Anda di halaman 1dari 73

Laporan Praktikum

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS


Diajukan untuk memenuhi laporan praktikum
Farmakognosi II yang telah dilaksanakan

Dosen Pengampu :
Rezqi Handayani, S.Farm, M.P.H., Apt
Rabiatul Adawiyah, S.Farm, Apt

Disusun Oleh :
Kelompok VII
1. Arfika Dwi Yanti

(14.71.015830)

2. Cindia Yunari

(14.71.015473)

3. Dinda Heldawati S.

(14.71.015499)

4. Indah

(14.71.015484)

5. Rizqi Chairunnisa

(14.71.015863)

6. M. Syahbana Rizky

(14.71.015837)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIII FARMASI
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan dan melakukan identifikasi kimia dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis
1.2 Dasar Teori
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi
diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya
bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan
perbedaan mobilitas disebabkan adanya pembedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan
uap, ukuran molekul, atau kerapatan muatan ion. Secara sederhana kromatografi biasanya juga di
artikan sebagai teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan
komponen dalam medium tertentu. Kromatografi di gunakan untuk memisahkan substansi
campuran menjadi komponen-komponen. Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan
prinsip ini (Nuvi, 2015).
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen
menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan salah
satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak
keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam
kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Kromatografi juga merupakan analisis
cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat
digunakan untuk memisahkan senyawa senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida-lipida
dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna
untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi
kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil
(Fessenden,2003).
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang
ingin di deteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan
kepolaran. Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisika-kimia dengan fase gerak
1
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

(larutan pengembang yang cocok), dan fase diam (bahan berbutir) yang diletakkan pada
penyangga berupa plat gelas atau lapisan yang cocok. Pemisahan terjadi selama perambatan
kapiler (pengembangan) lalu hasil pengembangan di deteksi. Zat yang memiliki kepolaran yang
sama dengan fase diam akan cenderung tertahan dan nilai Rf-nya paling kecil. Kromatografi
lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi
atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang (Wikipedia, 2014).
Pada identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah berwarna dapat langsung
diperiksa dan ditentukan harga Rf. Rfmerupakan nilai dari Jarak relative pada pelarut. Harga
Rfdihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen
(fase gerak) untuk setiap senyawa. Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam
fase diam. Karena itu Rf juga disebut faktor retensi (Wikipedia, 2014)
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang
juga mempengaruhi harga Rf adalah:
1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya
Biasanya aktifitas dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan mengeringkan
molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari penyerap. Perbedaan
penyerap akan memberikan perbedaan yang besar terhadap hargaRf meskipun
menggunakan fase bergerak dan zat terlarut yang sama tetapi hasil akan dapat diulang
dengan hasil yang sama, jika menggunakan penyerap yang sama, ukuran partikel tetap
dan jika pengikat (kalau ada) dicampur hingga homogen.
3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
Pada prakteknya tebal lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tetapi perlu diusahakan
tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata
pula dalam daerah yang kecil dari plat.
4. Pelarut dan derajat kemurniannya
Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fase bergerak dalam kromatografi
lapisan tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut digunakan maka
perbandingan yang dipakai harus betul-betul diperhatikan.
5. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan
6. Teknik percobaan
2
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Arah pelarut bergerak di atas plat. (Metode aliran penaikan yang hanya diperhatikan,
karena cara ini yang paling umum meskipun teknik aliran penurunan dan mendatar juga
digunakan).
7. Jumlah cuplikan yang digunakan
Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan hasil penyebaran nodanoda dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya,
hingga akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf.
8. Suhu
Pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk
mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh
penguapan atau perubahan-perubahan fase.
9. Kesetimbangan
Ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih penting dalam kromatografi
kertas, hingga perlu mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut.
Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan
pelarut campuran, akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk
cekung dan fase bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi dan keadaan ini harus
dicegah (Sari, 2015).
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairanpadatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan
membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang
berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Sedangkan fase diam untuk kromatografi lapis tipis
seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet.
Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun bercakbercak itu tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Namun, apabila di sinarkan dengan
sinar UV pada lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercakbercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap.Sementara UV tetap di sinarkan pada
lempengan, harus dilakukan penandaan posisi-posisi dari bercak-bercak dengan menggunakan
pensil dan melingkari daerah bercak-bercak itu. Ketika sinar UV dimatikan, bercak-bercak
tersebut tidak tampak kembali (Sari, 2015).
Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan kesetimbangan
antara fase diam dan fase gerak, dimana ada interaksi antara permukaan fase diam dengan gugus
3
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

fungsi senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya.
Kesetimbangan ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak,
serta kepolaran dan ukuran molekul(Gritter,1991).
Pada kromatografi lapis tipis, eluent adalah fase gerak yang berperan penting pada proses
elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fase diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent
dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan
komponen secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Eluent dapat
digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut
pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau
sebuah lapis tipis silika. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut
yang tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika). Semakin dekat kepolaran antara
senyawa dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini
berdasarkan prinsip like dissolved like (Sari, 2015).
Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu
fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak
akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan
tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan)
dan fase gerak(berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa
komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda
bergerak pada laju yang berbeda.
1. Fase Diam
Pelaksanaan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika gel atau
alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Gel
silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis
seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra
violet. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom
aluminium pada permukaan juga memiliki gugus OH.

4
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

2. Fase Gerak
Dalam kromatografi, eluent adalah fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi
larutan umpan (feed) untuk melewati fase diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent
dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen (Sari, 2015)
Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran
pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben
alumina atau sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik
pelarut.Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak
polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika). Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada
lempengan tergantung pada bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut, Hal ini bergantung
pada bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut.Beberapa
keuntungan dari kromatografi lapis tipis ini adalah sebagai berikut :
1. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluorosensi
atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
3. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan
cara elusi 2 dimensi.
4. Dapat untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan hidrokarbon) yang dengan
metode kertas tidak bisa.
5. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan
merupakan bercak yang tidak bergerak.
6. Hanya membutuhkan sedikit pelarut.
7. Waktu analisis yang singkat (15-60 menit)
8. Investasi yang kecil untuk perlengkapan (Biaya yang dibutuhkan ringan).
9. Preparasi sample yang mudah
10. Kemungkinan hasil palsu yang disebabkan oleh komponen sekunder tidak mungkin
11. Kebutuhan ruangan minimum (Sari, 2015)
Analisis KLT banyak digunakan karena:
1. Waktu yang diperlukan untuk analisis senyawa relatif pendek
2. Dalam analisis kualitatif dapat memberikan informasi semi kuantitatif tentang konstituen
utama dalam sampel
5
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

3. Cocok untuk memonitor identitas dan kemurnian sampel


4. Dengan bantuan prosedur pemisahan yang sesuai, dapat digunakan untuk analisis
kombinasi sampel terutama dari sediaan herbal (Sari, 2015)
Contoh penggunaan metode pemisahan secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat
diterapkan dalam menganalisis adanya senyawa paracetamol dan kafein dalam sediaan obat
paten seperti poldanmig yang beredar di pasaran, apakah memenuhi persyaratan mutu obat atau
tidak. Sehingga dengan kadar yang tepat obat dapat memberikan efek terapi yang
dikehendaki.Setiap komponen memiliki harga Rfsendiri-sendiri, dengan bantuan dari sinar
ultraviolet maka dapat ditentukan noda yang tidak tampak oleh kasat mata. Cara yang biasa
dilakukan dengan menyemprotkan KMNO4 dalam H2SO4 yang kemudian akan berinteraksi
dengan komponen-komponen sampel baik secara kimia maupun berdasarkan kelarutan
membentuk warna-warna tertentu.Noda kemudian dihitung harga Rf -nya. Harga Rf dihitung
dengan menggunakan perbandingan jarak yang ditempuh solut dengan jarak yang ditempuh fase
gerak. Nilai maksimum Rf adalah 1 dan nilai minimumnya 0. Dengan menggunakan silika gel
sebagai fase diam, harga Rf 1 menunjukkan jika senyawa tersebut sangat nonpolar sedangkan
harga Rf 0 menunjukkan bahwa senyawa tersebut sangat polar (Gandjar,2007).
Analisis dengan KLT juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi simplisia yang
kelompok kandungan kimianya telah diketahui.
Kelompok kandungan kimia tersebut antara lain :
1. Alkaloid
2. Antraglikosida
3. Arbutin
4. Glikosida Jantung
5. Zat pahit
6. Flavonoid
7. Saponin
8. Minyak atsiri
9. Kumarin dan asam fenol karboksilat
10. Valepotriat (Soebagil,2002).

6
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

BAB II
METODE PERCOBAAN

1.1 Alat
1. Cawan Porselin
2. Gelas Beaker 100 ml
3. Labu Ukur 100 ml
4. Pipet Ukur 50 ml
5. Kertas Saring
6. Chumber
7. Lempeng Silika (Plat KLT)
8. Pipa Kapiler
9. Batang Pengaduk
10. Botol Penyemprot
11. Oven

1.2 Bahan
1. Ekstrak Kental Rumput Teki (Cyperus rotundus herba)
2. Fraksi Etil Asetat Rumput Teki (Cyperus rotundusherba)
3. Aquades
4. Klorofom
5. Etil Asetat
6. n-Butanol
7. Etanol
8. H2SO4 10%

7
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

1.3 Prosedur Kerja


1. Pembuatan Eluen
a. Eluen non polar dibuat dengan campuran pelarut yaitu klorofom dan etil asetat
dengan perbandingan 8:2, 7:3, dan 6:4.
b. Eluen polar dibuat dengan campuran pelarut yaitu n-butanol, etanol, dan aquades
dengan perbandingan 10:2:1, 8:2:1, dan 6:2:1.
2. Penjenuhan Eluen
Penjenuhan eluen dilakukan dengan memasukkan eluen ke dalam chumber dengan
ketinggian kurang dari 2 cm. Memasukkan kertas saring ke dalam chumber yang berisi
eluen. Menutup chumber dan kemudian mengamati sampai eluen naik ke bagian atas
kertas saring (berarti jenuh). Mengeluarkan kertas saring dari chumber.
3. Penotolan dan Identifikasi KLT
Penotolan dan identifikasi KLT dilakukan dengan melarutkan ekstrak simplisia dengan
etanol dalam gelas beaker 100 ml. Menotolkan ekstrak yang telah diencerkan di atas plat
KLT hingga terbentuk noda. Memasukkan ke dalam chumber yang berisi eluen yang
telah dijenuhkan. Mengeluarkan plat KLT hasil penotolan dan chumber setelah eluen
yang menaik mendekati garis batas atas sebesar 0,5 cm. Mengamati noda yang terbentuk
dibawah sinar UV dengan panjang gelombang tertentu. Selain menggunakan sinar UV
untuk melihat noda yang dibentuk menggunakan penampak bercak H 2SO4 10%.
Menyemprotkan H2SO4 10% di atas plat KLT, memanaskan di atas bunsen sehingga noda
atau plot terlihat jelas. Mengamati kembali noda yang terbentuk di bawah sinar UV.
Kemudian menghitung harga Rfnya.

8
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

BAB III
HASIL PENGAMATAN

Simplisia yang diamati adalah rumput teki (Cyperus rotundus herba) berupa fraksi etil asetat
dan ekstrak kental maserasi
3.1 Data Penimbangan
Penimbangan gelas beaker, fraksi etil asetat, dan ekstrak kental
Sampel

Berat Gelas Beaker

Berat Gelas Beaker


+ Berat Sampel

Berat Sampel

Fraksi Etil Asetat

50,8898 g

98,2526 g

47,3628 g

Ekstrak Kental

50, 5656 g

51,5657 g

1,0001 g

3.2 Pembuatan Eluen


a. Eluen Non Polar (Klorofom : Etil Asetat)
1. Perbandingan 8:2
Kloroform
Diketahui

= Perbandingan Kloroform

=8

= Perbandingan Total

= 8 + 2 = 10

= Volume Larutan

= 100 ml

Ditanya

Volume Kloroform ?
Penyelesaian :
x
Volume Kloroform = v
n

9
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

8
100 ml
10

Volume Kloroform = 80 ml
Etil Asetat
Diketahui

= Perbandingan Etil Asetat

=2

= Perbandingan Total

= 8 + 2 = 10

= Volume Larutan

= 100 ml

Ditanya

Volume Etil Asetat ?


Penyelesaian :
x
Volume Etil Asetat = v
n

2
100 ml
10

Volume Etil Asetat = 20 ml

2. Perbandingan 7:3
Kloroform
Diketahui

= Perbandingan Kloroform

=7

= Perbandingan Total

= 7 + 3 = 10

= Volume Larutan

= 100 ml

Ditanya

:
10

Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Volume Klorofom ?
Penyelesaian :
x
Volume Kloroform = v
n

7
100 ml
10

Volume Kloroform = 70 ml
Etil Asetat
Diketahui

= Perbandingan Etil Asetat

=3

= Perbandingan Total

= 7 + 3 = 10

= Volume Larutan

= 100 ml

Ditanya

Volume Etil Asetat ?


Penyelesaian :
x
Volume Etil Asetat = v
n

3
100 ml
10

Volume Etil Asetat = 30 ml

3. Perbandingan 6:4
Kloroform
11
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Diketahui

= Perbandingan Kloroform

=6

= Perbandingan Total

= 6 + 4 = 10

= Volume Larutan

= 100 ml

Ditanya

Volume Klorofom ?
Penyelesaian :
x
Volume Kloroform = v
n

6
100 ml
10

Volume Kloroform = 60 ml

Etil Asetat
Diketahui

= Perbandingan Etil Asetat

=4

= Perbandingan Total

= 6 + 4 = 10

= Volume Larutan

= 100 ml

Ditanya

Volume Etil Asetat ?


Penyelesaian :
x
Volume Etil Asetat = v
n

12
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

4
100 ml
10

Volume Etil Asetat = 40 ml

b. Eluen Polar (n-butanol : etanol : aquades)


1. Perbandingan 10:2:1
n-butanol
Diketahui

= Perbandingan n-butanol

= 10

= Perbandingan Total

= 10 + 2 + 1 = 13

= Volume Larutan

= 100 ml

Ditanya

Volume n-butanol ?
Penyelesaian :
x
Volume n-butanol = v
n

10
100 ml
13

Volume n-butanol = 76,9230 ml

Etanol
Diketahui

= Perbandingan Etanol

=2

= Perbandingan Total

= 10 + 2 + 1 = 13

= Volume Larutan

= 100 ml
13

Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Ditanya

Volume Etanol ?
Penyelesaian :
Volume Etanol =

x
v
n

2
100 ml
13

Volume Etanol = 15,3846 ml

Aquades
Diketahui

= Perbandingan Aquades

=1

= Perbandingan Total

= 10 + 2 + 1 = 13

= Volume Larutan

= 100 ml

Ditanya

Volume Aquades ?
Penyelesaian :
x
Volume Aquades = v
n

1
100 ml
13

14
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Volume Aquades = 7,6923 ml

2. Perbandingan 8:2:1
n-butanol
Diketahui

= Perbandingan n-butanol

=8

= Perbandingan Total

= 8 + 2 + 1 = 11

= Volume Larutan

= 100 ml

Ditanya

Volume n-butanol ?

Penyelesaian :
x
Volume n-butanol = v
n

8
100 ml
11

Volume n-butanol = 72,7272 ml

Etanol
Diketahui

= Perbandingan Etanol

=2

= Perbandingan Total

= 8 + 2 + 1 = 11

= Volume Larutan

= 100 ml

Ditanya

Volume Etanol ?

15
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Penyelesaian :
Volume Etanol =

x
v
n

2
100 ml
11

Volume Etanol = 18,1818 ml

Aquades
Diketahui

= Perbandingan Aquades

=1

= Perbandingan Total

= 8 + 2 + 1 = 11

= Volume Larutan

= 100 ml

Ditanya

Volume Aquades ?
Penyelesaian :
x
Volume Aquades = v
n

1
100 ml
11

Volume Aquades = 9,0909 ml

3. Perbandingan 6:2:1
n-butanol
16
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Diketahui

= Perbandingan n-butanol

=6

= Perbandingan Total

=6+2+1=9

= Volume Larutan

= 100 ml

Ditanya

Volume n-butanol ?
Penyelesaian :
x
Volume n-butanol = v
n

6
= 100 ml
9

Volume n-butanol = 66,6666 ml

Etanol
Diketahui

= Perbandingan Etanol

=2

= Perbandingan Total

=6+2+1=9

= Volume Larutan

= 100 ml

Ditanya

Volume Etanol ?
Penyelesaian :
Volume Etanol =

x
v
n

17
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

2
= 100 ml
9

Volume Etanol = 22,2222 ml

Aquades
Diketahui

= Perbandingan Aquades

=1

= Perbandingan Total

=6+2+1=9

= Volume Larutan

= 100 ml

Ditanya

Volume Aquades ?
Penyelesaian :
x
Volume Aquades = v
n

1
= 100 ml
9

Volume Aquades = 11,1111 ml

3.3 Hasil Pengamatan


Simplisia yang diamati adalah rumput teki (Cyperus rotundus herba) berupa fraksi etil asetat
dan ekstrak kental maserasi
a. Fraksi Etil Asetat pada Eluen Non Polar
18
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Prosedur Kerja
Pembuatan Eluen Non Polar

Identifikasi
Terdapat Eluen Non Polar

(Kloroform : Etil Asetat)

(Kloroform : Etil Asetat)

1. Perbandingan 8 : 2

1. Perbandingan 8 : 2

2. Perbandingan 7 : 3

2. Perbandingan 7 : 3

3. Perbandingan 6 : 4
Penjenuhan Eluen dengan cara

3. Perbandingan 6 : 4

memasukkan kertas saring pada

Eluen dalam keadaan jenuh

chumber yang telah berisi eluen


Plat KLT terdapat totolan sampel, baik
Penotolan pada Plat KLT dengan Pipa
Kapiler

dari fraksi etil asetat maupun ekstrak


dengan garis bawah (titik mulai)
berjarak 2 cm dari tepi bawah dan
garis atas berjarak 1 cm dari tepi atas

Noda pada plat KLT yang berada pada


eluen non polar perbandingan 8 : 2

Jarak tempuh eluen adalah 17 cm


Noda I yaitu pada jarak 1,8 cm
Noda II yaitu pada jarak 3,9 cm
Noda III yaitu pada jarak 15,1 cm

Diamati di bawah sinar UV

Tidak berpendar atau berfluoresensi

Disemprotkan H2SO4 10% dan

Noda I yaitu pada jarak 1,8 cm


Noda II yaitu pada jarak 2,7 cm
Noda III yaitu pada jarak 15,3 cm

dipanaskan di atas bunsen

19
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Noda pada plat KLT yang berada pada


eluen non polar perbandingan 7 : 3

Jarak tempuh eluen adalah 17 cm


Noda I yaitu pada jarak 2,3 cm
Noda II yaitu pada jarak 14,9 cm
Noda III yaitu pada jarak 15,7 cm

Diamati di bawah sinar UV

Tidak berpendar atau berfluoresensi

Disemprotkan H2SO4 10% dan

Noda I yaitu pada jarak 1,9 cm


Noda II yaitu pada jarak 4,4 cm
Noda III yaitu pada jarak 15,7 cm

dipanaskan di atas bunsen

Noda pada plat KLT yang berada pada


eluen non polar perbandingan 6 : 4
Diamati di bawah sinar UV
Disemprotkan H2SO4 10% dan
dipanaskan di atas bunsen

Jarak tempuh eluen adalah 17 cm


Noda I yaitu pada jarak 5,1 cm
Noda II yaitu pada jarak 5,8 cm
Noda III yaitu pada jarak 16 cm
Tidak berpendar atau berfluoresensi
Noda I yaitu pada jarak 5,9 cm
Noda II yaitu pada jarak 16 cm

b. Fraksi Etil Asetat pada Eluen Polar


Prosedur Kerja
Pembuatan Eluen Polar (n-Butanol :

Identifikasi
Terdapat Eluen Polar (n-Butanol :

Etanol : Aquades)

Etanol : Aquades)
Perbandingan 10 : 2 : 1

1. Perbandingan 10 : 2 : 1
2. Perbandingan 8 : 2 : 1
3. Perbandingan 6 : 2 : 1
Penjenuhan Eluen dengan cara

1. Perbandingan 8 : 2 : 1
2. Perbandingan 6 : 2 : 1
Eluen dalam keadaan jenuh

memasukkan kertas saring pada


20
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

chumber yang telah berisi eluen


Plat KLT terdapat totolan sampel, baik
Penotolan pada Plat KLT dengan Pipa
Kapiler

dari fraksi etil asetat maupun ekstrak


dengan garis bawah (titik mulai)
berjarak 2 cm dari tepi bawah dan
garis atas berjarak 1 cm dari tepi atas

Noda pada plat KLT yang berada pada


eluen polar perbandingan 10 : 2 : 1

Jarak tempuh eluen adalah 10,5 cm


Noda I yaitu pada jarak 9,3 cm
Noda II yaitu pada jarak 10,4 cm

Diamati di bawah sinar UV

Tidak berpendar atau berfluoresensi

Disemprotkan H2SO4 10% dan

Noda I yaitu pada jarak 9,5 cm


Noda II yaitu pada jarak 10,4 cm

dipanaskan di atas bunsen

Noda pada plat KLT yang berada pada


eluen polar perbandingan 8 : 2 : 1

Jarak tempuh eluen adalah 10,5 cm


Noda I yaitu pada jarak 9,9 cm
Noda II yaitu pada jarak 10,4 cm

Diamati di bawah sinar UV

Tidak berpendar atau berfluoresensi

Disemprotkan H2SO4 10% dan

Noda I yaitu pada jarak 9,0 cm


Noda II yaitu pada jarak 10,4 cm

dipanaskan di atas bunsen

21
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Noda pada plat KLT yang berada pada


eluen polar perbandingan 6 : 2 : 1

Jarak tempuh eluen adalah 10,5 cm


Noda I yaitu pada jarak 10,1 cm
Noda II yaitu pada jarak 10,4 cm

Diamati di bawah sinar UV

Tidak berpendar atau berfluoresensi

Disemprotkan H2SO4 10% dan

Noda I yaitu pada jarak 9,9 cm


Noda II yaitu pada jarak 10,2 cm

dipanaskan di atas bunsen

c. Ekstrak pada Eluen Non Polar


Prosedur Kerja
Pembuatan Eluen Non Polar

Identifikasi
Terdapat Eluen Non Polar

(Kloroform : Etil Asetat)

(Kloroform : Etil Asetat)

1. Perbandingan 8 : 2

1. Perbandingan 8 : 2

2. Perbandingan 7 : 3

2. Perbandingan 7 : 3

3. Perbandingan 6 : 4
Penjenuhan Eluen dengan cara

3. Perbandingan 6 : 4

memasukkan kertas saring pada

Eluen dalam keadaan jenuh

chumber yang telah berisi eluen


Plat KLT terdapat totolan sampel, baik
Penotolan pada Plat KLT dengan Pipa
Kapiler

dari fraksi etil asetat maupun ekstrak


dengan garis bawah (titik mulai)
berjarak 2 cm dari tepi bawah dan
garis atas berjarak 1 cm dari tepi atas

Noda pada plat KLT yang berada pada


eluen non polar perbandingan 8 : 2
Diamati di bawah sinar UV

Jarak tempuh eluen adalah 17 cm


Noda I yaitu pada jarak 2,5 cm
Noda II yaitu pada jarak 14,9 cm
Tidak berpendar atau berfluoresensi
22

Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Disemprotkan H2SO4 10% dan


dipanaskan di atas bunsen

Noda pada plat KLT yang berada pada


eluen non polar perbandingan 7 : 3

Noda I yaitu pada jarak 2,9 cm


Noda II yaitu pada jarak 15,2 cm

Jarak tempuh eluen adalah 17 cm


Noda I yaitu pada jarak 1,7 cm
Noda II yaitu pada jarak 4,3 cm
Noda III yaitu pada jarak 15,2 cm

Diamati di bawah sinar UV

Tidak berpendar atau berfluoresensi

Disemprotkan H2SO4 10% dan

Noda I yaitu pada jarak 1,8 cm


Noda II yaitu pada jarak 4,3 cm
Noda III yaitu pada jarak 15,6 cm

dipanaskan di atas bunsen

Noda pada plat KLT yang berada pada


eluen non polar perbandingan 6 : 4
Diamati di bawah sinar UV
Disemprotkan H2SO4 10% dan
dipanaskan di atas bunsen

Jarak tempuh eluen adalah 17 cm


Noda I yaitu pada jarak 5,4 cm
Noda II yaitu pada jarak 6,1 cm
Noda III yaitu pada jarak 16,2 cm
Tidak berpendar atau berfluoresensi
Noda I yaitu pada jarak 5,9 cm
Noda II yaitu pada jarak 16 cm

d. Ekstrak pada Eluen Polar


Prosedur Kerja

Identifikasi

23
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Pembuatan Eluen Polar (n-Butanol :

Terdapat Eluen Polar (n-Butanol :

Etanol : Aquades)

Etanol : Aquades)

1. Perbandingan 10 : 2 : 1

1. Perbandingan 10 : 2 : 1

2. Perbandingan 8 : 2 : 1

2. Perbandingan 8 : 2 : 1

3. Perbandingan 6 : 2 : 1

3. Perbandingan 6 : 2 : 1

Penjenuhan Eluen dengan cara


memasukkan kertas saring pada

Eluen dalam keadaan jenuh

chumber yang telah berisi eluen


Plat KLT terdapat totolan sampel, baik
Penotolan pada Plat KLT dengan Pipa
Kapiler

dari fraksi etil asetat maupun ekstrak


dengan garis bawah (titik mulai)
berjarak 2 cm dari tepi bawah dan
garis atas berjarak 1 cm dari tepi atas

Noda pada plat KLT yang berada pada


eluen polar perbandingan 10 : 2 : 1

Jarak tempuh eluen adalah 10,5 cm


Noda I yaitu pada jarak 9,3 cm
Noda II yaitu pada jarak 10,4 cm

Diamati di bawah sinar UV

Tidak berpendar atau berfluoresensi

Disemprotkan H2SO4 10% dan

Noda I yaitu pada jarak 9,5 cm


Noda II yaitu pada jarak 10,4 cm

dipanaskan di atas bunsen

24
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Noda pada plat KLT yang berada pada


eluen polar perbandingan 8 : 2 : 1

Jarak tempuh eluen adalah 10,5 cm


Noda I yaitu pada jarak 10,1 cm
Noda II yaitu pada jarak 10,3 cm

Diamati di bawah sinar UV

Tidak berpendar atau berfluoresensi

Disemprotkan H2SO4 10% dan

Noda I yaitu pada jarak 9,8 cm


Noda II yaitu pada jarak 10,4 cm

dipanaskan di atas bunsen

Noda pada plat KLT yang berada pada


eluen polar perbandingan 6 : 2 : 1

Jarak tempuh eluen adalah 10,5 cm


Noda I yaitu pada jarak 10,1 cm
Noda II yaitu pada jarak 10,4 cm

Diamati di bawah sinar UV

Tidak berpendar atau berfluoresensi

Disemprotkan H2SO4 10% dan

Noda I yaitu pada jarak 9,0 cm


Noda II yaitu pada jarak 10,4 cm

dipanaskan di atas bunsen

3.4 Perhitungan Rf
A. Fraksi Etil Asetat
I.

Pelarut Non Polar (Kloroform : Etil Asetat)

a. Perbandingan 8:2
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 1,8 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

25
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian

Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut
1,8 cm
17 cm

Rf I = 0,1058 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 3,9 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut
=

3,9 cm
17 cm

Rf II = 0,2294 cm

3. Rf III
Diketahui

Jarak Noda

= 15,1 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

26
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Ditanya

Rf III ?
Penyelesaian
Rf III =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

15,1 cm
17 cm

Rf III = 0,8882 cm

b. Perbandingan 7:3
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 2,3 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian
Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut
2,3 cm
17 cm

Rf I = 0,1352 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 14,9 cm
27

Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf II ?

Penyelesaian

Jarak Noda
Jarak Pelarut

Rf II =

14,9 cm
17 cm

Rf II = 0,8764 cm

3. Rf III
Diketahui

Jarak Noda

= 15,7 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf III ?
Penyelesaian
Rf III =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

15,7 cm
17 cm

Rf III = 0,9235 cm

c. Perbandingan 6:4
1. Rf I
28
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Diketahui

Jarak Noda

= 5,1 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf I ?

Penyelesaian

Jarak Noda
Jarak Pelarut

Rf I =

5,1 cm
17 cm

Rf I = 0,3000 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 5,8 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

5,8 cm
17 cm

Rf II = 0,3411 cm
29
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

3. Rf III
Diketahui

Jarak Noda

= 16 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf III ?
Penyelesaian
Rf III =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

16 cm
17 cm

Rf III = 0,9411 cm

II.

Pelarut Non Polar (Kloroform : Etil Asetat) Setelah Diberikan H2SO4 10%
a. Perbandingan 8 : 2
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 1,8 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian
Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

1,8 cm
17 cm
30

Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Rf I = 0,1058 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 2,7 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

2,7 cm
17 cm

Rf II = 0,1588 cm

3. Rf III
Diketahui

Jarak Noda

= 15,3 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf III ?
Penyelesaian
Rf III =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

15,3 cm
17 cm
31

Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Rf III = 0,9000 cm

b. Perbandingan 7 : 3
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 1,9 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian
Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

1,9 cm
17 cm
Rf I = 0,1117 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 4,4 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

32
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

4,4 cm
17 cm

Rf II = 0,2588 cm

3. Rf III
Diketahui

Jarak Noda

= 15,7 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf III ?
Penyelesaian
Rf III =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

15,7 cm
17 cm

Rf III = 0,9235 cm

c. Perbandingan 6 : 4
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 5,9 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian

33
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

5,9 cm
17 cm
Rf I = 0,3470 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 16 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

16 cm
17 cm

Rf II = 0,9411 cm

III.

Pelarut Polar (n-Butanol : Etanol : Aquades)


a. Perbandingan 10 : 2 : 1
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 9,3 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm
34

Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian
Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

9,3 cm
10,5 cm
Rf I = 0,8857 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 10,4 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

10,4 cm
10,5 cm

Rf II = 0,9904 cm

b. Perbandingan 8 : 2 : 1
1. Rf I
Diketahui

:
35

Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Jarak Noda

= 9,9 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian
Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

9,9 cm
10,5 cm
Rf I = 0,9428 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 10,4 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

10,4 cm
10,5 cm

Rf II = 0,9904 cm

36
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

c. Perbandingan 6 : 2 : 1
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 10,1 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian
Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

10,1 cm
10,5 cm
Rf I = 0,9619 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 10,4 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

10,4 cm
10,5 cm

Rf II = 0,9904 cm
37
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

IV.

Pelarut Polar (n-Butanol : Etanol : Aquades) Setelah Diberikan H2SO4 10%


a. Perbandingan 10 : 2 : 1
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 9,5 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian
Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

9,5 cm
10,5 cm
Rf I = 0,9047 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 10,4 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian

:
38

Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

10,4 cm
10,5 cm

Rf II = 0,9904 cm

b. Perbandingan 8 : 2 : 1
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 9,8 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian
Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

9,8 cm
10,5 cm
Rf I = 0,9333 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 10,4 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian

:
39

Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

10,4 cm
10,5 cm

Rf II = 0,9904 cm

c. Perbandingan 6 : 2 : 1
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 9,9 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian
Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

9,9 cm
10,5 cm
Rf I = 0,9428 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 10,2 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

40
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

10,2 cm
10,5 cm

Rf II = 0,9714 cm

B. Ekstrak
I.

Pelarut Non Polar (Kloroform : Etil Asetat)


a. Perbandingan 8:2
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 2,5 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian
Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

2,5 cm
17 cm
Rf I = 0,1470 cm

41
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 14,9 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

14,9 cm
17 cm

Rf II = 0,8764 cm

b. Perbandingan 7:3
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 1,7 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian
Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut
1,7 cm
17 cm

Rf I = 0,1000 cm
42
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 4,3 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut
4,3 cm
17 cm

Rf II = 0,2529 cm

3. Rf III
Diketahui

Jarak Noda

= 15,2 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf III ?
Penyelesaian
Rf III =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

15,2 cm
17 cm
43

Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Rf III = 0,8941 cm

c. Perbandingan 6:4
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 5,4 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian

Jarak Noda
Jarak Pelarut

Rf I =

5,1 cm
17 cm

Rf I = 0,3176 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 6,1 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut
44

Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

6,1 cm
17 cm

Rf II = 0,3588 cm

3. Rf III
Diketahui

Jarak Noda

= 16,2 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf III ?
Penyelesaian
Rf III =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

16,2 cm
17 cm

Rf III = 0,9529 cm

II.

Pelarut Non Polar (Kloroform : Etil Asetat) Setelah Diberikan H2SO4 10%
a. Perbandingan 8 : 2
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 2,9 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

45
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian

Jarak Noda
Jarak Pelarut

Rf I =

2,9 cm
17 cm

Rf I = 0,1705 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 15,2 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

15,2 cm
17 cm

Rf II = 0,8941 cm

b. Perbandingan 7 : 3
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 1,8 cm
46

Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian

Jarak Noda
Jarak Pelarut

Rf I =

1,8 cm
17 cm

Rf I = 0,1058 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 4,7 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

4,7 cm
17 cm

Rf II = 0,2764 cm

3. Rf III
47
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Diketahui

Jarak Noda

= 15,6 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf III ?
Penyelesaian
Rf III =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

15,6 cm
17 cm

Rf III = 0,9176 cm

c. Perbandingan 6 : 4
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 6,2 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf I ?

Penyelesaian
Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut
6,2 cm
17 cm

48
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Rf I = 0,3647 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 16,2 cm

Jarak Pelarut

= 17 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

16,2 cm
17 cm

Rf II = 0,9529 cm

III.

Pelarut Polar (n-Butanol : Etanol : Aquades)


a. Perbandingan 10 : 2 : 1
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 9,3 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian

49
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

9,3 cm
10,5 cm
Rf I = 0,8857 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 10,4 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

10,4 cm
10,5 cm

Rf II = 0,9904 cm

b. Perbandingan 8 : 2 : 1
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 10,1 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf I ?

50
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Penyelesaian
Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

10,1 cm
10,5 cm
Rf I = 0,9619 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 10,3 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

10,3 cm
10,5 cm

Rf II = 0,9809 cm

c. Perbandingan 6 : 2 : 1
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 10,1 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

51
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian
Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

10,1 cm
10,5 cm
Rf I = 0,9619 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 10,4 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

10,4 cm
10,5 cm

Rf II = 0,9904 cm

IV.

Pelarut Polar (n-Butanol : Etanol : Aquades) Setelah Diberikan H2SO4 10%


a. Perbandingan 10 : 2 : 1
1. Rf I
52

Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Diketahui

Jarak Noda

= 9,5 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian
Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

9,5 cm
10,5 cm
Rf I = 0,9047 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 10,2 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

10,2 cm
10,5 cm

Rf II = 0,9714 cm

53
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

b. Perbandingan 8 : 2 : 1
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 9,8 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian
Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

9,8 cm
10,5 cm
Rf I = 0,9333 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 10,4 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian
Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

10,4 cm
10,5 cm
54

Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Rf II = 0,9904 cm

c. Perbandingan 6 : 2 : 1
1. Rf I
Diketahui

Jarak Noda

= 9 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf I ?
Penyelesaian
Rf I =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

9 cm
10,5 cm
Rf I = 0,8571 cm

2. Rf II
Diketahui

Jarak Noda

= 10,4 cm

Jarak Pelarut

= 10,5 cm

Ditanya

Rf II ?
Penyelesaian

55
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Rf II =

Jarak Noda
Jarak Pelarut

10,4 cm
10,5 cm

Rf II = 0,9904 cm

56
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

BAB IV
PEMBAHASAN

Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan


perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya
akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Kromatografi merupakan
suatu teknik pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem
yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan
dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan
adanya pembedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul, atau
kerapatan muatan ion.
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang
ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan tingkat
kepolaran. Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisika-kimia dengan fase gerak
(larutan pengembang yang cocok), dan fase diam (bahan berbutir) yang diletakkan pada
penyangga berupa plat gelas atau lapisan yang cocok. Pemisahan terjadi selama perambatan
kapiler (pengembangan) lalu hasil pengembangan d deteksi. Zat yang memiliki kepolaran yang
sama dengan fase diam akan cenderung tertahan dan nilai Rf-nya paling kecil.
Pada identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah berwarna dapat langsung
diperiksa dan ditentukan harga Rf. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh
komponen dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen (fase gerak) untuk setiap senyawa. Rf juga
menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam. Karena itu Rf juga disebut faktor
referensi.Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang
juga mempengaruhi harga Rf adalah :
a. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan;
b. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya;
c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
Pada prakteknya tebal lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tetapi perlu diusahakan
tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata
pula dalam daerah yang kecil dari plat;
57
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

d. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak


Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fase bergerak dalam kromatografi lapisan
tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut digunakan maka perbandingan yang
dipakai harus betul-betul diperhatikan;
e. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan;
f. Teknik percobaan;
g. Jumlah cuplikan yang digunakan.
Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan hasil penyebaran noda-noda
dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya, hingga akan
mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf;
h. Suhu.
Pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk
mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan
atau perubahan-perubahan fase;
i. Kesetimbangan.
Kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih penting dalam kromatografi , hingga perlu
mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer
dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, akan terjadi
pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fase bergerak lebih
cepat pada bagian tepi-tepi dan keadaan ini harus dicegah.
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairanpadatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan
membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang
berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Sedangkan fase diam untuk kromatografi lapis tipis
seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar dalam sinar ultra violet.
Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun bercakbercak itu tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Namun, apabila disinarkan dengan
sinar UV pada lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercakbercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap.Ketika sinar UV dimatikan, bercakbercak tersebut tidak tampak kembali.Penentuan nilai Rf suatu standar analit pada kromatografi
lapis tipis ditentukan dengan membandingkan jarak noda yang dihasilkan dari migrasi eluen
dengan jarak sampel standar. Nilai Rf menyatakan ukuran daya pisah suatu zat dengan
58
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

kromatografi planar, dimana jika nilai Rfnya besar berarti daya pisah zat yang dilakukan solvent
(eluennya) maksimum sedangkan jika nilai Rfnya kecil berarti daya pisah zat yang dilakukan
solvent (eluennya) minimum.
Pada percobaan ini, sampel yang digunakan adalah fraksi etil asetat dengan bobot fraksi
sebesar 47,4628 gram dan ekstrak kental dengan bobot 1,0001 yang berasal dari simplisia
rumput teki (Cperus rotundus herba). Kedua jenis sampel ini harus tersedia dalam bentuk cair,
sehingga untuk ekstrak kental tersebut dilarutkan dengan 50 ml aquades terlebih dahulu hingga
homogen.
Tahap selanjutnya adalah pembuatan eluen, eluen (fase gerak) yang diperlukan adalah
eluen yang memiliki sifat non polar dan polar. Eluen non polar diperoleh dengan cara
mencampurkan kloroform dan etil asetat dengan perbandingan yang telah ditetapkan sesuai
prosedur, yaitu 8 : 2, 7 : 3, dan 6 : 4. Sedangkan untuk eluen yang bersifat polar dibuat dengan
cara mencampurkan n-butanol, etanol dan aquades dengan perbandingan 10 : 2 :1, 8 : 2 : 1, dan 6
: 2 : 1. Perbandingan ini ditujukan agar eluen tersebut memiliki tingkat kepolaran yang berbeda,
sehingga pada saat percobaan berlangsung dapat diketahui sifat dari senyawa yang terkandung
dalam sampel tersebut secara kualitatif. Setelah eluen tersedia, tahapan selanjutnya adalah
penjenuhan eluen yang dilakukan dengan memasukkan eluen ke dalam chumber dengan
ketinggian kurang dari 2 cm. Kemudian dimasukkan kertas saring dan cumber ditutup hingga
elue naik ke bagian atas kertas saring. Penjenuhan ini perlu dilakukan karena ketika fase gerak
mulai naik atau terserap dalam fase diam, chumber harus dalam keadaan jenuh sehingga tidak
terdapat udara dengan tekanan yang berbeda dengan uap eluen, sehingga aliran eluen akan
berjalan baik tanpa adanya penghalang atau gangguan.
Setelah eluen jenuh, maka dilakukan penotolan sampel ke fase diam yaitu plat KLT atau
lempeng silika yang telah dipanaskan dalam oven selama 1 jam untuk mengaktifkan silika
tersebut. Disebut lempeng silika, karena permukaan lempeng atau plat ini dilapisi oleh silika
yang nantinya berperan dalam penyerapan eluen. Penotolan yang baik yaitu penotolann yang
tidak terlalu tebal dan tidak pula terlalu tipis sehingga perubahan noda yang muncul dapat
tampak jelas tanpa ekor dan berbentuk bulat. Penotolan dilakukan menggunakan pipa kapiler
yang berukuran sangat kecil agar totolan yang dihasilkan tidak terlalu besar. Fraksi etil asetat dan
ekstrak ditotolkan pada plat KLT dengan titik mula yang sama dengan garis bawah berjarak 2 cm
dan garis atas berjarak 1 cm dari tepi atas. Adanya garis pada plat KLT dimaksudkan untuk
mempermudah kegiatan identifikasi pengukuran yang akan dilakukan selanjutnya. Setelah
59
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

penotolan dilakukan, maka plat KLT tersebut direndam dalam chumber yang berisi eluen non
polar dan eluen polar.
Pada saat plat dimasukkan pada eluen, eluen bergerak naik pada plat dan terlihat adanya
noda yang terbentuk pada jarak-jarak tertentu dengan. Pada fraksi etil asetat, saat berada pada
eluen non polar perbandingan 8 : 2 dengan jarak tempuh eluen sebesar 17 cm terlihat adanya 3
noda yang terbentuk, noda pertama ada pada jarak 1,8 cm dengan Rf 0,1058 cm, noda kedua
yaitu berada pada jarak 3,9 cm dengan Rf 0,2294 cm, sedangkan noda ketiga terbentuk pada
jarak 15,1 cm dengan Rf 0,8882 cm. Kemudian plat KLT yang terdapat fraksi etil asetat ini
diamati di bawah sinar Ultraviolet namun noda tidak berpendar atau berfluoresensi yang
selanjutnya dilakukan penyemprotan H2SO4 10% yang berperan sebagai penampak bercak dan
dipanaskan di atas bunsen agar noda terlihat jelas. Setelah dilakukan penyemprotan dan
pemanasan, terlihat 3 noda pula namun dengan jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda
pertama memiliki jarak 1,8 cm dengan Rf 0,1058 cm, noda kedua berada pada 2,7 cm dengan Rf
0,1588 cm, dan pada noda ketiga terlihat pada jarak 15,3 cm dengan Rf 0,9000 cm.
Selanjutnya pada fraksi etil asetat, saat berada pada eluen non polar perbandingan 7 : 3
dengan jarak tempuh eluen sebesar 17 cm terlihat adanya 3 noda yang terbentuk, noda pertama
ada pada jarak 2,3 cm dengan Rf 0,1352 cm, noda kedua yaitu berada pada jarak 14,9 cm dengan
Rf 0,8764 cm, sedangkan noda ketiga terbentuk pada jarak 15,7 cm dengan Rf 0,9235 cm.
Kemudian plat KLT yang terdapat fraksi etil asetat ini diamati di bawah sinar Ultraviolet namun
noda tidak berpendar atau berfluoresensi yang selanjutnya dilakukan penyemprotan H 2SO4 10%
dan dipanaskan di atas bunsen. Setelah dilakukan penyemprotan dan pemanasan, terlihat 3 noda
pula namun dengan jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda pertama memiliki jarak 1,9
cm dengan Rf 0,1117 cm, noda kedua berada pada 4,4 cm dengan Rf 0,2588 cm, dan pada noda
ketiga terlihat pada jarak 15,7 cm dengan Rf 0,9235 cm.
Kemudian pada fraksi etil asetat, saat berada pada eluen non polar perbandingan 6 : 4
dengan jarak tempuh eluen sebesar 17 cm terlihat adanya 3 noda yang terbentuk, noda pertama
ada pada jarak 5,1 cm dengan Rf 0,3000 cm, noda kedua yaitu berada pada jarak 5,8 cm dengan
Rf 0,3411 cm, sedangkan noda ketiga terbentuk pada jarak 16 cm dengan Rf 0,9411 cm.
Kemudian plat KLT yang terdapat fraksi etil asetat ini diamati di bawah sinar Ultraviolet namun
noda tidak berpendar atau berfluoresensi yang selanjutnya dilakukan penyemprotan H 2SO4 10%
dan dipanaskan di atas bunsen. Setelah dilakukan penyemprotan dan pemanasan, hanya terlihat 2
60
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

noda dengan jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda pertama memiliki jarak 5,9 cm
dengan Rf 0,3470 cm dan noda kedua berada pada 16 cm dengan Rf 0,9411 cm.
Selanjutnya pada fraksi etil asetat, saat berada pada eluen polar perbandingan 10 : 2 : 1
dengan jarak tempuh eluen sebesar 10,5 cm terlihat adanya 2 noda yang terbentuk, noda pertama
ada pada jarak 9,3 cm dengan Rf 0,8857 cm dan noda kedua yaitu berada pada jarak 10,4 cm
dengan Rf 0,9904 cm. Kemudian plat KLT diamati di bawah sinar Ultraviolet namun noda tidak
berpendar atau berfluoresensi yang selanjutnya dilakukan penyemprotan H 2SO4 10% dan
dipanaskan di atas bunsen. Setelah dilakukan penyemprotan dan pemanasan, namun terlihat 2
noda pula namun dengan jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda pertama memiliki jarak
9,5 cm dengan Rf 0,9047 cm dan noda kedua berada pada 10,4 cm dengan Rf 0,9904 cm.
Kemudian pada fraksi etil asetat, saat berada pada eluen polar perbandingan 8 : 2 : 1
dengan jarak tempuh eluen sebesar 10,5 cm terlihat adanya 2 noda yang terbentuk, noda pertama
ada pada jarak 9,9 cm dengan Rf 0,9428 cm dan noda kedua yaitu berada pada jarak 10,4 cm
dengan Rf 0,9904 cm. Kemudian plat KLT diamati di bawah sinar Ultraviolet namun noda tidak
berpendar atau berfluoresensi yang selanjutnya dilakukan penyemprotan H 2SO4 10% dan
dipanaskan di atas bunsen. Setelah dilakukan penyemprotan dan pemanasan, terlihat 2 noda pula
namun dengan jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda pertama memiliki jarak 9,0 cm
dengan Rf 0,9333 cm dan noda kedua berada pada 10,4 cm dengan Rf 0,9904 cm.
Selanjutnya pada fraksi etil asetat, saat berada pada eluen polar perbandingan 6 : 2 : 1
dengan jarak tempuh eluen sebesar 10,5 cm terlihat adanya 2 noda yang terbentuk, noda pertama
ada pada jarak 10,1 cm dengan Rf 0,9619 cm dan noda kedua yaitu berada pada jarak 10,4 cm
dengan Rf 0,9904 cm. Kemudian plat KLT diamati di bawah sinar Ultraviolet namun noda tidak
berpendar atau berfluoresensi yang selanjutnya dilakukan penyemprotan H 2SO4 10% dan
dipanaskan di atas bunsen. Setelah dilakukan penyemprotan dan pemanasan, terlihat 2 noda pula
namun dengan jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda pertama memiliki jarak 9,9 cm
dengan Rf 0,9428 cm dan noda kedua berada pada 10,2 cm dengan Rf 0,9714 cm.
Sedangkan pada ekstrak, saat berada pada eluen non polar perbandingan 8 : 2 dengan jarak
tempuh eluen sebesar 17 cm terlihat adanya 2 noda yang terbentuk, noda pertama ada pada jarak
2,5 cm dengan Rf 0,1470 cm dan noda kedua yaitu berada pada jarak 14,9 cm dengan Rf 0,8764
cm. Kemudian plat KLT yang terdapat ekstrak ini diamati di bawah sinar Ultraviolet namun
noda tidak berpendar atau berfluoresensi yang selanjutnya dilakukan penyemprotan H 2SO4 10%
yang berperan sebagai penampak bercak dan dipanaskan di atas bunsen agar noda terlihat jelas.
61
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Setelah dilakukan penyemprotan dan pemanasan, terlihat 2 noda pula namun dengan jarak yang
berbeda dari pengamatan awal, noda pertama memiliki jarak 2,9 cm dengan Rf 0,1705 cm dan
noda kedua berada pada 15,2 cm dengan Rf 0,8941 cm.
Selanjutnya pada ekstrak, saat berada pada eluen non polar perbandingan 7 : 3 dengan
jarak tempuh eluen sebesar 17 cm terlihat adanya 3 noda yang terbentuk, noda pertama ada pada
jarak 1,7 cm dengan Rf 0,1000 cm, noda kedua yaitu berada pada jarak 4,3 cm dengan Rf 0,2529
cm, sedangkan noda ketiga terbentuk pada jarak 15,2 cm dengan Rf 0,8941 cm. Kemudian plat
KLT yang terdapat ekstrak ini diamati di bawah sinar Ultraviolet namun noda tidak berpendar
atau berfluoresensi yang selanjutnya dilakukan penyemprotan H 2SO4 10% dan dipanaskan di atas
bunsen. Setelah dilakukan penyemprotan dan pemanasan, terlihat 3 noda pula namun dengan
jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda pertama memiliki jarak 1,8 cm dengan Rf
0,1058 cm, noda kedua berada pada 4,7 cm dengan Rf 0,2764 cm, dan pada noda ketiga terlihat
pada jarak 15,6 cm dengan Rf 0,9176 cm.
Kemudian saat plat KLT yang terdapat ekstrak berada pada eluen non polar perbandingan 6
: 4 dengan jarak tempuh eluen sebesar 17 cm terlihat adanya 3 noda yang terbentuk, noda
pertama ada pada jarak 5,4 cm dengan Rf 0,3176 cm, noda kedua yaitu berada pada jarak 6,1 cm
dengan Rf 0,3588 cm, sedangkan noda ketiga terbentuk pada jarak 16,2 cm dengan Rf 0,9529
cm. Kemudian plat KLT yang terdapat ekstrak ini diamati di bawah sinar Ultraviolet namun noda
tidak berpendar atau berfluoresensi yang selanjutnya dilakukan penyemprotan H 2SO4 10% dan
dipanaskan di atas bunsen. Setelah dilakukan penyemprotan dan pemanasan, hanya terlihat 2
noda dengan jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda pertama memiliki jarak 5,9 cm
dengan Rf 0,3470 cm dan noda kedua berada pada 16 cm dengan Rf 0,9411 cm.
Selanjutnya pada ekstrak, saat berada pada eluen polar perbandingan 10 : 2 : 1 dengan
jarak tempuh eluen sebesar 10,5 cm terlihat adanya 2 noda yang terbentuk, noda pertama ada
pada jarak 9,3 cm dengan Rf 0,8857 cm dan noda kedua yaitu berada pada jarak 10,4 cm dengan
Rf 0,9904 cm. Kemudian plat KLT diamati di bawah sinar Ultraviolet namun noda tidak
berpendar atau berfluoresensi yang selanjutnya dilakukan penyemprotan H 2SO4 10% dan
dipanaskan di atas bunsen. Setelah dilakukan penyemprotan dan pemanasan, terlihat 2 noda pula
namun dengan jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda pertama memiliki jarak 9,5 cm
dengan Rf 0,9047 cm dan noda kedua berada pada 10,4 cm dengan Rf 0,9904 cm.
Kemudian saat plat KLT yang terdapat ekstrak berada pada eluen polar perbandingan 8 : 2 :
1 dengan jarak tempuh eluen sebesar 10,5 cm terlihat adanya 2 noda yang terbentuk, noda
62
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

pertama ada pada jarak 10,1 cm dengan Rf 0,9619 cm dan noda kedua yaitu berada pada jarak
10,3 cm dengan Rf 0,9809 cm. Kemudian plat KLT diamati di bawah sinar Ultraviolet namun
noda tidak berpendar atau berfluoresensi yang selanjutnya dilakukan penyemprotan H 2SO4 10%
dan dipanaskan di atas bunsen. Setelah dilakukan penyemprotan dan pemanasan, terlihat 2 noda
pula namun dengan jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda pertama memiliki jarak 9,8
cm dengan Rf 0,9333 cm dan noda kedua berada pada 10,4 cm dengan Rf 0,9904 cm.
Selanjutnya pada ekstrak, saat berada pada eluen polar perbandingan 6 : 2 : 1 dengan jarak
tempuh eluen sebesar 10,5 cm terlihat adanya 2 noda yang terbentuk, noda pertama ada pada
jarak 10,1 cm dengan Rf 0,9619 cm dan noda kedua yaitu berada pada jarak 10,4 cm dengan Rf
0,9904 cm. Kemudian plat KLT diamati di bawah sinar Ultraviolet namun noda tidak berpendar
atau berfluoresensi yang selanjutnya dilakukan penyemprotan H 2SO4 10% dan dipanaskan di atas
bunsen. Setelah dilakukan penyemprotan dan pemanasan, terlihat 2 noda pula namun dengan
jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda pertama memiliki jarak 9 cm dengan Rf 0,8571
cm dan noda kedua berada pada 10,4 cm dengan Rf 0,9904 cm.
Semua noda, baik fraksi etil asetat maupun ekstrak berwarna hijau dan tidak berfluoresensi
pada saat dilakukan penyinaran ultraviolet.Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen,
maka sampel akan mudah terbawa oleh fase gerak maka dari itu semakin kecil harga Rf maka
semakin dekat atau mirip tingkat kepolarannya pada eluen yang digunakan. Dan dari hasil yang
diperoleh maka senyawa yang terkandung pada rumput teki (Cyperus rotundus herba) tersebut
memiliki sifat polar karena pada saat dilakukan percobaan, noda memiliki jarak yang pendek
dengan jarak tempuh eluen sehingga menghasilkan harga Rf yang kecil.

63
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum yang telah dilaksanakan yaitu

1. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan


perambatan komponen dalam medium tertentu.
2. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu
fase diam dan fase gerak.
3. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang
ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan
tingkat kepolaran.
4. Sampel yang digunakan adalah fraksi etil asetat dengan bobot fraksi sebesar 47,4628 gram
dan ekstrak kental dengan bobot 1,0001 yang berasal dari simplisia rumput teki (Cperus
rotundus herba).
5. Fraksi etil asetat, saat berada pada eluen non polar perbandingan 8 : 2 dengan jarak tempuh
eluen sebesar 17 cm terlihat adanya 3 noda yang terbentuk, noda pertama ada pada jarak 1,8
cm dengan Rf 0,1058 cm, noda kedua yaitu berada pada jarak 3,9 cm dengan Rf 0,2294 cm,
sedangkan noda ketiga terbentuk pada jarak 15,1 cm dengan Rf 0,8882 cm. Setelah
dilakukan penyemprotan H2SO4 10% dan pemanasan di atas bunsen, terlihat 3 noda pula
namun dengan jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda pertama memiliki jarak 1,8
cm dengan Rf 0,1058 cm, noda kedua berada pada 2,7 cm dengan Rf 0,1588 cm, dan pada
noda ketiga terlihat pada jarak 15,3 cm dengan Rf 0,9000 cm.
6. Fraksi etil asetat, saat berada pada eluen non polar perbandingan 7 : 3 dengan jarak tempuh
eluen sebesar 17 cm terlihat adanya 3 noda yang terbentuk, noda pertama ada pada jarak 2,3
cm dengan Rf 0,1352 cm, noda kedua yaitu berada pada jarak 14,9 cm dengan Rf 0,8764
cm, sedangkan noda ketiga terbentuk pada jarak 15,7 cm dengan Rf 0,9235 cm. Seelah
dilakukan penyemprotan H2SO4 10% dan dipanaskan di atas bunsen, terlihat 3 noda pula
namun dengan jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda pertama memiliki jarak 1,9
cm dengan Rf 0,1117 cm, noda kedua berada pada 4,4 cm dengan Rf 0,2588 cm, dan pada
noda ketiga terlihat pada jarak 15,7 cm dengan Rf 0,9235 cm.
64
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

7. Fraksi etil asetat, saat berada pada eluen non polar perbandingan 6 : 4 dengan jarak tempuh
eluen sebesar 17 cm terlihat adanya 3 noda yang terbentuk, noda pertama ada pada jarak 5,1
cm dengan Rf 0,3000 cm, noda kedua yaitu berada pada jarak 5,8 cm dengan Rf 0,3411 cm,
sedangkan noda ketiga terbentuk pada jarak 16 cm dengan Rf 0,9411 cm. Setelah dilakukan
penyemprotan H2SO4 10% dan dipanaskan di atas bunsen, hanya terlihat 2 noda dengan
jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda pertama memiliki jarak 5,9 cm dengan Rf
0,3470 cm dan noda kedua berada pada 16 cm dengan Rf 0,9411 cm.
8. Fraksi etil asetat, saat berada pada eluen polar perbandingan 10 : 2 : 1 dengan jarak tempuh
eluen sebesar 10,5 cm terlihat adanya 2 noda yang terbentuk, noda pertama ada pada jarak
9,3 cm dengan Rf 0,8857 cm dan noda kedua yaitu berada pada jarak 10,4 cm dengan Rf
0,9904 cm. Setelah dilakukan penyemprotan H2SO4 10% dan dipanaskan di atas bunsen,
namun terlihat 2 noda pula namun dengan jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda
pertama memiliki jarak 9,5 cm dengan Rf 0,9047 cm dan noda kedua berada pada 10,4 cm
dengan Rf 0,9904 cm.
9. Fraksi etil asetat, saat berada pada eluen polar perbandingan 8 : 2 : 1 dengan jarak tempuh
eluen sebesar 10,5 cm terlihat adanya 2 noda yang terbentuk, noda pertama ada pada jarak
9,9 cm dengan Rf 0,9428 cm dan noda kedua yaitu berada pada jarak 10,4 cm dengan Rf
0,9904 cm. Setelah dilakukan penyemprotan H2SO4 10% dan dipanaskan di atas
bunsen,terlihat 2 noda pula namun dengan jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda
pertama memiliki jarak 9,0 cm dengan Rf 0,9333 cm dan noda kedua berada pada 10,4 cm
dengan Rf 0,9904 cm.
10. Fraksi etil asetat, saat berada pada eluen polar perbandingan 6 : 2 : 1 dengan jarak tempuh
eluen sebesar 10,5 cm terlihat adanya 2 noda yang terbentuk, noda pertama ada pada jarak
10,1 cm dengan Rf 0,9619 cm dan noda kedua yaitu berada pada jarak 10,4 cm dengan Rf
0,9904 cm. Setelah dilakukan penyemprotan H2SO4 10% dan dipanaskan di atas bunsen,
terlihat 2 noda pula namun dengan jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda pertama
memiliki jarak 9,9 cm dengan Rf 0,9428 cm dan noda kedua berada pada 10,2 cm dengan Rf
0,9714 cm.
11. Ekstrak, saat berada pada eluen non polar perbandingan 8 : 2 dengan jarak tempuh eluen
sebesar 17 cm terlihat adanya 2 noda yang terbentuk, noda pertama ada pada jarak 2,5 cm
dengan Rf 0,1470 cm dan noda kedua yaitu berada pada jarak 14,9 cm dengan Rf 0,8764
cm. Setelah dilakukan penyemprotan H2SO4 10% dan dipanaskan di atas bunsen, terlihat 2
65
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

noda pula namun dengan jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda pertama memiliki
jarak 2,9 cm dengan Rf 0,1705 cm dan noda kedua berada pada 15,2 cm dengan Rf 0,8941
cm.
12. Ekstrak, saat berada pada eluen non polar perbandingan 7 : 3 dengan jarak tempuh eluen
sebesar 17 cm terlihat adanya 3 noda yang terbentuk, noda pertama ada pada jarak 1,7 cm
dengan Rf 0,1000 cm, noda kedua yaitu berada pada jarak 4,3 cm dengan Rf 0,2529 cm,
sedangkan noda ketiga terbentuk pada jarak 15,2 cm dengan Rf 0,8941 cm. Setelah
dilakukan penyemprotan H2SO4 10% dan dipanaskan di atas bunsen. Setelah dilakukan
penyemprotan dan pemanasan, terlihat 3 noda pula namun dengan jarak yang berbeda dari
pengamatan awal, noda pertama memiliki jarak 1,8 cm dengan Rf 0,1058 cm, noda kedua
berada pada 4,7 cm dengan Rf 0,2764 cm, dan pada noda ketiga terlihat pada jarak 15,6 cm
dengan Rf 0,9176 cm.
13. Ekstrak, saat berada pada eluen non polar perbandingan 6 : 4 dengan jarak tempuh eluen
sebesar 17 cm terlihat adanya 3 noda yang terbentuk, noda pertama ada pada jarak 5,4 cm
dengan Rf 0,3176 cm, noda kedua yaitu berada pada jarak 6,1 cm dengan Rf 0,3588 cm,
sedangkan noda ketiga terbentuk pada jarak 16,2 cm dengan Rf 0,9529 cm. Setelah
dilakukan penyemprotan H2SO4 10% dan dipanaskan di atas bunsen. Setelah dilakukan
penyemprotan dan pemanasan, hanya terlihat 2 noda dengan jarak yang berbeda dari
pengamatan awal, noda pertama memiliki jarak 5,9 cm dengan Rf 0,3470 cm dan noda
kedua berada pada 16 cm dengan Rf 0,9411 cm.
14. Ekstrak, saat berada pada eluen polar perbandingan 10 : 2 : 1 dengan jarak tempuh eluen
sebesar 10,5 cm terlihat adanya 2 noda yang terbentuk, noda pertama ada pada jarak 9,3 cm
dengan Rf 0,8857 cm dan noda kedua yaitu berada pada jarak 10,4 cm dengan Rf 0,9904
cm. Setelah dilakukan penyemprotan H2SO4 10% dan dipanaskan di atas bunsen, terlihat 2
noda pula namun dengan jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda pertama memiliki
jarak 9,5 cm dengan Rf 0,9047 cm dan noda kedua berada pada 10,4 cm dengan Rf 0,9904
cm.
15. Kemudian saat plat KLT yang terdapat ekstrak berada pada eluen polar perbandingan 8 : 2 :
1 dengan jarak tempuh eluen sebesar 10,5 cm terlihat adanya 2 noda yang terbentuk, noda
pertama ada pada jarak 10,1 cm dengan Rf 0,9619 cm dan noda kedua yaitu berada pada
jarak 10,3 cm dengan Rf 0,9809 cm. Setelah dilakukan penyemprotan H 2SO4 10% dan
dipanaskan di atas bunsen, terlihat 2 noda pula namun dengan jarak yang berbeda dari
66
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

pengamatan awal, noda pertama memiliki jarak 9,8 cm dengan Rf 0,9333 cm dan noda
kedua berada pada 10,4 cm dengan Rf 0,9904 cm.
16. Ekstrak, saat berada pada eluen polar perbandingan 6 : 2 : 1 dengan jarak tempuh eluen
sebesar 10,5 cm terlihat adanya 2 noda yang terbentuk, noda pertama ada pada jarak 10,1 cm
dengan Rf 0,9619 cm dan noda kedua yaitu berada pada jarak 10,4 cm dengan Rf 0,9904
cm. Setelah dilakukan penyemprotan H2SO4 10% dan dipanaskan di atas bunsen, terlihat 2
noda pula namun dengan jarak yang berbeda dari pengamatan awal, noda pertama memiliki
jarak 9,0 cm dengan Rf 0,8571 cm dan noda kedua berada pada 10,4 cm dengan Rf 0,9904
cm.
17.

Semua noda, baik fraksi etil asetat maupun ekstrak berwarna hijau dan tidak

berfluoresensi pada saat dilakukan penyinaran ultraviolet.


18.

Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen, maka sampel akan mudah terbawa

oleh fase gerak maka dari itu semakin kecil harga Rf maka semakin dekat atau mirip tingkat
kepolarannya pada eluen yang digunakan.
19. Nilai Rf menyatakan ukuran daya pisah suatu zat dengan kromatografi planar, dimana jika
nilai Rfnya besar berarti daya pisah zat yang dilakukan solvent (eluennya) maksimum
sedangkan jika nilai Rfnya kecil berarti daya pisah zat yang dilakukan solvent (eluennya)
minimum.
20.

Dari hasil yang diperoleh maka senyawa yang terkandung pada rumput teki (Cyperus

rotundus herba) tersebut memiliki sifat polar karena noda memiliki jarak yang pendek
dengan jarak tempuh eluen sehingga menghasilkan harga Rf yang kecil.

67
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

DAFTAR PUSTAKA

Departemen

Kesehatan

Republik

Indonesia.1995.Farmakope

Indonesia

edisi

IV.Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia


Fessenden R.J dan J.S Fessenden. 2003.Dasar-Dasar Kimia Organik. Jakarta: Erlangga
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Gritter, R, J. 1991.Pengantar Kromatografi Edisi II. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Kurniawati, Sari.2015.Kromatografit Lapis Tipis. (sumber)
http://www.academia.edu/8315572/Pengertian_Kromatografi_Lapis_Tipis_KLT. diakses pada
tanggal 05 Desember 2015
Pratiwi, Nuvi Oktaviani. 2015.Kromatografi Lapis Tipis.(sumber)
http://uphypratiwi.blogspot.co.id/2015/05/kromatografi-lapis-tipis.html. diakses pada tanggal 05
Desember 2015
Rohman,. A,. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogyakarta : Graha Ilmu
Soebagio. 2002.Kimia Analitik. Makassar:Universitas Negeri Makassar Fakultas MIPA

68
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Lampiran 1
A. Percobaan dengan Eluen Non Polar

Gambar Eluen Non Polar 7 : 3


Gambar Eluen Non Polar 8 : 2

Gambar Eluen Non Polar 6 : 4

Lampiran 2
69
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

B. Percobaan dengan Eluen Non Polar Setelah diberikan H2SO4 10%

Gambar Eluen Non Polar 8 : 2

Gambar Eluen Non Polar 7 : 3

Gambar Eluen Non Polar 6 : 4

Lampiran 3

70
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

C. Percobaan dengan Eluen Polar

Gambar Eluen Polar 10 : 2 : 1

Gambar Eluen Polar 8 : 2 : 1

Gambar Eluen Polar 6 : 2 : 1

Lampiran 4
71
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

D. Percobaan dengan Eluen Polar Setelah Diberikan H2SO4 10%

Gambar Eluen Polar 10 : 2 : 1

Gambar Eluen Polar 8 : 2 : 1

Gambar Eluen Polar 6 : 2 :1

72
Laporan Praktikum Kromatografi Lapis Tipis

Anda mungkin juga menyukai