MATAKULIAH SEMIOTIKA
OLEH:
TUTWURI AMBAR SARI (K3215059)
sebagai yang dititahkan. Sedangkan ke kanan dan ke kiri dapat diartikan manusia selalu
hidup bermasyarakat.
Panggung Sangga Buwana yang melambangkan lingga diartikan juga sebagai
suatu kekuatan yang dominan disamping menimbulkan lingga-yoni yang juga merupakan
lapisan inti atau utama dari urut-urutan bangunan Gapura Gladag di Utara hingga Gapura
Gading di Selatan. Lingga dan yoni merupakan kesucian terakhir dalam hidup manusia,
hal ini kemudian menimbulkan sangkang paraning dumadi yaitu dengan lingga dan yoni
terjadilah manusia. Jadi dengan kata lain kesucian dalam hubungannya dengan filsafat
bentuk secara simbolik dapat melambangkan hidup.
Panggung yang dilambangkan sebagai lingga dan Srimanganti sebagai yoni, juga
merupakan suatu pasemon atau kiasan goda yang terbesar. Maksudnya, lingga adalah
penggoda yoni, dan sebaliknya yoni merupakan penggoda lingga. Seterusnya, panggung
dan kori itu juga merupakan lambang yang bisa diartikan demikian: seorang lelaki dalam
menghadapi sakaratul maut, yaitu ketika ia hampir berangkat menuju ke hadirat Tuhan, ia
akan sangat tergoda oleh wanita atau sebaliknya. Begitu pula sebaliknya wanita, ketika
dipanggil Tuhan Yang Maha Kuasa ia pun sangat tergoda atau sangat teringat akan pria
atau kekasihnya. Begitulah makna yang terkandung atau perlambang yang terkandung di
dalam Panggug Sangga Buwana bersama Kori Srimanganti yang selalu berdekatan.
Versi lain mengatakan bahwa Panggung Sangga Buwana ditilik dari segi
historisnya, pendirian bangunan tersebut disengaja untuk mengintai kegiatan di Benteng
Vastenburg milik Belanda yang berada disebelah timur laut karaton. Memang tampaknya,
walaupun karaton Surakarta tuduk pada pemerintahan Belanda, keduanya tetap saling
mengintai. Ibarat minyak dan air yang selalu terpisah jelas kendati dalam satu wadah.
Belanda mendirikan Benteng Vastenburg untuk mengamati kegiatan karaton, sedangkan
PB III yang juga tidak percaya pada Belanda, balas mendirikan Panggung Sangga
Buwana untuk mengintai kegiatan beteng.
Namun tak-tik PB III sempat diketahui oleh Belanda. Setidaknya Belanda curiga
terhadap panggung yang didirikan itu. Dan ketika di tegur, PB III berdalih bahwa
panggung tersebut didirikan untuk upacara dengan Kangjeng Ratu Kidul semata tanpa
tendensi politik sedikitpun.
Lantai teratas merupakan inti dari bangunan ini, yang biasa disebut tutup saji.
Fungsi atau kegunaan dari ruang ini bila dilihat secara strategis dan filosofis atau spiritual
adalah:
Secara strategis, dapat digunakan untuk melihat Solo dan sekitarnya. Untuk dapat
melihat kota Solo dari lantai atas panggung dan tidak sembarangan orang yang dapat
menaiki, ada petugas yang memang bertugas untuk melihat dengan menggunakan
teropong atau kadang-kadang raja Surakarta sendiri yang melakukan pengintaian. Pada
jaman dulu raja sering naik keatas untuk melihat bagaimana keadaan kota, rakyat dan
musuh.
Segi filosofi dan spiritualnya, Panggung Sanggga Buwana merupakan salah satu
tempat yang mempunyai hubungan antara Kengjeng Ratu Kencono Sari dengan raja Jawa
setempat. Hal yang memperkuat keyakinan bahwa raja-raja Jawa mempunyai hubungan
dengan Kangjeng Ratu Kidul atau Kangjeng Ratu Kencono Sari yang dipercaya sebagai
penguasa laut dalam hal ini di Laut Selatan dan raja sebagai penguasa daratan, jadi
komunikasi didalam tingkatan spiritual antara raja sebagai penguasa didaratan dan
Kangjeng Ratu Kencono Sari sebagai penguasa lautan dikaitkan dengan letak geografis
Nusantara sebagai negara maritim.
Ideologi :
Pertahanan. Pengawasan terhadap wilayah kekuasaan.
4. MITOS JAKATARUB MENIKAH DENGAN NAWANGSIH BIDADARI
KAYANGAN
Dalam mitos ini diceritakan ada seorang pemuda bernama Jaka Tarub yang
memiliki kesaktian yang menikah dengan salah seorang bidadari yang selendangnya ia
ambil dan ia sembunyikan sehingga bidadari tersebut tidak bisa kembali ke kayangan.
Bidadari itu bernama nawangwulan mereka menikah dan memiliki anak bernama
nawangsih. Hingga suatu saat nawangsih mengetahui bahwa jaka tarublah yang
menyembunyikan selendangnya sehingga ia meninggalkan jaka tarub ke kayagan dan
hanya kembali ketika hendak menyusui anaknya nawangwulan .
Begitulah cerita yang berkembng di masyaakat. Kisah jaka tarub ini di abadikan
dalam naskah populer Sastra Jawa Baru Babad Tanah jawi. Kisah ini berputar pada
kehidupan tokoh utama yang bernama Jaka Tarub (pemuda tarub). Setelah dewaa ia
digelari Ki Ageng Tarub. Ki Ageng Tarub adalah tokoh yang dianggap sebagai leluhur
dinasti Mataram, dinasti yang menguasai politik tanah Jawa, sebagian atau seluruhnya,
sejak abad ke-17 hingga sekarang. Menurut sumber masyarakat di desa Widodaren, Gerih
,Ngawi , peristiwa itu terjadi di des tersebut. Sebagian masyarakat setempat percaya
karena terdapat petilasan makam Jaka tarub di desa tersebut. Di desa ini juga terdapat
sendang yang konon dulu adalah tempat para bidadari mandi.
Babad Tanah Jawi adalah naskah sejarah Kesultanan Mataram. Pemberitaan
tentang Panembahan Senopati dan para penggantinya. Ada yang berpendapat Kesultanan
Mataram didirikan oleh keluarga petani bukan keluarga bangsawan oleh karena itu, demi
mendapatkan legitimasi dan pengakuan dari rakyat Jawa, diciptakan tokoh-tokoh yang
istimewa sebagai leluhur Mataram.
Ideologi:
Lgitimasi politik dan pengakuan.
yang menghubungkan dengan makhluk halus , yaitu menyapu di malam hari dapat
membangun kan mahluk halus.
Namun hal ini tentunya berbeda dengan penjelasan logis yang sebenarnya berkaitan pula
dengan dengan keberadaan mitos ini.
Ideologi: Kedisiplinan .
Alasan logis dikaitkan dengan waktu menyapu, karena bahwa pada waktu malam
hari akan semakin gelap. Hal inilah yang akan menyebabkan gangguan
penglihatan, apabila penglihatan terganggu juga akan mengganggu pada tingkat
kebersihan dari tempat yang disapu. Bisa saja kotoran yang hendak disapu justru
tidak terbuang.
Alasan logis selanjutnya adalah kondisi tubuh. Apabila tubuh kelelahan
setelah aktivitas seharian sudah tentu akan mengurangu tingkat fokus saat
menyapu. Sehingga banyak kemungkinan berbahaya seperti dsengat kalajengking
atau serangga.