TETANUS
Pendamping:
dr. Nur Cahyo Anggoro Jati
Disusun oleh:
dr. Lina Pratiwi
RSUD MAJENANG
KABUPATEN CILACAP
2016
Topik: Tetanus
Tanggal (kasus): 18 Mei 2016
Persenter: dr. Lina Pratiwi
Tangal presentasi:
Penyelia: dr. Nur Cahyo Anggoro Jati
Tempat presentasi: RSUD Majenang
Obyektif presentasi:
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi: Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 18 Mei
2016 di Ruang Perawatan Melati (kelas III).
Seorang wanita 51 tahun datang dengan keluhan utama kejang- kejangs ejak tadi malam
(12 jam Sebelum Masuk Rumah Sakit). Kejang berlangsung selama kurang lebih 5 menit dan
sudah dua kali kejang. Saat kejang, pasien merasa sadar. Kejang yang dialami bukan kejang
kelojotan, namun badan seperti tegang dan kaku-kaku , terutama dibagian leher, bahu serta kaki
dan tangannya. Saat kejang, pasien merasa sadar penuh dan merasa seperti kesakitan seluruh
tubuhnya. Kejang yang pertama dipicu oleh suara yang cukup keras, sedangkan kejang yang
kedua dipicu juga oleh suara namun dengan volume atau intensitas suara biasa. Belum pernah
riwayat kerjang yang terjadi secara tiba-tiba. Setelah kejang pasien masih sadar penuh dan dapat
berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain. Sebelum timbulnya kejang, pasien merasa perut
terasa tegang sejak 1 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit. Perut terasa tegang seperti papan keras
dan rata, keluhan nyeri bagian perut khususnya ulu hati ataupun perut kanan bawah sebelumnya
disangkal. Selain itu, rahang terasa kaku, hingga sulit untuk membuka mulut, namun masih bisa
membuka mulut, kira kira 1 sampai 2 jari. Paisen masih bisa menelan makanan dan minuman
sedikit-sedikit, namun kadang tersedak. Riwayat gangguan menelan sebelumnya disangkal.
Paisen mengaku pernah mengalami luka robek di bagian betis kanan, 7 hari yang lalu.
Luka robek dialami karena terkena golok yang berkarat saat memotong rumput di tanah lapang,
dengan kondisi tanah lapang yang kotor dan banyak kotoran binatang. Besar luka robek kirakira seoanjang 3 sentimeter, dalamnya kurang lebih 1 sentimeter, dilakukan penjahitan, namun
tidak diberikan anti tetanus. Saat ini luka telah menjadi jaringan parut.
Sebelumnya, pasien belum pernah menderita hal serupa. Riwayat batuk, mual, muntah
serta demam disangkal. Buang Air Kecil dan Besar tidak mengalami gangguan. Riwayat pernah
kejang sebelumnya disangkal. Riwayat mengalami penurunan kesadaran ataupun pingsan
disangkal. Riwayat penyakit epilepsi disangkal. Riwayat trauma di kepala disangkal.
Sebelumnya belum pernah berobat.
Tujuan: Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Tetanus
Bahan bahasan:
Tinjauan pustaka
Riset
Kasus
Audit
2
Cara membahas:
Diskusi
Data pasien:
Nama: Ny. K
Nama klinik: dr.Lina Pratiwi
Pos
No registrasi: 067268
Telp: 081314138451 Terdaftar sejak: 18 Mei
2016
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis: Tetanus Generalisata, dengan gambaran klinis kejang rangsang,
perut kaku, rahang kaku dan terdapat bekas luka.
2. Riwayat Pengobatan: Sebelum ke RSUD Majejang pasien belumdibawa berobat ke fasilitas
kesehatan lain ataupun mantri. Riwayat meminum obat-obaran rutin seperti obat Hipertensi,
Kencing Manis dan lainnya disangkal.
3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit:
Riwayat penyakit jantung, pernapasan dan hipertensi disangkal. Pasien juga tidak menderita
kencing manis.
Riwayat Hipertensi (-), Riwayat DM (-), Riwayat Penyakit Jantung (-), Riwayat asma (-)
5. Riwayat pekerjaan:
Ibu rumah tangga
Daftar Pustaka:
Sumiardi K. Bob B. Bedah Minor. 2nd ed. Jakarta: Hipokrates; 1995. p. 83-7.
Hendarwanto. llmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2001.p. 49- 51.
Maliawan S. 2013. Tetanus dan Penangannnya. Denpasar: SMF Ilmu Bedah Syaraf FK UNUD.
dan kepala.
Trismus atau lockjaw karena kontaksi otot masseter
Spasme otot menelan menyebabkan disfagia
Spasme otot batang tubuh menyebabkan munculnya opistotonus.
Otot ekstremitas terpengaruh terakhir kali, namun tidak melibatkan otot
tangan dan kaki.
1.3 Terdapat luka robek 7 hari yang lalu, pada betis kanan (panjang 3 cm dan dalam 1 cm),
terkena golok berkarat saat memotong rumput di tanah lapang (banyak kotoran
binatang), telah dijahit dan luka sudah timbul jaringan parut, tidak diberi anti tetanus.
Penalaran klinis: Tetanus dapat terjadi sebagai komplikasi luka, baik luka besar maupun
4
luka kecil, luka nyata maupun luka tersembunyi. Tetanus merupakan penyakit akut yang
disebabkan oleh kuman Clostridium Tetani yang menghasilkan eksotoksin bersifar
anaerob, yang dapat masuk ke dalam luka (port d entree) melalui tanah, debu atau
kotoran (anamnesis pasien terluka dengan golok di tanah lapang yang kotor mendukung
hal ini). Masa inkubasi penyakit tetanus adalah 1-54 hari, rata-rata 8 hari (pada pasien 7
hari). Jenis luka yang mengandung tetanus adalah luka-luka seperti vulnus laceratum
(luka robek, terjadi pada pasien), luka tusuk, luka bakar, fraktur terbuja, otitis media,
luka terkontaminasi, dan lain-lain (disangkal oleh pasien). Saat terjadi luka, juga tidak
dilakukan tindakan profilaksis berupa antitetanus (ATS maupun TT), yang menjadi
faktor predisposisi terjadinya tetanus.
1.4 Riwayat pernah kejang sebelumnya, epilepsi, trauma kepala dan riwayat penurunan
kesadaran disangkal.
Penalaran klinis : Pernyataan diatas menyingkirkan kemungkinan diagnosis kejang dan
spasme bagian tubuh pasien merupakan akibat kelainan neurologis lain.
2. Objektif:
Tanda-tanda Vital
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit, isi dan tegangan cukup, reguler
Suhu
: 37,2 (afebris)
Pernapasan
: 20 x/menit, reguler.
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, lemah, sekujur tubuh berkeringat, kesan
opistotonus (+) posisi cephalic tarsal.
Status Generalis
Kepala : Rambut tidak mudah dicabut, alopecia Wajah : Simetris, kesan wajah kaku (rhisus sardonicus) tidak ditemukan.
Mata
: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+, pupil bulat isokor,
diameter 3 mm/3mm.
Telinga : Auricula simetris, discharge -/-, serumen +/+, tak ada kesan Otitis Media.
Hidung : Sekret -/-, deviasi septum -, mukosa hiperemis Mulut : Bibir sianosis -, karies dentis -, atrofi papil lidah -, uvula di tengah, tonsil T1/T1
Terdapat Trismus (+) 1 jari
Leher : Terdapat kekakuan leher (tengkuk). Kuduk kaku (+)
KGB : Tidak teraba
Tiroid : Tidak teraba membesar. Bruit tiroid tidak ada.
JVP : 5+2 cmH2O
Dada
: Spider nevi -, ginekomasti -/Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi (-), ketinggalan gerak
5
edema -/-, eritema palmaris -/-, white nail -/-, akral dingin, tidak ada
gangguan gerak, pucat -/- tremor halus -/Inferior : edema -/-, white nail -/-, akral dingin, tidak ada gangguan gerak, pucat -/Status lokalis regio cruris posterior dekstra
Inspeksi (look): Terdapat luka parut, tampak tanda peradangan minimal di sekitar luka :
kalor (+), rubor (+), dolor (+), pus (-), darah (-).
Palpasi (feel): nyeri tekan (+)
Penalaran Klinis :
Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan :
Kesan opistotonus posisi cephalic tarsal
Kontraksi pada otot punggung sehingga mneyebabkan
perubahan bentuk menjadi melengkung
Trismus 1 jari
Kuduk kaku (kaku di leher)
Abdomen papan (abdomen terasa keras dan rata)
Gejala spasme
otot pada tetanus
Pemeriksaan Penunjang :
Hasil Laboratorium tanggal 18 Mei 2016
Hematologi Darah Rutin
6
Jenis
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Interpretasi
Pemeriksaan
Leukosit
9,7
x 103 /ul
4,5-10,5
Normal
6
Eritrosit
4,79
x 10 /ul
4,5-6,5
Normal
Hemoglobin
15,9
gr/ dl
12-18
Normal
Hematokrit
43,8
%
L 40-48 P 37-43
Normal
MCV
82,5
fl
82-92
Normal
MCH
26
pg
27-31
Normal
MCHC
33,4
gr/dl
32-37
Normal
Trombosit
274
x 103 /ul
150-450
Normal
Pada pasien tetanus, pemeriksaan laboratorium biasanya tidak menunjukkan perubahan.
Leukosit yang masih dalam batas normal juga menunjukkan belum terjadi komplikasi tetanus
seperti penumonia dan sebagainya.
3. Assessment(penalaran klinis):
Diagnosis pada pasien ini adalah : Tetanus Generalisata Stadium Klinis III
Berikut diuraikan penjelasan tinjauan pustaka Tetanus dari berbagai literatur:
Defenisi
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat
toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. Tetanus adalah penyakit infeksi yang
diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal,
diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter
dan otot-otot rangka.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit infeksi yang
diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani,yang ditandai dengan gejala kekakuan dan
kejang otot.
Etiologi
Tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Bakteri basil gram positif
b. Bergerak bebas
c. Anaerob obligat
d. Mempunyai bentuk vegetatif (spora) berbentuk seperti raket tennis (drumstick)
Epidemiologi
7
Tetanus terjadi secara sporadis, dapat menimpa individu non-imun, individu dengan
imunitas parsial, maupun individu dengan imunnitas penuh yang gagal mempertahankan
imunitasnya secara adekuat dengan vaksinasi ulangan. Penyakit ini umumnya terjadi di daerah
pertanian, pedesaan, daerah dengan iklim hangat, selama musim panas banyak pada penduduk
pria (perbandingan pria dan wanita = 3-4:1). Risiko terjadinya tetanus meningkat seiring dengan
pertambahan usia.
Patogenesis
Clostridium tetani biasanya memasuki tubuh dalam bentuk spora melalui luka yang
terkontaminasi dengan tanah, kotoran binatang, atau logam berkarat, dapat terjadi sebagai
komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka gigitan binatang yang mengalami nekrosis,
infeksi telinga tengah, aborsi sepsis, infeksi gigi, persalinan, injeksi intramuskular dan
pembedahan. C.tetani sendiri tidak menyebabkan inflamasi sehingga tidak tampak tanda-tanda
inflamasi di sekitar port dentry, kecuali bila ada infeksi oleh mikroorganisme lain.
Dalam kondisi anaerob yang dijumpai pada jaringan nekrotik dan terinfeksi basil tetanus
mensekresikan dua macam eksotoksin, yakni tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin akan
merusak jaringan yang masih hidup yang mengelilingi sumber infeksi dan mengoptimalkan
kondisi yang memungkinkan bakteri ini bermultiplikasi. Sementara itu, untuk mencapai susunan
saraf pusat dan menghasilkan gejala-gejala klinik tetanus, tetanospasmin memiliki beberapa
jalur penyebaran, yakni :
1. Masuk langsung ke dalam otot
2. Melalui sistem limfatik
3. Melalui aliran darah
Setelah melewati salah satu jalur di atas, tetanospasmin menempel pada permukaan membran
presinaptik neuron terminal yang terdekat. Selanjutnya secara retrograd menyebar intraneuronal
sampai ke SSP mulai dari akson menuju badan sel, lalu dendrit dan ke akson neuron
sebelumnya.
Tetanospasmin merupakan polipeptida rantai ganda, terdiri dari rantai berat dan rantai
ringan, yang dihubungakan oleh ikatan disulfida. Ujung karboksil dari rantai berat
tetanospasmin memungkinkannya terikat pada membran saraf, sedangkan ujung aminonya
memungkinkan tetanospasmin masuk ke dalam sel saraf melalui serangkaian reaksi
biomolekuler. Setelah masuk ke dalam neuron, kekuatan ikatan disulfida berkurang
menyebabkan rantai ringan terlepas dan menjadi aktif, bekerja pada pre-sinaps untuk mencegah
pelepasan neurotransmitter inhibitory (glisin dan GABA) dari neuron yang ditempatinya dengan
8
cara menghancurkan sinaptobrevin (protein membran yang berfungsi membantu terjadinya fusi
vesikel yang mengandung meurotransmitter inhibitory dengan membran pre-sinaps), akibatnya
proses pelepasan neurotransmitter inhibitory ke dalam celah sinaps tidak terjadi. Kegagalan
pelepasan neurotransmitter inhibitory ke dalam celah sinaps mengakibatkan terjadinya
peningkatan aktivitas neuron-neuron eferen menuju otot, menimbulkan gejala kaku otot maupun
spasme, misalnya pada otot masseter, menyebabkan trismus (lock-jaw).
Manifestasi Klinik
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah
terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan gejala
umum:
1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris
2. Kaku kuduk sampai epistotonus karena ketegangan otot-otot erector trunki
3. Ketegangan otot dinding perut
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior
5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alias tertarik ke atas), sudut mulut tertarik ke
luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi
6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan (sering merupakan
gejala dini)
7. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dala
keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Keadaan tetap sadar, spasme
mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi, kemudian tidak jelas lagi dan serangan
tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramuscular karena
kontraksi yang kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi
urine dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula
terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan
otak.
Dilihat dari gambaran klinisnya, tetanus dapat dikelompokkan atas :
Tetanus generalisata (umum), merupakan bentuk yang paling sering, terjadi bila toksin
beredar melalui sirkulasi darah atau limfe, ditandai dengan rigiditas pada leher dan
punggung (opistotonus); spasme; terjadi generalisata, dan apabila berat terjadi disfungsi
otonom terutama peningkatan aktivitas simpatis.
Gejala spasme otot pertama muncul pada rahang (terjadi trismus atau lock-jaw), lalu meluas
ke seluruh otot wajah (rhisus sardonicus), otot-otot menelan (disfagia) dan perut. Perut
menegang seperti papan.
Spasme otot yang terjadi bersifat episodik, bisa timbul dipicu oleh stimulus internal dan
eksternal berupa sentuhan, visual, auditori atau emosional.
Gejala otonom biasanya dapat berupa peningkatan suhu tubuh sekitar 2-4 0C, berkeringat
berlebihan, peningkatan tekanan darah, denyut jantung meningkat secara episodik,
hipersalivasi (drooling).
Tetanus lokal, merupakan bentuk yang jarang terjadi, terbatas hanya pada otot-otot di
sekitar luka, gejala berupa kaku dan nyeri otot di sekitar luka, diikuti twitching dan spasme.
Tetanus sefalik, merupakan bentuk yang jarang terjadi, terjadi pada luka di daerah wajah,
kepala dan telinga. Masa inkubasinya pendek, 1-2 hari. Gejalanya didominasi oleh adanya
paralisis (kelemahan pada otot-otot wajah) daripada spasme karena terganggunya saraf-saraf
cranial. Spasme biasanya pada lidah, kerongkongan, menyebabkan disartria, disfoni, dan
disfagia.
Tetanus neonatorum, merupakan tetanus bentuk generalisata yang terjadi pada bayi yang
lahir dari ibu yang tidak diimunisasi secara adekuat, terutama melalui pemotongan tali pusat
yang tidak steril. Onset dalam 2 minggu pertama kehidupan, gejalanya rigiditas, sulit
menelan ASI, muntah, irritable, dan spasme. Prognosis buruk dimana 90% penderita
meninggal; dan pada penderita yang tetap hidup mangakibatkan terjadinya retardasi.
Staging Penyakit Tetanus
Stadium klinis pada orang dewasa terdiri dari:
Stadium 1: trismus
Stadium 2: opisthothonus
Pada anak, berdasarkan berat gejala dapat dibedakan menjadi 3 stadium, yaitu:
1. Trismus (3 cm) tanpa kejang torik umum meskipun dirangsang.
2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
10
Prinsip :
1. Mengeliminasi bakteri dalam tubuh untuk mencegah pengeluaran tetanospasmin lebih
lanjut
2. Menetralisir tetanospasmin yang beredar bebas dalam sirkulasi (belum terikat dengan
sistem saraf pusat)
3. Meminimalisasi gejala yang timbul akibat ikatan tetanospasmin dengan sistem saraf
pusat
Terapi umum :
1. Semua pasien disarankan untuk menjalani perawatan di ruang ICU yang tenang supaya
bisa dimonitor terus-menerus fungsi vitalnya. Pasien dengan tetanus tingkat II, III, IV
sebaiknya dirawat di ruang khusus dengan peralatan intensif yang memadai serta
perawat yang terlatih untuk memantau fungsi vital dan mengenali tanda aritmia.
Hendaknya pasien berada di ruangan yang tenang dengan maksud untuk meminimalisasi
stimulus yang dapat memicu terjadinya spasme.
2. Berikan cairan infus D5 untuk mencegah dehidrasi dan hipoglikemi
3. Debridement luka. Semua luka harus dibersihkan. Jaringan nekrotik dan benda-benda
asing harus dikeluarkan. Semua luka yang berpotensial harus didebridement, abses harus
diinsisi dan didrainase. Selama dilakukannya manipulasi terhadap luka yang diduga
menjadi sumber inkubasi tetanus ini, harus diberikan hTIG dan terapi antibiotika. Juga
penting diberikan obat-obatan pengontrol spasme otot selama manipulasi luka.
Terapi khusus :
1. Human Tetanus Imunoglobulin (hTIG 3000-6000 IU i.m) : untuk menetralisir
tetanospasmin bebas. Antitoksin ini tidak mempuny6ai efek pada toksin yang telah
terikat pada jaringan saraf pada susunan saraf pusat ataupun sistem otonom. Toksin
bebas mungkin terdapat pada sekeliling luka tempat pertumbuhan C. tetani. Diberikan
secepat mungkin setelah diagnosis klinis tetanus ditegakkan.
2. Antibiotik : untuk menghilangkan sumber tetanospasmin
DOC : Metronidazole 500 mg p.o tiap 6 jam atau 1gr tiap 12 jam selama 10-14 hari,
aktif menghambat pertumbuhan bakteri anaerob dan protozoa.
3. Benzodiazepine : untuk meminimalisasi spasme otot dan rigiditas karena bersifat GABA
enhancer.
DOC : Diazepam karena dapat mengurangi ansietas, menyebabkan sedasi dan
12
4. Tetanus Toxoid (Td 0,5 ml i.m) : untuk merangsang dibentuknya antibodi terhadap
eksotoksin bakteri. Td ini merupakan suatu eksotoksin yang telah didetoksikasi dengan
formaldehid dan diabsorbsi ke dalam garam aluminium. Antigen ini akan menginduksi
produksi antibody yang melawan eksotoksin.
5. -adrenergik blocking agents (Labetolol 0,25-1 mg/menit melalui infus i.v setelah
dititrasi) untuk mengontrol disfungsi otonom yang didominasi aktivitas simpatis, yakni
menurunkan tekanan darah tanpa memperberat takikardi
6. Intubasi endotrakeal atau trakeostomi pada tetanus berat (stadium III-IV) untuk atasi
gangguan napas. Hendaknya trakeostomi dilakukan pada pasien yang memerlukan
intubasi lebih dari 10 hari, disamping itu trakeostomi juga direkomendasikan setelah
onset kejang umum yang pertama.
7. Walaupun imunisasi aktif tidak 100% efektif mencegah tetanus, namun imunisasi tetanus
telah memperlihatkan sebagai salah satu yang paling efektif sebagai pencegahan
terhadap kejadian tetanus. Pemberian imunisasi dan penanganan luka yang baik
diketahui merupakan komponen yang penting dalam mencegah penyakit ini. Pada pasien
dengan tetanus, imunisasi aktif dengan Td harus mulai diberikan atau dilanjutkan
sesegera mungkin setelah kondisi pasien stabil.
13
Prognosis
Prognosis tergantung pada beberapa faktor, diantaranya :
Masa inkubasi dan onset.
Semakin pendek masa inkubasi dan onset, semakin berat tingkat
keparahan
DOKTER PENDAMPING
15
Lampiran
Follow Up
Tanggal
19/5/2016
Perjalanan Penyakit
Planning
Subyektif
Obyektif
Assesment
Perawatan Hari I
1. IVFD D5 20
S Kaku pada rahang, leher dan perut masih ada
tetes per menit
namun berkurang, kejang tak ada. Keluhan
2. Oksigen kanul 3
deamam dan sesak napas tak ada.
lpm
O : KU/Kes : Tampak Sakit Sedang /CM, kesan
3. ATS 20.000 IU
opistotonus (+)
VS : TD: 120/70 mmHg , S: 37,2 0C (diukur
IM selama 5
pagi hari), N: 80
hari berturuttururt
4. Perawatan luka
(+) 3 jari.
5. Penisilin
Mata : CA -/-, Sklera ikterik -/-, RC +/+ PBI
Prokain 1,2 juta
3mm/3mm
Leher : kuduk kaku (+)
IU/ 8jam IM
Thorax : P : SN vesikuler +/+, rbh -/-, rbk -/-,
selama 10 hari
wheezing -/C : S1, S2, reguler, murmur (-),
6. Metronidazole
gallop (-),
500 mg/ 6jam
Abdomen : Datar, BU + Normal, Timpani,
IV selama 10
Supel, Nyeri tekan (-), perut papan
hari
(+)
Extremitas : hangat, edema -/-, spasme (-)
7. Diazepam 3 x
Ass : Tetanus
10 mg IV
8. Omeprazole 40
mg IV/ hari
9. Diet tinggi
kalori 2000
kalori/ hari
10. Monitor urin
(I/O)
16
20/5/2016
Perawatan Hari II
1. IVFD D5 20
S Kaku leher dan perut masih ada namun
tetes per menit
berkurang, kaku rahang sudah tak ada, kejang
2. Oksigen kanul 3
tak ada. Kaku pada bagian tubuh lainnya (-)
lpm
Keluhan deamam dan sesak napas tak ada.
3. ATS 20.000 IU
O : KU/Kes : Tampak Sakit Sedang /CM, kesan
IM selama 5
opistotonus (-)
VS : TD: 120/70 mmHg , S: 36,9 0C (diukur
hari berturutpagi hari), N: 80
tururt
8. Omeprazole 40
mg IV/ hari
9. Diet tinggi
kalori 2000
kalori/ hari
10. Monitor urin
(I/O)
20/5/2016
1. IVFD D5 20
tetes per menit
2. Oksigen kanul 3
lpm
3. ATS 20.000 IU
IM selama 5
hari berturut17
opistotonus (-)
VS : TD: 120/70 mmHg , S: 36,9 0C (diukur
pagi hari), N: 80
tururt
4. Perawatan luka
5. Penisilin
Prokain 1,2 juta
IU/ 8jam IM
selama 10 hari
3mm/3mm
6. Metronidazole
Leher : kuduk kaku (-)
500 mg/ 6jam
Thorax : P : SN vesikuler +/+, rbh -/-, rbk -/-,
wheezing -/IV selama 10
C : S1, S2, reguler, murmur (-),
hari
gallop (-),
Abdomen : Datar, BU + Normal, Timpani, 7. Diazepam 3 x
Supel, Nyeri tekan (-), perut papan
(+)
Extremitas : hangat, edema -/-, spasme (-)
Ass : Tetanus
10 mg IV
8. Omeprazole 40
mg IV/ hari
9. Diet tinggi
kalori 2000
kalori/ hari
10. Monitor urin
(I/O)
Catatan : Selama masa perawatan, pasien dan keluarga telah diedukasi berulang kali
mengenai komplikasi tetanus yang mungkin terjadi dan prognosis tetanus yang dapat
bersifat dubia ad malam ataupun ad malam, dan dapat terjadi perburukan sewaktuwaktu sampai dengan kondisi apneu dan kematian.
18