adalah
terurainya molekul air menjadi ion positif H2O+ dan e- sebagai ion negatif.
Proses ionisasi ini dapat ditulis dengan :
H2O + radiasi pengion
2.
---->
H2O+ + e-
Tahap Fisikokimia
----> H+ + OH-
H2O + e
------>
H2O-
H2O-
------> OH- + H+
Radikal bebas OH- dapat membentuk peroksida (H2O2 ) yang bersifat
-----> H2O2
ditandai dengan terjadinya reaksi antara radikal bebas dan peroksida dengan
molekul organik sel serta inti sel yang terdiri atas kromosom. Reaksi ini akan
menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan terhadap molekul-molekul dalam
sel. Jenis kerusakannya bergantung pada jenis molekul yang bereaksi. Jika reaksi
itu terjadi dengan molekul protein, ikatan rantai panjang molekul akan putus
sehingga protein rusak. Molekul yang putus ini menjadi terbuka dan dapat
melakukan reaksi lainnya. Radikal bebas dan peroksida juga dapat merusak
struktur biokimia molekul enzim sehingga fungsi enzim terganggu. Kromosom
10
dan molekul DNA di dalamnya juga dapat dipengaruhi oleh radikal bebas dan
peroksida sehingga terjadi mutasi genetik.
4.
Tahap Biologis
Tahap biologis yang ditandai dengan terjadinya tanggapan biologis yang
bervariasi bergantung pada molekul penting mana yang bereaksi dengan radikal
bebas dan peroksida yang terjadi pada tahap ketiga. Proses ini berlangsung dalam
orde beberapa puluh menit hingga beberapa puluh tahun, bergantung pada tingkat
kerusakan sel yang terjadi. Beberapa akibat dapat muncul karena kerusakan sel,
seperti kematian sel secara langsung, pembelahan sel terhambat atau tertunda serta
terjadinya perubahan permanen pada sel anak setelah sel induknya membelah.
Kerusakan yang terjadi dapat meluas dari skala seluler ke jaringan, organ dan
dapat pula menyebabkan kematian.
Hanya dua interaksi yang penting dalam X-ray, berbagai energi yang digunakan
dalam kedokteran gigi:
Efek fotolistrik
11
6. Hasil tingkatan dalam emisi kelebihan energi dalam bentuk cahaya atau
panas.
7. Stabilitas atom akhirnya dicapai oleh penangkapan elektron bebas untuk
kembali ke atom yang netral.
8. energi tinggi dikeluarkan fotoelektron berperilaku seperti energi tinggi
sinar-X asli dari foton, mengalami banyak interaksi sama dan menyenggol
elektron lain melewati jaringan. Hal ini ini dikeluarkan elektron berenergi
tinggimyang bertanggung jawab untuk sebagian besar ionisasi dalam
interaksi jaringan, dan mungkin mengakibatkan kerusakan disebabkan
sinar-X.
Efek Compton
Efek ini adalah penyerapan dan hamburan. Prosesnya mendominasi
4.3.1
dialami seseorang setelah beberapa saat seluruh tubuh terpapar oleh radiasi.
Informasi mengenai sindrom ini berasal dari percobaan pada hewan dan paparan
manusia oleh radioterapi kesehatan, ledakan bom atom, dan kecelakaan radiasi.
Secara pribadi gejala klinik paparan radiasi tidak unik tetapi dapat diambil sebagai
kesimpulan, karena terdapat sejumlah pola yang nyata (tabei 2-1). Pembahasan
berikut menyinggung paparan seluruh tubuh pada suatu nilai dosis tinggi yang
relatif.
4.3.1.1 Tahap prodormal.
Terjadi pada beberapa menit sampai jam pertama setelah paparan radiasi
pada penyinaran seluruh tubuh sekitar 1,5 Gy, karakteristik gejala dari sistem
pencernaan dapat terjadi kerusakan. Setiap individu dapat timbul anorexia, mual,
muntah, diare, rasa lemah, letih, dan lelah. Sejumlah gejala awal disimpulkan
pada tahap prodormal dari sindrom radiasi akut. Penyebab tadi tidak dapat
dihilangkan tetapi meliputi sistem saraf otonom. Kehebatan dan waktu onset
mungkin dari tingkat prognosis yang signifikan karena terkait dengan dosis:
semakin tinggi dosis, semakin cepat onset dan besar hebatnya gejala.
4.3.1.2 Tahap laten.
Setelah prodormal ini beraksi terjadi tahap laten yang dapat dilihat dengan
jelas dimana selama tahap ini tidak ada tanda dan gejala terjadinya penyakit
radiasi. Tingkat dari tahap laten ini juga terkait dengan dosis. Tingkatan tersebut
berawal dari berjam-jam atau hari-hari pada paparan supralhetal (lebih dari kira
-kira 5 Gy) hinggga beberapa minggu saat paparan sublhetal (kurang dari 2 Gy).
Gejala-gejala yang mengikuti tahap laten dimana individu-individu tersebut
diradiasi dalam jangkauan lethal (kira-kira 2-5 Gy) atau jangkauan supralethal.
4.3.1.3 Sindrom hematopoietik
Penyinaran seluruh tubuh antara 2 sampai 7 Gy menyebabkan kerusakan
pada hematopoietik stem sel pada sumsum tulang dan limpa. Aktivitas mitosis
13
yang tinggi pada sel-sel tersebut dan adanya sel yang berdiferensiasi
menyebabkan sumsum tulang menjadi jaringan yang sangat peka terhadap
radioaktif (radiosensitive). Sebagai akibatnya dosis pada kisaran ini menyebabkan
penurunan yang sangat drastis pada besarnya sirkulasi granulocyt, platelet,
erytrosit. Mengingat bahwa sirkulasi pematangan granulocyt, platelet dan erytrosit
itu sendiri sangat peka terhadap radioaktif, maka mereka tidak dapat berreplikasi.
Kekurangan mereka pada darah tepi setelah penyinaran menyebabkan sel induk
menjadi relatif radiosensitif. Perubahan jumlah darah yang berbeda-beda tidak
dapat muncul pada saat yang bersamaan. Besarnya penurunan tingkat sirkulasi
suatu sel tergantung pada umur sel tersebut didaerah tepi. Granulocyt dengan
umur pendek pada sirkulasi, jumlahnya menurun drastis hanya dalam beberapa
hari, sedangkan sel darah merah dengan umur yang panjang dalam sirkulasi,
jumlahnya menurun dengan perlahan-lahan.
Konsekuensi klinik dari penekanan elemen-elemen sel ini menjadi jelas
sebagai penurunan tingkat sirkulasi. Oleh karena itu, kemudian diikuti dengan
anemia. Tanda klinis dari sindrom hematopoietik antara lain infeksi (bagian dari
lymphopenia dan granulocytopenia), hemorrhage (dari trombosit) dan anemia
(dari kekurangan erytrosit). Individu mungkin dapat bertahan terhadap penyinaran
pada kisaran tersebut apabila sumsum tulang dan limpa mengalami regenerasi
sebelum pasien mengalami kematian karena satu atau lebih komplikasi klinis.
Kemungkinan tingkat kematian yang rendah sesuai penyinaran pada akhir kisaran
yang rendah, tetapi sangat tinggi pada akhir kisaran yang tinggi. Kematian karena
sindrom hematopoietik, biasanya terjadi 10 sampai 30 hari setelah penyinaran.
Karena penyakit radang kronik pada mulut bersumber pada masuknya
mikroorganisme ke peredaran darah, peranan dokter gigi penting dalam
pencegahan kematian karena sindrom hematopoietik. Selanjutnya kerusakan
sedang, terjadi 7 sampai 10 hari sebelum perkembangan klinis yang berarti dari
leukopenia. Selama masa ini, dokter gigi seharusnya menghilangkan semua
infeksi di mulut. Penghilangan sumber infeksi, pemberian antibiotika yang tepat
14
dan transplantasi sumsum tulang dalam beberapa kasus dapat melindungi individu
dari sindrom radiasi akut.
4.3.1.4 Sindrom Gastrointestinal
Seluruh tubuh meliputi rata-rata 7 sampai 15 Gy yang dapat menyebabkan
kerusakan luas pada sistem GIT. Kerusakan ini, ditambah dengan kerusakan
hematopoietik seperti yang diterangkan di atas, menyebabkan tanda-tanda dan
gejala-gejala yang disebut sindrom gastrointestinal. Individu yang berada pada
keadaan ini kemungkinan dapat mengalami tahap prodromal beberapa jam setelah
terpapar. Biasanya tahap kedua terjadi setelah lima hari infeksi dimana tidak
terlihat gejala-gejala lagi (periode laten) dan penderita marasa baik. Pemaparan
tersebut, meskipun demikian, menyebabkan luka yang dianggap yang mengarah
pada pertumbuhan sel epitel basal yang cepat dari villi intestine dan menyebabkan
hilangnya mukosa saluran pencernaan. Waktu proliferasi dari sel-sel epitel saluran
pencernaan normalnya 3 sampai 5 hari. Karena adanya permukaan mukosa yang
hilang, maka plasma dan elektrolit-elektrolit akan hilang juga; penyerapan saluran
pencernaan yang efisien tidak bisa berlangsung. Dapat juga disertai ulserasi
dengan pendarahan dari intestine/saluran pencernaan. Semua perubahan ini
bertanggung jawab atas terjadinya diare, dehidrasi, dan berkurangnya berat badan
yang nyata. Bakteri endogen saluran pencernaan secara nyata menginfeksi
permukaan yang hilang, menyebabkan septicemia.
Level radiasi yang berperan dalam menyebabkan sindrom gastrointestinal
(lebih dari 7 Gy) lebih besar efeknya daripada menyebabkan sterilisasi
pembentukan jaringan darah, tetapi, kematian (akibat destruksi yang lebih cepat
dari regenerasi sel-sel baru di saluran pencernaan) muncul sebelum efek
keseluruhan dari radiasi pada system hematopoietik dapat terjadi. Saat
perkembangan kerusakan system gastrointestinal mencapai maksimum, efek
depresi pada sumsum tulang baru saja mulai termanifestasi. Setelah 24 jam,
jumlah limfosit yang beredar turun mencapai jumlah yang sangat sedikit dan
keadaan ini diikuti dengan penurunan jumlah granulosit dan kemudian platelets
(Gbr.2-12). Sebagai akibatnya adalah menurunnya kemampuan tubuh untuk
15
16
4.3.2
timbul akibat dosis radiasi yang tinggi atau dosis rendah yang kronis selama
bertahun-tahun terhadap seluruh atau sebagian tubuh. Ada 4 tipe yaitu:
4.3.2.1 Karsinogenesis
Kanker pada manusia karena radiasi dapat timbul setelah 5 tahun atau
lebih. Namun, sulit membedakan antara karena radiasi atau penyebab yang lain,
karena keadaan fisiknya tidak berbeda.
Contoh kanker karena radiasi antara lain:
(a) Beberapa pekerja industri-industri pembuatan jarum radium di
beberapa pabrik; (b) Pekerja tambang uranium; (c) Pekerja radiasi medis yang
ceroboh dalam pekerjaannya.
4.3.2.2 Nodola dan karsinoma tiroid
Terjadi setelah 20 tahun kemudian, akibat radiasi sinar-X yang harus
diterima dengan dosis terapeutik (1.2 - 60 Gray).
4.3.2.3 Katarogenesis
Dosis radiasi ionisasi yang mengenai tubuh sebesar 1 Gray (100 rad) atau
lebih dapat mendorong pembentukan katarak (opositas lensa mata). Hal ini
berakibat kebutaan.
4.3.2.4 Embriologi
Semua makhluk hidup sangat sensitif terhadap radiasi selama tahap
embrionik. Periode pembuahan, di mana embrio atau fetus terkena radiasi, dapat
menimbulkan kematian atau gangguan kongenital tertentu. Perkembangan
embrionik dalam kandungan dapat dibagi menjadi 3 tahap: Pertama, yaitu
preimplantasi dan implantasi yang dimulai sejak proses pembuahan yang terjadi
sampai umur 2 minggu. apabila terkena radiasi maka akan terjadi kematian pada
embrionik tersebut. Kedua, yaitu organosis pada masa kehamilan 2-7 minggu.
Efek yang mungkin timbul berupa malformasi tubuh dan kematian neonatal.
17
Ketiga, yaitu tahap fetus pada usia kehamilan 8-40 minggu. Efek yang mungkin
timbul berupa retardasi pertumbuhan dan retardasi mental. Risiko yang paling
berat adalah terjadinya leukemia pada masa anak-anak.
4.4
4.4.1
Efek Yang Terjadi Pada Organ, Jaringan, Sel, Dan DNA Sel
Efek radiasi pada sistem, organ atau jaringan:
4.4.1.1 Darah
Darah putih merupakan komponen seluler darah yang tercepat mengalami
perubahan akibat radiasi. Efek pada jaringan ini berupa penurunan jumlah sel.
Komponen seluler darah yang lain menyusun setelah sel darah putih. Sumsum
tulang yang mendapat dosis tidak terlalu tinggi masih dapat memproduksi sel-sel
darah merah, sedang pada dosis yang cukup tinggi akan terjadi kerusakan
permanen yang berakhir dengan kematian. Akibat penekanan aktivitas sumsum
tulang maka orang yang terkena radiasi akan menderita kecenderungan
pendarahan dan infeksi, anemia dan kekurangan hemoglobinefek stokastik pada
penyinaran sumsum tulang adalah leukemia dan kanker sel darah merah.
4.4.1.2 Saluran Pencernaan Makanan
Kerusakan pada saluran pencernaan makanan memberikan gejala mual,
muntah, gangguan pencernaan dan penyerapan makanan serta diare. kemudian
dapat timbul karena dehidrasi akibat muntah dan diare yang parah. Efek stokastik
yang dapat timbul berupa kanker pada epithel saluran pencernaan.
4.4.1.3 Organ Reproduksi
Bila dosis radiasi sangat ringan akan menimbulkan kemandulan
sementara, sedangkan bila dosis radiasinya sangat tinggi dapat menimbulkan
kemandulan permanen. Bila dosis radiasinya sangat kecil, maka menimbulkan
mutasi sel-sel gonade tetapi susah untuk diketahui efeknya karena akan berekek
pada 2-3 generasi selanjutnya yaitu berupa sifat yang lebih lamban atau lebih
agresif disbanding kakek dan neneknya.
18
4.4.1.4 Mata
Lensa mata peka terhadap radiasi, bila terkena radiasi akan mengalami
kelainan lensa mata berupa kebutaan atau katarak.
4.4.1.5 Kulit
Bila kulit terkena radiasi lebih dari 100rad maka folikel rambut akan rusak
dan juga rambut-rambut yang melekat pada kulit akan rontok.
4.4.1.6 Tulang
Bila jaringan tulang mendapatkan radiasi lebih dari 7.000rad maka akan
terjadi kehancuran dan hilangnya osteosit sehingga menimbulkan penyakit
osteoradionekrosis.
4.4.2
dengan sel hidup merupakan proses yang berlangsung secara bertahap. Proses ini
diawali dengan tahap fisik dan diakhiri dengan tahap biologik. Ada empat tahapan
interaksi, yaitu :
4.4.2.1
Tahap Fisik
Tahap Fisik berupa absorbsi energi radiasi pengion yang menyebabkan
terjadinya eksitasi dan ionisasi pada molekul atau atom penyusun bahan biologi.
Proses ionisasi ini dapat ditulis dengan :
H2O + radiasi pengion > H2O+ + e4.4.2.2 Tahap Fisikokimia
Tahap fisikokimia dimana atom atau molekul yang tereksitasi atau
terionisasi mengalami reaksi-reaksi sehingga terbentuk radikal bebas yang tidak
stabil. Menghasilkan beberapa macam produk , diantaranya radikal bebas yang
sangat reaktif dan toksik melalui radiolisis air, yaitu OH- dan H+
19
4.4.2.4
Tahap Biologis
Tahap biologis yang ditandai dengan terjadinya tanggapan biologis yang
bervariasi bergantung pada molekul penting mana yang bereaksi dengan radikal
bebas dan peroksida yang terjadi pada tahap ketiga. Beberapa akibat dapat muncul
karena kerusakan sel, seperti kematian sel secara langsung, pembelahan sel
terhambat atau tertunda.
Dilihat dari interaksi biologi, maka efek radiasi dapat dibedakan atas :
Terjadi cross untai DNA dalam heliks, untuk untai DNA lain, atau
protein
4.5
atau zat lain untuk tindakan yang merugikan dari radiasi. Telah ditemukan bahwa
21
sel radiosensitif berbanding lurus dengan laju pembelahan sel dan berbanding
terbalik dengan derajat diferensiasi sel sel radio-sensitif.
Jaringan Radiosensitivitas
Sel yang radiosensitif adalah sel yang mempunyai tingkat mitosis tinggi dan
aktif membelah , Semakin aktif jaringan dalam bereplikasi, semakin rentan
jaringan tersebut terhadap efek radiasi (kecuali limfosit dan oosit) .
1. Sel intermitosis vegetative adalah sel yang paling radiosensitive.
Contohnya, spermatogenik atau eritroblastik, dan sel basal pada membrane
mukosa oral.
2. Sel intermitosis yang berdiferensiasi adalah sel yang kurang radiosensitive.
Contohnya, enamel epitelium, sel hematopoietic, spermatosit, dan oosit.
3. Sel jaringan ikat multipotensial adalah sel yang tingkat radiosensitivitasnya
intermediet. Contohnya, sel endotel dari pembuluh darah, fibroblast, dan
sel mesenkim.
4. Reverting postmitotic sel adalah sel-sel yang biasanya radioresistan karena
mereka jarang membelah. Contohnya, sel acinar dan ductal dari kelenjar
saliva, pancreas, sel parenkim dari liver, ginjal, dan tiroid.
5. Fixed postmitotic sel adalah yang paling resistan terhadap radiasi.
contohnya, sel saraf, sel striatus otot, sel epitel gepeng yang dekat dengan
permukaan membrane mukosa oral, dan eritrosit
Contoh dari berbagai jaringan dan radiosensitivities relatif:
High Radiosensitivity : Organ limfoid, sumsum tulang, darah, testis,
ovarium, usus
Fairly High Radiosensitivity : Kulit dan organ lainnya dengan
lapisan sel epitel (kornea, rongga mulut, esofagus, rektum, kandung
kemih, vagina, serviks uterus, ureter)
Moderate Radiosensitivity : Lensa optik, perut, tumbuh tulang
rawan, pembuluh darah halus, tulang tumbuh
Fairly Low Radiosensitivity: Rawan matang atau tulang, kelenjar
ludah, organ pernapasan, ginjal, hati, pankreas, tiroid, adrenal, dan
kelenjar hipofisis
22
jaringan
penyusun organ
terhadap radiasi
sensitive
1.
2.
3.
4.
Kulit
5.
Jaringan ikat
6.
Jaringan kelenjar
7.
Tulang
23
8.
Otot
9.
Jaringan saraf
Pada efek somatik yang ditimbulkan oleh radiasi pengionan terutama
Kulit
Mata
Alat Kelamin
Paru-paru
Tulang
osteoporosis
6. Saraf
4.6.3
1.
serta
2.
3.
Berikut ini adalah efek radiasi pada sebagian organ tubuh akibat pajanan radiasi
eksterna (dari luar tubuh) yang terjadi secara akut.
o
karena pajanan radiasi dosis tinggi akan mengakibatkan kematian dalam waktu
beberapa minggu. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan jumlah sel
basal pada sumsum tulang secara tajam.Komponen sel darah terdiri dari sel darah
merah (eritrosit), sel darah putih (limfosit dan granulosit) dan sel keping darah
(trombosit).
24
jumlah
eritrosit
terjadi
lebih
lambat,
beberapa
minggu
Kulit
Efek deterministik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis.Pajanan
25
kerusakan yang parah pada pembuluh darah. Bila dosis yang di terima sekitar 50
Gy, nekrosis akan terjadi dalam waktu yang lebih singkat yaitu sekitar 3 minggu.
o
Mata
Mata terkena pajanan radiasi baik akibat dari radiasi lokal (akut atau
Organ reproduksi
Efek deterministik pada organ reproduksi atau gonad adalah sterilitas atau
26
Efek stokastik pada sel germinal lebih dikenal dengan efek pewarisan yang
terjadi karena mutasi pada gen atau kromosom sel pembawa keturunan (sel
sperma dan sel telur). Perubahan kode genetik akan diwariskan pada keturunan
individu terpajan. Penelitian pada hewan dan tumbuhan menunjukkan bahwa efek
yang terjadi bervariasi dari ringan hingga kehilangan fungsi atau kelainan
anatomik yang parah bahkan kematian prematur.
5. Paru
Paru dapat terkena pajanan radiasi secara eksterna dan interna.Efek
deterministik berupa pneumonitis biasanya mulai timbul setelah beberapa minggu
atau bulan.Efek utama adalah pneumonitis interstisial yang dapat diikuti dengan
terjadinya fibrosis sebagai akibat dari rusaknya sel sistim vaskularisasi kapiler dan
jaringan ikat, yang dapat berakhir dengan kematian.Kerusakan sel yang
mengakibatkan terjadinya peradangan akut paru ini biasanya terjadi pada dosis 5
15 Gy.Perkembangan tingkat kerusakan sangat bergantung pada volume paru
yang terkena radiasi dan laju dosis.Hal ini juga dapat terjadi setelah inhalasi
partikel radioaktif dengan aktivitas tinggi dan waktu paro pendek.
Efek stokastik berupa kanker paru.Keadaan ini banyak dijumpai pada para
penambang uranium.Selama melakukan aktivitasnya, para pekerja menginhalasi
gas Radon-222 secara berkesinambungan sebagai hasil luruh dari uranium. Di
dalam paru, radon selama proses peluruhannya sampai mencapai bentuk stabil
yaitu timbal, akan melepaskan partikel alpa yang sangat berbahaya sebagai
sumber pajanan radiasi interna.
o
Sistem Pencernaan
Bagian dari sistim ini yang paling sensitif terhadap radiasi adalah usus
4.7
sel yang mati/rusak dalam jaringan/organ tersebut cukup banyak. Semakin banyak
sel yang rusak/mati, semakin parah gangguan fungsi organ yang dapat berakhir
dengan hilangnya kemampuan untuk menjalankan fungsinya dengan baik.
Perubahan fungsi sel atau kematian dari sejumlah sel menghasilkan suatu efek
biologi dari radiasi yang bergantung antara lain pada jenis radiasi (LET), dosis,
jenis sel dan lainnya.
4.7.1
dan sel somatik. Sel genetik adalah sel oogonium (calon sel telur) pada perempuan
dan sel spermatogonium (calon sel sperma) pada laki-laki. Sedangkan sel somatik
adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Bila dilihat dari jenis sel, maka efek
radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek genetik adalah
efek radiasi yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan
radiasi, sehingga disebut pula sebagai efek pewarisan. Bila efek radiasi dirasakan
oleh individu yang terpapar radiasi maka disebut efek somatik.
Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat
bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda. Efek
segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada individu
terpapar dalam waktu singkat (harian sampai mingguan) setelah pemaparan,
seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan
penurunan jumlah sel darah. Sedangkan efek tertunda merupakan efek radiasi
yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan- tahunan) setelah terkena
paparan radiasi, seperti katarak dan kanker.
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek
radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik
yang sebelumnya dikenal dengan efek non-stokastik, merupakan konsekuensi dari
proses kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan
28
terpapar. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh
tubuh maupun lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas
dosis ambang (threshold dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah
terpapar. Tingkat keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis yang
diterima lebih besar dari dosis ambang. Pada dosis lebih rendah dan mendekati
dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik adalah nol. Sedangkan
di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.
Tetapi sebenarnya, tidak ada batasan dosis ambang untuk dapat
menimbulkan perubahan pada sistem biologik. Serendah apapun dosis radiasi
selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan perubahan pada sistem biologik
baik pada tingkat molekul maupun seluler. Dengan demikian radiasi dapat pula
tidak membunuh sel tetapi meubah sel dengan fungsi yang berbeda. Sel yang
mengalami modifikasi atau sel terubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari
sistim kekebalan tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini.
Bila sel yang mengalami perubahan ini adalah sel genetik maka sifat-sifat
sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek
genetik atau efek pewarisan. Apabila sel terubah ini adalah sel somatik maka selsel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari
bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi
jaringan ganas atau kanker.
29
Perubahan atau kerusakan pada materi genetik dapat pula terjadi akibat
radiasi pada sitoplasma sel bahkan pada sel yang berada di sekitar atau berdekatan
30
dengan sel yang terpapar radiasi secara langsung. Efek biologi yang timbul pada
sel yang tidak dilintas radiasi secara langsung tetapi berada berdekatan dengan sel
yang secara langsung dilintas radiasi pengion disebut sebagai efek bystander.
Penggunaan single particle microbeam, memungkinkan sebuah sel tertentu untuk
diirradiasi dan efek biologi yang terjadi pada sel disekitarnya dapat diamati.
Penelitian dengan transfer medium dari sel yang diirradiasi ke sel yang tidak
diirradiasi telah menunjukkan bahwa sel yang diirradiasi mensekresikan suatu
molekul/sinyal perusak dan mentransfernya ke sel terdekat (bystander) melalui
komunikasi antar sel, gap junction. Efek bystander yang timbul berupa kematian
sel, aberasi kromosom, mutasi dan transformasi onkogenik.
4.8
Definisi Dosimetri
Gejala radioaktivitas tidak dapat langsung diamati dengan panca indera
31
Jenis Dosimetri
Menurut Wisnu Susetyo (1988:48-55) jenis detektor dibagi menjadi tiga
golongan yaitu :
a). Detektor Isian Gas
Detektor ini memanfaatkan hasil interaksi antara radiasi pengion dengan
gas yang dipakai sebagai detektor. Lintasan radiasi pengion di dalam bahan
detektor dapat mengakibatkan terlepasnya elektron-elektron dari atom bahan itu
sehingga terbentuk pasangan ion positif dan ion negatif. Bahan detektornya
berupa gas maka detektor radiasi ini disebut detektor ionisasi gas.
b). Detektor Sintilator
Detektor jenis ini menggunakan dasar efek sintilasi (kelipan) apabila
bahan sintilator dikenai suatu radiasi nuklir. Proses ini terutama disebabkan oleh
proses eksitasi yang diikuti oleh dieksitasi
32
33
34
Pada film dosimetry seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.7 memiliki
prinsip kerja yaitu dengan penghitaman/densitas film. Emulsi AgBr yang
digunakan sebagai detektornya apabila terkena radiasi akan terurai menjadi ion
Ag+ dan ion Br- dan setelah melalui tahapan proses pengambangan dan
pemantapan akan terjadi bayangan laten pada film. Tingkat kehitaman film
sebanding dengan jumlah dosis radiasi.
35
36
indikasi yg tepat
hasil yg dapat mempengaruhi diagnosis dan perawatan
Classified workers
Non-classified workers
Masyarakat umum
Batas
50 mSv
15 mSv
5 mSv
(IRR99)
20 mSv
6 mSv
1 mSv
37
Dosis
Baru
b
2
a
b
Non-Classified Workers
a Personal monitoring disarankan jika beban resiko menunjukkan bahwa
dosis individual dapat melebihi 1 mSv per tahun.
b Pemeriksaan kesehatan tahunan tidak diperlukan.
Langkah Utama Pembatasan Dosis
a
b
c
d
Masyarakat Umum
Masyarakat umum memiliki resiko terkena sinar primer, jadi pertimbangan khusus
harus dilakukan pada:
a Posisi peralatan x-ray
b Ketebalan/material dinding pemisah
c Saran RPA (lihat regulasi tahun 1999) tentang penempatan semua
peralatan x-ray, rancangan ruang operasi dan penempatan tanda bahaya
radiasi.
Metode Utama Untuk Memonitor dan Mengukur Dosis Radiasi
a Badge film (A)
b Thermoluminescent dosemeters (TLD):
c Badge (B)
d Extremity monitor (D)
e Ionization chambers (C)
38
39
BAB 5
PENUTUP
5.1
Simpulan
Menurut International Commision Radiation Protection (ICRP-60) untuk
orang dewasa sehat, dosis yang menyebabkan kematian pada 50% populasi yang
terpajan radiasi seluruh tubuh dalam waktu 60 hari (Lethal Dose 50/60) berkisar
antara 2,5-5 Gray (2500-5000 rad), dengan dosis rerata sekitar 3,5 Gray (3500
rad). Dengan demikian, seseorang diharapkan tidak akan mengalami kematian
setelah terpajan radiasi seluruh tubuh dengan dosis di bawah 1 Gray (1000 rad)
selama individu tersebut tidak dalam kondisi sakit sebelum terkena pajanan
radiasi.
Bila dosis yang diterima antara 6-10 Gray, kebanyakan individu akan
mengalami kematian, kecuali bila segera mendapat penanganan medis yang tepat
untuk mencegah terjadinya infeksi dan perdarahan. Di atas 10 Gray, kematian
akan terjadi meskipun telah dilakukan usaha seperti transplantasi sumsum tulang
dari donor yang sesuai.
Agar efek biologis akibat radiasi tidak terjadi, atau bila harus terjadi di
bawah dosis ambang, dalam pelaksanaan diperlukan prosedur penggunaan
untuk menjamin terhindarnya dari pajanan radiasi .
40
DAFTAR PUSTAKA
F.
1996.
Fisika
Kedokteran.
Jakarta:
EGC.
Radiation
Biology
Lecture.
2014.
(Online).
Available:
41
LAMPIRAN