Anda di halaman 1dari 69

1

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA GATT DAN WTO


DITINJAU DARI SEGI HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA
INTERNASIONAL SECARA DAMAI
SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas


dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum

Oleh:
Ayu lestari
Nim: 030200050
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

KETUA DEPARTEMEN

SUTIARNOTO, SH. M. Hum


NIP: 131 616 321

PEMBIMBING I

PEMBIMBING II

Sutiarnoto, SH. M. Hum

Dr. Mahmul Siregar, SH. M. Hum

NIP: 131 616 321

NIP: 132 302 943

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN
2007
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puji dan syukur penulis ucapkan


kepada Allah SWT Sang Khalik, sang maha pemberi jalan kepada ummat yang
telah mencurahkan rahmat dan karunia yang begitu besar kepada penulis sehingga
penulisan skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Shalawat beriring salam penulis haturkan pada junjungan kita nabi besar
Muhammad SAW semoga kita mendapat syafaat di hari akhir kelak.
Adalah menjadi kewajiban bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara untuk membuat suatu karya ilmiah dalam rangka menyelesaikan
masa kuliahnya. Untuk mencapai gelar sarjana hukum itulah, penulis juga
membuat suatu karya ilmiah yang berjudul mekanisme penyelesaian sengketa
GATT dan WTO ditinjau dari segi hukum penyelesaian sengketa internasional
secara damai.
Kesadaran penulis akan tidak sempurnanya hasil penulisan skripsi ini
membawa harapan yang besar pada semua pihak agar dapat memberikan kritik
dan saran yang konstruktif guna menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih
baik dan lebih sempurna lagi baik dari segi materi maupun cara penulisan di masa
mendatang.
Terlepas dari segala kekurangan yang ada pada skripsi ini penulis
memberikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada kedua orang tuaku,
papa dan mama yang selalu mendoakan ayu menjadi sarjana hukum yang berguna
bagi nusa dan bangsa. Untuk kedua kakakku dan keluarganya, kedua adikku yang
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

selalu merindukanku. Untuk kedua nenekku yang melihatku dari jauh. Buatnya
Ankchie, good luck. Henny dan Firman, mantan-mantanku, buat lisa dan
keluarga, Keluarga Besar Siregar, Keluarga Besar Mr. Wong, Keluarga Besar
Darmono, Keluarga Besar Walikota Langsa, Pak Zulkifli, buatnya Croco als
April, buatnya Ayu n Ari, buatnya anak-anak EFPaMas kost, buatnya Dedi 04,
buatnya Roy, buatnya Ina, Fitri, Lia.. thanks very much.
Buat angkot 123, 120, 26 n 37. Abang-abang becak Kampung Susuk,
thanks juga ya. 88 ZV (Adit), 77 XT (Noel),, truz 168 PQ (Papa), BK 18 E
(ankchie). I Love You
Buat semua yang pernah mengisi hari-hariku dari kecil hingga gede.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Runtung
SH, M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak
Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH selaku PD I FH USU. Buat Bapak Sutiarnoto, SH. M.
Hum selaku Ketua Jurusan dan Doping I Gue, makaci, Bang Arif yang lucu ,
buatnya Bang Mahmul selaku Doping II and seluruh pengajar Departemen
Hukum Internasional.. and juga seluruh Stb 03..
Semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi amal shaleh bagi penulis
dalam ranah ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum.

Medan, 04 September 2007


Penulis

Ayu lestari
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

DAFTAR ISI .....................................................................................................

ii

ABSTRAKSI .....................................................................................................

iv

BAB I

PENDAHULUAN ...........................................................................

A. Latar Belakang ...........................................................................

B. Perumusan Masalah ...................................................................

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ...................................................

D. Keaslian Penulisan .....................................................................

E. Tinjauan Pustaka ........................................................................

F. Metode Penulisan .......................................................................

12

G. Sistematika Penulisan.................................................................

14

BAB II

BAB III

TINJAUAN

UMUM

TENTANG

WOLD

TRADE

ORGANIZATION ...........................................................................

16

A. Sejarah Terbentuknya WTO .......................................................

16

B. Maksud dan Tujuan Pembentukan WTO ....................................

20

C. Kesepakatan-kesepakatan dalam WTO .......................................

23

D. Organ-organ WTO .....................................................................

26

E. Hubungan GATT dengan WTO .................................................

29

HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL.......

31

A. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai ....................

31

B. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Diplomatik.............

34

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

C. Penyelesaian

Sengketa

Internasional

Melalui

Badan

Arbitrase Internasional ...............................................................

40

D. Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Lembaga


Mahkamah Internasional ............................................................
BAB IV

TINJAUAN

HUKUM

INTERNASIONAL

PENYELESAIAN

SECARA

DAMAI

42

SENGKETA
TERHADAP

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA GATT DAN


WTO ...............................................................................................

46

A. Mekanisme Penyelesaian Sengketa WTO ..................................

46

B. Keterlibatan

Indonesia

dalam

Penyelesaian

Sengketa

Perdagangan...............................................................................

53

C. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Sebagai bagian dari


Pengawasan Internasional ..........................................................

54

D. Hubungan Penyelesaian Sengketa GATT dan WTO dengan


bentuk Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai ........
BAB V

56

PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................

60

B. Saran..........................................................................................

61

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelahiran negara-negara baru dan munculnya kekuatan dunia ketiga
merupakan salah satu aspek timbulnya perubahan dalam hukum perdagangan
internasional. Sebagaimana diketahui, munculnya negara-negara sosialis yang
diawali dengan revolusi sosialis 1917 telah menimbulkan pergeseran prinsip
hukum

internasional.

Hal

ini

dikarenakan

munculnya

kekuatan

yang

mengimbangi negara-negara liberal.


Pesatnya pertumbuhan perekonomian negar-negara ASEAN, termasuk
Indonesia, kurun waktu terakhir ini mau tidak mauy telah membuat pusing
negara-negara maju, seperti USA, Uni Eropa, dan lain-lain. Sektor perdagangan
menjadi sangat penting peranannya dalam pembinaan perekonomian, baik dalam
perdagangan domestik maupun perdagangan internasional yang menuju era
perdagangan bebas yang semakin kompetitif.
Sebagaimana diketahui bahwa di seluruh dunia berbagai negara
melakukan tindakan-tindakan deregulasi maupun regulasi secara silih berganti.
Peraturan perundang-undangan tersebut dalam proses perkembangannya semakin
terasa pengaruhnya atas pelaksanaan tindakan-tindakan pengusaha dalam
perdagangan internasional tersebut. Dalam kaitan tersebut kegiatan para pelaku
perdagangan internasional di suatu saat dapat menimbulkan terjadinya
perselisihan yang melahirkan sengketa dalam perdagangan internasional.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

Maraknya soal Mobnas di kancah internasional, sejak Amerika Serikat


mendaftarkan gugatan keduanya ke panel badan penyelesaian sengketa (DSBDispute Settlement Body) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), ini berarti
bahwa USA telah mengikuti jejak Jepang dan Uni Eropa dalam memberikan
indikasi bahwa mereka tidak puas dengan hasil negosiasi bilateral dengan
Indonesia dan meminta WTO mengambil keputusan sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Tiga kekuatan ekonomi yang mendominasi dunia menggugat Indonesia.
Hal ini jelas merupakan suatu hal yang sangat serius. 1
Suatu sengketa dapat terjadi apabila ada pertentangan, misalnya karena
adanya pelanggaran ketentuan GATT yang menimbulkan kerugian salah satu
pihak. Di dalam GATT tidak mengenal istilah ganti rugi atau penyitaan karena
GATT mengatur tingkah laku perdagangan untuk mencapai harmonisasi antara
peraturan internasional dengan kebijaksanaan nasional. Untuk menentukan
sumber sengketa, GATT mensyaratkan adanya multification atau impairment,
sebagaimana diatur dalam Pasal XXIII. Dari ketentuan tersebut, dapat ditarik
unsur-unsur yang dapat memberikan alasan kepada contracting parties. Artinya,
untuk terjadinya sengketa paling tidak harus dipenuhi unsur-unsur, yaitu sebabsebab terjadinya kerugian yang diderita suatu negara dan unsur akibat yang secara
definitif ditentukan oleh GATT. Prosedur penyelesaian sengketa sebagaimana
diatur dalam Pasal XXII dan Pasal XXIII, sedangkan tahap-tahap penyelesaiannya
melalui konsultasi para pihak, sidang contracting parties dan panel.
Di dalam Preambule Agreement Establishing WTO ditekankan kembali
tujuan objektif GATT, yaitu meningkatkan standar kehidupan dan pendapatan;
1

Syahmin AK., Hukum Perdagangan Internasional (Dalam Kerangka Studi Analitis),


(Naskah Tutorial), FH UNISTI Palembang, 2004.
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

menjamin tersedianya lapangan kerja; memperluas produksi; dan perdagangan;


dan pemanfaatan secara optimal sumber daya di dunia serta memperluas hal-hal
tersebut kepada perdagangan jasa.
Indonesia merupakan salah satu dari sejumlah delapan puluh satu negara
yang pada tanggal 1 Januari 1995 resmi menjadi Original Member WTO.
Cerminan dari diterimanya hasil-hasil Putaran Uruguay oleh bangsa Indonesia
adalah pengesahan keikutsertaan Indonesia dalam WTO dengan dikeluarkannya
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 pada tanggal 2 November 1994. Sudah
jelas bahwa keikutsertaan Indonesia dalam WTO dan pelaksanaan berbagai
komitmen yang disampaikan tidaklah terlepas dari rangkaian kebijaksanaan di
sektor perdagangan khususnya perdagangan luar negeri sebagaimana digariskan
dalam GBHN yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaran Rakyat. 2
Dengan terbentuknya WTO sebagai suatu organisasi perdagangan dunia,
peranannya akan lebih meningkat daripada GATT, antara lain mengawasi praktikpraktik perdagangan internasional dengan cara reguler meninjau kebijaksanaan
perdagangan negara anggotanya dan melalui prosedur notifikasi. Di samping itu,
WTO juga berperan sebagai forum dalam menyelesaikan sengketa dan
menyediakan mekanisme konsiliasi guna mengatasi sengketa perdagangan yang
timbul. Mekanisme konsiliasi ini merupakan bantuan teknis yang diperlukan bagi
anggotanya, termasuk bagi negara-negara berkembang dalam melaksanakan hasil
Putaran Uruguay, sebagai forum bagi negara anggotanya untuk terus-menerus

Syahmin AK., Peranan Hukum Kontrak Internasional pada Era Pasar Bebas, Course
Materials, Fakutlas Hukum Universitas Sjakhyakirti, Palembang. 2000.
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

melakukan perundingan pertukaran konsesi di bidang perdagangan guna


mengurangi hambatan perdagangan dunia. 3
Sistem penyelesaian sengketa dalam WTO merupakan salah satu elemen
yang terpenting dalam WTO. Sistem ini telah mengalami evolusi yang jauh sejak
terbentuknya GATT. Walaupun WTO merupakan suatu perjanjian yang
merupakan dokumen yuridis, penanganan atas kegiatan ini tidak terlalu terpusat
pada aspek legalistik yang kaku. Dengan demikian, elemen fleksibilitas terbukti
sangat bermanfaat untuk menangani sengketa yang timbul. Oleh karena itu,
perkembangan

penyelesaian

sengketa

perdagangan

internasional

sejak

perundingan Uruguay Round sampai pembentukan WTO, sistem penyelesaian


sengketa senantiasa secara terus-menerus mengalami penyempurnaan. 4
Dari sekian banyak bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikenal di
dunia perdagangan internasional, WTO selalu mengedepankan mekanisme
penyelesaian sengketa secara damai, yakni melalui mekanisme konsiliasi untuk
menyelesaian berbagai perselisihan-perselisihan internasional yang terjadi, sebab
sengketa WTO juga merupakan bagian dari sengketa internasional. Hal ini
ditujukan untuk menghindari terjadinya konfrontasi antar negara dikarenakan
timbulnya sengketa tersebut.
Bertitik tolak dari penjelasan di atas, maka diperlukan pengkajian hukum
tentang penyelesaian sengketa dagang dalam WTO agar pelaku ekonomi dan
dunia usaha kita mengetahui permasalahan-permasalahan hukum yang timbul
dalam penyelesaian sengketa dagang dalam WTO, terutama yang berkaitan

Syahmin AK., Hukum Dagang Internasional (Dalam Kerangka Studi Analitis), PT


RajaGrafindo Persada: Jakarta. 2006. hal. 235.
4
Ibid., hal. 236.
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

10

dengan prosedur/mekanisme penyelesaian sengketa dagang melalui WTO. Oleh


karena itu, skripsi ini penulis beri judul mekanisme penyelesaian

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis merumuskan beberapa
hal yang akan dikaji dalam tulisan ini yaitu:
a. Bagaimana Fungsi dan tujuan dibentuknya organisasi perdagangan dunia
(World Trade Organization, WTO)?
b. Bagaimana bentuk-bentuk penyelesaian sengketa internasional yang
dikenal di dunia internasional?
c. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa GATT dan WTO

C. Tujuan dan Manfaat penulisan


1) Tujuan
a) Untuk

mengetahui fungsi dan tujuan dibentuknya organisasi

perdagangan dunia (World Trade Organization, WTO)


b) Untuk mengetahui bentuk-bentuk hukum penyelesaian sengketa
internasional
c) Untuk mengetahui bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa
GATT dan WTO ditinjau dari hukum penyelesaian sengketa
internasional secara damai
2) Manfaat
Secara teoritis, skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
ilmu

pengetahuan,

khususnya

pada

mekanisme

penyelesaian

sengketa

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

11

internasional secara damai terhadap kasus-kasus GATT dan WTO sehingga


berbagai persoalan-persoalan dalam kerangka GATT dan WTO dapat diselesaikan
tanpa menimbulkan konfrontasi antar negara.
Secara praktis skripsi ini ditujukan kepada kalangan perdagangan dan
industri lokal maupun internasional agar fair trade dapat terwujud dengan baik.
Skripsi ini juga diharapkan dapat meberi nafas baru dan masukan sistem bagi
perdagangan multilateral.

D.

Keaslian Penulisan
Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada penelitian

mengenai masalah mekanise penyelesaian sengketa GATT dan WTO ditinjau dari
segi hukum penyelesaian sengketa internasional belum pernah dilakukan dalam
topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut asli dan
sesuai dengan asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka. Semua ini
merupakan implikasi etis dan proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga
penelitian ini dapat dipertaggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan
1. Tujuan Hukum Perdagangan Internasional
Dalam upaya negara-negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
mereka, dewasa ini mereka cenderung membentuk blok-blok perdagangan baik
bilateral, regional, maupun multilateral. Dalam kecenderungan ini pun perjanjian
internasional menjadi semakin penting.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

12

Semakin pentingnya peran perjanjian-perjanjian di bidang ekonomi atau


perdagangan inipun telah melahirkan aturan-aturan yang mengatur perdagangan
internasional di bidang barang, jasa dan penanaman modal di antara negaranegara.
Tujuan hukum perdagangan internasional sebenarnya tidak berbeda
dengan tujuan GATT yang termuat dalam preambulenya. Tujuan tersebut adalah:
a. Untuk mencapai perdagangan internasional yang stabil dan menghindari
kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik perdagangan nasional yang
merugikan negara lainnya;
b. Untuk meningkatkan volume perdagangan dunia dengan menciptakan
perdagangan yang menarik dan menguntungkan bagi pembangunan
ekonomi semua negara;
c. Meningkatkan standar hidup umat manusia;
d. Meningkatkan lapangan tenaga kerja
e. Mengembangkan sistem perdagangan multilateral, bukan sepihak suatu
negara tertentu, yang akan mengimplementasikan kebijakan perdagangan
terbuka dan adil yang bermanfaat bagi semua negara; dan
f.

Meningkatkan

pemanfaatan

sumber-sumber

kekayaan

dunia

dan

meningkatkan produk dan transaksi jual beli barang. 5

2. Aspek-aspek Hukum Perdagangan dalam World Trade Organization


WTO adalah suatu lembaga perdagangan multilateral yang permanen.
Sebagai suatu organisasi permanen, peranan WTO akan lebih kuat daripada

Preambule GATT dan Preambule Perjanjian WTO.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

13

GATT. Hal ini secara langsung tercermin dalam struktur organisasi dan sistem
pengambilan keputusan.
World Trade Organization (WTO) memiliki status sebagai organ khusus
PBB seperti halnya IMF dan IBRD. WTO memiliki fungsi mendukung
pelaksanaan administrasi dan menyelenggarakan persetujuan yang telah dicapai
untuk mewujudkan sasaran. Persetujuan-persetujuan tersebut merupakan forum
perundingan bagi negara anggota mengenai persetujuan-persetujuan yang telah
dicapai, termasuk keputusan-keputusan yang ditentukan kemudian dalam
pertemuan tingkat menteri, mengadministrasi pelaksanaan ketentuan mengenai
penyelesaian sengketa perdagangan, mengadministrasikan mekanisme peninjauan
kebijakan di bidang perdagangan. Menciptakan kerangka kerja sama internasional
dengan IMF dan Bank Dunia, serta badan-badan lain yang terafiliasi.
Dengan terbentuknya WTO sebagai suatu organisasi perdagangan
multilateral, peranannya akan lebih meningkat dibandingkan GATT, yakni:
a. mengadministrasikan berbagai persetujuan yang dihasilkan Putaran
Uruguay di bidang barang dan jasa, baik multilateral maupun plurilateral,
serta mengawasi pelaksanaan komitmen akses pasar di bidang tarif
maupun nontarif;
b. mengawasi praktik-praktik perdagangan internasional dengan secara
reguler meninjau kebijaksanaan perdagangan negara anggotanya dan
melalui prosedur nontifikasi;
c. sebagai forum dalam menyelesaikan sengketa dan menyediakan
mekanisme konsiliasi guna mengatur sengketa perdagangan yang timbul;

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

14

d. menyediakan bantuan teknis yang diperlukan bagi anggotanya termasuk


bagi negara-negara berkembang dalam melaksanakan Putaran Uruguay;
e. sebagai forum bagi negara anggotanya untuk terus menerus melakukan
perundingan pertukaran konsesi di bidang perdagangan guna mengurangi
hambatan perdagangan dunia
WTO akan membantu penerapan dan beroperasinya semua persetujuan
dan instrumen hukum yang telah dirundingkan dalam putaran Uruguay dan
persetujuan plurilateral menjadi forum perundingan, mengadministrasikan
Understanding on Rule and Procedures Governing the Settlement of Dispute and
Trade Policy Review Mechanism (TPRM), dan bekerjasama dengan IMF dan
Bank Dunia.
Di dalam Preambule, Agreement Establishing WTO menekankan kembali
tujuan GATT, yaitu meningkatkan standar kehidupan dan pendapatan, menjamin
tersedianya lapangan kerja, memperluas produksi dan perdagangan, dan
pemanfaatan secara optimal sumber daya di dunia, serta memperluas hal-hal
tersebut kepada perdagangan jasa. Disebutkan pula tentang pemikiran mengenai
pembangunan berkesinambungan dalam kaitannya dengan pemanfaatan secara
optimal berbagai sumber daya yang ada di dunia serta perlunya melindungi
lingkungan hidup sesuai dengan tingkat perkembangan perekonomian nasional
masing-masing negara. Selain itu, terdapat pula pengakuan bahwa diperlukan
adanya suatu upaya khusus bagi negara berkembang terutama negara berkembang
terbelakang agar dapat pula menikmati pertumbuhan dan perdagangan
internasional.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

15

Mengenai proses pengambilan keputusan (decision making process)


disebutkan bahwa WTO akan melanjutkan praktik pengambilan keputusan yang
selama ini dilaksanakan dalam GATT, yaitu secara konsensus bila tidak ada
anggota yang secara resmi merasa keberatan atas suatu masalah. Dalam hal tidak
dicapai suatu keputusan secara konsensus, maka dapat diadakan pemungutan
suara (voting).

2. Sengketa Dalam Perdagangan Internasional


Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, dan berupa
hubungan jual beli barang, pengiriman dan penerimaan barang, produksi barang
dan jasa berdasarkan suatu kontrak, dan lain-lain. Semua transaksi tersebut sarat
dengan potensi melahirkan sengketa
Umumnya sengketa-sengketa dagang kerap didahului oleh penyelesaian
melalui proses negosiasi. Jika cara penyelesaian ini gagal atau tidak berhasil,
barulah ditempuh cara-cara lainnya seperti penyelesaian melalui pengadilan atau
arbitrase.
Penyerahan sengketa, baik kepada pengadilan maupun kepada arbitrase,
kerap kali didasarkan pada suatu perjanjian di antara para pihak. Langkah yang
biasa ditempuh adalah dengan membuat suatu perjanjian atau memasukkan suatu
klausul penyelesaian sengketa ke dalam kontrak atau perjanjian yang mereka buat,
baik ke pengadilan atau ke badan arbitrase.
Dasar hukum bagi forum atau badan penyelesaian sengketa yang akan
menangani sengketa adalah kesepakatan para pihak. Kesepakatan tersebut
diletakkan, baik pada waktu kontrak ditandatangani atau setelah sengketa timbul.
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

16

Biasanya pula kelalaian para pihak untuk menentukan forum ini akan
berakibat pada kesulitan dalam penyelesaian sengketanya karena dengan adanya
kekosongan pilihan forum tersebut akan menjadi alasan yang kuat bagi setiap
forum untuk menyatakan dirinya berwenang untuk memeriksa suatu sengketa.
Lazimnya dalam sistem hukum (Common Law) dikenal dengan konsep
long arm jurisdiction. Dengan konsep ini, pengadilan dapat menyatakan
kewenangannya untuk menerima setiap sengketa yang dibawa ke hadapannya
meskipun hubungan antara pengadilan dengan sengketa tersebut tipis sekali.
Misalnya badan peradilan di Amerika Serikat dan Inggris kerap kali selalu
menerima sengketa yang para pihak serahkan ke hadapannya meskipun hubungan
atau keterkaitan sengketa dengan badan peradilan sangatlah kecil. 6
Di samping forum pengadilan atau badan arbitrase, para pihak dapat pula
menyerahkan sengketanya kepada cara alternatif penyelesaian sengketa, yang
lazim dikenal sebagai ADR (Alternative Dispute Resolution) atau APS (Alternatif
Penyelesaian Sengketa). Pengaturan alternatif di sini dapat berupa cara alternatif
di samping pengadilan. Bisa juga berarti alternatif penyelesaian secara umum,
yaitu berbagai alternatif penyelesaian sengketa yang para pihak dapat gunakan,
termasuk alternatif penyelesaian melalui pengadilan. 7
Apabila timbul sengketa, maka GATT mempersiapkan suatu mekanisme
dengan prosedur tersendiri untuk menangani sengketa tersebut. Mekanisme ini
telah mengalami evolusi sejak tahun 1947. Dengan adanya paket hasil
perundingan Uruguay Round yang juga membentuk lembaga baru, World Trade

Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, PT RajaGrafindo Persada: Jakarta.


2005. hal. 192.
7
Ibid., hal. 193
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

17

Organization (WTO) sebagai pengganti dan penerus GATT, maka sistem


penyelesaian sengketa yang telah dikembangkan oleh GATT juga semakin
disempur nakan lagi. 8

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini yang digunakan adalah penelitian hukum normatif atau
disebut juga dengan metode kepustakaan. Penelitian hukum normatif adalah
penelitian hukum dengan hanya mengolah dan menggunakan data-data sekunder
yang berkaitan dengan perlindungan industri dalam negeri dalam kerangka WTO.

2. Sumber Data
Materi dalam skripsi ini diambil dari data-data sekunder. Adapun data-data
sekunder yang dimaksud ialah:
a. Bahan Hukum Primer
Yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang
berwenang. Dalam tulisan ini diantaranya adalah Agreement on Implementasi of
Article VI of GATT 1994, Article XIX of GATT 1994 Agreement on Safeguard,
UU No.7 tahun 1994 tentang Ratifikasi pembentukan WTO.
b. Bahan Hukum Sekunder
Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang
berkaitan dengan mekanisme penyelesaian sengketa GATT dan WTO, seperti :

H. S. Kartadjoemena, GATT dan WTO: Sistem, Forum, Lembaga Internasional di


Bidang Perdagangan, UI Press: Jakarta. 1996. hal. 136
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

18

seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis


ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan diatas.
c. Bahan Hukum Tertier
Yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan yang
mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus,
ensiklopedia dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan
(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik
koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari
media cetak maupun media elektronika, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk
peraturan perundang-undangan.
Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai
berikut:
a. Melakukan inventarisasi hukum posotif dan bahan-bahan hukum lainnya
yang relevan degan objek penelitian.
b. Melakukan penulusuran kepustakaan melalui, artikel- artikel media cetak
maupun

elektronik,

dokumen-dokumen pemerintah dan

peraturan

perundang-undangan.
c. Mengelompokan data-data yang relevan dengan permasalahan.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

19

d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan


masalah yang menjadi objek penelitian.

4. Analisa Data
Data primer dan data sekunder yang telah disusun secara sistematis
kemudian dianalisa secara perspektif dengan menggunakan metode deduktif dan
induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan
membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menterjemahkan
berbagai sumber yang berhubungan dengan topik dengan skripsi ini, sehingga
diperoleh kesimpulan yang sesui dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

G. Sistematika Penulisan
Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, pembahasan harus
dilakukan secara sistematis. Untuk mempermudah penulisan skripsi ini diperlukan
adanya sistematis penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab perbab yang
saling berangkai satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah:
BAB I

: Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain


memuat latar belakang, pokok permasalahan, tujuan dan
manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,
metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II

: Dalam bab ini akan dibahas mengenai tujuan umum tentang


World Trade Organization (WTO) yang antara lain akan
mengulas secara singkat sejarah pembentukan WTO, maksud
dan tujuan pembentukan WTO, Kesepakatan-kesepakatan

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

20

dalam WTO, Organ-organ dalam WTO, dan hubungan GATT


dengan WTO.
BAB III

: Dalam bab ini akan dibahas secara singkat mengenai Hukum


Penyelesaian Sengketa Internasional yang antara lain mengulas
secara singkat tentang Penyelesaian Sengketa Internasional
Secara Damai, Penyelesaian Sengketa Internasional Secara
Diplomatik, Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui
Badan Arbitrase Internasional, dan Penyelesaian Sengketa
Internasional Melalui Mahkamah Internasional

BAB IV

Bab

ini

akan

mengulas

mengenai

Tinjauan

Hukum

Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai Terhadap


Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT dan WTO.
BAB V

: Bab ini merupakan bab terakhir yaitu

sebagai bab dimana

penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai


permasalahan yang dibahas

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

21

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG WORLD TRADE ORGANIZATION

A. Sejarah Terbentuknya WTO


Pada Perang Dunia II, perdagangan internasional berada dalam keadaan
yang tidak menentu. Banyak perangkat dari subsistem yang menunjang
kelancaraan perdagangan yang telah mengalami kerusakan baik institusional
maupun fisik. Dan pada akhir perang dunia II 1945, negara-negara sekutu sebagai
pihak pemenang perang mulai mengambil upaya untuk membenahi sistem
perekonomian dan perdagangan internasional berdasarkan kerjasama antar negara.
Sebagai langkah menangani masalah perdagangan internasional pada
bulan Februari 1946, (ECOSOC) suatu badan di bawah PBB, pada sidang
pertamanya telah mengambil resolusi untuk mengadakan konferensi guna
menyusun piagam internasional di bidang perdagangan. Pada waktu yang
bersamaan, pemerintah Amerika Serikat (AS) mengeluarkan suatu draft mengenai
piagam untuk Internasional Trade Organization (ITO). 9
Sebagai langkah menyusun inisiatif tersebut, suatu panitia persiapan ITO
dibentuk dan bersidang di London 18 Oktober sampai 26 Desember 1946. Panitia
persiapan berhasil mengeluarkan suatu rancangan Piagam London (The London
Draft Charter). Namun anggota peserta pertemuan itu gagal mencapai kata
sepakat untuk mengesahkan rancangan piagam tersebut.
Dengan adanya kegagalan ini kemudian negara-negara besar tersebut
membentuk suatu komisi perancang yang beranggotakan Amerika Serikat,

H.S Kartadjoemena, Op. Cit., Jakarta, 1996), hal. 64

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

22

Kanada, Inggris, Perancis dan negara-negara Benelux. Tugas komisi ini adalah
mencari rumusan baru untuk merancang suatu organisasi perdagangan baru.
Komisi ini baru mengadakan pertemuan kedua yang berlangsung di Lake
Succes, New York dari tanggal 20 Januari sampai 25 Februari 1947. Pertemuan
ini membahas masalah-masalah tertentu dan terbatas saja. Pertemuan tidak
membahas hal-hal penting.
Pertemuan penting diadakan di Jenewa dari bulan April sampai November
1947. Dari tanggal 10 April sampai 22 Agustus, panitia persiapan melanjutkan
tugasnya membuat rancangan Piagam ITO. Sementara panitia pelaksana
melaksanakan tugasnya, dan dari tanggal 10 April sampai 30 Oktober,
perundingan-perundingan bilateral berlangsung antar negara-negara anggota
komisi, antara lain Brazil, Burma, Ceylon, Pakistan dan Rhodesia Selatan.
Hasil perundingan mengenai konsesi timbal balik di bidang tarif
(reciprocal tarrif concession) dicantumkan ke dalam GATT yang ditandatangani
pada tanggal 30 Oktober 1947. Hasil perundingan tersebut berisi pula suatu
kodifikasi sementara mengenai hubungan-hubungan perdagangan di antara
negara-negara penandatangan. Berdasarkan persyaratan-persyaratan protokol
tanggal 30 oktober 1947, GATT ditetapkan sebagai suatu kesepakatan sementara
sejak tanggal 1 Januari 1948 hingga berlakunya ITO.
Kemudian pada tanggal 21 Nopember 1947 sampai dengan 24 Maret 1948
diadakan suatu pertemuan yang berlangsung di Havana. Pertemuan ini membahas
piagam ITO oleh delegasi dari 66 negara. Pertemuan berhasil mengesahkan
piagam Havana. Namun sampai dengan pertengahan tahun 1950 negara-negara
peserta menemui kesulitan dalam meratifikasi piagam ITO. Hal ini disebabkan
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

23

karena negara-negara waktu itu tidak memiliki keinginan politis untuk menerima
atau meratifikasi Piagam tersebut. Amerika Serikat, pelaku utama perdagangan
dunia, pada tahun 1958, menyatakan bahwa negaranya tidak akan meratifikasi
Piagam tersebut. Sejak itulah ITO secara efektif menjadi tidak berfungsi sama
sekali. Dengan kegagalan ITO dijadikan realitas maka telah dibentuk apa yang
dinamakan dengan GATT (General Agreement on Tarifs and Trade).
GATT sendiri sebenarnya menjelma setelah pada akhir Perang Dunia II,
negara-negara yang telah menang perang ini tidak berhasil mendirikan apa yang
mereka namakan Internasional Trade Organization. Menurut tujuannya semula,
maka ITO ini akan dibentuk sebagai Specialized Agency dari PBB. ITO ini
semula diharapkan agar dapat membangun kembali sistem ekonomi moneter
sebelum perang dunia dengan mengatasi kekurangan yang telah dikemukakan
tehadap perdagangan bebas. 10
Sejarah GATT dipengaruhi oleh berbagai faktor politis, baik ekonomi
maupun institusional di negara penadatanganan perjanjian. Dalam proses ke arah
terwujudnya GATT dapat dicatat bahwa inisiatif utama untuk mengambil langkah,
yang akhirnya sampai pada pembentukan GATT diambil Amerika Serikat dan
sekutunya terutama Inggris, pada waktu Perang Dunia II masih melanda.
GATT yang telah ditandatangani pada 30 Oktober 1947 oleh 23 negara,
bukanlah merupakan suatu konstitusi atau anggaran dasar tetapi merupakan suatu
Common Code Coducy untuk internasional. GATT merupakan alat untuk
stabilisasi secara progresif dari tarif bea masuk dan merupakan forum untuk
konsultasi, forum perundingan untuk bicara secara berkala antara Negara-negara
10

Sudargo Gautama, Segi-Segi Hukum Perdagangan Internasional, (PT. Citra Aditya


Bakti: Bandung, 1994), hal. 108
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

24

peserta (Contracting Practies-CPS). Disamping itu juga disediakan prosedur


untuk konsiliasi dan penyelesain sengketa atau biasa disebut dengan (seetlement
of dispute mechanism).
GATT dibentuk sebagai suatu dasar wadah yang sifatnya sementara
setelah Perang Dunia II. Pada masa itu timbul kesadaran masyarakat internasional
akan suatu lembaga Multilateral disamping Bank Dunia dan International
monetaring fund (IMF). Kebutuhan akan adanya suatu lembaga multilateral yang
khusus ini pada waktu ini sangat dirasakan benar. Pada waktu itu masyarakat
internasional menemui kesulitan untuk mencapai kata sepakat mengenai
pengurangan dan penghapusam berbagai pembatasan kuantitatif serta diskriminasi
perdagangan.
proteksionisme

Hal

ini

yang

dilakukan
berlangsung

untuk

mencegah

terulangnya

pada tahun 1930-an

yang

praktik
memukul

perekonomian dunia. 11
GATT mendirikan usaha di Palais Des Nation dari Liga Bangsa-bangsa
lama yang digantikan oleh PBB. Palais tersebut berada di Jenewa, dimana GATT
sejak saat itu mendirikan bangunan kantor pusat untuk menempatkan
sekretariatnya.
Untuk mengurangi tarif dan rintangan perdagangan lainnya, perundingan
GATT diselenggarakan dalam delapan putaran yang dimulai pada tahun 1947
Sebagai hasil dari kesimpulan perundingan GATT Putaran Uruguay yang berhasil,
pada tanggal 1 Januari 1995 maka WTO menggantikan Sekretariat GATT dan
mulai mengatur sistem hukum perdagangan internasional.

11

Huala Adolf, Op. Cit., hal. 102.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

25

World Trade Organization adalah Organisasi perdagangan dunia yang


berfungsi untuk mengatur dan memfasilitasi perdagangan internasional. WTO
adalah suatu lembaga perdagangan Multilateral yang permanen, peranan WTO
akan lebih kuat dari pada GATT. Hal ini secara langsung tercermin dalam struktur
organisasi dan pengambil keputusan. 12
GATT sebagi lembaga yang telah mengalami transformasi telah menjelma
sebagai suatu lembaga baru dengan wewenang dan wawasan substantif yang jauh
lebih luas. Rangkaian perjanjian yang disepakati mencakup penyempurnaan
aturan GATT yang ada. Dengan perluasan wewenang dan wawasan substantif
tersebut maka WTO sebagai lembaga penerus GATT akan mempunyai peranan
luas pada tahun-tahun mendatang.

B. Fungsi dan Tujuan pembentukan WTO


WTO merupakan persetujuan umum antar negara di bidang perdagangan,
atau dapat dikatakan bahwa WTO itu merupakan satu-satunya instrument
multilateral dalam perdagangan internasional, dimana di dalamnya dirumuskan
peraturan-peraturan dan kode-kode yang merupakan pedoman dalam perdagangan
internasional.
Organisasi

ini

merupakan

kerangka

bagi

diadakannya

berbagai

perundingan internasional yang dikenal dengan istilah Round, yang dapat


menurunkan berbagai tarif serta rintangan dagang lainnya, dan sebagai panitia
konsultasi yang boleh dimintakan bantuannya oleh negara yang mencari

12

Syamin AK, Hukum Dagang Internasional (Dalam Kerangka Studi Analisis), (PT.
Raja Grafindo: Jakarta, 2005), hal. 51
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

26

perlindungan kepentingan perdagangan dalam hal bila negara lain mengeluarkan


suatu peraturan yang dianggap merugikan kepentingannya.
Tiga fungsi utama GATT yang kemudian menjadi atau diteruskan oleh
WTO adalah sebagai berikut:
1. Sebagai suatu perangkat ketentuan multilateral yang disetujui untuk
mengatur tingkah laku perdagangan yang dilakukan oleh para pemerintah
dengan menyediakan, pada intinya the rules of the road for trade;
2. Sebagai forum perundingan dimana dunia perdagangan dibebaskan dari
berbagai rintangan yang mengganggu sehingga membuatnya lebih jelas
(predictable), baik melalui pembukaan pasar nasional atau melalui
menegakkan dan penyebarluasan peraturannya;
3. Sebagai pengendalian internasional dimana para anggota (pemerintah)
dapat menyelesaikan sengketa dagangnya dengan para anggota GATT
yang lainnya. 13
Tujuan utama WTO adalah untuk menciptakan persaingan sehat di bidang
perdagangan internasional bagi para anggotanya. Sedangkan secara filosofis,
tujuan WTO adalah: 14
1. Untuk meningkatkan taraf hidup dan pendapatan;
2. Menjamin terciptanya lapangan pekerjaan;
3. Meningkatkan produksi dan perdagangan serta;
4. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia.

13

E. Saefullah Wiradipradja, Konsekuensi Yuridis Keanggotaan Indonesia dalam WTO,


Makalah, Bahan Ceramah pada Prapasca Program Pascasarjana UNPAD 2000/2001, Bandung, 25
September 2000, hal. 8-9
14
WTO dan Sistem Perdagangan Dunia, www. Dprin.go.id. diakses Selasa 21 Agustus
2007
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

27

Untuk mencapai tujuan-tujuan di atas, para pihak WTO memasuki suatu


rencana timbal balik yang menguntungkan yang diarahkan untuk mengurangi tarif
dan

rintangan-rintangan

pada

perdagangan

lainnya

dan

menghilangkan

diskriminasi dalam perdagangan internasional. Dengan memperhatikan tujuantujuan di atas sangat umum sifatnya, yang mana rencana itu ditujukan untuk dapat
memberikan sumbangannya secara tidak langsung pada tujuan ini melalui
promosi perdagangan yang bebas dan multilateral.
Jadi WTO adalah satu-satunya instrument multilateral di bidang
perdagangan Internasional yang disepakati bersama dengan negara-negara
anggotannya (Contracting Parties). Disamping pedoman bagi hubungan
Internasional, WTO juga merupakan forum dimana negara anggotannya dapat
membahas dan menggulangi masalah-masalah perdagangan yang dihadapi.
Sesuai dengan fungsinya, WTO sebagai lembaga internasional yang
mengatur sistem dan mekanisme perdagangan internasional yang telah
menciptakan kerangka kerja dalam Uruguay Round Tujuan dari putaran atau
perundingan

ini

bertujuan

untuk

mempercepat

liberalisasi

perdagangan

internasional.
Putaran perundingan perdagangan ini mempunyai keuntungan-keuntungan
sebagai berikut: 15
a) Perundingan perdagangan memungkinkan para pihak secara bersama-sama
dapat memecahkan masalah-masalah perdagangan yang cukup luas.

15

Ibid., hal. 99

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

28

b) Para

pihak

akan

lebih

mudah

membahas

komitmen-komitmen

perdagangan di suatu putaran perundingan daripada membahasnya di


lingkup bilateral.
c) Negara-negara sedang berkembang dan negara-negara kurang maju akan
lebih memiliki kesempatan yang lebih luas dalam membahas sistem
perdagangan multilateral dalam lingkup suatu perundingan dan akan lebih
menguntungkan negara-negara sedang berkembang dibandingkan apabila
mereka berunding langsung dengan negara-negara maju.

C. Kesepakatan-kesepakatan dalam World Trade Organization (WTO)


Beberapa perjanjian atau kesepakatan yang telah dibuat dan diberlakukan
oleh World Trade Organization (WTO) kepada negara-negara anggotanya secara
garis besarnya dapat dipaparkan sebagai berikut:: 16
1. Kesepakatan

pembentukan

organisasi

World

Trade

Organization

(Marrakesh Establishing the World Trade Organization)


2. Perdagangan barang (Multilateral Agreement on Trade in Goods)
3. Perdagangan jasa (General Agreement on Trade in Service)
4. Pengaturan tentang Hak Milik Intelektual (Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights)
5. Prosedur penyelesaian sengketa (Dispute Settlement Understanding)
6. Perlakuan khusus bagi negara-negara berkembang (Generalized System of
Preferences)
7. Prinsip-prinsip perdagangan bebas lainnya
16

Munir Fuady, Hukum Dagang Internasional (Aspek hukum dari WTO), (PT. Citra
Aditya Bakti: Bandung, 2004), hal 50.
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

29

Pengaturan utama terhadap World Trade Organization yang merupakan


bagian utamanya, yakni yang disebut dengan Basic Principle, yaitu sebagai
berikut: 17
1. General Agrement on Tarif and Trade (GATT), yaitu mengatur tentang
perdagangan barang.
2. General Agrement on Tarif in Service (GATS), yaitu mengatur tentang
perdagangan jasa.
3. Agrement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights
(TRIPs), yaitu mengatur tentang aspek perdagangan bebas dalam
hubungan dengan Hak Milik Intelektual.
Disamping tiga pengaturan utama (basic principles) seperti tersebut di
atas, terdapat pula bagian kedua, yaitu sebagai berikut:
1. Additional Details, dan
2. Annexes
yakni yang mengatur tentang ketentuan khusus dan detail terhadap sektorsektor atau masalah-masalah tertentu
Selain itu, terdapat juga kesepakatan-kesepakatan yang merupakan bagian
ketiga yaitu Market Access Commitment baik terhadap barang atupun terhadap
jasa (service) yang berisikan daftar komitmen dari masing-masing negara anggota
untuk memberlakukan prinsip-prinsip perdagangan bebas.
Banyak perjanjian dengan nama, seperti Agreement, Under Standing, dan
lain-lain yang di berlakukan di bawah rezim World Trade Organization.

17

Ibid., hal 51.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

30

Agreement-agreement yang telah diterima oleh World Trade Organization telah


dinegosiasi melalui beberapa ronde perundingan di berbagai negara di dunia ini.
Dokumen-dokumen tersebut bersama-sama dengan sejumlah dokumen
lain disebut dengan Teks Hukum (The Legal Text). Dokumen lain yang diterima
ke dalam sistem World Trade Organization selain dari Agreement dan
Understanding, antara lain dalam bentuk-bentuk sebagai berikut: 18
a. Decision
b. Interpretative Notes
c. Declarations
d. Acts
e. Amandmends
Persetujuan-persetujuan di atas dan annexnya berhubungan antara lain
dengan sektor-sektor di bawah ini: 19
1) Pertanian
2) Sanitary and Phytosanitary/ SPS
3) Badan Pemantau Tekstil (Textiles and Clothing)
4) Standar Produk
5) Tindakan anti-dumping
6) Penilaian Pabean (Customs Valuation Methods)
7) Pemeriksaan sebelum pengapalan (Preshipment Inspection)
8) Ketentuan asal barang (Rules of Origin)
9) Lisensi Impor (Imports Licencing)

18

Ibid., hal 52.


World Trade Organization Organisasi Perdagangan Dunia, www.wto.org, Diakses
Selasa, 21 Agustus 2007
19

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

31

10) Subsidi dan Tindakan Imbalan (Subsidies and Countervailing Measures)


11) Tindakan Pengamanan (safeguards)

D. Organ-organ WTO

Dalam menjalankan fungsinya, WTO dilengkapi dengan sejumlah organ


yakni: 20
a) Ministrial Conference
Ini merupakan organ utama yang anggotanya adalah seluruh negara
anggota dan akan melakukan pertemuan sedikitnya dua tahun sekali.
Organ ini akan menjalankan fungsi WTO, organ ini sekaligus memiliki
kekuasaan untuk mengambil segala keputusan atas persoalan yang diatur
salah satu Multilateral Trade Agreement jika dikehendaki oleh suatu
anggota, sesuai dengan pernyataan khusus bagi pengambilan keputusan
dalam perjanjian ini dan dalam Multilateral Trade Agreement lain yang
relevan.
b) General Council
Organ ini terdiri dari utusan negara anggota. Organ ini melaksanakan
fungsi-fungsi Ministrial Confrence pada waktu diantara pertemuan
pertemuan

Ministrial

Confrence,

General

Council

juga

akan

melaksanakan tugas yang dibebankan padanya oleh perjanjian ini. Organ


ini akan menetapkan prosedurnya sendiri, serta menyetujui peraturan

20

Syahmin AK, Op. Cit., hal 51

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

32

Prosedural dari komite-komite WTO, dan mengadakan pertemuan di


bawah Multilateral Trade Agreement maupun Plurilatual Trade Agrement
c) Council for Trade in Goods (Dewan Perdagangan Barang)
Dewan ini dibawah General Council yang bertugas memantau
pelaksanaan persetujuan yang dicapai di bidang perdagangan barang.
d) Concil for Trade Aspects of Internasional Property Rights (Dewan untuk
aspek dagang yang terkait dengan HAKI)
Badan ini di bawah General Council yang bertujuan memantau
pelaksanaan persetujuan di bidang aspek perdagangan HAKI
e) Council of trade in service ( Dewan Perdagangan jasa)
Badan ini dibawah General Council dan bertugas memantau pelaksanaan
persetujuan yang dicapai dibidang perdagangan jasa dan mengakomodasi
pemberitahuan dari negara-negara anggota

dan menetukan bantuan-

bantuan teknis untuk negara-negara berkembang.


f) Dispute Setlement Body (Badan Penyelesaian Sengketa)
Badan ini di bawah Ministrial Conference yang menyelenggarakan forum
pelaksanakan penyelesain sengketa perdagangan yang timbul di antara
negara anggota. Badan penyelesaian sengketa ini terdiri dari dua badan
utama yaitu panel penyelesaian sengketa (dispute settlement panels) dan
badan banding (appellate body), badan banding disini lebih merupakan
alternative terhadap rekomendasi ataupun putusan panel penyelesaian
sengketa.
g) Trade Policy review Body (Badan Peninjauan Kebijakan Perdagangan)

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

33

Badan

ini

di

menyelenggarakan

bawah

Ministrial

mekanisme

Confrence

pemantauan

yang

kebijakan

bertujuan
di

bidang

perdagangan. Dalam memenuhi pelaksanaan kewajibannya badan


peninjauan kebijakan perdagangan dapat menentukan sendiri prosedur dan
ketentuan yang diperlukan.
Selain badan-badan yang telah disebutkan diatas di dalam WTO terdapat
pula badan lain yang masih termasuk dalam struktur WTO dalam rangka
mengantisipasi perkembangan perdagangan dunia. Badan-badan yang dimaksud
adalah: committee on trade in civil aircraft, committee on gaverment
procurement, internasional dairy council, internasional meat council, committee
on tade and environment, committee on trade and development, committee on
regional trade agreement, committee on balance of payment restrictions,
committee on budget finance and administration dan working parties on
accesson. 21
Dalam struktur dan cara kerja GATT/WTO, ada tiga organ utama yang
bertugas melaksanakan general agreement, yaitu:
1. Contracting Parties
2. Council of Representatives
3. Interim Commission for the International Trade Organization
Organ tertinggi dari GATT adalah Contracting Parties, yang bersidang
setahun sekali. Tugas-tugas di antara sidang-sidang Contracting Parties
dilaksanakan oleh Council of Representatives yang diberi kuasa untuk bertindak,
baik dalam urusan-urusan yang bersifat rutin maupun yang urgen. Council of
21

Astim Riyanto, World Trade Organization (organisasi perdagangan dunia),


(Bandung:: Yapemendo, 2003), hal. 49
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

34

representatives bersidang sekitar sembilan kali dalam setahun. Interim


Commission for the International Trade Organization melaksanakan tugas-tugas
sekretariat bagi Contracting Parties. 22
Mengenai keanggotan suatu negara, dalam WTO disebutkan bahwa
negara-negara anggota GATT pada saat persetujuan pembentukan WTO menjadi
Original Members WTO sepanjang sudah memenuhi persyaratan mengenai
komitmen dan konsesi.

E. Hubungan GATT dengan WTO


Ketika mulai masuk paruh kedua dari abad ke-20, usaha-usaha untuk
menegosiasi perdagangan bebas secara internasional cukup intens dilakukan, yang
akhirnya usaha-usaha tersebut terbentuk dalam perumusan General Agreement on
Tariff and Trade (GATT), yang kemudian GATT ini diteruskan oleh sistem World
Trade Organization (WTO).
Dari segi jumlah negara-negara di dunia yang berpartisipasi dalam GATT
menunjukkan perkembangan yang berarti. Dari hanya 23 negara pemrakarsa pada
saat awal terbentuknya GATT tahun 1947 kemudian menjadi tidak kurang dari
125 negara yang menandatangani World Trade Organization (WTO) ketika WTO
menggantikan GATT. Ketentuan dari WTO tersebut saat itu telah menguasai 90%
perdagangan dunia.
Dengan terbentuknya World Trade Organization (WTO) berdasarkan
Putaran Uruguay dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), beberapa
prinsip

dasar

22

perdagangan

bebas

yang

hakikatnya

merupakan

prinsip

Astim Riyanto, Op. Cit., hal. 41.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

35

kebijaksanaan perdagangan dan perekonomian neoliberal, telah diakui oleh dunia


internasional, dalam hal ini terutama diakui oleh negara-negara anggota World
Trade Organization (WTO). 23
World Trade Organization (WTO) merupakan salah satu badan (organ)
dari Perserikatan Bangsa-bangsa yang menangani masalah perdagangan dunia,
sedangkan GATT merupakan kesepakatan internasional dalam bidang tarif dan
perdagangan. GATT diambil menjadi salah satu kesepakatan dalam WTO.
Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam GATT diberlakukan oleh WTO sebagai
ketentuan yang mengatur tentang tarif dan perdagangan dalam transaksi
perdagangan internasional.

23

Munir Fuady, Op. Cit., hal. 15

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

36

BAB III
TINJAUAN TERHADAP HUKUM PENYELESAIAN
SENGKETA INTERNASIONAL

A. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai


1. Prinsip-Prinsip Penyelesaian Sengketa Secara Damai 24
Dari berbagai aturan hukum internasional, terdapat beberapa prinsipprinsip mengenai penyelesaian sengketa internasional, yaitu:
a. Prinsip Itikad Baik (Good Faith)
b. Prinsip larangan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian sengketa
c. Prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian sengketa
d. Prinsip kebebasan memilih hukum yang akan diterapkan terhadap pokok
sengketa
e. Prinsip kesepakatan para pihak yang bersengketa (berkonsensus)
f. Prinsip exhausion of local remedies
g. Prinsip-prinsip hukum internasional tentang kedaulatan, kemerdekaan, dan
integritas wilayah negara

2. Cara-cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai 25


a. Negosiasi
Penyelesaian melalui negosiasi biasanya adalah cara yang pertama kali
ditempuh manakala para pihak bersengketa. Negosiasi dalam pelaksanaannya

24

Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika: Jakarta.


2004. hal. 15-18.
25
Ibid., hal. 19-24.
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

37

memiliki dua bentuk utama, yaitu bilateral dan multilateral. Negosiasi dapat
dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada konferensi internasional atau
dalam suatu lembaga atau organisasi internasional. Cara ini dapat pula digunakan
untuk menyelesaikan setiap bentuk sengketa, apakah itu sengketa ekonomi,
politik, hukum, sengketa wilayah, keluarga, suku, dan lain-lain. Bahkan, apabila
para pihak telah menyerahkan sengketanya kepada suatu badan peradilan tertentu,
proses penyelesaian sengketa melalui negosiasi ini masih dimungkinkan untuk
dilaksanakan.
b. Pencarian fakta
Suatu sengketa kadangkala mempersoalkan konflik para pihak mengenai
suatu fakta. Meskipun suatu sengketa berkaitan dengan hak dan kewajiban, namun
acapkali permasalahannya bermula pada perbedaan pandangan para pihak
terhadap fakta yang menentukan hak dan kewajiban tersebut. Penyelesaian
sengketa demikian, karenanya bergantung pada penguraian fakta-fakta para pihak
yang tidak disepakati.
Oleh sebab itu, pemastian kedudukan fakta yang sebenarnya danggap
sebagai bagian penting dari prosedur penyelesaian sengketa. Dengan demikian,
para pihak dapat memperkecil masalah sengketanya dengan menyelesaikannya
melalui metode pencarian fakta yang menimbulkan persengketaan.
c. Jasa-jasa baik
Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui atau dengan
bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga ini berupaya agar para pihak menyelesaikan
sengketanya dengan negosiasi. Jadi, fungsi utama jasa baik ini adalah

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

38

mempertemukan para pihak sedemikian rupa sehingga mereka mau bertemu,


duduk bersama, dan bernegosiasi.
d. Mediasi
Mediasi adalah suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Pihak ketiga
tersebut disebut dengan mediator. Ia bisa negara, organisasi internasional atau
individu. Ia ikut serta secara aktif dalam proses negosiasi. Biasanya ia dengan
kapasitasnya sebagai pihak yang netral berupaya mendamaikan para pihak dengan
memberikan saran prinsip sengketa.s
e. Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal
disbanding mediasi. Konsiliasi adalah suatu cara prinsip sengketa oleh pihak
ketiga atau oleh suatu komisi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi ini disebut
dengan komisi konsiliasi.
f. Arbitrase
Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga
yang netral yang mengeluarkan putusan bersifat final dan mengikat. Penyerahan
suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan suatu kompromis, yaitu
penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir atau melalui
pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu perjanjian, sebelum sengketanya
lahir. Orang yang dipilih melakukan arbitrase disebut arbitrator atau arbiter.
g. Pengadilan internasional
Metode yang memungkinkan tercapainya sengketa selain cara-cara di atas
adalah melalui pengadilan. Penggunaan cara ini biasanya hanya ditempuh apabila
cara-cara penyelesaian yang ada ternyata tidak berhasil. Pengadilan dapat dibagi
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

39

dalam dua kategori, yaitu pengadilan permanen dan pengadilan ad hoc atau
pengadilan khusus.
B. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Diplomatik
1. Penyelesaian Sengketa dalam Piagam PBB
Tujuan dibentuknya PBB, yaitu menjaga kedamaian dan keamanan
internasional tercantum di dalam pasal 1 Piagam, yang berbunyi:
To maintain international peace and security, and to that end: to take
effective collective measures for the prevention and removal of threats to
the peace, and for the suppression of acts of aggression or other breaches
of the peace, and to bring about by peaceful means, and in conformity with
the principles of justice and international law, adjustment or settlement of
international disputes or situations which might lead to a breach of the
peace
Kedamaian dan keamanan internasional hanya dapat diwujudkan apabila
tidak ada kekerasan yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa, yang
ditegaskan dalam pasal 2 ayat (4) Piagam. Penyelesaian sengketa secara damai
ini, kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 33 Piagam yang mencantumkan
beberapa cara damai dalam menyelesaikan sengketa, diantaranya:
a. Negosiasi;
b. Enquiry atau penyelidikan;
c. Mediasi;
d. Konsiliasi
e. Arbitrase
f. Judicial Settlement atau Pengadilan;
g. Organisasi-organisasi atau Badan-badan Regional.
Dari tujuh penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Piagam, dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa secara hukum
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

40

dan secara politik/diplomatik. Yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa


secara hukum adalah arbitrase dan judicial settlement. Sedangkan yang termasuk
ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry;
mediasi; dan konsiliasi. Hukum internasional publik juga mengenal good offices
atau jasa-jasa baik yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara
diplomatik.
Pada dasarnya, tidak ada tata urutan yang mutlak mengenai penyelesaian
sengketa secara damai. Para pihak dalam sengketa internasional dapat saja
menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara mereka ke badan peradilan
internasional seperti International Court of Justice (ICJ/Mahkamah Internasional),
tanpa harus melalui mekanisme negosiasi, mediasi, ataupun cara diplomatik
lainnya. PBB tidak memaksakan prosedur apapun kepada negara anggotanya.
Dengan kebebasan dalam memilih prosedur penyelesaian sengketa, negara-negara
biasanya memilih untuk memberikan prioritas pada prosedur penyelesaian secara
politik/diplomatik, daripada mekanisme arbitrase atau badan peradilan tertentu,
karena penyelesaian secara politik/diplomatik akan lebih melindungi kedaulatan
mereka. 26

2. Penyelesaian Sengketa secara Diplomatik


Seperti yang telah dijelaskan di atas, yang termasuk ke dalam penyelesaian
sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry atau penyelidikan; mediasi;
konsiliasi; dan good offices atau jasa-jasa baik. Kelima metode tersebut memiliki
ciri khas, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.
26

Boer Mauna, Hukum Internasiona: Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global, Penerbit Alumni, Bandung, 2003, hlm. 188.
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

41

a) Negosiasi
Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang cukup
lama dipakai. Sampai pada permulaan abad ke-20, negosiasi menjadi satu-satunya
cara yang dipakai dalam penyelesaian sengketa. 27
Sampai saat ini cara penyelesaian melalui negosiasi biasanya adalah cara
yang pertama kali ditempuh oleh para pihak yang bersengketa. Penyelesaian
sengketa ini dilakukan secara langsung oleh para pihak yang bersengketa melalui
dialog tanpa ada keikutsertaan dari pihak ketiga. Dalam pelaksanaannya,
negosiasi memiliki dua bentuk utama, yaitu bilateral dan multilateral. Negosiasi
dapat dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada konferensi internasional
atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional. 28
Dalam praktek negosiasi, ada dua bentuk prosedur yang dibedakan. Yang
pertama adalah negosiasi ketika sengketa belum muncul, lebih dikenal dengan
konsultasi. Dan yang kedua adalah negosiasi ketika sengketa telah lahir.
Keuntungan yang diperoleh ketika negara yang bersengketa menggunakan
mekanisme negosiasi, antara lain:
(1) Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan penyelesaian sesuai
dengan kesepakatan diantara mereka
(2) Para pihak mengawasi dan memantau secara langsung prosedur
penyelesaiannya
(3) Dapat menghindari perhatian publik dan tekanan politik dalam negeri.
27
28

Ibid, hlm. 189


Huala Adolf, Op.Cit, hlm. 19.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

42

(4) Para pihak mencari penyelesaian yang bersifat win-win solution, sehingga
dapat diterima dan memuaskan kedua belah pihak
b) Enquiry atau Penyelidikan
J.G.Merrills menyatakan bahwa salah satu penyebab munculnya sengketa
antar negara adalah karena adanya ketidaksepakatan para pihak mengenai fakta.
Untuk menyelesaikan sengketa ini, akan bergantung pada penguraian fakta-fakta
para pihak yang tidak disepakati. Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, para
pihak kemudian membentuk sebuah badan yang bertugas untuk menyelidiki faktafakta yang terjadi di lapangan. Fakta-fakta yang ditemukan ini kemudian
dilaporakan kepada para pihak, sehingga para pihak dapat menyelesaikan
sengketa diantara mereka. 29
Dalam beberapa kasus, badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta-fakta
dalam sengketa internasional dibuat oleh PBB. Namun dalam konteks ini, enquiry
yang dimaksud adalah sebuah badan yang dibentuk oleh negara yang bersengketa.
Enquiry telah dikenal sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa
internasional semenjak lahirnya The Hague Convention pada tahun 1899, yang
kemudian diteruskan pada tahun 1907.

c) Mediasi
Ketika negara-negara yang menjadi para pihak dalam suatu sengketa
internasional tidak dapat menemukan pemecahan masalahnya melalui negosiasi,
intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga adalah sebuah cara yang mungkin
untuk keluar dari jalan buntu perundingan yang telah terjadi dan memberikan
29

www.pirhot-nababan.blogspot.com/2007/07/tinjauan-umum-penyelesaian-sengketa,
senin, 23 Juli 2007.
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

43

solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.9 Pihak ketiga yang
melaksanakan mediasi ini tentu saja harus bersifat netral dan independen.
Sehingga dapat memberikan saran yang tidak memihak salah satu negara pihak
sengketa.
Intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga ini dapat dilakukan dalam
beberapa bentuk. Misalnya, pihak ketiga memberikan saran kepada kedua belah
pihak untuk melakukan negosiasi ulang, atau bisa saja pihak ketiga hanya
menyediakan jalur komunikasi tambahan.
Dalam menjalankan tugasnya, mediator tidak terikat pada suatu hukum
acara tertentu dan tidak dibatasi pada hukum yang ada. Mediator dapat
menggunakan asas ex aequo et bono untuk menyelesaikan sengketa yang ada.
Pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian sengketa internasional diatur
dalam beberapa perjanjian internasional, antara lain The Hague Convention 1907;
UN Charter; The European Convention for the Peaceful Settlement of Disputes.

d) Konsiliasi
Sama seperti mediasi, penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi
menggunakan intervensi pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini
biasanya adalah negara, namun bisa juga sebuah komisi yang dibentuk oleh para
pihak. Komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak dapat saja terlembaga atau
bersifat ad hoc, yang kemudian memberikan persyaratan penyelesaian yang
diterima oleh para pihak. Namun keputusan yang diberikan oleh komisi konsiliasi
ini tidak mengikat para pihak. 30

30

Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 22.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

44

Pada prakteknya, proses penyelesaian sengketa melalui konsiliasi


mempunyai kemiripan dengan mediasi. Pembedaan yang dapat diketahui dari
kedua cara ini adalah konsiliasi memiliki hukum acara yang lebih formal jika
dibandingkan dengan mediasi. Karena dalam konsiliasi ada beberapa tahap yang
biasanya harus dilalui, yaitu penyerahan sengketa kepada komisi konsiliasi,
kemudian komisi akan mendengarkan keterangan lisan para pihak, dan
berdasarkan fakta-fakta yang diberikan oleh para pihak secara lisan tersebut
komisi konsiliasi akan menyerahkan laporan kepada para pihak disertai dengan
kesimpulan dan usulan penyelesaian sengketa. 31

e) Good Offices atau Jasa-jasa Baik


Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui bantuan pihak
ketiga. Pihak ketiga berupaya agar para pihak yang bersengketa menyelesaikan
sengketanya dengan negosiasi. Menurut pendapat Bindschedler, yang dikutip oleh
Huala Adolf, jasa baik dapat didefinisikan sebagai berikut: the involvement of one
or more States or an international organization in a dispute between states with
the aim of settling it or contributing to its settlement.
Pada pelaksanaan di lapangan, jasa baik dapat dibedakan dalam dua
bentuk, yaitu jasa baik teknis (technical good offices), dan jasa baik politis
(political good offices).
Jasa baik teknis adalah jasa baik oleh negara atau organisasi internasional
dengan cara mengundang para pihak yang bersengketa ikut serta dalam konferensi
atau menyelenggarakan konferensi. Tujuan dari jasa baik teknis ini adalah

31

Ibid, hlm. 23.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

45

mengembalikan atau memelihara hubungan atau kontak langsung di antara para


pihak yang bersengketa setelah hubungan diplomatik mereka terputus. Sedangkan
jasa baik politis adalah jasa baik yang dilakukan oleh negara atau organisasi
internasional yang berupaya menciptakan suatu perdamaian atau menghentikan
suatu peperangan yang diikuti dengan diadakannya negosiasi atau suatu
kompetensi.

C. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Arbitrase


1. Pengertian Arbitrase
Arbitrase adalah salah satu cara atau alternatif penyelesaian sengketa yang
telah dikenal lama dalam hukum internasional. Namun demikian, sampai sekarang
belum ada batasan atau definisi resmi mengenai arbitrase.
Istilah arbitrase berasal dari kata Arbitrare (bahasa Latin) yang berarti
kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan.
Dihubungkannya arbitrase dengan kebijaksanaan tersebut dapat menimbulkan
kesan seolah-olah seorang arbiter atau majelis arbiter dalam menyelesaikan suatu
sengketa tidak berdasarkan norma-norma hukum lagi dan menyandarkan
pemutusan sengketa tersebut hanya kepada kebijaksanaan saja. Namun
sebenarnya kesan tersebut keliru karena arbiter atau majelis arbiter tersebut juga
menerapkan hukum seperti halnya yang dilakukan oleh hakim atau pengadilan.
Arbitrase adalah suatu proses hukum yang telah ditetapkan dan merupakan
satu di antara cara penyelesaian sengketa secara damai. 32

32

Prof. Sanwani Nasution, SH, Dkk, Arbitrase Dalam Hukum Internasional, Fakultas
Hukum USU, Medan, hal. 26
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

46

2. Perjanjian/Klausul Arbitrase
Jika kedua belah pihak yang bersengketa sepakat untuk menyerahkan
sengketanya kepad suatu badan arbitrase, maka perjanjian (klausul) penyerahan
sengketa tersebut harus dibuat. Perjanjian tersebut merupakan dasar hukum bagi
yurisdiksi badan arbitrase guna menerima dan menyelesaikan sengketa. Dalam
studi hukum internasional, perjanjian tersebut tunduk pada prinsip-prinsip dan
aturan-aturan hukum perjanjian internasional.
Perjanjian arbitrase yang menyatakan kesepakatan para pihak untuk
menyerahkan sengketa mereka kepada badan arbitrase dapat dibagi dalam dua
golongan. Pertama, klausul yang menunjuk kepada badan arbitrase yang sudah
terlembaga. Kedua, klausul arbitrase yang sifatnya khusus dan yang umum.
Klausul arbitrase khusus adalah klusul yang menyatakan bahwa suatu sengketa
tertentu yang timbul dari suatu perjanjian akan diserahkan kepada badan arbitrase.
Sedangkan klausul arbitrase umum adalah klausul yang biasanya berkaitan
dengan semua sengketa yang timbul di antara para pihak atau mengenai
penafsiran dan pelaksanaan (perjanjian) yang berlaku di antara mereka. 33

3. Kompetensi/Yurisdiksi Arbitrase
Badan arbitrase baru akan berfungsi apabila ada dalam kesepakatan dan
penunjukan dari para pihak. Kesepakatan para pihak pulalah yang akan
menentukan kompetensi atau yurisdiksi badan peradilan arbitrase. Tujuan dan

33

Huala Adolf, Op. Cit., hal. 48

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

47

masalah atau sengketa yang harus diselesaikan atau diputus badan arbitrase juga
ditentukan oleh para pihak. Penunjukan dan kompetensi arbitrase biasanya
dituangkan dalam akta kompromi dan kesepakatan atau perjanjian para pihak
yang ditentukan kemudian.

4. Putusan Arbitrase
Putusan arbitrase pada umumnya mengikat para pihak. Pentaatan
terhadapnya dianggap tinggi. Biasanya putusannya bersifat final dan mengikat.
Dalam hal-hal khusus, upaya banding terhadap putusan arbitrase kepada
Mahkamah Internasional masih dimungkinkan. Beberapa alasan yang dapat
dijadikan alasan untuk melakukan upaya banding adalah:
1. excess de puvoir, yaitu manakala badan arbitrase telah melampaui
wewenangnya.
2. tidak tercapainya putusan secara mayoritas, yaitu berakibat tidak adanya
kekuatan hukum pada putusan yang dikeluarkannya.
3. tidak cukupnya alasan-alasan bagi putusan yang dikeluarkan pada
prinsipnya, suatu putusan badan arbitrase harus didukung oleh argumenargumen hukum yang memadai. Suatu alasan, meskipun dinyatakan secara
relatif singkat, namun jelas dan tepat, sudahlah cukup. 34

D. Penyelesaian Sengketa Internasional Mahkamah Internasional


1. Kewenangan Mahkamah Internasional

34

Ibid., hal. 52.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

48

Pasal 34 (1), menyatakan hanya negara yang dapat menjadi pihak dalam
perkara perkara di muka Mahkamah. Negara yang dimaksud, dikelompokkan
menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Semua anggota PBB yang berdasarkan pasal 93 (1) Piagam PBB, ipso
facto, adalah peserta statuta Mahkamah.
b. Negara negara yang bukan anggota, akan tetapi berkeinginan berasosiasi
tetap dengan Mahkamah dan menurut pasal 93 (2) telah menjadi anggota
Statuta menurut syarat syarat yang ditentukan dalam tiap tiap kasus
oleh Majelis Umum berdasarkan Dewan Keamanan. Syarat syarat itu
adalah penerimaan negara yang bukan anggota atas Statuta, penerimaan
kewajiban kewajiban (pasal 94 Piagam PBB) dan melaksanakan suatu
pemberian sumbangan anggaran Mahkamah seperti yang dimuat dalam
resolusi majelis Umum tanggal 11 Desember 1946, hal ini telah dikenakan
kepada Switzerland pada tahun 1947 dan kepada Liechtenstein tahun
1950.
c. Negara-negara yang bukan anggota PBB namun ingin tampil di muka
Mahkamah sebagai pihak-pihak dalam sengketa tertentu atau kelompok
sengketa tertentu namun tanpa menjadi peserta Statuta. Menurut pasal 35
(2) Statuta dan Resolusi Dewan Keamanan 15 Oktober 1946,
dimungkinkan mengenakan persyaratan-persyaratan terhadap negara itu,
yaitu bahwa negara-negara tersebut harus mematuhi keputusan-keputusan
Mahkamah dan menerima syarat-syarat dalam pasal 94 Piagam PBB.
Yuridiksi wajib dalam persengketaan hukum atau Compulsary juridiction,
di dalam statuta dinyatakan bahwa negara-negara yang bersengketa mempunyai
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

49

kewajiban yang sama untuk mengakui kewenangan Mahkamah Internasional atau


pengadilan dalam persengketaan hukum.

2. Hukum yang Diterapkan Mahkamah Internasional


Statuta Mahkamah Internasional dengan tegas menyatakan sumber-sumber
hukum internasional yang akan mahkamah terapkan dalam menyelesaikan
sengketa-sengketa yang diserahkan kepadanya. Sumber hukum tersebut
dinyatakan dalam pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, yaitu:
a. konvensi atau perjanjian internasional, baik yang bersifat umum atau
khusus, yang mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara
tegas oleh negara-negara yang bersengketa;
b. kebiasaan-kebiasaan internasional sebagaimana telah dibuktikan sebagai
suatu praktik hukum umum yang diterima sebagai hukum;
c. prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang
beragam;
d. putusan-putusan pengadilan dan ajaran-ajaran para sarjana yang paling
terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber hukum subsider
(tambahan) untuk menetapkan kaidah-kaidah hukum. 35
Menurut Mochtar Kusuma Atmadja, penyebutan sumber-sumber hukum
tersebut tidak menggambarkan urutan pentingnya masing-masing sumber hukum.
Klasifikasi yang dapat digunakan adalah bahwa dua urutan pertama tergolong ke

35

Ibid., hal. 87.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

50

dalam sumber hukum utama atau primer. Dua lainnya adalah sumber hukum
tambahan atau subsider. 36
Hukum kebiasaan internasional yang ditetapkan Mahkamah dapat berupa
dua macam:
1) prinsip-prinsip yang telah mapan sebagai suatu hasil penerimaan dan
penerapan oleh negara-negara yang kemudian dianggap sebagai kaidahkaidah hukum kebiasaan internasional; dan
2) kaidah-kaidah serupa yang juga berkembang dan diterapkan di dalam
suatu region tertentu (hukum internasional regional). 37
Menurut piagam PBB, asas-asas hukum umum tidak mengacu kepada
norma-norma hukum yang terdapat dalam lingkup internasional. Tetapi ia
mengacu kepada prinsip-prinsip hukum umum yang terdapat dalam hukum
nasional atau yang terefleksikan dalam konsep-konsep dasar dari tertib hukum
negara-negara yang sitem hukumnya dianggap berasal dari negara-negara
beradab.

36

Mochtar Kusuma Atmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bina Cipta, Bandung.


1987, hal. 81.
37
Huala Adolf, Op. Cit., hal. 88
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

51

BAB IV
TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
SECARA DAMAI TERHADAP SENGKETA GATT DAN WTO

A. Mekanisme Penyelesaian Sengketa WTO dan GATT


Perjanjian GATT adalah suatu dokumen yuridis. Dalam dokumen ini
tercantum hak maupun kewjaiban negara pesrta perjanjian. Adanya serangkaian
hak dan kewajiban yang secara eksplisit dicantumkan tentunya sering
menimbulkan sengketa. Sebagai lembaga, maka GATT telah menerapkan tata
cara dan prosedur untuk menangani sengketa yang timbul antara negara peserta.
Dalam

konteks

hukum

internasional

secara

umum,

masyarakat

internasional memberikan peluang untuk melakukan penyelesaian sengketa antara


negara-negara melalui berbagai cara. Sengketa antar negara dapat diatasi melalui:
a. proses dimana pihak yang bersengketa menerima penyelesaian sengketa
yang dirumuskan dan diputuskan oleh pihak ketiga;
b. proses dimana pihak yang bersengketa dianjurkan supaya berembuk dan
berusaha untuk menyelesaikan sengketa di antara mereka sendiri. 38
Pasal XXIII menentukan kapan suatu negara peserta dapat menggunakan prosedur
penyelesaian sengketa GATT dan WTO guna melindungi kepentingannya.
Prosedur ini baru dimungkinkan apabila suatu negara peserta beranggapan bahwa
keuntungan yang diperolehnya baik secara langsung maupun tidak langsung dari
perjanjian ini hilang atau terganggu, atau pencapaian salah satu tujuan dari
perjanjian ini terganggu sebagai akibat:
38

H. S. Kartadjoemena, GATT dan WTO: Sistem, Forum dan Lembaga Internasional di


Bidang Perdagangan, UI Press: Jakarta. 1996. hal. 137.
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

52

a. kegagalan

negara

peserta

lain

untuk

melaksanakan

kewajiban-

kewajibannya menurut perjanjian ini atau


b. penerapan suatu tindakan oleh suatu negara-negara peserta lain apakah itu
bertentangan atau tidak dengan ketentuan perjanjian ini atau
c. adanya situasi-situasi lain
Jika salah satu keadaan tersebut di atas terjadi, pihak yang merasa
dirugikan dapat menghubungi pihak lain yang dianggap terlibat untuk
mengadakan penyelesaian memuaskan. Pihak yang dihubungi harus memberi
pertimbangan simpatik terhadap permintaan pihak lain tersebut.
Berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam penyelesaian sengketa dagang di
dalam WTO/GATT: 39
1. Konsultasi
Pasal III dari WTO Agrreement menyatakan salah satu fungsi utamanya
adalah pelaksanaan dari The Understanding on Rules Procedures Governing the
Settlement of Disputes. Suatu dokumen yang telah disetjui dalam Uruguay Round
adalah the dispute settlement understanding (DSU) yang merupakan the first fully
integrated text of GATT dispute settlement procedures. 40
Konsultasi merupakan upaya yang dilakukan oleh para pihak yang
berselisih sebelum perkara tersebut diproses oleh majelis hakim (panels) di
WTO/GATT. Jadi, sebenarnya yang dimaksudkan tidak lebih dari sekedar suatu

39

Syahmin AK, hukum dagang internasional., Op. Cit, hal. 253-257.


Astim Ryanto, World Trade Organization (Organisasi Perdagangan Dunia), Yapemdo,
Bandung. 2003. hal. 58.
40

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

53

upaya penyelesaian sengketa secara musyawarah di antara para pihak untuk


mencapai suatu solusi yang memuaskan kedua belah pihak (win-win solution). 41
Tujuan dari mekanisme penyelesaian sengketa dagang di WTO adalah
menguatkan solusi yang positif terhadap sengketa. Tahap pertama adalah
konsultasi antara pihak-pihak yang bersengketa. setiap anggota harus menjawab
secara tepat dalam waktu sepuluh hari untuk meminta diadakan konsultasi dan
memasuki periode konsultasi selama tiga puluh hari setelah waktu permohonan.
Untuk memastikan kejelasannya, setiap permohonan untuk konsultasi
harus diberitahukan kepada DSB secara tertulis, kemudian disebutkan alasanalasan permohonan konsultasi termasuk dasar-dasar hukum untuk pengaduan.
Bila konsultasi gagal dan kedua belah pihak setuju, masalah untuk dapat diajukan
ke Direktur Jenderal WTO yang akan siap menawarkan diadakan good offices,
konsiliasi, atau mediasi dalam menyelesaikan sengketa.

2. Pembentukan Panel
Dengan dibentuknya sistem panel maka apabila suatu sengketa tidak dapat
diselesaikan melalui konsultasi dan konsiliasi bilateral, jalan keluar yang tersedia
adalah didirikannya suatu panel. Sejak dibentuknya sistem panel, banyak masalah
GATT yang telah diselesaikan melalui panel. Pada masa mendatang, dalam WTO,
jumlah panel akan lebih banyak lagi dan masalah yang akan ditangani juga
semakin lebih luas sehingga memerlukan jaringan panel yang lebih luas. 42
Jika suatu anggota tidak memberikan jawaban untuk meminta diadakan
konsultasi dalam waktu sepuluh hari atau jika konsultasi gagal untuk diselesaikan
41
42

Munir Fuady, Op. Cit., hal. 115.


H. S. Kartadjoemena, Op. Cit., hal. 147.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

54

dalam waktu enam puluh hari, prinsip dapat meminta ke DSB untuk membentuk
suatu panel untuk menyelesaikan masalah pembentukan panel. Prosedur ini
menuntut DSB untuk segera membentuk panel, selambat-lambatnya pada sidang
kedua dari permintaan panel. Jika tidak, maka diputuskan secara konsensus. Hal
ini dimaksudkan adalah negara yang digugat tidak boleh menghalangi
pembentukan panel. Dalam hal ini penentuan term of reference dan komposisi
panel juga diajukan. Panel harus segera disusun dalam waktu tiga puluh hari
pembentukan.
Sekretariat WTO akan menyarankan tiga orang panelis yang potensial
pada pihak-pihak sengketa. Jika pihak-pihak tersebut tidak setuju terhadap panelis
dalam waktu dua puluh hari dari pembentukan panel, direktur jenderal melakukan
konsultasi kepada kedua DSB dan ketua dewan akan menunjuk panelis. Para
panelis akan melayani sesuai dengan kapasitasnya dan tidak berpegang pada
instruksi-instruksi dari negara yang bersangkutan.

3. Prosedur-prosedur Panel
Pengertian ini menunjukkan bahwa periode dimana panel melaksanakan
pengujian masalah, selanjutnya term of reference dan komposisi panel disetujui,
kemudian panel memberikan laporan kepada para pihak yang bersengketa tidak
boleh lebih dari enam bulan. Dalam hal-hal yang penting, termasuk untuk barangbarang yang mudah rusak, aktu dapat dipercepat menjadi tiga bulan. Apabila tidak
ada masalah, waktu pembentukan ke sirkulasi laporan kepada anggota tidak boleh
lebih dari sembilan bulan.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

55

4. Penerimaan Laporan Panel ke DSB


Prosedur WTO menunjukkan bahwa laporan panel harus diterima oleh
DSB dalam waktu enam puluh hari dari pengeluaran. Jika tidak, satu pihak
memberitahukan

keputusannya

untuk

menarik

atau

konsensus

terhadap

pengesahan laporan. DSB tidak dapat mempertimbangkan laporan panel lebih


cepat dari dua puluh hari setelah laporan tersebut disirkulasikan kepada para
anggota.
Para anggota yang merasa keberatan atas laporan itu diwajibkan untuk
menyatakan alasan-alasan secara tertulis untuk disirkulasikan sebelum diadakan
pertemuan DSB dimana laporan panel akan dipertimbangkan.

5. Peninjauan Kembali
Suatu gambaran baru dari mekanisme penyelesaian sengketa di WTO
memberikan kemungkinan penarikan terhadap salah satu pihak dalam suatu
berlangsungnya panel. Semua permohonan akan didengar oleh suatu badan
peninjau (Appellate Body) yang dibentuk oleh DSB. Badan ini terdiri dari tujuh
orang yang merupakan perwakilan dari keanggotaan WTO yang akan melayani
dalam termin empat tahun. Mereka harus merupakan orang yang ahli di bidang
hukum dan perdagangan internasional, dan tidak berafiliasi dengan negara
manapun.
Tiga orang anggota Appellate Body mendengarkan permohonanpermohonan mereka dapat membela, mengubah, atau membatalkan hasil
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

56

kesimpulan panel sesuai aturan, namun pengajuan permohonan tidak lebih dari
60-90 hari. Tiga puluh hari sesudah pengeluaran, laporan dari Appelate Body
harus diterima oleh DSB dan tanpa syarat diterima oleh pihak-pihak yang
bersengketa jika tidak, konsensus akan diberlakukan terhadap pengesahan ini.
Segera setelah laporan panel atau laporan appellate body diadopsi, pihak
yang tersangkut sengketa harus menotifikasikan niatnya mengenai implementasi
dari rekomendasi yang telah diadopsi. Apabila ada kesulitan untuk melaksanakan
apa yang direkomendasikan, maka pihak yang bersangkutan diberi waktu yang
dianggap wajar.
Penentuan mengenai batas waktu yang dianggap wajar dapat ditempuh
melalui persetujuan antara pihak yang bersengketa dan direstui oleh DSB, dalam
45 hari setelah adopsi DSB, atau ditentukan melalui arbitrase, dalam waktu 90
hari setelah adopsi DSB. Dalam implementasi, DSB harus senantiasa melakukan
hingga masalahnya selesai.
Mengenai kompensasi dalam retalisasi, perjanjian baru ini menentukan
bahwa dalam kurun waktu yang ditentukan, pihak yang bersengketa dapat
mencapai kesepakatan tentang kompensasi yang diberikan. Jika hal ini belum
berhasil disetujui, pihak yang bersengketa dapat meminta kepada otorisasi dari
DSB untuk membatalkan konsepsi yang pernah diberikan kepada mitra yang
melanggar.
DSB memberikan otorisasi untuk membatalkan konsesi kepada pihak yang
bersalah dalam 30 hari setelah hangus waktu implementasi yang disepakati.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

57

Apabila ada sengketa mengenai tingkah pembatalan konsesi yang akan diambil,
hal itu dapat diserahkan pada arbitrase. 43

6. Implementasi
Kebijaksanaan menekankan bahwa peraturan dari DSB sangat penting
agar mencapai resolusi yang efektif dari persengketaan-persengketaan yang
bermanfaat untuk sema anggota. Pada pertemuan DSB berlangsung dalam waktu
tiga puluh hari dari adopsi panel, pihka bersangkutan harus menyatakan niat untuk
menghargai implementasi dari rekomendasi-rekomendasi. Bila hal itu tidak
berguna untuk segera menyetujui, anggota akan diberikan suatu periode waktu
yang beralasan yang ditentukan oleh Dispute Settlement Body (DSB).
Bila hal itu gagal dalam waktu yang telah ditentukan itu, diwajibkan untuk
mengadakan negosiasi dengan penggugat untuk menentukan kompensasi yang
diterima kedua belah pihak yang bersengketa. jika dalam waktu dua puluh hari
tidak ada kompensasi yang memuaskan yang dapat disetujui, penggugat dapat
memohon otorisasi dari DSB untuk menangguhkan konsensi-konsesi atau
obligasi-obligasi terhadap pihak tergugat. Prosedur menentukan bahwa DSB
menjamin otorisasi ini dalam waktu tiga puluh hari dari batas waktu reasonable
periode of time. Jika konsensus akan diberlakukan. Jika anggota yang
bersangkutan menolak/berkeberatan terhadap tingkat suspensi, hal tersebut
diteruskan pada arbitrase. Hal ini akan diselesaikan oleh anggota-anggota panel
asli. Bila hal ini tidak mungkin dilakukan oleh arbitrator yang ditunjuk oleh
Jenderal WTO. Arbitrase harus selesai dalam waktu enam puluh hari dari batas

43

Ibid,. hal. 155.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

58

waktu, dan hasi keputusan harus diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan
sebagai final, dan tidak diteruskan kepada arbitrase lainnya. DSB selanjutnya
memberikan kuasa suspensi dari konsesi-konsesi secara konsisten dari hasil
penyelesaian arbitrator. Jika tidak, maka diadakan konsensus.
B. Keterlibatan Indonesia dalam Penyelesaian Sengketa Perdagangan
Selama menjadi negara peserta GATT 1947 dan sebagai negara anggota
WTO Indonesia belum pernah memanfaatkan mekanisme formal bagi
penyelesaian sengketa sebagai penggugat ataupun tergugat, baik dalam GATT
1947, maupun WTO.
Dengan demikian hingga saat ini secara langsung Indonesia belum terlibat
dalam proses penyelesaian sengketa GATT berdasarkan pasal XXII dan XXXIII
ataupun prosedur lain dalam rangka GATT, dan juga dalam sistem WTO. Namun
hal ini tidak berarti Indonesia belum pernah berselisih dengan mitra dagangnya.
Menurut suatu sumber di departemen perdagangan, kasus-kasus perselisihan
dagang antara Indonesia dengan negara-negara lain akhir-akhir ini telah
diselesaikan secara bilateral di luar kerangka GATT. Misalnya dalam
persengketaan antara Indonesia dan MEE mengenai rotan, Indonesia dan Amerika
Serikat mengenai tarif dan non-tarif (1989). Begitu pula persengketaan mengenai
subsidi dengan Amerika Serikat (1985) telah diselesaikan melalui konsultasi
bilateral. Dalam penyelesaian sengketa demikian jelas sebagai pihak yang lemah,
Indonesia telah menjadi korban tekanan bilateral dari negara maju yang menjadi
mitra dagangnya. Salah satu contoh lemahnya posisi Indonesia dalam melakukan
konsultasi bilateral dengan negara maju adalah ketika Amerika Serikat berhasil

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

59

menggiring Indonesia untuk mau menandatangani Code of Subsidies and


Countervailing Duties dan juga menandantangani suatu perjanjian bilateral.

C. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Sebagai Bagian dari Pengawasan


Internasional
Persengketaan dan bagaimana cara menyelesaikannya adalah inheren
dalam setiap sistem hukum, termasuk hukum internasional. Perbedaan pendapat,
dan bagaimana subjek hukum mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat ini untuk
sampai pada suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua belah pihak, baik
secara sukarela maupun karena dirasakan sebagai kewajiban sebagai anggota
masyarakat yang diatur sistem hukum yang bersangkutan, akan memperkaya dan
memperkuat sistem hukum yang bersangkutan secara normatif maupun dalam
implementasi.
Sebagai bagian dari sistem hukum internasional norma-norma GATT juga
telah berkembang dan diperkokoh oleh pengalaman yang panjang dari sistem
penyelesaian sengketanya dalam menyelesaikan perselisihan perdagangan antar
negara anggota.
Salah satu fungsi penyelesaian sengketa adalah agar supaya norma-norma
hukum yang mengatur hubungan di antara anggota masyarakat dipatuhi. Dengan
perkataan lain di dalamnya terkandung fungsi pengawasan dalam masyarakat
nasional, pengawasan ini dipercayakan pada suatu lembaga yaitu negara,

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

60

sedangkan dalam masyarakat internasional, yang tidak mungkin kekuasaan


sentral, diserahkan pada para anggotanya sendiri. 44
Menurut Van Hoof pengawasan internasional mempunyai tiga fungsi:
1. Review Function, pada umumnya, review diartikan sebagai mengukur atau
menilai suatu berdasarkan tolak ukur tertentu, dalam konteks hukum ini
berarti menilai sesuatu perilaku untuk menentukan kesesuaiannya dengan
aturan hukum. Review function dalam hubungannya dengan negara
dilaksanakan apabila perilaku suatu negara dinilai menurut hukum
internasional oleh suatu lembaga pengawasan yang mempunyai status
internasional. Pengawasan ini dilakukan oleh suatu negara atau lebih atau
oleh suatu lembaga yang dibentuk menurut perjanjian internasional. Hasil
dari pengawasan ini adalah suatu keputusan tentang sesuai tidaknya negara
tersebut dengan hukum internasional.
2. Correction Function: fungsi ini dilaksanakan manakala telah timbul suatu
keadaan yang bertentangan dengan hukum internasional, namun demikian,
fungsi ini dapat pula bersifat preventif, manakala negara-negara
menyesuaikan diri pada aturan-aturan hukum internasional sebagai akibat
eksistensi atau ancaman dan mekanisme koreksi ini. Tujuan akhir dari
pengawasan internasional adalah untuk memastikan kepatuhan terhadap
aturan hukum internasional. Oleh karena itu pelanggarannya harus
diperbaiki. Terlepas dari kasus-kasus di mana negara melakukan
pelanggaran memperbaiki pelanggaran atas kehendak sendiri, kepatuhan
terhadap hukum internasional harus dipastikan melalui persuasi atau
44

Hata, Perdagangan Internasional: dalam Sistem GATT dan WTO, Refika Aditama:
Bandung. Hal. 181.
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

61

paksaan dari luar. Ini merupakan fungsi koreksi dari pengawasan


internasional,

yang

biasa

juga disebut

sebagai

fungsi pemaksa

(enforcement functin). Satu persoalan yang terkait dengan hal ini adalah
pengenaan sanksi dalam hukum internasional.
3. Creative Function: sekalipun review creative function merupakan bagian
pokok dari pengawasan, namun pengawasan juga dapat berfungsi kreatif,
terutama dalam hukum internasional. Hal ini disebabkan karena tidak
adanya semacam eksekutif dan judikatif. Tindakan-tindakan legislatif
seringkali abstrak atau tidak jelas. Oleh karena itu usaha untuk
memperjelas norma-norma hukum internasional ini merupakan bagian dari
fungsi pengawasan yaitu fungsi kreatif. Jadi fungsi kreatif ini berupa
penafsiran atas aturan-aturan hukum internasional yang belum jelas. 45
Secara normatif GATT dan WTO menyediakan sejumlah ketentuan
pengawasan di dalamnya. Misalnya, dalam GATT pasal X mengandung ketentuan
tentang pengawasan secara umum. Pasal ini mewajibkan negara-negara
menerbitkan

aturan-aturan

nasional

yang

terkait

dengan

perdagangan

internasional. Ini merupakan review function dari pengawasan.

D. Hubungan Penyelesaian Sengketa GATT dan WTO dengan Bentuk


Penyelesaian Sengketa Internasional secara Damai
Sebagaimana diketahui metode penyelesaian sengketa internasional secara
damai dalam garis besarnya dapat dibagi dua, yakni secara diplomatik

45

Ibid., hal. 182.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

62

(negotiation, mediation, inqiry dan conciliation), dan secara hukum (arbitration,


dan judicial settlement).
Pertama-tama, pasal XXII mengandung dua ayat yang menunjuk pada
penyelesaian sengketa lewat konsultasi. Ayat pertama konsultasi dilakukan sendiri
oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Selanjutnya dalam ayat dua, disebutkan jika
usaha konsultasi bilateral tersebut pada ayat sati tidak menghasilkan penyelesaian,
maka salah satu pihak dapat meminta bantua contracting parties, untuk
berkonsultasi dengan pihak lain.
Konsultasi yang diadakan sesuai dengan ketentuan pasal XXII tersebut
tidak mengharuskan telah terjadinya kerugian bagi salah satu pihak. Akan tetapi
pihak yang dimintakan konsultasinya oleh pihak lain harus memberikan
symphatetic consideration terhadapnya. Salah satu persidangan contracting parties
tahun 1960 dinyatakan bahwa symphatic consideration dalam pasal tersebut
mengandung unsur simpati dan tidak dapat ditundukkan pada suatu definisi
hukum. Menurut perbaikan prosedur konsultasi yang disepakati tahun 1958, yakni
procedures under article XXII on question affecting the interest of number of
contracting parties, dinyatakan bahwa setiap negara peserta yang meminta
konsultasi harus juga melaporkannya kepada seluruh negara peserta.
Apakah konsultasi suatu metode penyelesaian sengketa yang telah dikenal
dalam hubungan-hubungan internasional? Konsultasi sebenarnya adalah salah
satu perwujudan dari negosiasi. Negosiasi merupakan metode utama untuk
menyelesaikan sengketa yang mengancam perdamaian internasional ataupun
sengketa-sengketa lain. sebenarnya dalam praktek, negosiasi lebih banyak
digunakan dibandingkan dengan metode lain sekalipun digabungkan bersama.
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

63

Seringkali negosiasi merupakan satu-satunya cara, bukan semata-mata karena


yang biasanya pertama kali dicoba dan sering berhasil akan tetapi karena
banyaknya negara merasa yakin bahwa manfaatnya sangat besar sehingga dapat
mengecualikan metode-metode lain. Negosiasi juga tidak sekadar dapat
menyelesaikan perselisihan akan tetapi juga dapat mencegah sengketa-sengketa
yang mungkin timbul. Ini terbukti dalam penyelesaian sengketa GATT. Dengan
adanya ketentuan pasal XXII dan XXIII: 1, konsultasi biasanya merupakan
langkah pertama dan sering merupakan yang terakhir, dan banyak sengketa
diselesaikan atau dicegah sebelum menjadi konflik yang lebih parah. Suatu aspek
penting dalam prsedur konsultasi GATT dan WTO merupakan ciri khas yang
berbeda dari prosedur negosiasi pada umumnya adalah ciri transparansi yang
melekat padanya dengan adanya keharusan untuk melaporkan kepada organisasi
yang berwenang di dalam organisasi tersebut yang pada negara lain yang tidak
terlibat dalam konsultasi akan mengetahui hasil akhir dari konsultasi tersebut, dan
akan dapat mengambil langkah-langkah konkretnya sendiri apabila hasil
konsultasi itu akan mengancam kepentingan mereka.
Inquiry sebagai suatu istilah digunakan dalam dua situasi yang berbeda.
Pertama, dalam arti luas ia menunjuk pada suatu proses yang dilaksanakan
manakala suatu pengadilan atau badan-badan lain yang berusaha menyelesaikan
perselisihan atas fakta tertentu. Dikarenakan setiap persengketaan internasional
menimbulkan persoalan tentang fakta, sekalipun di dalamnya juga ada
persengketaan hukum atau politik, jelas bahwa inquiry dalam artian operasional
ini dapat merupakan komponen utama dari arbitrase, konsiliasi, tindakan oleh
organisasi internasional dan cara-cara penyelesaian oleh pihak ketiga lainnya.
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

64

Dalam arti lain, inquiry adalah suatu pengaturan institusional yang dipilih oleh
negara dengan maksud untuk menyelidiki persoalan yang disengketakan secara
bebas dalam bentuk kelembagaannya dalam hukum internasional dikenal dengan
Commission of Inquiry dan mulai diperkenalkan dalam Konvensi Den Haag 1899.
Inquiry dalam arti yang kedua yakni dalam bentuk suatu komisi biasanya
dibentuk oleh dua negara yang berselisih untuk mencari kebenaran dari suatu
fakta dalam suatu sengketa internasional secara tidak memihak.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

65

BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan
Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara, negara
dengan individu, atau negara dengan organisasi internasional tidak selamanya
erjalin dengan baik. Acap kali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara
mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber
potensi sengketa antar negara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam,
kerusakan lingkungan, perdagangan, dan lain-lain. manakala hal demikian itu
terjadi, hukum internasional memainkan peranan yang tidak kecil dalam
penyelesaiannya.
Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang
cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke-20. Upaya-upaya
ini ditujukan untuk menciptakan hubungan antar negara yang lebih baik
berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional.
Suatu sengketa terjadi apabila ada pertentangan misalnya karena adanya
pelanggaran ketentuan GATT yang menimbulkan kerugian salah satu fihak. Di
dalam GATT mengatur tingkah laku perdagangan untuk mencapai harmonisasi
antara peraturan internasional dengan kebijaksanaan internasional dengan
kebijaksanaan nasional.
Peran yang dimainkan hukum internasional dalam penyelesaian sengketa
internasional adalah memberikan cara bagaimana para pihak yang bersengketa
menyelesaikan sengketanya menurut hukum internasional. Dalam perkembangan
Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

66

awalnya, hukum internasional mengenal dua cara penyelesaian, yaitu cara


penyelesaian secara damai dan perang militer.
Penyelesaian sengketa ini merupakan salah satu jenis kegiatan yang telah
melembaga dalam GATT dan WTO. Hal ini berarti bahwa khusus dalam bidang
penyelesaian

sengketa,

berdasarkan atas pengalaman

institusional sejak

didirikannya GATT dan WTO, telah tersusun suatu sistem dan tata cara yang
semakin berbentuk. Dalam kata lain, dengan telah berjalannya sistem tata yang
telah tersusun sejak empat puluh tahun lamanya, maka telah tercipta suatu
institutional memory yang menjadi landasan dalam melaksanakan kegiatan
penyelesaian sengketa.
Konsultasi, konsiliasi dan penyelesaian sengketa merupakan salah satu
segi fundamental yang terpenting dari pekerjaan sehari-hari GATT sebagai suatu
lembaga internasional. Negara anggota GATT dan WTO baik yang besar maupun
yang kecil dapat menggunakan GATT sebagai forum untuk mencapai
penyelesaian bila negara tersebut merasa bahwa haknya yang diperoleh dan sesuai
dengan ketentuan GATT telah diganggu akibat tindakan atau kebijaksanaan
negara anggota lainnya.

2. Saran
Berdasarkan kajian terhadap mekanisme penyelesaian sengketa dalam
WTO, penulis kemukakan beberapa saran yang penulis anggap perlu bagi
perbaikan mekanisme penyelesaian sengketa dalam WTO, yakni sebagai berikut:
1. WTO sebagai organisasi perdagangan internasional dalam menyelesaikan
sengketa-sengketa perdagangan

internasional

harus selalu

bersifat

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

67

independen. Artinya harus dapat menempatkan seluruh anggotanya pada


posisi yang sama, tanpa kecuali.
2. Sebagai salah satu negara yang tergabung dalam organisasi World Trade
Organization

(WTO),

Indonesia

harus

turut

aktif

ikut

dalam

mengusahakan cara-cara penyelesaian sengketa secara damai melalui


forum WTO demi terwujudnya perdamaian abadi sebagaimana tercantum
dalam pembukaan UUD 1945.
3. Berbagai bentuk sengketa GATT dan WTO yang terjadi dalam lintas
perdagangan internasional, sebaiknya mendahulukan cara-cara yang
persuasif, yakni cara-cara damai dalam penyelesaian sengketanya.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

68

DAFTAR PUSTAKA

Adolf, Huala, Hukum Perdagangan Internasional, PT RajaGrafindo Persada:


Jakarta. 2005.
___________,Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika:
Jakarta. 2004.
AK., Syahmin, Hukum Perdagangan Internasional (Dalam Kerangka Studi
Analitis), (Naskah Tutorial), FH UNISTI Palembang, 2004.
___________, Peranan Hukum Kontrak Internasional pada Era Pasar Bebas,
Course Materials, Fakutlas Hukum Universitas Sjakhyakirti, Palembang.
2000.
__________, Hukum Dagang Internasional (Dalam Kerangka Studi Analitis), PT
RajaGrafindo Persada: Jakarta. 2006.
Fuady, Munir, Hukum Dagang Internasional (Aspek hukum dari WTO), (PT.
Citra Aditya Bakti: Bandung, 2004).
Gautama, Sudargo, Segi-Segi Hukum Perdagangan Internasional, (PT. Citra
Aditya Bakti: Bandung, 1994).
Hata, Perdagangan Internasional: dalam Sistem GATT dan WTO, Refika
Aditama: Bandung.
Kartadjoemena, H. S, GATT dan WTO: Sistem, Forum, Lembaga Internasional di
Bidang Perdagangan, UI Press: Jakarta. 1996.
Kusuma Atmadja, Mochtar, Pengantar Hukum Internasional, Bina Cipta,
Bandung. 1987.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

69

Mauna, Boer Hukum Internasiona: Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global, Penerbit Alumni, Bandung, 2003.
Nasution, Sanwani, SH, Dkk, Arbitrase Dalam Hukum Internasional, Fakultas
Hukum USU, Medan.
Riyanto, Astim, World Trade Organization (organisasi perdagangan dunia),
(Bandung:: Yapemendo, 2003).
Wiradipradja, E. Saefullah, Konsekuensi Yuridis Keanggotaan Indonesia dalam
WTO, Makalah, Bahan Ceramah pada Prapasca Program Pascasarjana
UNPAD 2000/2001, Bandung, 25 September 2000.
www. Dprin.go.id. WTO dan Sistem Perdagangan Dunia, diakses Selasa 21
Agustus 2007
www.wto.org, World Trade Organization Organisasi Perdagangan Dunia,
Diakses Selasa, 21 Agustus 2007
www.pirhot-nababan.blogspot.com/2007/07/tinjauan-umum-penyelesaiansengketa senin, 23 Juli 2007.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.
USU Repository 2009

Anda mungkin juga menyukai