Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DESA SIAGA


2.1.1 Definisi
Desa Siaga Aktif adalah Desa / Kelurahan yang penduduknya dapat
mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang memberikan
pelayanan setiap hari melalui Pos kesehatan Desa (POSKESDES) atau sarana
kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti Puskesmas Pembantu (Pustu),
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), atau sarana kesehatan lainnya serta
penduduknya mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
(UKBM) dan melaksanakan surveilans berbasis masyarakat (meliputi pemantauan
penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku), kedaruratan
kesehatan dan penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan sehingga
masyarakatnya menerapkan Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS).
Desa yang dimaksud dalam desa siaga adalah kelurahan / istilah lain bagi
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah, yang
berwenang untuk mengatur dan mengukur kepentingan masyarakat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan RI. Desa Siaga adalah salah satu
program Kementerian Kesehatan yang salah satu fokus kegiatannya adalah
mengurangi angka kematian Ibu, dengan meningkatkan peran serta masyarakat
setempat. Desa siaga adalah upaya bersama masyarakat untuk mengatasi
persoalan kesehatan khususnya kesehatan ibu dan anak.Si (siap), yaitu pendataan
dan mengamati seluruh ibu hamil, siap mendampingi ibu, siap menjadi donor

darah, siap memberi bantuan kendaraan untuk rujukan, siap membantu


pendanaan, dan bidan wilayah kelurahan selalu siap memberi pelayanan.
A (antar), yaitu warga desa, bidan wilayah, dan komponen lainnya dengan cepat
dan sigap mendampingi dan mengatur ibu yang akan melahirkan jika memerlukan
tindakan gawat-darurat.Ga (jaga), yaitu menjaga ibu pada saat dan setelah ibu
melahirkan serta menjaga kesehatan bayi yang baru dilahirkan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa desa siaga adalah suatu keadaan dimana
suatu desa memiliki kemampuan dan kemauan untuk mengenal, menghadapi dan
mengatasi

masalah

kesehatan

secara

mandiri

baik

bencana

maupun

kegawatdaruratan.

2.1.2 Tujuan Desa Siaga


1) Tujuan Umum
Percepatan terwujudnya masyarakat desa dan kelurahan yang peduli,
tanggap, dan mampu mengenali, mencegah serta mengatasi permasalahan
kesehatan yang dihadapi secara mandiri, sehingga derajat kesehatannya
meningkat.
2) Tujuan Khusus
a) Mengembangkan kebijakan pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif di
setiap tingkat pemerintah
b) Meningkatkan komitmen dan kerjasama semua pemangku kepentingan pusat,
provinsi kabupaten, kota,

kecamatan, desa, dan kelurahan untuk

pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif


c) Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar di desa dan
kelurahan.

d) Mengembangkan UKBM yang dapat melaksanakan surveilans berbasi masyarakat


(meliputi pemantauan penyakit, kesehatan ibu, pertumbuhan anak,
lingkungan dan perilaku).
e) Meningkatkan ketersediaan sumber daya manusia, dana, maupun sumber daya
lain, yang berasal dari pemerintah, masyarakat dan swasta/dunia
usaha, untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
f) Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga di desa
atau kelurahan.

2.1.3 Landasan Hukum Pelaksanaan Desa Siaga yaitu sebagai berikut


1) Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
564/
Menkes/SK/VII/2006 tanggal 2 Agustus 2006 tentang pengembangan
Desa Siaga
2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3) Undang-Undang Republik Indonesia No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
4) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa.
5) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 Tentang Kelurahan.
6) Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Kader
Pemberdayaan Masyarakat.
2.1.4 Sasaran Desa Siaga
1) Sasaran Desa Siaga
a) Sasaran Langsung
Wanita usia Subur, Ibu pra hamil, Ibu Hamil, Ibu Bersalin, Ibu
Nipas, Bayi dan seluruh anggota masyarakat lainnya dan

2)

keluarganya.
b) Sasaran Tidak Langsung
Pemerintah daerah dan semua Dinas, Badan dan Lembaga terkait di

3)

Kabupaten/Kota
Tokoh Masyarakat Informasi dan ulama, pembuka masyarakat di
tingkat Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa

4)

Institusi Masyarakat disemua tingkat seperti organisasi profesi (IBI,

(a)

POGI, IDAI dll), LSM, PKK, dll. Dan diharapkan dapat berpungsi :
Sebagai pembuat kebijakan dan strategi serta Melaksanakan

(b)

pembinaan,Koordinasi dan pembiayaan


Untuk membantu menciptakan mekanisme/Sistem kewaspadaan

(c)

Masyarakat dan mencegah 3 terlambaat


Untuk membantu mencegah mekanisme/sisitem kewaspadaan
masyarakat dan mencegah 3 terlambat dan memberikan informasi
tentang Kabupaten/Desa Siaga.

2.1.5 Kriteria Desa Siaga


1)

Kepedulian Pemerintah Desa atau Kelurahan dan pemuka masyarakat terhadap


Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang tercermin dari keberadaan dan

2)

keaktifan Forum Desa dan Kelurahan


Keberadaan Kader Pemberdayaan Masyarakat/kader teknis Desa dan Kelurahan

3)

Siaga Aktif
Kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar yang buka atau

4)

5)

memberikan pelayanan setiap hari


Keberadaan UKBM yang dapat melaksanakan :
a) Surveilans berbasis masyarakat
b) Penanggulangan bencana dan kedaruratan kesehatan
c) Penyehatan lingkungan
Tercapainya (terakomodasikannya) pendanaan untuk pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif dalam Anggaran Pembangunan Desa atau

6)

Kelurahan serta dari masyarakat dan dunia usaha


Peran serta aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan

7)

kesehatan di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif


Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga di desa atau
kelurahan.

2.1.6 Tahapan Desa Siaga


1) Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Pratama :
a) Sudah memiliki Forum Masyarakat Desa/Kelurahan , tetapi belum
b)

berjalan
Sudah memiliki Kader Pemberdayaan Masyarakat/ kader kesehatan

c)

Desa/kelurahan Siaga Aktif minimal 2 orang


Sudah ada kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan

d)
e)

kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari


Sudah memiliki Posyandu, tetapi UKBM lainnya tidak aktif
Sudah ada dana untuk pengembangan Desa/KelurahanSiaga aktif
dalam anggaran pembangunan desa atau kelurahan tetapi belum ada

f)

sumber dana lainnya


Ada peran aktif dari masyarakat namun belum ada peran aktif
organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan Desa/kelurahan Siaga

g)

Aktif
Belum memiliki peraturan di tingkat desa atau keurahan yang
melandasi dan mengatur pengembangan Desa / Kelurahan Siaga

h)

Aktif
Kurang dari 20 persen rumah tangga di desa/kelurahan mendapat

a)

pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).


Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Madya :
Sudah memiliki Forum Masyarakat Desa dan Kelurahan yang

b)

berjalan, tetapi belum secara rutin setiap triwulan.


Sudah memiliki Kader pemberdayaan Masyarakat / kader kesehatan

c)

Desa dan kelurahan Siaga Aktif antara 3-5 orang.


Sudah ada kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan setiap

2)

hari.

d)
e)

Sudah memiliki posyandu dan 2 UKBM lainnya yang aktif.


Sudah mengakomodasi dana untuk pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif dalam anggaran pembangunan desa dan
kelurahan Siaga Aktif dalam anggaran pembangunan desa atau
kelurahan serta satu sumber dana lainnya baik dari masyarakat

f)

ataupun dunia usaha.


Sudah ada peran aktif masyarakat dan peran aktif dari satu ormas

g)

dalam kegiatan Desa atau Kelurahan Siaga aktif.


Sudah memiliki peraturan di tingkat desa atau kelurahan yang
melandasi dan mengatur pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga
Aktif , tetapi belum direalisasikan.
Minimal 20 persen rumah tangga di Desa dan Kelurahan mendapat

h)

a)

pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).


Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Purnama :
Sudah memiliki Forum Masyarakat Desa dan Kelurahan yang

b)

berjalan secara rutin, setiap triwulan.


Sudah memiliki kader pemberdayaan masyarakat / kader kesehatan

c)

desa dan kelurahan siaga aktif antara 6-8 orang.


Sudah ada kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan

d)
e)

kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari.


Sudah memiliki posyandu dan 3 UKBM lainnya yang aktif.
Sudah mengakomodasi dana untuk pengembangan desa dan

3)

kelurahan siaga aktif dalam anggaran pembangunan desa atau


kelurahan serta mendapat dukungan dana dari masyarakat dan dunia
f)

usaha.
Sudah ada peran aktif masyarakat dan peran aktif dari dua ormas
dalam kegiatan Desa/Kelurahan Siaga Aktif.

g)

Sudah memiliki peraturan formal (tertulis) di tingkat desa atau


kelurahan yang melandasi dan mengatur pengembangan desa
/kelurahan siaga aktif.
Minimal 40 persen rumah tangga di Desa dan Kelurahan mendapat

h)

a)

pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).


Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Mandiri :
Sudah memiliki Forum Masyarakat Desa / Kelurahan yang berjalan

b)

secara rutin setiap bulan.


Sudah memiliki Kader Pemberdayaan Masyarakat/ kader kesehatan

c)

Desa/Kelurahan Siaga Aktif lebih dari Sembilan orang.


Sudah ada kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan

d)

kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari.


Sudah memiki posyandu dan lebih dari 4 (UKBM) lainnya yang

e)

aktif dan berjejaring.


Sudah mengakomodasi dana untuk pengembangan Desa dan

4)

Kelurahan Siaga Aktif dalam anggaran pembangunan desa atau


kelurahan serta mendapat dukungan dana dari masyarakat dan dunia
f)

usaha.
Sudah ada peran aktif masyarakat dan peran aktif lebih dari dua

g)

ormas dalam kegiatan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif .


Sudah memiliki peraturan formal (tertulis) di tingkat desa atau
kelurahan

h)

yang

melandasi

dan

mengatur

pengembangan

desa/kelurahan siaga aktif.


Minimal 70 persen rumah tangga di Desa dan Kelurahan mendapat
pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

Tabel 2.1Pengukuran Tahapan Pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif


KRITERIA

1.

Forum Desa/ Kelurahan

2.

KPM/Kader Kesehatan

PENGEMBANGAN DESA / KELURAHAN SIAGA AKTIF


PRATAMA
Ada, tetapi
belum
berjalan

MADYA
Berjalan, tapi
belum rutin
setiap triwulan

PURNAMA
Berjalan setiap
triwulan

MANDIRI
Berjalan setiap bualan

Sudah ada
minimal 2
orang

Sudah ada 3-5


orang

Sudah ada 6-8


orang

Sudah ada 9 orang atau


lebih

3.

Kemudahan akses pelayanan


kesehatan dasar

Ya

Ya

Ya

Ya

4.

Posyandu & UKBM lainnya


aktif

Posyandu ya,
UKBM
lainnya tidak
aktif

Posyandu & 2
UKBM lainnya
aktif

Posyandu & 3
UKBM lainnya
aktif

Posyandu & 4 UKBM


lainnya aktif

Dukungan dana untuk kegiatan


kesehatan di Desa dan
Kesehatan :
Pemerintah Desa dan
Kelurahan
Masyarakat
Dunia Usaha

Sudah ada
dana dari
pemerintah
Desa dan
Kelurahan
serta satu
sumber dana
lainnya

Sudah ada dana


dari pemerintah
Desa dan
Kelurahan serta
dua sumber
dana lainnya

Sudah ada dana


dari pemerintah
Desa dan
Kelurahan serta
dua sumber
dana lainnya

Sudah ada dana dari


pemerintah Desa dan
Kelurahan serta dua
sumber dana lainnya

5.

6.

Peran serta masyarakat dan


Organisasi kemasyarakatan

7.

Peraturan Kepala Desa atau


Peraturan Bupati/Walikota

8.

Pembinaan PHBS di Rumah


Tangga

Ada peran
aktif
masyarakat
dan tidak ada
peran aktif
ormas
Belum ada

Ada peran aktif


masyarakat dan
peran aktif satu
ormas

Ada peran aktif


masyarakat dan
peran aktif dua
ormas

Ada peran aktif


masyarakat dan peran
aktif lebih dari dua ormas

Ada, belum
direalisasikan

Ada, sudah
direalisasikan

Ada, sudah direalisasikan

Pembinaan
PHBS kurang
dari 20%
rumah tangga
yang ada

Pembinaan
PHBS minimal
20% rumah
tangga yang ada

Pembinaan
PHBS minimal
dari 40% rumah
tangga yang ada

Pembinaan PHBS
minimal dari 70% rumah
tangga yang ada

Sumber : Kepmenkes No. 1529 tahun 2010

Dengan ditetapkannya tingkatan atau kategorisasi tersebut diatas, maka


Desa Siaga dan Kelurahan Siaga yang saat ini sudah dikembangkan harus
dievaluasi untuk menetapkan apakah masih dalam kategori Desa dan Kelurahan
Siaga atau sudah dapat dimasukan ke dalam salah satu dari tingkatan/kategori
Desa atau Kelurahan Siaga Aktif. Evaluasi ini dilakukan dengan mengacu kepada
petunjuk teknis yang disusun bersama oleh Kementrian Dalam Negeri dan
Kementrian Kesehatan.
2.1.7 Kegiatan dalam Desa Siaga
Kegiatan Desa Siaga Aktif
1) Persiapan
a) Persiapan Petugas Pelaksana :
1) Pelatihan bidan
2) Pelatihan tokoh masyarakat ( toma) dan kader
b) Persiapan Masyarakat :
(1) Pembentukan Forum Masyarakat Desa (FMD)
(2) Survey Mawas Diri (pendataan keluarga/lapangan rembuk

2)

desa)
(3) Musyawarah Masyarakat Desa (di awal pembentukan).
Pelaksanaan

a)

Pelayanan kesehatan dasar sesuai dengan kewenangan bidan, bila


tidak dapat ditangani dirujuk ke Puskesmas Pembantu atau
Puskesmas.
Kader dan toma melakukan surveilance (pengamatan sederhana)

b)

berbasis masyarakat tentang kesehatan ibu anak, gizi, penyakit,


lingkungan dan perilaku.
Pertemuan Forum Masyarakat Desa untuk membahas masalah

c)

kesehatan desa termasuk tindak lanjut penemuan pengamatan


sederhana untuk meningkatkan kewaspadaan dini masyarakat dan
menyepakati upaya pencegahan dan peningkatan.
Alih pengetahuan dan keterampilan melalui pertemuan dan

d)

kegiatan yang dilakukan oleh jejaring penyebaran informasi


kesehatan di desa (Jejaring Promosi Kesehatan), pelaksanaan kelas
ibu, kelas remaja, pertemuan dalam rangka swa-medikasi, dsb.
UKBM misalnya pelaksanaan Posyandu, Posbindu, Warung Obat,

e)

Upaya Kesehatan Kerja, UKBM Maternal (tabulin, calon donor


darah, dsb.), dana sehat serta UKBM lain sesuai kebutuhan dan
kesepakatan.
Gerakan
masyarakat

f)

dalam

kesiagaan

bencana

dan

kegawatdaruratan, Kesehatan Lingkungan, PHBS dan Keluarga


3)

Sadar Gizi.
Pemantauan dan Evaluasi
Keberhasilan pengembangan Desa siaga dapat dilihat dari empat
(4) indikatornya yaitu masukan, proses, keluaran dan dampak.

2.1.8 Langkah-langkah dalam Pendekatan Pengembangan Desa Siaga


1)

Pengembangan Tim Petugas


Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum kegiatankegiatan

lainnya

dilaksanakan.

Tujuan

langkah

ini

adalah

mempersiapkan para petugas kesehatan yang berada di wilayah


Puskesmas, baik petugas teknis maupun petugas administrasi. Persiapan
para petugas ini bisa berbentuk sosialisasi, pertemuan atau pelatihan
yang bersifat konsolidasi, yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
Keluaran atau output dari langkah ini adalah para petugas yang
memahami tugas dan fungsinya, serta siap kerjasama dalam satu tim
untuk melakukan pendekatan kepada pemangku kepentingan dan
2)

masyarakat.
Pengembangan Tim di Masyarakat
Tujuan langkash ini adalah untuk mepersiapkan para petugas,
tokoh masyarakat, serta masyarakat (Forum Kesehatan Desa), agar
mereka

tahu

dan

mau

bekerjasama

dalam

satu

tim

untuk

mengembangkan Desa Siaga. Dalam langkah ini termasuk kegiatan


advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan
dukungan, baik berupa kebijakan, agar mereka mau memberikan
dukungan, baik berupa kebijakan atau anjuran, serta restu maupun dana
atau sumber daya lain, sehingga pengembangan Desa Siaga dapat
berjalan dengan lancar. Sedangkan pendekatan kepada tokoh-tokoh
masyarakat bertujuan agar meraka memahami dan mendukung,
khususnya dalam membentuk opini publik guna menciptakan iklim yang
kondusif bagi pengembangan Desa Siaga.

Jadi dukungan yang diharapkan dapat berupa dukungan moral,


dukungan finansial atau dukungan material, sesuai kesepakatan dan
persetujuan masyarakat dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
Jika di daerah tersebut telah terbentuk wadah-wadah kegiatan
masyarakat di bidang kesehatan seperti forum Kesehatan Desa, konsil
Kesehatan Kecamatan atau Badan Penyantun Puskesmas, Lembaga
Pemberdayaan Desa, PKK, serta organisasi kemasyarakatan lainnya,
hendaknya lembaga-lembaga ini diikutsertakan dalam setiap pertemuan
3)

dan kesepakatan.
Survei Mawas Diri
Survei Mawas Diri (SMD) atau Telaah Mawas Diri (TMD) atau
Community Self Survey (CSS) bertujuan agar pemuka-pemuka
masyarakat mampu melakukan telaah mawas diri untuk desanya. Survei
harus dilakukan oleh pemuka-pemuka masyarakat setempat dengan
bimbingan tenaga kesehatan. Dengan demikian, diharapkan mereka
menjadi sadar akan permasalahan yang dihadapi di desanya, serta
bangkit niat atau tekat untuk mencari solusinya, termasuk membangun
Poskesdes sebagai upaya mendekatkan pelayanan kesehatan dasar
kepada masyarakat Desa. Untuk itu, sebelumnya perlu dilakukan
pemilihan dan pembekalan keterampilan bagi mereka.
Keluaran atau output dari SMD ini berupa identifikasi masalahmasalah

kesehatan

serta

daftar

potensi

di

Desa yang

dapat

didayagunakan dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan tersebut,


4)

termasuk dalam rangka membangun Poskesdes.


Musyawarah Masyarakat Desa

Tujuan penyelenggaraan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)


ini adalah mencari alternatif penyelesaian masalah kesehatan dan upaya
membangun Poskesdes dikaitkan dengan potensi yang dimiliki Desa.
Disamping itu juga perlu untuk menyusun rencana jangka panjang
pengembangan Desa Siaga.
Inisiatif penyelenggaraan musyawarah sebaiknya berasal dari
tokoh masyarakat yang telah sepakat mendukung pengembangan Desa
Siaga. Peserta musyawarah adalah tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh
perempuan dan generasi muda setempat. Bahkan sedapat mungkin
dilibatkan

pula

kalangan

dunia

usaha

yang

mau

mendukung

pengembangan Desa Siaga dan kelestariannya (untuk itu diperlukan


advokasi).
Data serta temuan lain yang diperoleh pada saat SMD
disampaikan, utamanya adalah daftar masalah kesehatan, data potensi,
serta harapan masyarakat.
Hasil pendataan tersebut dimusyawarahkan untuk penentuan
prioritas, serta langkah-langkah solusi untuk pembangunan Poskesdes
dan pengembangan Desa Siaga.
5)

Pelaksanaan Kegiatan
Secara operasional pembentukan Desa Siaga dilakukan dengan
kegiatan sebagai berikut :
a) Pemilihan Pengurus dan Kader Desa Siaga
Pemilihan pengurus dam kader Desa Siaga dilakukan
melalui pertemuan khusus para pimpinan formal Desa dan tokoh
masyarakat serta beberapa wakil masyarakat. Pemilihan dilakukan

secara musyawarah dan mufakat, sesuai dengan tata cara dan


b)

kriteria yang berlaku, dan difasilitasi oleh Puskesmas.


Orientasi/Pelatihan Kader Desa Siaga
Sebelum melaksanakan tugasnya, kepada pengelola dan
kader Desa yang telah ditetapkan perlu diberika orientasi atau
pelatihan. Orientasi/pelatihan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sesuai dengan pedoman orientasi/ pelatihan yang
berlaku.
Materi orientasi/pelatihan mencakup kegiatan yang akan
dilaksanakan di desa dalam rangka.
Pengembangan Desa Siaga (sebagaimana telah dirumuskan
dalam rencana operasional), yaitu meliputi pengelolaan Desa Siaga
secara

umum,

pembangunan

dan

pengelolaan

Poskesdes,

pembangunan dan pengelolaan UKBM lain serta hal-hal penting


terkait seperti kehamilan dan persalinan sehat, Siap-Antar-Jaga,
Keluarga Sadar Gizi, Posyandu, kesehatan lingkungan, pencegahan
penyakit

menular,

penyediaan

air

bersih

dan

penyehatan

lingkungan pemukiman (PAB-PLP), kegawat-daruratan sehari-hari,


kesiap siagaan bencana, kejadian luar biasa (KLB), warung obat
Desa (WOD), diversifikasi pertanian tanaman pangan dan
pemanfaatan pekarangan melalui Taman Obat Keluarga (TOGA),
kegiatan surveilans, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan
lain-lain.
c)

Pengembangan Poskesdes dan UKBM lain.

Dalam hal ini pembangunan Poskesdes bisa dikembangkan


dari polindes yang sudah ada. Apabila tidak ada Polindes, maka
perlu dibahas dan dicantumkan dalam rencana kerja alternatif lain
pembangunan Poskesdes. Dengan demikian diketahui bagaimana
Poskesdes tersebut akan diadakan membangun baru dengan
fasilitas dari Pemerintah, membangun baru dengan bantuan dari
donatur, membangun baru dengan swadaya masyarakat atau
memodifikasi bangunan lain yangada.Bila mana Poskesdes sudah
berhasil diselenggarakan, kegiatan dilanjutkan dengan membentuk
UKBM lain seperti Posyandu dan lain-lain dengan berpedoman
kepada panduan yang berlaku.
d)

Penyelenggaraan Kegiatan Desa Siaga


Dengan telah adanya Poskesdes, maka Desa yang
bersangkutan telah ditetapkan sebagai Desa Siaga. Setelah Desa
Siaga resmi dibentuk, dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan
Poskesdes secara rutin, yaitu pengembangan sistem surveilans
berbasis

masyarakat,

pengembangan

kesiapsiagaan

dan

penanggulangan kegawat daruratan dan bencana, pemberantasan


penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan
KLB, penggalangan dana, pemberdayaan masyarakat menuju
kadarzi dan PHBS, penyehatan lingkungan serta pelayanan
kesehatan dasar (bila diperlukan). Selain itu diselenggarakan pula
pelayanan UKBM lain seperti Posyandu dan lain-lain dengan

berpedoman

kepada

panduan

yang

berlaku.

Secara berkala kegiatan Desa Siaga dibimbing dan dipantau oleh


Puskesmas, yang hasilnya dipakai sebagai masukan untuk
perencanaan dan pengembangan Desa Siaga selanjutnya secara
lintas sektoral.
e)

Pembinaan Dan Peningkatan


Mengingat permasalahan kesehatan sangat dipengaruhi oleh
kinerja sektor lain, serta adanya keterbatasan sumberdaya, maka
untuk memajukan Desa Siaga perlu adanya pengembangan jejaring
kerjasama dengan berbagai pihak. Perwujudan dari pengembangan
jejaring Desa Siaga dapat dilakukan melalui Temu Jejaring UKBM
secara Internal di dalam Desa sendiri dan atau Temu jejaring antar
Desa Siaga (minimal sekali dalam setahun). Upaya ini selain
memantapkan kerjasama, juga diharapkan dapat menyediakan
wahana tukar-menukar pengalaman dan memecahkan masalahmasalah yang dihadapi bersama. Yang juga tidak kalah pentingnya
adalah pembinaan jejaring lintas sektor, khususnya dengan
program-program pembangunan yang bersasaran Desa.
Salah satu kunci keberhasilan dan kelestarian Desa Siaga
adalah keaktifan para kader. Oleh karena itu, dalam rangka
pembinaan perlu dikembangkan upaya-upaya untuk memenuhi
kebutuhan pada kader agar tidak drop out, kader-kader yang
memiliki motivasi memuaskan kebutuhan sosial psikologisnya
harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan

kreativitasnya. Sedangkan kader-kader yang masih dibebani dengan


pemenuhan kebutuhan dasarnya, harus dibantu untuk memperoleh
pendapatan tambahan, misalnya dengan pemberian gaji/intensif
atau fasilitas agar dapat berwirausaha.
Untuk dapat dilihat perkembangan Desa Siaga, perlu
dilakukan pemantauan dan evaluasi. Berkaitan dengan itu,
kegiatan-kegiatan di Desa Siaga perlu dicatat oleh kader, misalnya
dalam buku register UKBM (contohnya: atau RIAD dalam Sistem
Informasi Posyandu).
2.1.9 Indikator keberhasilan Desa Siaga
Keberhasilan pelaksanaan Desa Siaga dapat diukur berdasarkan 3 indikator
di bawah ini, antara lain :
1)

Indikator masukan (input)


Meliputi :
a) Ada atau tidaknya forum masyarakat desa
b) Ada atau tidaknya sarana pelayanan kesehatan dasar (bagi desa
yang tidak punya akses Puskesmas/pustu : ada atau tidaknya

poskesdes dan bangunannya)


c) Ada atau tidaknya UKBM lain
d) Ada atau tidaknya tenaga kesehatan (Dokter/Bidan/Perawat)
e) Adanya kader minimal 2 orang
f)
Ada atau tidaknya dana untuk kesehatan masyarakat desa.
2) Indikator Proses (Process)
Meliputi :
a) Frekuensi pertemuan forum masyarakat desa.
b) Berfungsi atau tidaknya pelayanan kesehatan dasar atau poskesdes :
(1) Adanya kelompok Tabulin/Dasolin
(2) Adanya sistem transportasi rujukan di desa, ambulan desa
(3) Adanya kelompok donor darah desa/calon donor darah
(4) Adanya Posyandu Siaga : buka setiap bulan(5)
c) Berfungsi atau tidaknya UKBM yang ada

d)

Berfungsi atau tidaknya sistem kesiap siagaan dan penanggulangan


kegawat daruratan dan bencana. Adanya sistem rujukan berbasis

e)

f)
3)

4)

masyarakat/sistem tanggap bencana


Berfungsi atau tidaknya sistem surveilans berbasis masyarakat :
(1) Adanya notifikasi & pemetaan ibu hamil dan sistem waspada
(oleh Desa Wisma)
(2) Surveilance penyakit
Ada atau tidaknya kegiatan promosi kesehatan untuk KADARZI dan

PHBS.
Indikator Keluaran (out put)
Meliputi :
a) Cakupan Persalinan oleh Nakes
b) Cakupan Rujukan Bumil, Bulin, Bufas dan BBL
c) Cakupan Bumil, Bulin, Bufas dan BBL Risiko yang di tangani
d) Cakupan Komplikasi Kebidanan dan BBL yang ditangani
e) Cakupan pelayanan kesehatan dasar atau poskesdes.
Indikator dampak
Indikator dampak adalah indicktor yang mengukur seberapa besar dampak
dari hasil kegiatan di Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
Indikator proses terdiri atas hal hal berikut :
a)
b)
c)
d)
e)

Jumlah penduduk yang menderita sakit


Jumlah penduduk yang menderita gangguan jiwa
Jumlah Ibu melahirkan yang meninggal dunia
Jumlah Bayi dan Balita yang meninggal dunia
Jumlah Balita dengan gizi buruk

2.2 Derajat Kesehatan


2.2.1 Definisi
Derajat kesehatan atau tingkat kesehatan atau status kesehatan adalah skala
yang dapat mengukur sehat atau sakitnya keadaan fungsi dan struktur jasmani
mental sosial seseorang.

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Derajat Kesehatan


Menurut Hendrik L. Blum ada 4 faktor yang

mempengaruhi derajat

kesehatan antara lain :


1. Lingkungan/Environment
Lingkungan memiliki pengaruh dan peranan terbesar
diikuti perilaku, fasilitas kesehatan, dan keturunan. Lingkungan
sangat bervariasi, umumnya digolongkan menjadi beberapa
kategori yaitu lingkungan yang berhubungan dengan aspek
fisik contohnya sampah, air, udara, tanah, iklim, perumahan
dan sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial merupakan hasil
interaksi antar manusia seperti kebudayaan, pendidikan,
ekonomi, dan sebagainya.
2. Perilaku / Lifestyle
Perilaku
merupakan

faktor

kedua

yang

mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat karena sehat atau


tidaknya

lingkungan

kesehatan

individu,

keluarga

dan

masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri.


Di samping itu, juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat,
kepercayaan, pendidikan sosial-ekonomi dan perilaku-perilaku
lain yang melekat pada dirinya.
3. Pelayanan Kesehatan/Medical Service
Pelayanann kesehatan merupakan faktor ketiga yang
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat karena keberadaan
fasilitas kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan
pemulihan

kesehatan,

pencegahan

terhadap

penyakit,

pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat


yang memerlukan pelayanan kesehatan.
4. Keturunan/Heredity
Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah
ada dalam diri manusia yang dibawa sejak lahir, misalnya dari
golongan penyakit keturunan seperti diabetes mellitus dan asma
bronkial.
2.2.3 Indikator Derajat Kesehatan
A.

AKI (Angka kematian ibu )


1. Definisi
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya
kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak
terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat
persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau
pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per
100.000 kelahiran hidup.
Angka kematian ibu merupakan indikator kesehatan
yang cukup penting. Angka kematian ibu diketahui dari
jumlah kematian karena kehamilan, persalinan dan ibu nifas
per jumlah kelahiran hidup di wilayah tertentu dalam waktu
tertentu.
Angka

Kematian Ibu mencerminkan resiko yang

dihadapi ibu-ibu selama kehamilan dan melahirkan yang


dipengaruhi oleh : keadaan sosial ekonomi dan kesehatan
menjelang kehamilan, kejadian berbagai komplikasi pada
kehamilan dan kelahiran, serta tersedianya dan penggunaan

fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan


2.

obstetric.
Kegunaan
Informasi mengenai tingginya MMR akan bermanfaat
untuk

pengembangan

program

peningkatan

kesehatan

reproduksi, terutama pelayanan kehamilan dan membuat


kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy
safer), program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu
oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistim rujukan dalam
penanganan komplikasi kehamilan, penyiapan keluarga dan
suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya
bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan
3.

meningkatkan derajatkesehatan reproduksi.


Cara Menghitung
kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio
kematian ibu dan dinyatakan per 100.000 kelahiran hidup,
dengan membagi angka kematian dengan angka fertilitas
umum. Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu kematian

4.

maternal per 100.000 kelahiran


RumusDimana:
Jumlah Kematian Ibu

yang

dimaksud

adalah

banyaknya kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan,


persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada tahun
tertentu, di daerah tertentu.
Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang
lahir hidup pada tahun tertentu, di daerah tertentu.Konstanta
=100.000 bayi lahir hidup.

Contoh
Berdasarkan data SDKI 2002 - 2003, Angka Kematian Ibu atau
Maternal Mortality Ratio(MMR) di Indonesia untuk periode
tahun1998-2002, adalah sebesar 307 per 100.000 kelahiran
hidup.
5.

Keterbatasan
AKI sulit dihitung, karena untuk menghitung AKI
dibutuhkan sampel yang besar, mengingat kejadian kematian
ibu adalah kasusyang jarang. Oleh karena itu kita umumnya
dignakan

AKI

yang

telah

tersedia

untuk

keperluan

pengembangan perencanaan program.


B.

AKB (Angka Kematian Bayi )


1. Definisi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya
kematian bayi berusia dibawah satu tahun, per 1000 kelahiran
hidup pada satu tahun tertentu.
Salah satu indikator yang paling menonjol dalam
menilai derajat kesehatan adalah Angka Kematian Bayi (AKB =
IMR). Angka Kematian Bayi dihitung dari banyaknya kematian
bayi berusia kurang 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada
waktu yang sama. Manfaat dari IMR ini, adalah untuk
mengetahui gambaran tingkat permasalah kesehatan masyarakat
yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat
pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan

program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan sosial


ekonomi.
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat
setelah lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun.
Angka kematian bayi diklasifikasikan menjadi empat
kelompok yaitu :
1. Rendah jika AKB kurang dari 20.
2. Sedang jika AKB antara 20 49.
3. Tinggi jika AKB antara 50 99.
4. Sangat Tinggi AKB lebih dari 100.
Cara Menghitung
Dimana:
AKB
= Angka Kematian Bayi / Infant Mortality Rate (IMR)
D 0-<1th =Jumlah Kematian Bayi (berumur kurang 1 tahun)
pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.
lahir hidup = Jumlah Kelahiran Hidup pada satu tahun
tertentu di daerah tertentu.
K = 1000
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat
setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun.
Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi.Secara
garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua
macam yaitu endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut
dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi yang terjadi
pada

bulan

pertama

setelah

dilahirkan,

dan

umumnya

disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir,


yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau
didapat selama kehamilan.
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal,
adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai

menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor


C.

yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar


AKABA (Angka Kematian Balita )
1. Konsep dan definisi
Akaba adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu
dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, dinyatakan
sebagai angka per 1000 kelahiran hidup. Nilai normatif Akaba >
140 sangat tinggi, antara 71 140 sedang dan < 20 rendah.
2. Manfaat
Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup
anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan
anak-anak

bertempat

tinggal

termasuk

pemeliharaan

kesehatannya. Akaba kerap dipakai untuk mengidentifikasi


kesulitan ekonomi penduduk. Mengingat kegiatan registrasi
penduduk di Indonesia belum sempurna sumber data ini belum
dapat dipakai untuk menghitung Akaba. Sebagai gantinya Akaba
dihitung berdasarkan estimasi tidak langsung dari berbagai survei.
Brass.
3. Metode Perhitungan
Banyaknya penduduk yang meninggal pada
Akaba =

usia kurang dari 5 tahun

X 1000

Banyaknya balita
Gambar 2.1 Rumus Angka Kematian Balita
Sumber data: BPS (SP, SDKI, Kor Susenas) dan Departemen Kesehatan
D. UHH ( usia harapan hidup )
1. DefInisi
Usia harapan hidup (Life Expectancy Rate) merupakan
lama hidup manusia di dunia. Usia harapan hidup perempuan

lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Harapan hidup penduduk


Indonesia mengalami peningkatan jumlah dan proporsi sejak
1980. Harapan hidup perempuan adalah 54 tahun pada 1980,
kemudian 64,7 tahun pada 1990, dan 70 tahun pada 2000.
Meningkatnya

usia

harapan

hidup

penduduk

Indonesia

membawa implikasi bertambahnya jumlah lansia. Berdasarkan


data, wanita Indonesia yang memasuki masa menopause saat ini
semakin meningkat setiap tahunnya. Meningkatnya jumlah itu
sebagai akibat bertambahnya populasi penduduk usia lanjut dan
tingginya usia harapan hidup diiringi membaiknya derajat
kesehatan masyarakat.
2.

Penyebab
Penyebab panjangnya umur manusia, diluar soal takdir
tentunya, tergantung dari Penyakit bawaan dari lahir. Mereka
yang diberi berkah oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk
menjalani hidup lebih panjang adalah orang-orang yang terkait
dengan rendahnya penyakit degeneratif. Yaitu penyakit-penyakit
yang mengancam kehidupan manusia, seperti penyakit kanker,
jantung koroner, diabetes dan stroke.Lingkungan tempat tinggal
Stress atau tekanan.

2.3 Hubungan antara Desa Siaga dan Derajat Kesehatan


Berdasarkan data yang kami ambil dari dinkes kabupaten batu bara sebagai
panduan dalam penelitian kami mengenai hubungan antara desa siaga dan
derajat kesehatan, di mana di kabupaten batu bara sudah terbentuk desa siaga

maka kami menyimpulkan ada peningkatan derajat kesehatan dalam


hubungannya dengan terbentuknya desa siaga.
Hal ini bisa kita lihat dari parameter di bawah ini :
1. Angka Kematian Bayi
Target kematian bayi menurut MDGs tahun 2015 adalah
23/1000 kh. Angka kematian bayi di kabupaten batu bara cukup
bervariasi dan cenderung terjadi kenaikan,dari tahun 2010 sampe
2013 angka kematian bayi terus mengalami
peningkatan,sedangkan pada tahun 2014 mengalami penurunan.

Tabel 2.2 Angka Kematian Bayi


No

Tahun

Jumlah

Jumlah kelahiran

kematian bayi
hidup
1
2010
22
8374
2
2011
26
7422
3
2012
52
7873
4
2013
102
8479
5
2014
40
8480
Sumber : Dinkes Kab. Batu Bara tahun 2014

Angka kematian
bayi /1000 KH
2,63
3,50
6,60
12,05
4,72

2. Angka Kematian Balita


Menurut Renstra Kemenkes tahun 2015-2019, angka kematian
balita menjadi 40/1000 kh. Berdasarkan hasil laporan rutin nilai
AKB dari tahun 2010 hingga 2013 terus mengalami peningkatan
sedangkan pada tahun 2014 baru mengalami penurunan. Angka
kematian balita sudah tercapai sejak tahun 2014 yaitu 47 per
1000 jumlah balita.

Tabel 2.3 Angka Kematian Balita


No

Tahun

Jumlah balita

Jumlah kematian

AKB /1000 kh

balita
1

2010

42.890

2011

42.444

16

0,38

2012

43.769

58

1,33

2013

43.806

63

1,44

2014

46.660

47

5,54

Sumber : Dinkes Kab. Batu Bara tahun 2014

3. Angka Kematian Ibu


Menurut MDGs tahun 2015 target untuk AKI yaitu sebesar
102/100.000 kh. Angka kematian ibu pada tahun 2010 sebanyak
13 jiwa, pada tahun 2011 sebanyak 12 jiwa, pada tahun 2012
terjadi peningkatan angka kematian ibu menjadi 16 jiwa, pada
tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 11 jiwa, namun pada
tahun 2014 mengalami peningkatan sebanyak 13 jiwa.

Tabel 2.4 Angka Kematian Ibu

No

Tahun

Jumlah

Jumlah kematian

kelahiran

ibu

AKI /100.000 kh

hidup
1

2010

8.352

13

155,65

2011

7.422

12

161,68

2012

7.873

16

203,23

2013

8.464

11

129,96

2014

8.480

13

153,30

Sumber : Dinkes Kab. Batu Bara tahun 2014

Anda mungkin juga menyukai