Anda di halaman 1dari 14

PERWUJUDAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN MELALUI

INTEGRASI ASPEK LINGKUNGAN DALAM PRODUK


ANDALALIN, AMDAL DAN UPL/UKL
Don Gaspar Noesaku da Costa
Jurusan Teknik Sipil
Universitas Katolik Widya Mandira Kupang
Jl. A. Yani No.50-52 Kupang-NTT Telp. 0380-833395, 0380-8081630 Fax 0380-831194
noesaku@yahoo.com
Abstract
Sustainable transport organizing idealism has insufficient institutional supporting system in each policy
maker level. Traffic Impact Analysis as a building development license tools did not preparing yet some regulations
about the environment impact materials and also the analysis output. Thats why traffic safety, air pollution and
noise are not included in analysis content. An integrations mechanism of environmentally aspects is become a needs.
In order to build that integrations mechanism system it is needed 1) determine K3 principles (i.e. so that the planning
and/or evaluations process has already considered the impact of each transportations system component and also
the impacts which covered sustain. 2) strengthen the environments institutional framework by introduce that
institutional component into one of the sustainability environments main subject. 3) preparing some technical tools
and/or guideline and also assessment and evaluations criteria of sufficient and important impacts in order to predict
the traffic impact risk level which based on the relationship between opportunity and consequences.
Keywords: environment indicator, important impact scoring and evaluation, support system implementation.
Abstrak
Idealisme pengelolaan transportasi berkelanjutan belum didukung oleh sistem kelembagaan
penyelenggaraan di tiap level penentu kebijakan. ANDALALIN sebagai prasayarat perolehan IMB tidak diikuti
dengan pengaturan substansi materi dan kedalaman analisis aspek lingkungannya sehingga aspek keselamatan,
polusi udara dan kebisingan tidak dikaji dalam AMDAL dan UPL/UKL. Untuk itu dibutuhkan suatu mekanisme
integrasi aspek lingkungan dalam produk rencana lingkungan dimaksud. Sistem pendukung yang diperlukan adalah
1) Penerapan azas K3 (Keharusan, Kedalaman Substansi Materi dan Konsistensi) agar proses perencanaan dan/atau
evaluasi dampak lingkungan secara utuh memperhitungkan pengaruh dari setiap sub sistem pembentuk sistem
transportasi dan dampak lingkungan yang ditimbulkannya secara konsisten. 2) Penguatan kerangka kelembagaan
pengelolaan lingkungan hidup, dengan memasukkan komponen institusional tersebut sebagai salah satu pilar utama
keberlanjutan pengelolaan lingkungan hidup. 3) Penyediaan dan pemuktahiran perangkat teknis atau format dan/atau
panduan dan kriteria penilaian maupun evaluasi dampak penting guna prakiraan tingkat resiko dampak lingkungan
transportasi, yang hendaknya didasarkan pada hubungan kausalitas antara peluang terjadinya gangguan/kerugian
dengan besar-kecilnya dampak/konsekuensi yang ditimbulkannya.
Kata Kunci: indikator lingkungan, kriteria penilaian dan evaluasi dampak penting, sistem pendukung implementasi,

PENDAHULUAN
Transportasi merupakan turunan dari kegiatan sosial-ekonomi dan/atau pola penggunaan
lahan di suatu kawasan. Tarikan dan bangkitan perjalanan serta kebutuhan akan sarana-prasarana
penunjangnya berdampak pada gangguan lalu lintas dan lingkungan semisal peningkatan resiko
kecelakaan, jumlah dan kadar/intensitas serta durasi paparan polutan dan tingkat kebisingan.
Dengan demikian, seharusnya sejak aspek perijinan, dampak negatifnya sudah harus dipantau
dan dikelola.

Simposium FSTPT_16, Universitas Muhamadiyah Surakarta, 1-3 Nopember 2013

Terdapat sejumlah model matematis untuk prediksi dampak lingkungan tersebut


(Alamsyah, 2010; Malkamah, 1993; Malkamah, 1994). Dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas
(ANDALALIN) sebagai salah satu kelengkapan persyaratan perolehan ijin membangun/ IMB
(UURI No.22/2009, PP No.32/2011) sesungguhnya strategis bagi penciptaan keberlanjutan
lingkungan. Namun, output studi ANDALALIN lebih diarahkan pada pengendalian resiko
gangguan lalu lintas (aspek teknis), sehingga tidak seluruh indikator dampaknya dapat digunakan
saat penyusunan AMDAL karena walaupun tidak disyaratkan secara tegas dalam peraturan
perundangan lingkungan hidup tentang Pedoman Penyusunan AMDAL dan UPL/UKL, maupun
dalam pedoman penilaian dokumen AMDAL (Permen LH No. 24/2009), aspek transportasi
merupakan bagian dari analisis komponen GeoFisik-Kimia. Sayangnya, dari hasil pendalaman
berbagai produk AMDAL dan/atau UPL/UKL yang ada di BLHD Provinsi NTT dan BLHD Kota
Kupang, kedalaman substansi pembahasan dampak lingkungan transportasi dirasakan masih
sangat kurang. Situasi ini diyakini tidak berbeda jauh dengan kualitas dokumen AMDAL dan
UPL/UKL di sebagian besar wilayah Indonesia karena tim penyusun AMDAL dan UPL/UKL
berbagai rencana usaha dan/atau kegiatan di NTT adalah konsultan dari luar NTT. Karena
ANDALALIN belum terintegrasi dengan AMDAL dan UPL/UKL maka Rencana Pemantauan
dan Pengelolaan Dampak Lingkungannya juga terabaikan.
Adapun tujuan kajian ini adalah tersedianya berbagai kriteria standar lingkungan yang
dapat digunakan sebagai alat analisis dampak lingkungan. Diharapkan, melalui ketersediaan
kriteria tersebut, integrasi aspek lingkungan melalui kordinasi substansi (aspek administrasi dan
mutu dokumen) lintas kementrian dapat lebih mudah dilaksanakan secara terpadu, sedemikian
sehingga memudahkan kegiatan pemantauan dan pengelolaan dampak yang ditimbulkan oleh
aktivitas transportasi tersebut, termasuk agar tidak terjadi overlapping muatan produk rencana
ANDALALIN dan AMDAL maupun UPL/UKL.
KERANGKA KERJA ANDALALIN,
KELEMBAGAAN (ISSUE STRATEGIS)

UPL/UKL

DAN

AMDAL

DARI

SISI

1. ANDALALIN
Ruang lingkup kajian ANDALALIN diatur di Pasal 99 ayat 2 UU No 22 tahun 2009. Luaran
ANDALALIN menggambarkan kondisi tingkat pelayanan jaringan dan/atau bagian jaringan jalan
akibat lalu lintas eksisting maupun akibat perubahan tarikan dan bangkitan lalu lintas yang
ditimbulkan oleh perubahan pola pemanfaatan lahan. Parameter tingkat pelayanan jalan yang
biasanya digunakan adalah derajat kejenuhan, kecepatan perjalanan, waktu perjalanan, tundaan
perjalanan, peluang dan/atau panjang antrian, serta biaya perjalanan. Resiko kecelakaan dan
polusi udara serta kebisingan tidak dimasukkan sebagai parameter tingkat pelayanan jaringan
dan/atau bagian jaringan jalan.
2. UPL/UKL
Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) biasanya
merupakan langkah taktis untuk mengidentifikasi potensi dampak lingkungan akibat berbagai
aktivitas sosial-ekonomi dalam skala kecil-menengah (tahap pra konstruksi, konstruksi, operasi
maupun pasca operasi). Tidak semua produk UPL/UKL mengakomodir pengaruh perubahan arus
lalu lintas (volume, kecepatan dan kepadatan) terhadap perubahan kualitas lingkungan. Sejak
2010, ANDALALIN menjadi sebagai salah satu syarat kelengkapan pengurusan IMB, namun

Simposium FSTPT_16, Universitas Muhamadiyah Surakarta, 1-3 Nopember 2013

kajian tentang keselamatan, polusi dan kebisingan belum dibahas, terutama akibat kendala
normatif tersebut.
3. AMDAL
Pekerjaan penyusunan AMDAL berisi tentang deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan
serta kondisi fisik dan non fisik kawasan yang diprakirakan akan dipengaruhi dan memengaruhi
rencana usaha dan/atau kegiatan dimaksud. Evaluasi dampak penting yang ditimbulkannya
menggunakan model risk analysis yang merupakan fungsi dari peluang (opportunity) dan
dampak (consequences). Walaupun kewajiban penyusunan ANDALALIN telah diberlakukan
sejak tahun 2009 namun selama ini, tidak ada kewajiban pelaksanaan ANDALALIN sebagai
salah satu persyaratan penyusunan dokumen AMDAL. Kalaupun ANDALALIN dibuat, namun
indikator lingkungan alamiah tidak dibahas. Akibatnya Tidak Semua Dokumen AMDAL
memperhitungkan pengaruh perubahan arus lalu lintas terhadap kualitas lingkungan secara
memadai. Kalaupun dikaji, namun parameter kinerja lingkungan transportasi dan/atau metoda
analisisnya tidak lengkap (terutama karena tidak melibatkan ahli teknik sipil sebagai anggota
penyusun AMDAL). Di sisi lain, pedoman penilaian dokumen AMDAL yang disiapkan bagi
anggota Komisi Penilai AMDAL juga tidak mewajibkan ANDALALIN sebagai bentuk kajian
lingkungan transportasi sebagai substansi analisis utama dalam dokumen AMDAL.
AKTUALISASI PENERAPAN KONSEP KEBERLANJUTAN DALAM PENYUSUNAN
DOKUMEN ANDALALIN DAN AMDAL SERTAUPL/UKL
1. Agar tidak terjadi overlapping substansi pembahasan, maka isi dokumen ANDALALIN harus
dijadikan input analisis atau menjadi bagian integral dari dokumen AMDAL dan UPL/UKL.
Berarti, deskripsi rona awal transportasi dalam AMDAL dan UPL/UKL (pra konstruksi) dan
proyeksi kualitas lingkungan pada saat masa konstruksi, operasi dan pasca operasi serta
dampaknya terhadap lingkungan alamiah dijadikan dasar penyusunan rencana pemantauan
dan/atau pengelolaan dampaknya.
Dengan demikian indikator dan/atau output analisis studi ANDALALIN harus berkaitan
dengan:
a. Upaya pengurangan resiko kecelakaan baik akibat pengaruh kondisi geometrik dan
lingkungan jalan (termasuk ketersediaan dan kondisi fasilitas pelengkap jalan), maupun
akibat pengaruh kondisi fisik kendaraan serta perilaku pengguna (pilihan kecepatan dan
pola mengemudi/agresivitas pengemudi, pilihan jarak antar kendaraan dan lain
sebagainya).
b. Upaya pengurangan resiko gangguan kesehatan melalui prediksi kadar polutan (polusi
udara) akibat emisi gas buang dan/atau partikel kenalpot kendaraan bermotor. Untuk itu,
informasi tentang jumlah dan jenis (komposisi kendaraan bermesin diesel) kendaraan
bermotor dalam ANDALALIN agar dalam format kend/jam.
c. Upaya pengurangan gangguan ketidaknyamanan lingkungan akibat peningkatan
kepadatan (kemacetan) dan kebisingan lalu lintas. Dengan demikian, karena tingkat
kebisingan berkorelasi langsung dengan karakteristik arus lalu lintas (volume, komposisi
kendaraan bermesin diesel, kecepatan kendaraan) dan jarak antara sumber bising ke
penerima serta kondisi lingkungan (kerapatan vegetasi dan bangunan, kondisi angin dan

Simposium FSTPT_16, Universitas Muhamadiyah Surakarta, 1-3 Nopember 2013

temperatur) maka berbagai indikator tersebut harus dimasukkan dalam komponen


lingkungan yang dikaji.
2. Apabila materi ANDALALIN telah memuat berbagai indikator lingkungan tersebut, maka
pada gilirannya cakupan materi AMDAL dan UPL/UKL dengan sendirinya juga harus
meliputi kajian tentang dampak lingkungan transportasi yaitu meliputi tingkat dan resiko
kecelakaan, polusi udara dan kebisingan serta fasilitas pengendali resiko dan/atau gangguan
lingkungan tersebut.
3. Pemenuhan ke-2 langkah taktis tersebut merupakan jaminan implementasi produk rencana
sistem transportasi (ANDALALIN) maupun produk rencana lingkungan (AMDAL dan
UPL/UKL) yang berkelanjutan.
SISTEM PENDUKUNG YANG DIPERLUKAN
1. Sistem tranportasi itu sendiri terbentuk akibat adanya interaksi timbal balik antar unsurunsur pembentuknya yaitu tata guna lahan (struktur & pola pemanfaatan lahan), saranaprasarana dan aktivitas (pola dan tujuan perjalanan, termasuk perilaku pengguna jalan).
Keberhasilan pengelolaan sistem transportasi berkelanjutan dengan sendirinya ditentukan
oleh integrasi upaya pengendalian dampak dari tiap sub sistem tersebut. Oleh karena itu
pemberlakuan azas K3 yaitu Keharusan, Kedalaman Substansi (materi) dan Konsistensi
dalam penyusunan dan/atau penilaian produk rencana lingkungan seperti ANDALALIN dan
AMDAL/UPL/UKL merupakan suatu kebutuhan mutlak. Penerapan azas-azas ini
dimaksudkan agar proses perencanaan dan/atau evaluasi dampak lingkungan harus
memperhitungkan pengaruh dari setiap sub sistem secara konsisten, sebagai perwujudan
kedalaman substansi kajian lingkungan.
2. Pada titik ini disadari bahwa diperlukan sebuah mekanisme dan/atau panduan implementasi
terpadu dalam bentuk kriteria dan/atau kordinasi kelembagaan karena secara institusional
tiap sub sistem selama ini diselenggarakan secara parsial. Bila secara eksplisit tiap badan
atau dinas terkait menyebutkan indikator lingkungan yang harus dikaji dalam ANDALALIN
dan AMDAL atau UPL/UKL, maka hal itu menjadi kebutuhan/kewajiban bersama. Dengan
demikian aspek kelembagaan hendaknya tidak dilihat sebagai turunan dari interkasi antar
berbagai sub sistem pembentuk transportasi melainkan dilihat sebagai sub sistem pembentuk
sistem transportasi itu sendiri.
3. Aplikasi konsep tersebut membutuhkan perangkat teknis atau kriteria dan/atau panduan
penilaian prakiraan tingkat resiko dampak lingkungan transportasi yang hendaknya
didasarkan pada hubungan kausalitas antara peluang terjadinya gangguan/kerugian dengan
besar-kecilnya dampak/konsekuensi yang ditimbulkannya dan agar bersifat mengikat, maka
kriteria dan/atau materi substansi tersebut diatur secara normatif.
Tingkat resiko dinyatakan sebagai fungsi dari peluang terjadinya kerugian/gangguan dan
besar-kecilnya dampak yang ditimbulkannya, sebagai berikut:
Risk=ProbabilityxConsequence (1)

Simposium FSTPT_16, Universitas Muhamadiyah Surakarta, 1-3 Nopember 2013


Probabilitas/Peluang Kejadian

Tabel 1. Matrik Evaluasi Dampak Penting Hipotetik


Hampir Pasti Terjadi
(5)
Kemungkinan Besar
Terjadi (4)
Mungkin terjadi (3)
Kemungkinan Kecil
terjadi (2)
Jarang sekali terjadi
(1)

Sangat Kecil
(1)

Kecil
(2)

Menengah
(3)

Besar
(4)

Sangat Besar
(5)

10

15

20

25

12

16

20

12

15

10

Konsekuensi (Dampak/Akibat yang Ditimbulkan)

Penentuan tinggi-rendahnya tingkat resiko ditetapkan dengan menggunakan Tabel 1


berikut dimana rentang resiko 1-6 disebut beresiko kecil, rentang resiko 8-12 disebut beresiko
sedang dan rentang 15-25 disebut beresiko besar.
Tabel 2.Ukuran Dampak Penting Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL No. 056 Tahun
1994
No

Ukuran
Penting

Dampak

Jumlah manusia yang


akan terkena dampak

Luas
wilayah
persebaran dampak

Lamanya
berlangsung

Intensitas Dampak

dampak

Kriteria Dampak Penting

Manusia diwilayah studi ANDAL yang terkena dampak lingkungan tetapi


tidak menikmati manfaat dari proyek, jumlahnya sama atau lebih besar dari
jumlah manusia yang menikmati
Rencana kegiatan menimbulkan adanya wilayah yang mengalami perubahan
mendasar dari segi insensitas dampak, atau tidak berbaliknya dampak, yang
berlangsung hanya pada satu atau lebih tahapan kegiatan.
Rencana kegiatan menyebabkan timbulnya perubahan mendasar dari segi
insensitas dampak atau tidak berbaliknya dampak, atau segi kumulatif
dampak, yang berlangsung hanya pada saat atau lebih tahapan kegiatan.
Rencana kegiatan akan menyebabkan perubahan pada sifat-sifat dan atau
hayati lingkungan yang melimpaui baku mutu lingkungan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Rencana kegiatan akan menyebabkan perubahan mendasar pada komponen
lingkungan yang melampaui kriteria yang diakui, berdasarkan pertimbangan
ilmiah.
Rencana kegiatan akan mengakibatkan spesies-spesies yang langkah,
endemik, dan dilindungi menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku terancam punah, atau habitat alaminya mengalami kerusakan.
Rencana kegiatan menimbulkan kerusakan atau gangguan terhadap kawasn
lindung yang telah ditetapkan menurut peraturan perundang-undangan.
Rencana kegiatan akan merusak atau memusnahkan benda-benda dan
bangunan peninggalan sejarah yang bernilai tinggi.
Rencana kegiatan akan mengakibatkan konflik atau kontroversi dengan atau
di kalangan masyarakat, pemerintah daerah, pemerintah pusat, kalangan
masyarakat.
Rencana kegiatan mengubahatau memodifikasi areal yangmempunya niali

Simposium FSTPT_16, Universitas Muhamadiyah Surakarta, 1-3 Nopember 2013


No

Ukuran
Penting

Dampak

Banyaknya komponen
lingkungan lain yang
terkena dampak

Kriteria Dampak Penting

Sifat komulatif dampak

Berbalik atau tidak


berbaliknya dampak

kehidupan alami yang tinggi.


Rencana kegiatan menimbulkan dampak sekunder dan dampak lanjutan
lainnya yang jumlah komponennya lebih atau sama dengan komponen
lingkungan yang terkena dampak primer
Dampak lingkungan berlangsung berulangkali dan terus menerus, sehingga
pada kurun waktu tertentu tidak dapat diasimilasi oleh lingkungan alam atau
sosial yang menerimanya.
Beragam dampak lingkungan bertumpuk dalam suatu ruang tertentu,
sehingga tidak dapat diasimilasi oleh lingkungan alam atau sosial yang
menerimanya
Dampak lingkungan dari berbagai sumber kegiatan menimbulkan efek yang
saling memperkuat (sinergetik)
Perubahan yang akan dialami oleh suatu komponen lingkungan tidak dapat
dipulihkan kembali walaupun dengan intervensi manusia.

Untuk memudahkan dalam penilaian terhadap dampak penting, dibuat batasan/skala


penilaian terhadap masing-masing kriteria. Dengan ketentuan bahwa dampak yang terjadi akibat
adanya kegiatan dikategorikan sebagai dampak penting yang perlu dikelola, apabila sedikitnya 1
(satu) kriteria dari 7 (tujuh) kriteria dampak penting mempunyai skala kepentingan sekurangkurangnya 3 (tiga). Skala kepentingan masing-masing kriteria dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Skala Kepentingan Masing-Masing Kriteria Dampak
N
o
1

3
4
5
6

Kriteria
Jumlah manusia
yang terkena
dampak
Luas wilayah
persebaran
dampak
Lamanya
dampak
berlangsung
Intensitas
dampak
Sifat kumulatif
dampak
Berbalik atau
tidaknya dampak
Banyaknya
komponen lain
yang terkena
dampak

1
Tidak Penting

Skala
3

4
Penting

< 10 %
sangat sedikit

11-20%
Sedikit

21-30%
Sedang

31-50%
Banyak

>50 %
Sangat banyak

Sangat sempit

Sempit

Sedang

Luas

Sangat luas

Sangat singkat

Singkat

Sedang

Panjang

Sangat panjang

Sangat ringan

Ringan

Sedang

Berat

Sangat berat

Tidak kumulatif

Kumulatif lama

Kumulatif sedang

Kumulatif
singkat

Kumulatif
sangat singkat

Sangat cepat
berbalik

Cepat berbalik

Berbalik sedang

Berbalik lama

Tidak berbalik

Tidak ada
(0komponen)

Sedikit
(1komponen)

Sedang
(2komponen)

Banyak
(3komponen)

Sangat banyak
(lebih dari
3komponen)

Teknik penilaian dan/atau evaluasi besaran peluang, dampak maupun tingkat resiko untuk
berbagai komponen transportasi tersebut seluruhnya dapat didekati dengan cara berikut, dengan

Simposium FSTPT_16, Universitas Muhamadiyah Surakarta, 1-3 Nopember 2013

catatan bahwa fungsi dari parameter peluang dan dampak pada formulasi dasar tersebut
disesuaikan terhadap masing-masing obyek kajian, sebagai berikut:
a) Kecelakaan
Resiko kecelakaan dinyatakan sebagai:
R = P x D .. (2)
dengan:
R = Tingkat Resiko Kecelakaan
P = Peluang terjadinya kecelakaan
D = Prakiraan dampak keparahan akibat kecelakaan dimaksud
Peluang kejadian kecelakaan dihitung berdasarkan % penyimpangan karakter arus dan
komponen lalu lintas terhadap kriteria desain dan standar pelayanan mnimum yang
ditetapkan. Makin besar % penyimpangannya makin tinggi nilai peluang kejadian
kecelakaan tersebut (yang dinyatakan dalam skala 1-5). Adapun nilai keparahan
kecelakaan ditentukan berdasarkan prakiraan dampak yang ditimbulkan apabila
peluang kejadian tersebut menjadi nyata (kecelakaan) yang ditetapkan berdasarkan
klasifikasi dampak kematian, luka berat, luka ringan dan kerusakan harta benda
(property damage only/PDO).
Tabel 4. Nilai Peluang (P) Defisiensi Keselamatan Penyebab Kecelakaan
Defenisi Peluang
Kompleksitas
Kondisi
Nilai
Kejadian
Perilaku
Arus Lalu
Lingkungan
Hambatan Samping Jalan
Kecelakan
Pengguna
Lintas
Jalan
Lahan kosong,
Penyeberang jalan < 25 org/jam
Amat
Tidak
tidak ada
Kendaraan parkir < 50 kend/jam
1
20%
Amat Teratur
jarang
disiplin
pohon tepi
Kend keluar-masuk persil< 100
jalan,
kend/jam
Guna lahan
Penyeberang jalan > 25-< 80 org/jam
Kurang
tidak padat,
Kendaraan parkir >50-100kend/jam
2
Jarang
> 20% - 40%
Teratur
Disiplin
kerapatan
Kendaraan keluar-masuk persil/akses
pohon rendah
100- 200 kend/jam
Kepadatan
Penyeberang jalan > 200-< 500 org/jam
Cukup
sedang,
Kendaraan parkir >100-300 kend/jam
3
Sedang
> 40% - 60%
Cukup teratur
Disiplin
kerapatan
Kendaraan keluar-masuk
pohon sedang
persil/akses>200- 500 kend/jam
Kepadatan
tinggi,
Penyeberang jalan >500-<1300 org/jam
kerapatan
Kendaraan parker>300 - < 700kend/jam
4
Sering
< 60% - 80%
Disiplin
Semrawut
pohon tinggi,
Kendaraan keluar-masuk persil/akses
sebagian besar
>500- 800 kend/jam
bangunan
berpagar
Guna lahan
kepadatan
sangat tinggi,
Penyeberang jalan > 1300 org/jam
sebagian besar
Amat
Amat
Amat
Kendaraan parkir > 700kend/jam
5
> 80%
halaman
sering
disiplin
semrawut
Kendaraan keluar-masuk persil/akses >
berpagar,
800 kend/jam
kerapatan
pepohonan
sangat tinggi
Sumber : Modifikasi Direktorat Jendral Bina Marga (2007) dan Mulyono, et.al (2008) dalam da Costa (2012)
Penyimpangn
terhadap
Standar

Simposium FSTPT_16, Universitas Muhamadiyah Surakarta, 1-3 Nopember 2013

Tabel 5. Nilai Dampak (D) Keparahan Defisiensi Keselamatan yang Menyebabkan Kecelakaan
Nilai
Defenisi Dampak Keparahan Kecelakaan
1
10

Keparahan korban amat ringan (pengguna/korban tidak mengalami luka-luka)


Keparahan korban ringan (korban mengalami luka-luka ringan)
Keparahan korban sedang (kategori luka korban cukup berat, korban mengalami cacat
40
sementara)
Keparahan korban berat (korban mengalami luka berat, berpotensi meninggal, cacat
70
sementara bahkan cacat permanen)
100
Keparahan korban amat berat (korban meninggal dunia)
Sumber : Modifikasi Direktorat Jendral Bina Marga (2007) dan Mulyono, et.al (2008) dalam da Costa (2012)

Tabel 6. Tingkat Kepentingan Penanganan Defisiensi Berdasarkan Nilai Resiko


Resiko
Kategori
Diabaikan

Nilai
1-50
50-100

Rendah

100-250
250-350

Sedang
Tinggi

>350

Ekstrim

Tingkat Kepentingan Penanganan


Dapat diabaikan, tidak memerlukan monitoring
Respon pasif monitoring, mulai memerlukan pemantauan titik-titik rawan
kecelakaan
Respon aktif, perlu penanganan tidak terjadual
Respon aktif, perlu penanganan terjadual (rutin)
Respon aktif, diperlukan Audit Keselamatan Jalan (AKJ), sifat penanganan
segera/mendesak, maksimum penanganan 2 minggu setelah AKJ disetujui

Sumber : Modifikasi Direktorat Jendral Bina Marga (2007) dan Mulyono, et al (2008) dalam da Costa (2012)

Dengan demikian, pemberian skala kualitas lingkungan terhadap aspek kecelakaan


didasarkan pada pertimbangan berikut:
i.
ii.
iii.
iv.
v.

Nilai dampak sebesar 5 diberikan bila resiko kecelakaan bersifat ekstrim (hampir
pasti memicu kematian),
Nilai 4 bila resiko tinggi (luka berat, cacat tetap),
Nilai 3 bila luka cukup berat (cacat tidak tetap),
Nilai 2 bila luka ringan (tanpa cacat) dan
Nilai 1 bila hanya terjadi kerugian harta benda.

b) Gangguan kesehatan (Polusi Udara)


Konsentrasi CO di udara dalam besaran 100 ppm masih dianggap aman, namun
demikian apabila CO terhirup lebih dari 8 jam dalam konsentrasi 30 ppm dapat
menimbulkan pusing dan mual. Reaksi CO dengan haemoglobin darah membentuk
Carboxy Haemoglobin (CO-Hb) sehingga menimbulkan sesak napas dan pucat
sehingga fungsi sistem kontrol syaraf menurun, demikian juga dengan fungsi jantung
dan paru-paru, sehingga dapat memicu terjadinya kecelakaan akibat gangguan
psikologis (emosional) dan keseimbangan.
Data kualitas udara yang sudah dianalisis tersebut, selanjutnya dibandingkan dengan
kriteria kualitas udara berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.
554/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara, sebagai dasar
perhitungan untuk menentukan kriteria ISPU. Sedangkan kriteria tingkat kebisingan di
sekitar
proyek
mengacu
pada
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
718/MENKES-/PER/IV-/1987 tentang Syarat Tingkat Kebisingan Yang Berhubungan
dengan kesehatan maupun berdasarkan pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup

Simposium FSTPT_16, Universitas Muhamadiyah Surakarta, 1-3 Nopember 2013

No. 48/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan. Konsentrasi


polutan gas di atmosfir (udara) yang terukur dibandingkan dengan baku mutu udara
ambient yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41
Tahun 1999 tentang baku mutu udara ambient atau berdasarkan pada Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 554/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar
Pencemar Udara (ISPU).
Tabel 7. Baku Mutu Udara Ambient
No.

Parameter

Waktu
Pemaparan

SO2
(Sulfur Dioksida)

1 Jam
24 Jam
1 Thn

CO
(Karbon Monoksida)

1 Jam
24 Jam
1 Thn

NO2

1 Jam
24 Jam
1 Thn

O3 (Oksidan)

1 Jam
1 Thn

400 g/Nm3
150 g/Nm3
100 g/Nm3
235 g/Nm3
50 (g/Nm3

3 Jam

160 (g/Nm3

Flame Ionization

24 Jam

150 (g/Nm3

Gravimetri

Gas
Chromatografi
Hi Vol

24 Jam
1 Thn
24 Jam
1 Thn

65 (g/Nm3
15 (g/Nm3
230 g/Nm3
90 g/Nm3

Gravimetri
Gravimetri

Hi Vol
Hi Vol

Gravimetri

Hi Vol

24 Jam
1 Thn

2 g/Nm3
1 g/Nm3

Gravimetri
Ekstraktif
Pengabuan

Hi Vol

Gravimetric

Conister

5
6

7
8

HC
(Hidro Karbon)
PM 10
(Partikel 10 (m)
PM 2,5
(Partikel 2,5(m)
TSP
(Debu)
Pb
(Timah Hitam)

Baku mutu
900g/Nm3
365 g/Nm3
60 g/Nm3
30.000g/Nm3
10.000 g/Nm3

Metode
Analisis
Perarosanilin

Peralatan
Spektrofotometer

NDIR

NDIR Analyzer

Saltzman

Spektrofotometri

Chemiluminescent

Spektrofotometri

AAS

Dustfall
(Debu Jatuh)

30 Hari

10 Ton/Km2/Bulan
(Pemukiman)
20 Ton/Km2/Bulan
(Industri)

10

Total Fluorides
(as F)

24 Jam
90 Hari

3 g/Nm3
0,5 g/Nm3

Spesific ion
Ekectrode

Impinger atau
Continous
Analyzer

Colourimetri

Limed Filter
Paper

Spesific ion
Electrode

Impinger atau
Continous
Analyzer

11

Fluor Indeks

30 Hari

40 g/100 cm2
dari kertas limed
filter

12

Khlorin &
Khlorin Dioksida

24 Jam

150 g/Nm3

1mg SO3/100 cm3


13
Sulphat Indeks
30 Hari
Dari Lead
Colourimetri
Peroksida
Sumber : Peraturan Pemerintah RI. No. 41 Tahun 1999 tentang baku mutu udara ambient

Lead
Peroxida Candle

Simposium FSTPT_16, Universitas Muhamadiyah Surakarta, 1-3 Nopember 2013

Perubahan kualitas udara dapat dihitung melalui pendekatan konversi ISPU (Indeks
Standar Pencemaran Udara) yang berpedoman pada keputusan Kepala BAPEDAL
No.Kep.107-/KABAPEDAL/11/1997 tentang pedoman teknis perhitungan dan pelaporan serta
informasi ISPU sebagai berikut.
Tabel 8. Batas ISPU dalam satuan SI (pada T = 25 0 C dan 760 mm Hg)
Indeks Standar
24 jam PM10
24 jam SO4
8 jam CO
1 jam 03
1 jam NO3
Pencemaran Udara
(g/m3)
(g/m3)
(g/m3)
(g/m3)
(g/m3)
50
50
80
5
120
(2)
100
150
365
10
235
(2)
200
350
800
17
400
1130
300
420
1600
34
800
2260
400
500
2100
46
1000
3000
500
600
2620
57,5
1200
3750
Ket. :
1. Pada 25 C dan 760 mmHg
2. Tidak ada indeks yang dapat dilaporkan pada konsentrasi rendah dengan jangka pemaparan pendek

Tabel 9. Kategori dan Rentang ISPU


Kategori

Rentang

Baik

0 50

Sedang

51 100

Tidak sehat

101 199

Sangat tidak sehat

200 299

Berbahaya

300 lebih

Keterangan
Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan
manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan
ataupun nilai estetika.
Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia
ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitive, dan
nilai stetika
Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun
kelompok hewan yang SiasStive atau Sias menimbulkan kerusakan pada
tumbuhan ataupun nilai estetika.
Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah
segmen populasi yang terpapar.
Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan
kesehatan yang serius pada populasi.

Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, penilaian dampak kualitas udara, skala


kualitas lingkungannya ditetapkan sebagai berikut:
i.
ii.
iii.
iv.
v.

Nilai dampak lingkungan 5 diberikan apabila nilai ISPU>300 atau bilapolutan


diterima dalam paparan lebih dari 8 jam/hari,
Nilai dampak lingkungan 4 diberikan apabila nilai ISPU 200-299 atau
bilapolutan diterima dalam paparan 6-8 jam/hari,
Nilai dampak lingkungan 3 diberikan apabila nilai ISPU 101-199 atau
bilapolutan diterima dalam 3-6 jam,
Nilai dampak lingkungan2 diberikan apabila nilai ISPU 51-100 atau
bilapolutan diterima dalam paparan 1-3 jam,
Nilai dampak lingkungan 1 diberikan apabila nilai ISPU 0-50 atau bilapolutan
diterima dalam paparan < 1 jam.

Simposium FSTPT_16, Universitas Muhamadiyah Surakarta, 1-3 Nopember 2013

c) Gangguan Ketidaknyamanan (Kemacetan dan Kebisingan)


1) Kemacetan

Tabel 10. Klasifikasi Tingkat pelayanan (Level of Service/LoS)


Klasifikasi Tingkat Pelayanan (LoS)
Ruas Jalan Perkotaan
A
B
C
D
E
F

i.
ii.
iii.
iv.
v.

Derajat Kejenuhan
(Degree of Saturation) V/C
0,00 0,20
0,21 0,44
0,45 0,74
0,75 0,80
0,81 1,00
1,00

Sumber : Morlok, 1985

Morlok
(1985)
dan
MKJI97
mensyaratkan nilai
DS yang masih
dapat
diterima
adalah 0,75 sedangkan kecepatan yang masih dapat diterima sebagai 0,5 x kecepatan rencana
ruas jalan arteri (kecepatan rencana 60 km/jam) ataupun kolektor (kecepatan rencana 50 km/jam).
`Dengan demikian pemberian nilai dampak penting aspek kinerja jaringan dan.atau
bagian jaringan jalan didasarkan pada hubungan antara LoS dan kecepatan berikut:
Skala kualitas lingkungan 5 untuk LoS F, dan bila kecepatan mendekati nol (<10 km/jam),
Skala kualitas lingkungan 4 untuk LoS E, dan bila bila kecepatan 10-20 km/jam,
Skala kualitas lingkungan 3 untuk LoS D dan C, dan bila kecepatan 20-30 km/jam,
Skala kualitas lingkungan 2 untuk LoS B dan bila kecepetan 30-45 km/jam.
Skala kualitas lingkungan 1 untuk LoS A dan kecepatan > 45-60 km/jam.
2) Kebisingan
Tabel 11 Baku Tingkat Kebisingan.
Peruntukan Kawasan /
Lingkungan Kegiatan
Perumahan dan Pemukiman
Perdagangan dan Jasa
Perkantoran dan Perdagangan
Ruangan Terbuka Hijau
Industri
Pemerintahan dan Fasilitas Umum
Rekreasi
Bandar Udara *)
Pelabuhan Laut *)
Cagar Budaya
Rumah Sakit dan Sejenisnya
Sekolah dan Sejenisnya
Tempat Ibadah dan Sejenisnya

Tingkat Kebisingan dBA


55
70
65
50
70
60
65
75
70
60
55
55
55

Sumber : SK MeNeg.LH RI.No. 48 Tahun 2002.


Ket. : *) atau disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan Republik Indonesia

Simposium FSTPT_16, Universitas Muhamadiyah Surakarta, 1-3 Nopember 2013

Tabel 12.Dampak Tingkat Kebisingan terhadap Manusia


Akibat yang Dapat
Ditimbulkan
Memicu Kecelakaan

Menimbulkan
Gangguan Aktivitas

Efek Kebisingan
Tuli
Nyeri
Ambang Perasaan
Pengurangan Efisiensi
Kerja
Gangguan
Fungsi
Telinga
Gangguan Bicara
Normal

Tingkat Latar Belakang yang Masih Dapat


Diterima

Tingkat
Kebisingan
150
140
120
110
100
90

Contoh Umum
Ledakan
Pengujian Mesin
Guntur, Bunyi Senjata api
Bor Angin, Pesawat Terbang
Kereta Api Bawah Tanah
Jalan padat lalu lintas

85

Pabrik yang bising

70
65
60

Kantor yang bising


Kereta Api di Pinggiran Kota
Pabrik

< 60

Sumber: Alamsyah, 2008

Tabel 13. Tingkat Kebisingan Maksimum untuk Berbagai Variasi Pemaparan Harian
Nomor
Tingkat Kebisingan (dBA)
Pemaparan Harian
1
85
8 jam
2
88
4 jam
3
91
2 jam
4
94
1 jam
5
97
30 menit
6
100
15 menit
Sumber:

Nasri,
1997
http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/02/pengukuran-nilai-ambang-dan-zonakebisingan, Diunduh 11 Juli 2013

Tabel 14. Zona dan Tingkat Kebisingan Maksimum yang Diijinkan untuk Variasi Aktivitas
Zona
Tingkat Kebisingan (dBA)
Keterangan
Rumah Sakit, klinik kesehatan/sosial, studio
1
35-45
penelitian dan sejenisnya
2
45-55
Perumahan, pendidikan, area rekreasi, ruang terbuka
3
55-60
Perkantoran, perdagangan, pasar
4
60-70
Industri, pabrik, stasiun KA/terminal bis
5
100-115
Perlu memakai ear plug
6
115-135
Perlu memakai ear muff
7
135-150
Harus menggunakan ear plug dan ear muff
8
>150
Daerah berbahaya dan harus dihindari
Sumber:

International
Air
Transportation
Association
(IATA)
dalam
Sastrowinoto,
1985
http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/02/pengukuran-nilai-ambang-dan-zona-kebisingan, Diunduh 11
Juli 2013

Untuk penilaian dampak lalu lintas terhadap kebisingan, pemberian skala kualitas lingkungan
ditetapkan sebagai berikut:

Simposium FSTPT_16, Universitas Muhamadiyah Surakarta, 1-3 Nopember 2013

1. Nilai dampak lingkungan 5 diberikan bila tingkat kebisingan mencapai 101-150 dBA atau >
100 dBA (sangat buruk) dalam paparan <15 menit;
2. Nilai 4 bila tingkat kebisingan berkisar 85-100 (buruk) dalam paparan 1-4 jam;
3. Nilai 3 bila tingkat kebisingan 70-84 dBA (sedang/dapat diterima) dalam paparan 4-8 jam,
4. Nilai 2 bila tingkat kebisingan 56-69 dBA (baik) dalam paparan 8-12 jam
5. Nilai 1 bila <55 dBA (sangat baik) dalam paparan >12 jam.
KESIMPULAN

1.

2.

3.

Nilai strategis ANDALALIN sebagai dokumen pengendali dampak lingkungan hilang


karena walau dijadikan syarat pengurusan IMB, namun muatan produknya belum
terintegrasi dengan AMDAL dan UPL/UKL. Sayangnya idealisme tersebut belum
didukung oleh sistem kelembagaan penyelenggaraan di tiap level penentu kebijakan.
Kewajiban penyusunan ANDALALIN sebagai prasayarat perolehan ijin membangun
tidak diikuti dengan pengaturan substansi materi dan kedalaman analisis aspek
lingkungannya sehingga indikator lingkungan utama seperti keselamatan lalu lintas
(resiko kecelakaan), polusi udara dan kebisingan tidak dikaji secara menyeluruh dan
mendalam dalam dokumen lingkungan hidup (AMDAL dan UPL/UKL).
Kajian ini merekomendasikan beberapa kriteria identifikasi dan evaluasi dampak
lingkungan transportasi serta mekanisme implementasinya melalui usulan perbaikan
sistem pranata atau peraturan dan perundang-undangan lintas kementrian (Lingkungan
Hidup dan Perhubungan).
Sistem pendukung yang diperlukan dalam mekanisme integrasi aspek lingkungan dalam
produk rencana lingkungan tersebut adalah 1) Penerapan azas K3 (Keharusan, Kedalaman
Substansi (Materi) dan Konsistensi) agar proses perencanaan dan/atau evaluasi dampak
lingkungan secara utuh memperhitungkan pengaruh dari setiap sub sistem pembentuk
sistem transportasi dan dampak lingkungan yang ditimbulkannya secara konsisten,
sebagai perwujudan kedalaman substansi kajian lingkungan. 2) Penguatan kerangka
kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup melalui perbaikan muatan rencana secara
normatif. 3) Penyediaan dan pemuktahiran perangkat teknis atau format dan/atau panduan
dan kriteria penilaian maupun evaluasi dampak penting guna prakiraan tingkat resiko
dampak lingkungan transportasi, yang hendaknya didasarkan pada hubungan kausalitas
antara peluang terjadinya gangguan/kerugian dengan besar-kecilnya dampak/konsekuensi
yang ditimbulkannya.
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, A.A. 2008. Rekayasa Lalu Lintas. Cetakan Kedua. Malang: UMM Pres.
da Costa, D.G.N. 2012. Analisis Resiko Kecelakaan Pengguna Sepeda Motor. Simposium
Internasional Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi ke-15. Sekolah Tinggi
Transportasi Darat. Bekasi
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. 1988. Sistem Transportasi Kota. Jakarta. Penerbit:
Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota.

Simposium FSTPT_16, Universitas Muhamadiyah Surakarta, 1-3 Nopember 2013

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. 1999. Rekayasa Lalu Lintas, Pedoman Perencanaan dan
Pengoperasian Lalu Lintas di Wilayah Perkotaan. Jakarta: Penerbit Direktorat Bina
Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota.
International Air Transportation Association (IATA) dalam Sastrowinoto,
http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/02/pengukuran-nilai-ambang-dan-zonakebisingan, Diunduh 11 Juli 2013

1985

Malkamah, S. 1993. Kecepatan Kendaraan Optimal yang Menghasilkan Tingkat Kebisingan


Minimal. Forum Teknik, Jilid 17. Nomor Gabungan. Fakultas Teknik Universitas Gadjah
Mada.
Malkamah, S. 1994. Pengaruh jarak pada Kebisingan Lalu Lijtas. Forum Teknik Sipil, III/1Desember. Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Morlok, E.K. 1985. Pengantar
Erlangga.

Teknik

dan Perencanaan Transportasi. Jakarta: Penerbit

Nasri. 1997 http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/02/pengukuran-nilai-ambang-dan-zonakebisingan, Diunduh 11 Juli 2013


Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta
Pemerintah Republik Indonesia. 2011. Peraturan Pemerintah Nomor: 32 Tahun 2011 tentang
Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas.
Jakarta
Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah RI. Nomor.41 Tahun 1999 tentang
Baku Mutu Udara Ambien. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Negara.Lingkungan Hidup RI. No. 48
Tahun 2002 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai