Anda di halaman 1dari 2

Marketing Politik dan Citra

Bagaimana ketiga calon melaksanakan strategi untuk memenangkan pemilu, hal utamanya
adalah bagaimana menggunakan sarana komunikasi politik, baik media cetak, elektronik, maupun
media online dimana saat ini media online semakin banyak dipergunakan secara efektif dan efisien
untuk memperkenalkan maupun memamerkan dirinya masing masing. Pemilihan umum demokratis
berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan kajian komunikasi politik dan pemassaran politik
(Political Marketing). Hal ini dapat dilihat dari maraknya jajak pendapat yang dilakukan institusi
penelitian dan lembaga survei serta iklan politik yang bertebaran di media massa. Menurut Kotler,
pemasaran politik memiliki banyak kesamaan dengan pemasaran dalam dunia bisnis. Dalam
pemasaran politik, kandidat menawarkan janji, kebijakan, dan kepribadian guna mempengaruhi
pilihan pemilih, usaha usaha sukarela dan kontribusi. Melalui pemasaran (marketing) politik,
hubungan antara partai politik dan kadernya dengan masyarakat dibangun melalui iklan politik yang
ditayangkan melalui media massa. Iklan politik ini ditayangkan dengan intensitas dan nilai artistik
tinggi guna meningkatkan kesadaran (awareness) terhadap partai dan kadernya dengan tujuan
menarik perhatian masyarakat agar mau memberikan dukungan legitimasi politik
(Firmanzah,2007:152).

Gambar: Ketika salah satu calon gubernur memberikan janji politik

Pentingnya media massa dalam dunia politik saat ini seiring majunya pola kampanye yang
sejak beberapa saat lalu kita masuk pada era marketing politik. Para peserta Pemilu laksana produk
barang yang dikemas secantik mungkin kemudian dijajakan lewat beragam aktivitas pemasaran
yang kreatif dan menarik. Polesan sang calon menjadi ritual penting untuk memberikan kesan baik
sehingga disukai publik sebagai pembeli.
Selain itu, politik dan pencitraan tampaknya sudah bukan menjadi hal tabu dan asing di
Indonesia karena segala keputusan ada di tangan rakyat yang memiliki otoritas untuk menentukan
pilihannya. Hal ini disebabkan karena para politikus merasa harus popular di mata rakyat. Kinerja
partai dan kader politik dimanifestasikan melalui citra yang berkembang di masyarakat. Untuk
membangun citra partai dan kader politik yang positif, dibutuhkan praktisi public relations guna

menyusun, mengembangkan, dan menjalankan strategi-strategi untuk mencapai kesuksesan partai


dan kader politik dalam Pemilu. Politik citra saat ini mendorong berbagai pihak untuk menyertakan
media massa pada setiap gerak aktivitasnya, agar segala yang dilakukan dapat diketahui oleh
masyarakat. Bukan hanya ketika berbuat, bahkan ketika tidak melakukan sesuatu apapun, dalam
dunia politik citra, adalah menjadi sesuatu dan harus dipublikasikan. Baik bergerak atau diam, baik
berbicara atau tidak, semuanya mesti menjadi konsumsi media agar rakyat mengetahui segala gerakgerik sang kandidat. Pada era seperti ini, media massa idealnya semakin memperteguh posisinya
sebagai kontrol sosial dan selalu memfungsikan diri sebagai lembaga yang strategis untuk melakukan
pendidikan politik.
Media massa tidak menjadi bagian dari kekuatan partisan yang membela yang satu dan
menekan yang lain. Memperkokoh independensi sebagaimana dalam prinsipnya, mungkin menjadi
penting agar masyarakat tetap terlayani secara informasi secara berimbang. Namun dalam
perkembangannya, media massa kini jatuh pada dua kepentingan yang sulit disangkal, yaitu berada di
wilayah bisnis sehingga mementingkan keuntungan materi di atas pelayanan informasi yang mendidik,
juga kepentingan politik yang cenderung memihak. Kondisi ini memaksa ruang redaksi laksana ajang
pertempuran opini yang mengabaikan kepentingan publik, sebab tuan bagi media kini adalah bos sang
pemilik modal, juga partai politik tertentu yang mem-back up kepentingan tertentu. Yang menjadi
korban dalam konteks pertarungan informasi yang tidak sehat yang dipublikasi media massa tentu
saja adalah publik (Roni Tabroni, 2014). Publik yang seharusnya menjadi tuan atas informasi yang
dibutuhkan kini tetap berada di pihak objek yang secara rela menerima informasi apapun, entah
mendidik atau tidak. Media siaran yang menggunakan ranah publik sebagai sarananya, pun tidak luput
dari keberpihakan. Konten media elektronik khususnya televisi dan online semakin menjadi-jadi ketika
terjadi pertentangan politik secara terbuka di ranah publik.

Sumber:
Firmanzah. Marketing Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007.
Kotler, Philip. and Kotler, Neil. Generating effective candidates, campaigns, and causes. In B.
I.Newman (Ed.), Handbook of political marketing. Thousand Oaks, CA: Sage, 1999.
Tabroni, Roni. Marketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2014.
Sumber online:
http://news.detik.com/berita/3314239/janji-sandiaga-modali-pasukan-oranye-hingga-buka-200ribu-lapangan-kerja diakses pada tanggal 5 Oktober 2016 pukul 21.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai