Anda di halaman 1dari 35

No. 7,1976.

Cermin
Dunia
Kedokteran
Majalah triwulan
diterbitkan dengan bantuan

P.T. KALBE FARMA


dipersembahkan secara cumacuma.

Daftar isi
4

EDITORIAL
ARTIKEL

PENGALAMAN DAN SARAN MENGENAI DIARE AKUT PADA BAYI DAN


ANAK.

Konsep seorang artis tentang gastroendoskopi. ( M.Beckerman. Warren-Teed G.I.


Tract vol.5, 1975)

Alamat Redaksi :
Majalah CERMIN DUNIA KEDOKTERAN
P.O. Box 3105 Jakarta
Penanggung Jawab : dr. Oen L.H.
Dewan Redaksi
dr. Oen L.H., dr. Bambang Suharto
dr. S. Pringgoutomo, dr. E. Nugroho
Pembantu Khusus
dr. S.L. Purwanto, Dr. B. Setiawan Ph.D.
Drs. Johannes Setijono,
Tata Rias : Joewono Rahardjo.
No. Ijin : 151/SK/DITJEN PPG/STT/1976
tanggal 3 Juli 1976.

AMOEBIASIS

13

KANKER SALURAN CERNA

16

PERKEMBANGAN ENDOSKOPI DI BIDANG GASTROENTEROLOGI

21

GAS DALAM SALURAN CERNA

25

PROCTOCOLITIS

34

OBAT HEPATOTOXIK

35

RUANG BIOFARMASI
BIOAVAILABILITY OBAT PADA PEMAKAIAN PER ORAL

37

PENGALAMAN PRAKTEK
KERTAS PERCOBAAN YANG KURANG BERMUTU ?

38

PENGUMUMAN SIMPOSIUM ANTIBIOTIKA

41

HUMOR ILMU KEDOKTERAN

42

CATATAN SINGKAT

43

RUANG PENYEGAR DAN PENAMBAH ILMU KEDOKTERAN

44

KAMI TELAH MEMBACA UNTUK ANDA : ABSTRAK-ABSTRAK

Kali ini Cermin Dunia Kedokteran terbit dengan topik utama : Penyakitpenyakit/kelainan-kelainan traktus gastrointestinalis, yang merupakan bagian penting dalam ilmu kedokteran.
Kalau di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, penyakitpenyakit infeksi traktus gastrointestinalis merupakan masalah utama, maka di
negara-negara dengan tingkat kesehatan yang lebih tinggi, para dokter dalam
pekerjaan sehari-hari tidak menghadapi penyakit infeksi, aka,t tetapi penyakitpenyakit seperti ulkus peptikum, kolitis dan karsinoma.
"
Dengan ditemukannya " fiber-optics maka para gastro-enterolog sekarang mempunyai alat yang ampuh untuk menegakkan diagnosa untuk kelainan-kelainan
ditempat-tempat yang sulit dicapai dan dilihat.
Perbedaan geografik untuk beberapa penyakit seperti kanker lambung, kolitis,
cirrhosis hepatis dan hepatoma merupakan tantangan bagi para penyelidik un tuk menemukan sebab-sebabnya.
Semoga pembahasan-pembahasan dalam nomor ini dapat menyegarkan dan
menambah pengetahuan para teman sejawat.
Dalam nomor berikut Cermin Dunia Kedokteran akan membahas masalah penyakit kulit/kelamin, untuk mana kami mengharapkan sumbangan berupa karangankarangan dari teman-teman sejawat.

Redaksi

Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

PENGALAMAN DAN SARAN


MENGENAI DIARE AKUT PADA
BAYI DAN ANAK
Prof. Sutejo
Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Anak
UI,Jakrt.

Yang akan diajukan ialah garis besar


dan cara praktis mengenai diare akut
non spesifik (non-disentri, non-kolera)
pada bayi dan anak. Untuk membahas
patofisiologi, patogenesis, etiologi diare
secara mendalam, waktu beberapa puluh menit saja tidak cukup. Yang dikemukakan ialah pengalaman dan saran
pribadi yang mungkin dapat diterapkan
secara menyeluruh di Indonesia, terutama di daerah-daerah.
DEFINISI DAN DIAGNOSIS DIARE

Dengan pemeriksaan sepintas lalu


("clinical view"), baik di poliklinik mau
pun di praktek swasta, perlu dibuat
definisi dan diagnosis terlebih dulu mengenai apa yang dimaksud dengan diare.
Sebenarnya tidak ada definisi yang
tepat. Menurut faham saya berak sering
saja belum berarti diare, bila konsistensi
belum cair dan warna masih kuning.
Diare sebaiknya didiagnosis bila konsistensi telah cair dengan atau tanpa lendir
atau darah. Frekwensi menduduki tempat ke dua. Berak sering tetapi konsistensi masih baik, tidak begitu berbahaya seperti berak 3 atau 4 x saja, tetapi
setiap kali cair dan banyak sekali. Lebih
tepat diagnosis diare, bila warna feses
telah berubah menjadi hijau yang berarti empedu dalam usus langsung ikut
ke luar dengan feses. Diagnosis diare
tergantung pada dapat dipercayanya anamnesis. Bila sewaktu diperiksa, bayi
atau anak kebetulan berak, dapatlah
secara obyektif dibuat diagnosis dengan
kemungkinan besar.
ETIOLOGI

Kalau diagnosis diare telah dibuat,


seharusnya dipastikan penyebabnya.
Hal ini tidak selalu dapat ditegakkan,

baik di poliklinik, rnaupun di praktek


swasta, lebih-lebih di daerah yang serba
kurang fasilitas. Kalau dulu mengenai
etiologi diare nonspesifik dibedakan
antara enteral dan parenteral, sekarang
dengan ditemukan berbagai kuman penyebab langsung dari lambung dan usus
bagian atas, atau dengan istilah lain
"oyergrowth of bacteriae", perbedaan
itu menjadi kabur. Belum lagi persoalan
"secretory immunoglobulins " dalam alat pencernaan yang juga merupakan
faktor diare. Memang benar, bahwa
overgrowth itu pada waktu sekarang
ditemukan terutama pada PCM, tetapi
di negara yang sedang berkembang dengan kurang lebih sepertiga jumlah anaknya dalam keadaan "undernourished" dan datang dari daerah yang tidak higienik, overgrowth itu kiranya
tidak dapat diabaikan sebagai penyebab
diare. Kemudian, perlu dipikirkan pada
anak yang sedang menderita misalnya
tonsillo-pharingitis atau bronchopneumonia, atau pun influensa atau infeksi
lain dengan diare, apakah diarenya tidak disebabkan oleh overgrowth dengan
kuman yang sama ?. Akhir-akhir ini
di luar negeri (DAVIDSON, Melbourne
Royal Children's Hospital) dapat ditemukan "virus particles" daripada feses
dan dinding usus anak penderita diare
secara elektron mikroskopik. Virus itu
terbukti termasuk dalam golongan reoviridae dan ditemukan juga di lnggeris,
Singapore dan negara-negara lain. Di
Indonesia, tepatnya di Jakarta, telah
ditemukan juga duoyirus secara elektron mikroskopik dcngan bekerja sama
dengan gastroenterological unit di Perth
M - GRACEY et a1., Paediatr. Indones.
vol 15, July-August 1975, number 7-8).
Dulu virus hanya diperkirakan saja, oleh

FK

karena virus dapat diisolasikan, misalnya adenovirus, daripada usap tenggorok sewaktu anak menderita diare. Dengan demikian etiologi diare non-spesifik menjadi lebih kompleks. Tidak hanya untuk daerah, tetapi untuk center
kota besar pun, penentuan diagnosis
etiologik masih tetap sukar. Secara kultur feses pun tetap sukar, oleh karena
kultur yang hanya sekali negatif belum
dapat dipercaya; selain itu jawaban datang selalu terlambat, sedangkan pengobatan yang tepat harus segera dilaksanakan. Etiologi diare non-spesifik menjadi lebih kompleks lagi, sejak diketahui beberapa macam malabsorpsi yaitu 'lactose intolerance' dan ' fat malabsorbtion' yang frekwensinya terdapat
tinggi di lndonesia. Belum lagi candidiasis

Yang lebih penting daripada penentuan etiologi ialah pengobatan segera


yang ditujukan kepada pencegahan akibat berbahaya, yaitu dehidrasi dengan
asidosis atau shock, dan bila telah terjadi yang terakhir ini ialah mengatasinya segera. Yang perlu ditekankan ialah tidak tepat kiranya untuk menghentikan diare yang oleh sementara te-

man sejawat masih dilaksanakan dengan


pemberian obstipansia, misalnya papaverin, kodein dan lain-lain. Dengan asumsi bahwa ada overgrowth kuman,
justru .kuman itu perlu keluar dengan
berak. Menghentikan diare sekonyongkonyong dapat meningkatkan overgrowth. Biar diare jalan terus; yang
terpenting ialah pencegahan atau pengatasan dehidrasi dengan asidosis atau
shock. Bagaimana caranya ?. Untuk itu
perlu ditentukan terlebih dulu stadium
apa yang kita hadapi.

Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

Secara praktis dapat diajukan 3 stadium, ialah : (i) stadium ringan, (ii)
stadium sedang dan (iii) stadium berat.

lah suatu keharusan mutlak. Oleh


karena diare juga berarti kehilangan
elektrolit, sudah sewajarnya pemberiannya ialah mutlak. Pertama-tama
Natrium dapat diberikan berupa garam biasa sebanyak seujung pisau
dalam secangkir. Elektrolit lain yang
tidak boleh dilupakan ialah Kalium.
Untuk ini perlu diberikan resep berupa 75 mg KCL per kg berat badan
sehari yang berarti dosis "requirement " normal. Pemberian KCL tidak
berbahaya oleh karena belum ada
shock dan oligo atau anuria. KCL
harganya murah, tetapi masih belum
banyak dianjurkan oleh para dokter.
Pemberian KCL ialah suatu keharusan bila telah ada meteorismus walaupun masih ringan. Bila frekwensi
diare telah mengurang, bolehlah dimulai realimentasi dengan formula
susu yang semula berupa minuman
biasa. Selama realimentasi tambahan
NaCI dan KCL masih perlu dilanjutkan. Bila timbul diare lagi (rel apse), kiranya perlu dipikirkan apakah tidak ada malabsorpsi. Tentang
persoalan ini tidak akan dibahas lebih lanjut. Hanya mungkin macamnya susu harus , diadaptasikan terhadap malabsorpsi yang ditemukan.Bi
la anak sudah berumur lebih daripada 1 tahun, sesudah periode air
teh dapat langsung diberikan pisang
dan/atau biskuit yang tidak manis,
disusul dengan bubur esok harinya,
kemudian lambat laun nasi biasa.
Susu yang diberikan secara supplement sebelum sakit, pemberiannya
kembali ditangguhkan sampai yang
terakhir, pula dengan cara realimentasi.

Stadium ringan ialah bila ada diare,


namun belum ada dehidrasi (turgor masih baik) dan tidak ada asidosis atau
shock.
Stadium sedang : telah ada dehidrasi
(turgor kurang) tetapi belum ada asidosis atau shock.
Stadium berat : telah ada dehidrasi dengan asidosis atau shock. Dalam hal
ini perlu ditentukan apakah asidosis
masih ringan atau sudah berat. Hal ini
berhubungan dengan macam cairan
yang diperlukan. Untuk stadium berat
pengobatan satu-satunya ialah dirawat
di rumahsakit dan pemberian cairan intravena ( " intravenous fluid drip" =
IVFD ). Diakui bahwa di daerah, di
poliklinik rumah sakit, di praktek swasta pun pembagian dalam 3 stadium
itu tidak mudah. Diperlukan pengalaman, terutama mengenai penentuan berat
ringan asidosis secara clinical view.
I. PENGOBATAN STADIUM RINGAN

ialah berupa pencegahan agar tidak


terjadi dehidrasi dan asidosis. Dalam
praktek saya ialah pertama-tama
pemberian minuman air teh sebanyak-banyaknya ( oral ad libitum )
tanpa gula pasir ( boleh tablet saccharin ), namun dalam jumlah sedikit-sedikit tetapi sering sekali dalam
waktu +/- 24 jam. Sebaiknya dengan
sendok makan dan tidak dengan botol, oleh karena dot botol dapat
merangsang tenggorok sehingga dapat menimbulkan muntah. Segala
macam susu dan makanan padat dihentikan. Perlu ditekankan, bahwa

24 jam pertama ini yang terpenting.

Nasehat mengenai air teh ialah semata-mata oleh karena kita ketahui
bahwa air teh itu telah dimasak terlebih dulu. Saya nasehatkan juga
pemberian glucose ( di pasaran berupa glucolin [glaxo] ) sebanyak
satu sendok makan peres untuk secangkir (150 ml) bila ada di rumah
atau orang tua dapat membelinya.
Peranan glucose ialah selain penambah enersi dan pencegahan hipoglikemi, juga memudahkan resorpsi elektrolit sebagai gabungan glucoseelektrolit. Namun, dalam pengalaman saya penambahan glucose bukan 6

II. PENGOBATAN STADIUM SEDANG

Cermin Dunia Kedokteran No. 7. 1976

(telah ada dehidrasi, tetapi belum


ada asidosis atau shock) pada dasarnya sama dengan Stadium I, yaitu tetap oral ad libitum, tetapi setelah 24 jam perlu diperiksa lagi.
Bila terjadi asidosis atau shock, lebih baik langsung dirawat di rumahsakit untuk mendapatkan IVFD secara kontinyu!. Timbul pertanyaan,
apakah bila pada Stadium I dan II
ada muntah, pemberian cairan secara
oral dapat bekerja efektif. Pengalaman saya ialah bila cairan diberikan
sedikiti-sedikit tetapi sering seka-

li (dengan sendok makan), muntah


dapat dihindarkan. Pula ada beberapa obat tetes anti muntah yang
dapat diberikan sebelum minum,
yang kerjanya efektif juga. Mungkin timbul pertanyaan, apakah untuk menghindarkan penuhnya rumah
sakit, anak yang menderita Stadium
II (telah ada dehidrasi, tetapi belum
ada asidosis) tidak dapat ditolong
lebih dulu secara permulaan dengan
IVFD beberapa jam lamanya, kemudian dipulangkan ? Cara ini ialah
yang lazim disebut " rehydration
center " Saya tidak mempunyai pengalaman tentang hal ini. Namun,
ada beberapa hal yang perlu dikemukakan. Pertama, cara demikian
memerlukan personalia yang telah
faham benar mengerjakan prosedur
IVFD. Oleh karenanya sebaiknya dikerjakan oleh dokter. Kiranya ku-.
rang tepat bila dikerjakan oleh nondokter, oleh karena prosedur selain
memerlukan skill juga sterilitas. Kemudian, bila IVFD telah jalan, perlu dilaksanakan kontrol yang ketat
untuk menghindarkan, baik " underhydration" maupun " over-hydration " . Selanjutnya, bila telah dipulangkan, apakah tidak mungkin timbul dehidrasi lagi ? Bila demikian,
apakah orang tua mengerti, mau dan
sanggup membawa lagi anaknya ke
center tersebut ? Kemudian, seorang
non-dokter kiranya sukar mendiagnosis, sehingga mungkin terjadi anak
yang telah diberi IVFD beberapa jam
lamanya dipulangkan walaupun masih menderita asidosis. Ada beberapa
cara lain yang dianjurkan, misalnya
dengan "nasogastric tube" dalam
center. Hal ini kiranya tidak berbeda besar dengan cara oral tersebut lebih dulu. Pemasangan nasogastric tube tidak terlepas daripadabahaya. Tube yang lama terpasang dapat menyebabkan infeksi sekunder
terutama Candidiasis. Cara lain yang
diusulkan ialah infus intra peritoneum. "Setback" cara ini ialah kurang lebih sama dengan nasogastric
tube. Pula timbul kemungkinan besar perforasi usus. Cairan dengan
infus intraperitoneum tidak dapat
cepat diserap, sehingga efeknya kurang. Pula jumlah cairan tidak dapat sekaligus banyak dimasukkan.

III.

PENGOBATAN STADIUM BERAT

hanya berupa masuk. di rumah sakit


dengan IVFD dengan cairan yang
adekwat. Hal ini tidak akan dibahas
secara mendalam. Hanya diajukan,
bila asidosis masih ringan, kiranya
single solution berupa "half strength
Darrow in 2,5 % glucose" telah mencukupi. Dalam hal asidosis berat,
mungkin cairan 3 a disusul dengan
Darrow Glucose lebih bermanfaat.

OBAT-OBATAN

Mengingat bahwa higiene di Indonesia terutama di daerah dan di "slum


areas " kota besar masih jelek, ditambah dengan fakta adanya "overgrowth
of various organisms" dalam saluran
pencernaan sebagai penyebab diare, maka tidak ada salahnya antibiotikum diberikan. Persoalannya antibiotikum apa ? Jawabnya sulit sekali bila dikemukakan bahwa overgrowth terdapat dengan E. coli patogen, beberapa macam
coccus, kuman anaerobe, candida dan
lain-lain. Untuk mendekati ketepatan,
kiranya perlu dipakai fakta-fakta. Pertama, incidence diare tertinggi terdapat
pada bayi dan anak sampai umur 2 tahun. Baik overgrowth dalam saluran
pencernaan, maupun kultur feses membuktikan bahwa yang tersering ditemukan ialah E. coli patogen. Antibiotikum
apa yang terbaik ? Pertanyaan ini tidak
mudah terjawab oleh karena tergantung
pada daerah, pula pada lekas kebalnya
E. coli patogen - tipe apapun - terhadap sesuatu antibiotikum. Misalnya
di Jakarta 10 tahun yang lalu chloramphenicol masih dapat dipakai. Sebaiknya daerah masing-masing menentukan untuk waktu tertentu antibiotikum apa yang masih mempan. Yang
tidak jarang dilupakan ialah mencari
penyakit lain yang "intercurrent" dan
mengobatinya. Misalnya seluruh perhatian dokter ditujukan hanya pada diarenya, sedangkan kemudian terbukti
anak menderita juga meningitis yang
terlambat didiagnosis dan diobati. Sebaliknya juga tidak jarang dijumpai bahwa dokter hanya memperhatikan penyakit permulaan misalnya bronchopneumonia atau tetanus, sehingga kemudian anak meninggal oleh karena diare
yang terlambat didiagnosis dan diobati.

PROGNOSIS
Prognosis diare sebaiknya jangan ditentukan pada hari-hari pertama dan
diceritakan pada orang tua. Pengalaman membuktikan bahwa penderita pada
hari pertama digolongkan ringan, namun pada hari-hari berikutnya terjadi
asidosis. Sebaliknya, yang pada pemeriksaan pertama digolongkan berat namun perawatan di rumah sakit ditolak
orang tua, beberapa hari kemudian dengan cara oral kembali dan sembuh
sama sekali sehingga membuat dokter
terperanjat.
PUBLIC HEALTH

ramuan itu tahan 2 bulan, tidak menggumpal atau berubah warna, tidak ada
rasa istimewa sehingga dalam larutan
air atau susu dapat diterima dan diminum oleh bayi atau- anak. Di poliklinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak
R.S.C.M. telah dicoba pada para penderita, lengkap dengan follow-upnya.
Hasilnya yang baik akan disajikan oleh
dr.SUNOTO. Secara pribadi dalam praktek swasta kristal diare telah dipakai
selama kurang lebih 2 tahun dan tidak
ada satu pun penderita yang perlu diteruskan ke rumah sakit untuk dirawat.
Hanya kristal diare memang relatif masih mahal di Jakarta. Komponen yang
MenurtHIRS termahal ialah glucose.
CHHORN (1973) harga di Amerika Serikat sebagai cairan per liter ialah hanya 2,5 Cents US $ atau kurang lebih Rp. 15,-. Namun, ada kabar baik
ialah Dr. WATANABE dari WHO headquarters di Geneva yang terkesan sekali
pada oral rehydration
di Indonesia
dan mengunjungi Bagian Anak RSCM
pada permulaan bulan ini, menyanggupi mengirim glucose ke Dep-Kes atas
permintaan, dengan harga semurah-murahnya.

Apa yang telah diuraikan ialah pengalaman dan cara pribadi sejauh ini.
Tanpa hubungan saling, akhir-akhir ini
N. HIRSCHHORN dkk. (I973) mengajukan pengalaman dan cara yang kurang lebih sama. Hanya mereka mengajukan cara yang lebih praktis dan komplit yang telah dipakai yang berwenang dalam menanggulangi diare terutama di daerah. Botol plastik mengandung 1 L air steril didistribusi ke rumah
sakit, puskesmas. Di samping itu pula KESIMPULAN
kantong plastik mengandung kristal e- Diare yang ringan dan sedang dapat
lektrolit-elektrolit yang oleh orang tua diatasi dengan cairan tertentu secara
perlu dicampurkan dengan 1 L air ste- oral ad libitum untuk mencegah terril tersebut sebelum diminumkan pada jadinya diare berat dengan asidosis atau
anaknya secara ad libitum.
shock. Diare berat dengan asidosis atau
Kantong-kantong plastik itu berisi :
shock harus dirawat langsung di rumah
NaCI_______ sendok teh peres ( rata)
sakit atau puskesmas untuk mendapat
KCI
'/4 sendok teh peres
cairan dan elektrolit secara intravena
Na bicarbonate sendok teh peres
dan perawatan secara kontinyu.
Glucose
2 sendok makan peres
Secara demikian dalam 1 L cairan terdapat 8I. millimol Natrium, 18 Kalium,
KEPUSTAKAAN
71 Chloride, 28 Bicarbonate, I39 Glucose; konsentrasi terletak di tengah anHIRSCHHORN N. et al : Ad libitum oral
tara kehilangan terberat pada kolera
glucose electrolyte therapy for acute diardan diare teringan. "Tonicity" nya serhoea in Apache children. J Ped Vol 83
October 1973, no.4.
dikit hipotonik. Oleh karena pada umumnya diare di Indonesia ialah isotonik, kiranya dengan cairan tersebut
tidak akan terjadi perubahan tonicity
plasma yang berbahaya. Ramuan elektrolit dan glucose itu oleh sebuah apotik di Jakarta telah dapat dibuat dan
dinamakan " kristal diare " Orang lain
menamakannya GOS (gastroenteritis oral solution) atau oralit (oral electrolytes) atau bubuk garam diare. Dalam
pengepakan kertas plastik yang tebal
Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

AMOEBIASIS
Prof. P.J.Zuidema
Bagian Penyakit Tropik
Koninklijk Instituut voor de Tropen
Amsterdam.

Dengan amoebiasis diartikan semua kelainan/perubahan


sebagai akibat infeksi dengan E. histolytica. Gejala-gejala klinik dapat beraneka ragam, baik akut maupun kronik. Pada
umumnya merupakan gejala-gejala dari usus, akan tetapi ada
kalanya hati atau lain organ terkena juga.
Anatomi patologik

Pada disentri amoeba akut dapat ditemukan luka pada


usus kolon terutama pada sigmoid dan rektum. Jumlah luka dapat bervariasi. Yang penting ialah bahwa mukosa diantara luka-luka tadi tetap normal. Ini merupakan perbedaan
dengan disentri basiler. Hanya pada disentri amoeba yang
kronik dan sering kambuh, seluruh mukosa dapat meradang
oleh infeksi sekunder. Bentuk-bentuk histolitik E. histolytica.
menyebabkan kematian jaringan. Dalam mukosa dan submukosa dari kolon terjadi sarang-sarang nekrosa. Yang sangat menyolok ialah tidak terdapat reaksi radang yaitu tidak ada limfosit dan lekosit polinukliar. Hanya pada tepi
luka dapat ditemukan daerah kecil dengan tanda-tanda radang. Amoeba mempunyai daya tembus yang kuat dan dapat
menembus mukosa dan lapisan muskularis akan tetapi lapisan otot sendiri tak pernah nekrosis secara luas.
Serosa pun dapat tertembus dan biasanya menimbulkan perlengketan-perlengketan akibat peritonitis lokal. Perforasi usus
dapat timbul walaupun jarang sekali. Perdarahan usus yang
hebat juga merupakan perkecualian. Luka pada usus tidak dalam (dangkal) dengan dasar nekrotik dan pinggiran yang
tergaung serta dikelilingi oleh zona hiperemik. Luka-luka yang
besar dapat sampai pada submukosa. Komplikasi : abses
perianal dan fistula ani.
Bentuk-bentuk klinik
I.

Disentri amoeba akut : Amoebiasis usus adalah suatu


penyakit kronik dengan eksaserbasi yang akut. Jadi disentri amoeba akut biasanya berlandaskan sesuatu infeksi
yang telah lama ada. Rasa mules yang hebat, disertai
najis yang berlendir dan berdarah sampai 4-6 kali sehari. Najis dapat berbentuk lembek/atau hancur kadangkadang masih berbentuk juga. Keadaan umum tak banyak
terganggu; suhu badan mungkin subfebril. Pada suhu badan yang tinggi perlu dipikirkan amoebiasis hati. Diagnosa
ditegakkan dengan ditemukannya bentuk-bentuk histolitik
dalam lendir berdarah pada najis. Dapat ditemukan juga
sedikit lekosit polinukliar. Sering terdapat juga eosinofil
dan kristal-kristal CharcotLeyden. Rektoskopi dapat juga
dilakukan. Bentuk-bentuk minuta dan kista lebih banyak
Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

ditemukan dalam najisnya sendiri yang biasanya pada fase


akut berkurang jumlahnya.
2. Disentri amoeba residif : pada pengobatan yang tidak
sempurna timbul kemungkinan besar akan residif. Dengan
emetine dapat dibasmi bentuk-bentuk histolitik akan tetapi bentuk-bentuk minuta tak terganggu dan bentukbentuk inilah dapat menembus dinding lagi setelah beberapa waktu.
3. Disentri amoeba yang hebat : Bentuk ini selalu disertai
colitis bakteriil. Bagian-bagian yang luas dari kolon tertutup dengan luka-luka, diantaranya mukosa yang nekrotik.
Penderita menunjukkan panas yang tinggi, berwajah toksis
dan dehidrasi. Defekasi sering sekali, kadang-kadang dapat
ditemukan bagian-bagian selaput lendir yang nekrotik dalam najis. Bentuk-bentuk yang hebat ini tak jarang ditemukan di Afrika terutama pada wanita hamil dan pada
orang yang kekurangan makanan dan juga pada penggunaan kortikosteroid.
4: Amoebiasis usus yang kronik : Bentuk ini timbul bila
tak terdapat najis yang berbentuk disentri. Keluhan-keluhan berupa mules-mules, sakit perut, diare, lendir pada
najis, rasa bengkak pada perut, kembung, bunyi-bunyi
pada usus dan nafsu makan yang kurang. Lain keluhan
seperti sakit kepala, rasa cape juga dapat timbul. Gejala-gejala klinik mirip dengan lain-lain penyakit seperti
Ulcus duodeni, cholecystitis dll. Diagnosa hanya dapat
dibuat - bila dapat ditemukan amoeba-amoeba bentuk histolitik dalam najis. Bila pemeriksaan ternyata negatif maka
perlu diulangi hingga beberapa kali. Beberapa orang berpendapat bahwa bentuk-bentuk histolitik lebih sering ditemukan setelah pemberian obat-obat pencahar (cuci perut). Bentuk-bentuk minuta tak dapat dibedakan dengan
jelas dari E. coli ; jadi perlu ditemukan kista. Bila ditemukan kista-kista, ini berarti bahwa penderita telah terjangkit dengan E. histolitica, akan tetapi tidak berarti
Prof. Dr. P.J. Zuidema, adalah seorang bekas gurubesar FKUI/
RSTM dalam ilmu penyakit dalam dan juga pernah memirnpin rumah
sakit Bethesda, Yogyakarta. Selain Indonesia, benua Afrika juga pernah
dirantauinya. Kini beliau masih aktip berkecimpung dalam penyakitpenyakit tropik pada Koninklyk Instituut voor de Tropen di Amsterdam, Holland Dibawah ini adalah ringkasan kuliah beliau dihadapan
para mahasiswa dan dokter sewaktu berada di Indonesia selaku tamu
pembicara dalam rangka Kongres Persatuan Ahli Penyakit Dalam ke
11 tahun lalu.

bahwa ia menderita amoebiasis usus. Perlu dibedakan seorang pembawa amoeba dari seorang penderita amoebiasis
kronik.
5. Amoeba appendik secara klinik sering tak dapat dibedakan dengan appendicitis.
6. Amoeboma jarang sekali ditemukan. Pada amoebiasis yang
kronik dapat terjadi bahwa dinding usus disekitar luka
amoeba yang besar, menjadi tebal oleh jaringan otot dan
penebalan lokal ini disebut amoeboma. Dapat timbul pada
sigmoid, rectum dan sectum. Gejala-gejala/keluhan-keluhan : nyeri pada perut, diare, darah dengan najis. Ditemukan pada + 25% dari semua bbstruksi usus. Sering
didiagnosa sebagai karsinoma.
7. Colitis post-disentri. Setelah disentri amoeba residif dapat
timbul colitis oleh infeksi sekunder yang tetap ada setelah pengobatan amoebiasis.
8. Pengaruh kortikosteroid. Penggunaan kortikosteroid untuk
jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan sesuatu infeksi oleh Entamoeba histolitika yang manifes atau menyebabkan disentri amoeba yang lebih buruk.
Pengobatan

Dapat dibedakan amoebisida jaringan dan amoebisida kontak. Obat-obat ini berkhasiat amoebisida langsung. Ada kalanya dipergunakan antibiotika akan tetapi ini tidak berkhasiat
amoebisida langsung. Obat amoebisida jaringan dapat membunuh amoeba berbentuk histolitik dalam jaringan-jaringan;
tergolong didalamnya emetine dan chloroquin. Emetine membunuh amoeba histolitik diseluruh tubuh; chloroquin hanya
bekerja atas amoeba histolitik dalam hepar.
Obat amoebisida kontak membasmi bentuk minuta di dalam liang
usus sehingga mencegah terjadinya residif. Antibiotika bekerja
secara tak langsung dengan mengatasi infeksi dengan bakteri,
akan tetapi tidak berkhasiat pada amoeba hati. Akhir- akhir
ini telah beredar sejenis obat yang aktip terhadap amoeba
dalam jaringan dan amoeba minuta yaitu metronidazol.
Obat amoebisida jaringan
I.

Metronidazol

Obat ini diserap dengan baik. Seperti emetin obat ini


aktip terhadap amoeba histolytica dalam jaringan. Keuntung an diatas emetin ialah dapat diberikan secara per oral dan
tak disertai banyak efek dampingan. Aktip pula terhadap
amoeba bentuk minuta akan tetapi, khasiat ini tak dapat
diandalkan.
Pada sebagian penderita dengan disentri amoeba dapat ditemukan kista kembali dalam najis, beberapa waktu setelah
kuur dengan metronidazol. Jadi kuur dengan metronidazol
harus diikuti dengan lain obat amoebisida jenis kontak.
Efek-efek dampingan biasanya tak banyak a.1. rasa pahit,
mual, muntah. sakit kepala dan. sekali-kali gatal-gatal. Selama
kuur harus dihindarkan minum alkohol. Jangan diberikan
kepada wanita hamil atau yang sedang menyusui. Oleh karena obat ini masuk kedalam sirkulasi foetus dan air susu
ibu. Sedangkan hingga kini belum diketahui dengan pasti

apakah obat ini berbahaya untuk foetus maupun bayi.


Dosis : 3 x 3 tahlet ' a 0,250 g selama 5 hari. (obat ini di
Indonesia masih cukup mahal).
II. Emetine
I.

Sejenis alkaloid dari cartex Radicis Ipecacuanhae.


Sulit larut dalam air, tidak dapat diberikan per oral oleh
karena menimbulkan mual dan muntah. Dapat diberikan
secara parenteral dalam bentuk emetine hydrochlorida yang
lebih mudah larut dalam air. Obat ini diperkenalkan oleh
Rogers dalam tahun 1972. Emetine bekerja langsung.
Mempunyai khasiat kumulatip dan merupakan racun protoplasma. Dosis yang tinggi dapat menyebabkan perubahan-perubahan degeneratip diberbagai organ terutama pada otot lurik dan otot jantung. Gejala-gejala keracunan :
asthenia, capai, tremor, kelemahan otot, mual, muntah,
diare, kelainan-kelainan jantung seperti : debar-debar, sesak
napas, nyeri precordial. Secara objektip dapat ditemukan
penurunan tekanan darah dan tachycardia.
Indikasi :
Membasmi amoeba histolitik dalam dinding usus. Dianjurkan untuk disentri amoeba, amoebiasis usus dan segala
bentuk amoebiasis diluar usus. Pemberian secara parenteral tak bermanfaat terhadap minuta. Jangan diberikan
kepada penderita dengan kelainan jantung dan penderita
anemia atau orang-orang yang lemah.
Dosis : paling tinggi 8 mg/kg berat badan, setiap kuur.
Dalam 1 hari dapat diberikan 1 mg per kg.
Dosis yang sering diberikan kepada dewasa : 60 mg per
hari disuntikkan secara subkutan yang dalam atau secara
intramuskuler.
Beberapa petunjuk :
a. selama kuur istirahat ditempat tidur
b. dosis setiap kuur tak boleh lebih dari 8 mg/kg
c. pemeriksaan tekanan darah dan frekwensi nadi tiap
hari
d. kuur jangan diulangi sebelum 6-8 minggu setelah kuur
terakhir

2. Dehydro-emetine.
Obat sintetik , kurang toksis dibanding dengan emetine.
Untuk dosis orang dewasa : 80 mg sehari selama 10 hari,
diberikan secara intramuskuler.
Obat-obat amoebisida jenis kontak
I. Deriyat-derivat Hydroxychinoline
1. Chiniofon (Yatren, meditreen).
Diberikan per os. Efek dampingan : diare tanpa nyeri,
atau kejang. Dapat bersifat serius juga; perlu diberitahukan kepada penderita dan jangan diberikan dosis maximum sekaligus. Oleh karena obat ini mengandung jodium jangan diberikan kepada hyperthyreoid atau mereka yang hipersensitip terhadap jodium. Walaupun penyerapan oleh usus tak seberapa akan tetapi sebagian
kecil diserap juga.
Dosis : 3 x sehari I g selama 10-14 hari. Dimulai dengan 1-1 g sehari.
2. Dijodohydrochinoline
Dosis : 3 x sehari 1 tablet ' a 0,650 g selama 20 hari.
Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

11

3. Jodochloorhydroxychinoline (Enterovioform).
Dosis 3 x sehari 1 tablet 'a 0,250 g selama 10 hari.
Enterovioform sering diberikan untuk berbagai bentuk
colitis tanpa etiologi yang jelas. Banyak sekali dipakai untuk pengobatan dan pencegahan diare para turis.
Akhir-akhir ini banyak dilaporkan, terutama di Jepang,
kelainan-kelainan neurologik setelah penggunaan enterovioform. Kelainan-kelainan ini timbul setelah penggunaan obat yang lama atau setelah dosis yang tinggi.
Gejala-gejala dari subakut myelo-optico-neuropathia (S
MON) adalah diare, ataxia, paresthesia dan gangguan
visus, karena atropi nervus opticus. Di negeri Belanda
telah ditemukan beberapa kasus.
Kesimpulam : Jangan memberikan enterovioform untuk
pengobatan atau pencegahan diare turis. Indikasi tunggal penggunaan enterovioform ialah sebagai obat amoebisida jenis kontak. Dalam dosis yang disebut diatas
tak perlu ditakuti/dikuatirkan gejala-gejala neurotoxik.
Tak diketahui dengan pasti apakah derivat-derivat hydroxychinoline yang lain juga bersifat neurotoxik. Pada
dasarnya dosis-dosis yang disebut diatas jangan dilampaui.
II. Senyawa-senyawa berunsur arsenikum.
1. Carbarsen berisi arsen bervalensi 5. Diserap dengan baik.
Dosis yang tinggi dapat menimbulkan keracunan As.
Jangan diberikan kepada penderita dengan gangguan
hati dan ginjal. Obat ini juga berkhasiat, walaupun
sedikit, terhadap bentuk histolitik. Pada amoebiasis
usus yang kronik sering diberikan tanpa emetine.
Dosis : 3 x sehari 0,250 g selama 10 hari. Selama kuur
diberi istirahat.

Antibiotika
Setelah perang dunia II ditemukan bahwa pemberian kombinasi penicilline dan succinylsulfathiazol berhasil baik atas
disentri amoeba. Kemudian ternyata bahwa banyak antibiotika berkhasiat amoebisida. Yang sering dipergunakan ialah
Chlortetracycline (aureomycine) dan oxytetracycline (terramycine). Pada disentri akut diare akan berkurang dengan
cepat. Amoeba setelah beberapa hari tak diketemukan lagi
dan pada rektoskopi terlihat penyembuhan ulsera yang cepat.
Juga untuk pembasmian bentuk-bentuk minuta diperoleh hasil yang cukup baik.
Kekurangan-kekurangan :
1. Sering residif, jadi antibiotikum perlu dikombinasikan dengan lain amoebisida jenis kontak dan dengan chloroquin.
2. Harga yang mahal.
Indikasi : perlu dibatasi penggunaan antibiotika untuk kasuskasus yang hebat seperti amoeba disentri dengan
gangren atau untuk penderita-penderita yang tak
dapat ditolong dengan obat-obat biasa. Tidak berkhasiat terhadap amoebiasis hati.
Petunjuk-petunjuk pengobatan amoebiasis usus.
1.

a.
b.
c.
d.

2.

12

Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

berbaring
diet (makanan halus)
kuur metronidazol
oleh karena setelah kuur metronidazol dapat diketemukan kista-kista entamoeba histolytica dalam najis
lagi, maka perlu diobati dengan kuur enterovioform.

Disentri amoeba dengan gangren


Pada keadaan ini selalu terdapat pula colitis bakteriil yang
hebat, yang berpengaruh buruk terhadap kelanjutan penyakitnya. Pengobatan dimulai dengan tetracycline disusul
dengan kuur metronidazol dan diakhiri dengan kuur enterovioform.

III.Diloxanide furoat (Furamide)


Suatu obat sintetik dan sulit diserap. Suatu amoebisida
jenis kontak yang manjur.
Dosis : 3 x sehari I tablet ' a 0,5 g sebelum makan selama
10 hari.
Anak : 25 mg/kg per hari.

Disentri amoeba yang akut atau residif

3.

Amoebiasis usus yang kronik.


Kuur metronidazol disusul dengan kuur enterovioform.

Pendahuluan

dr. Soekojo Saleh


sat Penelitian Kanker dan Pengembangan Radiologi
Badan Penelitian dan Pengembangan Dep.Kes
Bagian dan Laboratorium Patologi FK-UKI
di RS. Cikini - Jakarta.

KANKER
SALURAN
CERNA

Meskipun kanker saluran cerna di negara berkembang


tidak sesering di negara maju, namun kenyataannya di
Indonesia tidak jarang. Laporan dari Bag. Patologi FKUI
menyebut bahwa antara 1952-1957 kanker usus besar malah
masuk dalam lima besar.
Sayang bahwa angka resmi untuk kanker di seluruh Indonesia
tidak ada, namun dari pusat-pusat patologi dapat diperoleh
angka-angka frekwensi relatif untuk berbagai kanker, seperti
H.KUSUMAWIJAYA dari FKUI, LUSIDA dkk dari Surabaya,
dari Bandung, Semarang, Palembang dll.
Dari angka-angka yang berasal dari publikasi-publikasi tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa kanker lambung, usus halus
dan usus besar di Indonesia tidak jarang. Meskipun etiologi
dari kanker saluran cerna di Indonesia pada waktu sekarang
tidak bisa ditetapkan, namun sangat menarik untuk diteliti
secara epidemiologik. Dalam kepustakaan banyak- disebut
teori dan hipothesis. Satu pemikiran yang belakangan mendapat banyak dukungan adalah yang dikemukakan oleh
seorang epidemiolog dari Inggris yang pernah mengunjungi
kita ialah DENIS BURKITT, seorang Sarjana yang juga
sangat terkenal karena satu jenis kanker pada anak-anak
yang disebut dengan Burkitt ' s tumor. Tuan BURKITT mengatakan bahwa di negara-negara yang sedang berkembang
kanker saluran cerna tidak sebanyak seperti di negara maju
karena makanannya yang mengandung banyak serat-serat
Sebaliknya di negara maju karena makanan dibuat dari
bahan yang sudah diolah sedemikian karena itu bersifat
low-fiber-content dan low-residue diet. Akibat makanan ini
maka usus lebih cepat kosong dan memungkinkan mukosa
usus saling menempel dan menghasilkan zat-zat yang bersifat
karsinogen. Juga makanan yang diawetkan dengan zat-zat
kimia, makanan high-fat-protein disebut-sebut sebagai faktor
penting. Selain itu komposisi bakteri sesuai dengan makanan
menghasilkan variasi geografi kanker saluran cerna.
Kanker dapat timbul pada semua bagian dari saluran
cerna, namun yang paling sering adalah rektum, sigmoid,
kolon dan lambung.
Karena sempitnya ruangan tulisan ini kita batasi pada
keganasan-keganasan di lambung, usus halus, usus besar,
rektum dan anus.
KANKER LAMBUNG

* Karangan ini adalah tanggung-jawab dr. S.Saleh pribadi.

Di negara yang maju seperti di USA, keganasan lambung


sangat menonjol. Beberapa puluh tahun yang lalu kanker
lambung merupakan sebab kematian akibat keganasan yang
paling utama. Setelah itu angka kanker lambung terus menurun sehingga sekarang hanya merupakan sebab kematian
kelima. Kanker lambung jarang terjadi pada usia muda,
pada laki-laki 2X lebih sering daripada wanita. Sebagai
faktor penyebab juga disebut-sebut keturunan, ras dan lingkungan. Kanker ini juga diketahui 4X lebih sering dalam
keluarga yang ada kanker tersebut. Juga diketahui bahwa
kanker ini banyak dijumpai pada golongan darah A.
Kanker lambung ditemukan banyak sekali di Jepang dan
Iceland.
HIRAYAMA, seorang epidemiolog Jepang yang pernah berkunjung di Jakarta menyatakan bahwa kanker lambung sangat
Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

13

menurun di Jepang sesudah masarakat Jepang menyimpan


makanan dalam lemari es.
Di Iceland penduduk mengkonsumsi banyak ikan dan daging
diasap.
Memang diketahui bahwa dalam makanan diasap dapat diisolir
satu zat yang bersifat karsinogen yaitu benzpyrene. Zat ini
diketahui dapat menginduksi kanker pada binatang percobaan
tikus, tetapi anehnya kanker tidak timbul di dalam saluran
cerna.
Perhatian sekarang banyak ditujukan kepada-zat-zat kimia
yang dipakai untuk pengawetan makanan dalam kaleng seperti
nitrosamin dll.
Beberapa penyakit lambung yang dianggap prekanker karena
cenderung menjadi kanker ialah : anemia perniciosa, gastritis
atrofica, polip lambung dan achlorhydria. Mengenai ulkus
dalam hubungannya dengan kanker memang masih merupakan
kontroversi. Dulu disebut angka 10%, tetapi pendapat umum
sekarang mengatakan bahwa angka ini terlalu dilebih-lebihkan,
paling banyak hanya 1%. Terkenal sekarang adalah ucapan :
"
Cancer commonly ulcerate, ulcer rarely cancerate " .
Patologi : Tempat predileksi adalah pyloris dan prepyloris,
Secara gross dibedakan 4 bentuk : (1) ulseratif, penetrating,
(2) polipoid atau fungating, (3) infiltrating dan (4) campuran
ketiga bentuk.
Bentuk ulseratif tukak biasanya lebih besar dari 4 cm.
Gambaran tukak secara patologik dapat dibedakan dari ulkus
yang benignum.
Bentuk polipoid merupakan massa besar yang berbentuk
sebagai kembang kol dan menonjol ke dalam lumen. Biasanya
basis lebar, karena itu sering dihubungkan dengan adenoma
sessile.
Bentuk infiltrating sel tumor tumbuh menyerbuk dinding
lambung karena itu mengakibatkan penebalan dinding sehingga
disebut sebagai linitis plastica atau " leather bottle " . Secara
histologik karsinoma lambung merupakan adenokarsinoma,
dapat well differentiated atau undifferentiated . Kanker
dengan histologi undifferentited prognosis biasanya kurang
baik karena cepat mengadakan metastasis.
Klinik : Karsinoma lambung pada stadium awal jarang
memberikan keluhan atau gejala. Bila penderita karena keluhan-keluhan datang pada dokter biasanya karena anorexia,
epigastrical distress, berat badan cepat menurun, melena,
anemia dan achlorhydria; biasanya sudah ada metastasis
dalam kelenjar getah bening, regional, paru, otak, tulang
dan ovarium. Virchow 's node yang merupakan pembesaran
kelenjar getah bening supraclaviculer akibat metastasis dulu
dianggap pathognomonik. Ternyata bahwa kelenjar ini juga
dapat menjadi tempat metastasis berbagai tumor ganas lain
seperti esophagus, paru dll. atau tumor primer kelenjar
getah bening. Pemeriksaan Cavum Douglas dengan menetapkan penyebaran-penyebaran dalam peritoneum bagian bawah
Pemeriksaan sitologi exfoliatif secara periodik dapat berguna
untuk penderita-penderita dengan: anemia perniciosa lama.
Tumor carcinoid : Jarang. Bersifat infiltratif invasif dan
menimbulkan metastasis seperti carcinoid tumor ditempat
lain (usus halus, usus besar, paru, pankreas). Disebut dengan
nama carcinoid karena disangka tumor tidak bermetastasis.

14

Cermin Dunia Kedokteran No. 7. 1976

Sarkoma : Dapat bersifat leymyosarkoma, fibrosarkoma


atau limfoma. Merupakan massa besar di dinding atau menonjol ke dalam lumen.
Limfoma dapat merupakan tipe limfositik (dulu disebut
lymphosarcoma), tipe histiositik (dulu disebut reticulum-cell
sarcoma), penyakit Hodgkin. Lebih jarang lagi stem-cell type
atau undifferentiated type. Termasuk ini adalah penyakit
Burkitt 's lymphoma.

USUS HALUS
Kanker usus halus lebih jarang dibandingkan dengan kanker
lambung atau usus besar. Dapat merupakan karsinoma atau
sarkoma. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa keganasan
usus bagian proksimal biasanya bersifat karsinoma sedang
bagian distal bersifat limfoma.
Karsinoma : Biasanya tumbuh melingkar dinding, jarang
polipoid karena itu baru menimbulkan keluhan bila stadium
sudah lanjut. Secara histologik, tumor ganas ini biasanya
bersifat adenokarsinoma. Penyebaran ke dalam hati, paru
dan organ-organ jauh lain.
Limfoma : Dapat merupakan tumor primer dalam jaringan
li mfoid usus halus atau merupakan sebagian dan penyebaran
dari proses umum dalam jaringan limfoid di seluruh tubuh.
Limfoma primer dalam saluran cerna paling sering ialah
lambung, kedua ileum. Histologik dapat merupakan segala
macam tipe dari limfoma. Dapat multiple sepanjang usus,
dapat berulkus dan berperforasi.
Sarkoma-sarkoma biasanya tumbuh membesar lebih cepat
dan mencapai ukuran lebih besar daripada karsinoma.
Carcinoid : 2 hal yang menarik pada tumor ini ialah :
(1) Membentuk bermacam-macam zat bersifat catecholamine
terutama serotonin, (2) menimbulkan sindroma carcinoid,
terdiri atas perubahan warna kulit menjadi merah tetapi
hanya sekilas, dapat hanya beberapa menit atau jam, oiasanya
di kulit muka. Selain itu cyanosis, daire, bronchospasme,
tekanan darah yang menurun tiba-tiba, oedema dan ascites.
Secara gross tumor dapat hanya merupakan penebalan pada
mukosa, besarnya sampai 4-5 cm, kadang-kadang multiple,
membentuk ulkus, dan menyebar ke mesenterium dan kelenjar-kelenjarnya. Penampang kuning. Histologik terdiri atas
sel-sel poligonal, sama besar, teratur karena itu memberikan
gambaran monotoni. Meskipun gambarannya seperti tumor
jinak tetapi aggressif invasif.
USUS BESAR DAN ANUS
Kanker dapat terjadi di seluruh bagian dari usus besar,
tetapi paling sering adalah direktum dan sigmoid (75%).
Sisanya dicoecum, kolon ascendens, kolon descendens, kolon
transversum dan flexura-flexura.
Di USA kanker kolon merupakan sebab kematian terpenting
sesudah paru dan payudara. Secara histologik kanker kolon
merupakan adenokarsinoma (95%). Sisanya adalah squamouscell carcinoma dan sarkoma, termasuk sarkoma, melanoma
dan carcinoid. Menarik sekali adalah persoalan apakah polip
dapat dianggap prekanker. Polip kolon ada 3 macam :
(1) pedunculated polyp, (2) villous atau sessile adenoma
dan (3) heredofamilial polyposis.
Pedunculated polyp : meskipun jenis ini mudah ditetapkan

namun ada bentuk-bentuk yang sukar dinilai, misalnya yang


dikenal sebagai hiperplasia polipoid, karena mengandung
sel epitel bertumpuk, mengandung banyak mitosis serta selsel atipik. Kriterium terpenting untuk menetapkan keganasan
adalah stromal invasion. Hiperplasia polipoid karena itu dianggap prekanker.
Villous atau sessile adenoma : Polip ini lebih jarang karena
juga sering mengandung daerah-daerah karsinomatous maka
dianggap prekanker. Kemungkinan menjadi ganas tinggi (70%)
biasanya di rektum dan sigmoid, jarang ditempat lain. Disebut
villous karena berjonjot-jonjot.
Familial polyposis : Seluruh mukosa seperti ditaburi polippolip. Meskipun morfologik serupa dengan pedunculated
polyp tetapi polip-polip ini lebih sering menjadi ganas dan
tidak timbul sebelum 20-30 tahun.
Karsinoma : Distribusi tumor ganas ini menuruti pola tertentu.
Sebagian besar terdapat di rektum (70%) karena itu mudah
dicapai dengan sigmoidoskope. Kadang-kadang multiple, dan
ini dianggap berasal dari multiple poliposis. Antara kanker
di sebelah kanan dan kiri terdapat gejala klinik yang berbeda
menyolok. Karena isi usus di sebelah kanan lembek dan
cair, maka tidak terdapat gangguan obstruksi. Bila timbul
gangguan obstruksi maka tumor sudah besar dan inoperable.
Gejala umumnya hanya occult bleeding dan anemia. Sebaliknya karsinoma di sebelah kiri karena isi usus lebih padat
dan tumor tumbuh sebagai cincin dan menimbulkan penyempitan, gangguan obstruksi sudah timbul dalam waktu
masih operable. Laki-laki dan wanita sama banyak terkena.
"
"
DUKES mengusulkan sistem staging untuk kanker rektum

PALING EFEKTIF
Karena
1. Menghancurkan sputum sehingga menjadi encer dan mudah
dikeluarkan.
2. Menormalisasikan sekresi kelenjar bronchial.

yang dapat pula dipakai untuk kolon pada umumnya :


Stage A apabila tumor masih terbatas di mukosa dan
submukosa.
Stage B tumor telah menembus dinding.
Stage C tumor telah menimbulkan metastasis dalam kelenjar getah bening.
Berdasarkan staging ini 5 years survival diperkirakan pada
stage A,B dan C masing-masing 90%, 65% dan 20%.
Disamping cara diagnostik yang sudah menjadi standard
seperti pemeriksaan digital rektum, sigmoidoskopi, barium
enema dan biopsi sekarang dikenal satu diagnostik secara
imunologik berdasar akan adanya antigen yang disebut sebagai
Carcinoembryogenic Antigen (CEA). Normal antigen ini terdapat pada organ fetal. Ternyata bahwa antigen ini juga
ditemukan dalam jaringan tumor dan dalam darah penderita
kanker kolon. Kadarnya sesuai pula dengan besar tumor
dan banyaknya metastasis. Adanya antigen pada penderita
postoperatif menunjukkan masih ada jaringan tumor tertinggal
atau adanya rekurrensi. Ternyata bahwa CEA juga positif
pada penderita kanker lain, seperti payudara, paru, ovaria
prostata, kandung kencing, kolitis ulserativa dan cirrhosis hati
Keganasan lain : Karsinoma planocellulare, Biasanya di anus.
Mengakibatkan penebalan, ulkus atau fungating. Sangat invasif dan memberikan metastasis kedalam kelenjar getah
bening regional dan alat-alat lain.
Melanoma : Seperti melanoma di kulit.
Sarkoma : Seperti juga sarkoma-sarkoma di bagian usus lain.
Carcinoid : Jarang juga seperti carcinoid di bagian usus lain.

PALING AMAN
Karena : 1. Tidak ada efek samping yang
berarti.
2. Tidak ada kontra indikasi.
3. "Safety margin " yang lebar.

INDIKASI :
1. Sesak napas karena
penyumbat
an saluran pernapasan oleh
sputum.
2. Batuk batuk karena hiper
sekresi sputum.
3. Gangguan sputum lainnya yang
tidak purulen (contoh
: pada
perokok).

4. Untuk gangguan sputum yang


purulen,MUCOSOLVAN dapat
dikombinasikan dengan anti
biotik / kemoterapeutik.

KOMPOSISI : Bromhexine ........................8 mg.


DOSIS
: Dewasa
: 12 tab. 3 x sehari.
Anak2
: 1 tab. 3 x sehari.

Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

15

PERKEMBANGAN ENDOSKOPI
Dl BIDANG GASTROENTEROLOGI
dr. Sujono Hadi
Kepala Sub-bagian Gastroenterologi
Bagian Penyakit Dalam
FK-UNPAD / R.S. Hasan Sadikin
Bandung.
Perkembangan bidang gastfoenterologi memang terasa sekali pesatnya baik dalam diagnostik maupun terapeutiknya.
Salah satu alat diagnosa yang banyak membantu perkembangan gastroenterologi ialah endoskopi. Yang meliputi endoskopi
di bidang gastroenterologi ialah : esofagoskopi, gastroskopi,
duodenoskopi, panendoskopi, kolonoskopi, rektosigmoidoskopi, laparoskopi atau peritoneoskopi dan choledoskopi.
SEJARAHNYA

Untuk mengenal dan mengetahui kegunaan endoskopi di


bidang gastroenterologi, baiklah terlebih dulu mengenal sejarahnya. Sejarah dari gastrointestinal endoskopi dibagi atas
3 periode, yaitu :
Periode I, yaitu periode endoskop kaku atau " straight
rigid tubes " , antara tahun 1795 - 1932.
setengah lentur atau " semi- Periode II, yaitu periode
"
flexible tube endoseopy , antara tahun 1932 - 1958.
- Periode III, yaitu periode fiberoptic endoscopy, yang
diawali pada tahun 1958. Dan sejak tahun ini pula perkembangan baik endoskopi maupun gastroenterologi terasa
sekali sangat pesatnya.
Periode I, yaitu periode endoskop yang masih kaku,
diawali oleh sarjana BOZZINI dalam tahun 1795. Pada waktu
ini untuk memeriksa rektum dan uterus. Sarjana tersebut
membuat suatu alat dari logam dengan diberi penyinaran
lilin. Pada tahun 1868 KUSSMAUL pertama kali membuat
gastroskop dari logam. Karena alat tersebut masih kaku dan
yang dilengkapi dengan lampu dan kaca yang memantulkan
cahaya, maka disebut straight rigid gastroskop . Kemudian
gastroskop tersebut diperbaiki/disempurnakan oleh MIKULICZ pada tahun 1881, dengan membuat lekukan di ujungnya
sebesar 30 derajat, sehingga dapat digunakan untuk memeriksa isi lambung lebih sempurna dan disebut rigid elbowed
gastroscope
Perkembangan tidak hanya mengenai bentuk endoskop saja,
tapi juga penyinarannya. Bila 'tadinya hanya memakai penyinaran dengan lilin maka sejak tahun 1906 dipakai penyinaran listrik. Dan ini dipelopori oleh ROSENHEIM yang
pertama kali mempergunakan lampu listrik untuk iluminasi
di gastroskop.
Alat endoskop lainnya, misalnya esofagoskop dipelopori oleh
BEVAN pada tahun 1868, yang digunakan pertama kali
untuk mengambil benda-benda asing dan untuk melihat
kelainan di esofagus.
16

Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

Alat endoskop yang digunakan untuk memeriksa rektum dan


sigmoid pertama kali dikembangkan oleh TUTTLE pada
tahun 1902, Dan peritoneoskopi pertama kali dikembangkan
oleh OTT pada tahun 1901, dan disebutnya celioskopi,
Ia mempergunakan spekulum vagina ke dalam rongga perut
melalui insisi. Cara memeriksa isi rongga perut ini diikuti
oleh KELLING pada tahun yang sama dengan menggunakan
cystoskop.
Periode II , yaitu periode " semiflexible tube endoscope " ,
antara tahun , 1932 - 1958, Oleh karena .alat-alat endoskop
sebelum tahun 1932 masih kaku dan masih banyak kesukaran
dan bahayanya, maka RUDOLF SCHINDLER & WOLF
membuat semiflexible gastroscope yang pertama kali pada
tahun 1932. Oleh karena itu RUDOLE SCHINDLER diakui
oleh , kalangan gastroenterolog di dunia sebagai seorang pionir
dalam flexible endoskopi, Alat tersebut mempunyai lensa
ganda dengan jarak sangat pendek. Kemudian alat tersebut
mengalami berbagai macam modifikasi, di antaranya HENNING pada tahun 1939 membuat modifikasi lensanya, dan
bagian yang kaku dibuat lebih kecil, sehingga memudahkan
pemeriksaan. Pada tahun 1941 EDER PALMER membuat
gastroskop dengan diameter 9 mm, diameter ini lebih kecil
dari pada yang dibuat oleh SCHINDLER . Pada tahun 1948
oleh BENEDICT dibuat gastroskop yang dilengkapi dengan
alat biopsi.
Yang melakukan pemotretan pertama kali ialah HENNING
dengan memakai Schindler gastroskop, film yang dipakai
hitam putih Kemudian tahun 1948 dilakukan pemotretan
dengan film berwarna oleh HENNING, KEILHACK, SEGAL,
dan WATKINS. Tahun 1950 oleh UJI dibuat gastrokamera
dengan mempergunakan mikrofilm yang dapat dimasukkan
ke dalam gastroskop.
Periode III , yaitu periode fiberoptic endoskop, yang dimulai sejak tahun 1958. Periode ini dipelopori oleh HIR
SCHOWITZ dengan mendemonstrasikan untuk pertama kalinya gastroduodenal fiberskop buatan ACMI. Berkas-berkas
cahaya yang terdapat di dalam alat-alat tersebut dipantulkan
oleh fiberglass dengan diameter 0,0006 inch atau +/- 14 u.
Di dalam satu bundel dengan diameter 0,25 inch terdapat
150.000 fiberglass. Dengan ditemukannya gastroduodenal
fiberskop HIRSCHOWITZ ini, mulai terlihat kemajuan di
bidang endoskopi, karena pemakaiannya tebih mudah dan
lebih aman. Kemudian Olympus Co. dari Jepang membuat
gastrokamera yang dikombinir dalam fiberskop, yang disebut

GFT (1962), dan kemudian mengalami perbaikan dan disebut


GFTA (1965). Sejak tahun 1970 di Jepang telah dapat
dilakukan pemeriksaan endoskopi di TV (Television endoskopy), maksudnya untuk memudahkan pendidikan.
Sedang untuk pemeriksaan di kolon, yang tadinya 'dipakai
rektosigmoidoskop bentuk kaku, dengan ditemukannya fiberoptic endoskop, sejak tahun 1963 telah dibuat oleh ACMI
fiber-sigmoidoskop yang panjangnya 50-60 cm. Kemudian
oleh Olympus Co. dibuat fiber-kolonoskop yang panjangnya
105 cm dapat untuk memeriksa sampai kolon transversum,
dan fiber-kolonoskop yang panjangnya 185 cm dapat untuk
memeriksa sampai daerah coecum. Alat ini diperkenalkan
pertama kali pada tahun 1968.
Demikian juga peritoneoskop mengalami banyak perubahan
setelah ditemukannya fiberoptic endoskop. Bahkan pada
Waktu 5t h Asian Pacific Congress of Gastroenterology di
Singapura pada akhir Mei 1976 telah dilaporkan dan dipamerkan laparoskop kecil buatan Olympus, yang dapat
digunakan untuk memeriksa penderita di bangsal.
TUJUAN ENDOSKOPI

Endoskop adalah suatu alat yang digunakan untuk memeriksa organ-organ di dalam badan secara visuil, sehingga
dapat dilihat sejelas-jelasnya setiap kelainan yang timbul pada
organ yang diperiksa. Jadi jelas bahwa endoskop adalah suatu
alat untuk membantu menegakkan diagnosa. Dengan ditemukannya endoskop, lebih-lebih lagi setelah periode ke III
yaitu periode fiber-optic endoscope, maka ilmu kedokteran
umumnya, dan bidang gastroenterologi khususnya mengalami
kemajuan yang pesat. Bahkan pada tahun 1966 untuk yang
pertama kalinya diadakan Kongres Internasional Gastrointestinal Endoskopi di Tokyo, yang bersamaan waktunya dengan
Kongres Internasional Gastroenterologi.

telah mengalami operasi lambung di Jepang pada tahun 1971.


Demikian pula batu empedu dapat diambil dengan endoskop,
sehingga pada si penderita tidak perlu dilakukan operasi.
Jadi jelas bahwa dengan makin berkembangnya dunia endoskopi, berarti makin berkembang pula bidang gastroentero logi khususnya dan ilmu kedokteran pada umumnya.

KEPUSTAKAAN
1. BERRY L : Gastrointestinal Pan-Endoscopy. Charles Thomas Publ.
1974.

2. HOON J.R : Improving diagnosis of stomach lesions with intragastric photography, cytology and biopsy. Amer. J. Gastroent.
49 : 488, 1958.

3. HADI S. : Endoskopi di dalam Gastroenterologi. Diajukan pada


malam klinik PAPDI cab. Bandung. 30 Des. 1971.
4. MORRISEY J.F. et al : Gastroscopy. Gastroenterology 53 :
456, 1976.

5. MELSON R. : Gastroscopy photography. Gastroenterology 35 :


74, 1958.

6. NIUSA H. et al : Clinical experience of colonic fiberscope.


Gastroent. Endoscopy 11 : I63, 1969.
7. OTAKI A.I. : Experience with the fiberscope gastrocamera.
Gastroenterology 53 : 456, 1967.

8. SOMA S. et al : Clinical application of duodeno-fiberscope.


Gastroent. Endoscopy 12 : 97, 1970.

KEGUNAAN DARI ENDOSKOP

Sebagaimana telah disinggung di atas, endoskop pada


umumnya dipakai untuk membantu menegakkan diagnosa,
diantaranya untuk melihat setiap kelainan di organ dengan
memeriksa secara langsung atau dengan memotret setiap
kelainan tersebut; jaringan juga dapat diambil dengan jalan
biopsi atau diambil sel-sel sekretnya untuk pemeriksaan
patologi. Tidak jarang kita harus melakukan endoskopi terhadap penderita yang baru saja/sedang mengalami perdarahan
saluran makanan bagian atas, untuk dengan cepat menentukan
dengan pasti tempat perdarahan, sehingga pengobatan dengan
mudah dapat diberikan dan perdarahan dihentikan. Dengan
endoskop dapat pula dimasukkan kontras dan dilakukan
pemotretan Rontgen, misalnya memotret saluran empedu
dan pankreas, padahal kedua organ tersebut susah dipotret
Rontgen biasa.
Endoskop, selain digunakan untuk menentukan diagnosa,
sejak tahun 1970 mulai digunakan untuk terapi, misalnya :
untuk membuang polip di kolon dan gaster dan disebut
polipektomi endoskopik. Dengan jalan demikian pada si
penderita tidak perlu dilakukan tindakan operasi. Selain
daripada itu endoskop juga digunakan untuk mengambil
sisa-sisa benang jahitan di tempat bekas operasi. Hal ini
pernah dilakukan oleh penulis terhadap 5 penderita yang

KONGRES NASIONAL KEDUA


Perkumpulan Ahli Dermato-Venereologi Indonesia
( P.A.D.V.I. )
Tempat : Surabaya
Tanggal : 8,9,10,11 Desember 1976
Sidang ilmiah meliputi :
Naskah pemberitaan bebas
Diskusi panel :

1. Pengobatan dan Pencegahan Gonorrhoea


2. Occupational dermatoses
PANITIA
Ketua
: dr. Moch. lbeni llias
Sekretaris : dr. Saut Sahat Pohan
Alamat sekretariat :

Bagian Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin


Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Jl. Dharmahusada - 47
SURABAYA

Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

17

Gas
dalam saluran cerna
Dr. E.Nugroho
Scientific Departement - P. T. Kalbe Farma

Kepercayaan bahwa gas dalam perut dapat menyebabkan berbagai penyakit atau berbagai gejala
tersebar luas di seluruh dunia. Di dalam masyarakat Indonesia, baik dalam golongan berpendidikan
rendah maupun tinggi, dikenal istilah " masuk angin", yang meskipun kurang " il miah" , bila ditelusur
kembali berpangkal pada kenyataan bahwa berbagai penyakit dapat menyebabkan pengumpulan gas di
dalam perut (flatus), lebih-lebih pada anak-anak.
Sebenarnya sejarah telah menunjukkan bahwa persoalan ini telah dikenal sejak berabad-abad yang
lalu. Hippocrates, dalam bukunya The Flatuosities, menulis beraneka ragam manifestasi penyakit
akibat gas yang terkumpul dalam perut secara berlebihan. Pada tahun-tahun sekitar 40 AD, masyarakat
Romawi kuno mengalami masa-masa di mana membuang "angin" di tempat-tempat umum dinyata kan terlarang oleh undang-undang ! Untunglah bahwa Kaisar Claudius kemudian merubah undangundang tersebut, suatu hal yang menurut para ahli sejarah mungkin disebabkan karena kaisar itu
sendiri sering buang angin. Di dalam masyarakat Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku ini
masalah gas tersebut juga menduduki tempat yang penting dalam adat istiadat. Konon kabarnya ada
adat di daerah tertentu yang menyatakan bahwa bila seorang calon menantu membuang angin sehingga
terdengar oleh calon mertua, maka sang mertua akan segera memutuskan hubungan dengan menantunya.
Dari segi kedokteran, walaupun masalah gas ini telah diperbincangkan sejak jaman Hippocrates,
pengetahuan tentang hal ini masih termasuk " primitip " . Penyelidikan-penyelidikan yang telah dilakukan
sampai saat ini relatip masih sedikit sekali, hal mana tercermin dari kesulitan penulis artikel ini dalam
mencari bahan-bahannya dari Cummulated Index Medicus, yang memuat penyelidikan kedokteran
dari hampir seluruh dunia.
METODA PENYELIDIKAN

Salah satu pertanyaan penting yang masih sulit dijawab ialah apakah seorang pasien yang mengeluh
perut kembung benar-benar kelebihan gas dalam perutnya ? Dengan memasang semacam " tube " pada
rektum, didapatkan bahwa dalam keadaan normal setiap orang membuang 400 - 1200 cc gas setiap
hari. Tetapi dalam klinik yang penting bukanlah masalah apakah seseorang membuang sedikit atau
banyak gas, melainkan rasa nyeri dan perut kembung yang diakibatkan tekanan gas yang berlebihan,
yang tidak dibuang melalui anus. Jadi penyelidikan yang terpenting ialah berapa volume gas di dalam
usus yang menyebabkan perut kembung.
Ada 3 macam cara penyelidikan volume gas dalam usus. Cara pertama ialah dengan menempatkan
orang yang diperiksa dalam suatu plethysmograph berbentuk kotak yang menutup perutnya. Dengan
mengukur perubahan-perubahan volume, volume gas dalam perut dapat diperhitungkan. Cara kedua
serupa dengan yang pertama, tetapi orang yang diperiksa dimasukkan dalam air sampai setinggi dada.
Cara ketiga, yang kurang menyenangkan bagi subyek penyelidikan, ialah dengan memasukkan gas
argon ke dalam usus sehingga dengan demikian gas-gas yang berada di dalam usus terdorong keluar
melalui anus dan dapat dianalisa. Ternyata dalam usus orang normal, rata-rata terdapat 100 ml gas.
Persoalannya sekarang : sampai volume berapa seseorang akan mulai mengeluh perut kembung ?
Penyelidikan dengan sinar X mengungkapkan bahwa volume gas dalam perut kadang-kadang tidak
menunjukkan hubungan yang konsisten dengan keluhan; dapat terjadi bahwa gas hanya sedikit atau
bahkan tak terlihat dalam foto rontgen tetapi ada keluhan, sebaliknya kadang-kadang banyak gas
terkumpul dalam usus tetapi tidak ada keluhan. Demikianlah maka timbul suatu hipotesa bahwa
keluhan perut kembung bukan secara primer disebabkan oleh kelebihan gas di dalam perut, melainkan
karena kelainan (disorder) pergerakan/motilitas usus yang tidak memungkinkan pembuangan kelebihan gas melalui anus.
Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

21

ASAL MULA PENGUMPULAN GAS

Metana ( CH4 )

Secara teoritis gas dalam usus dapat berasal dari 3 sumber :


(i) udara yang tertelan, (ii) gas yang dihasilkan pada fermentasi sisa-sisa makanan oleh bakteri dalam colon, dan (iii) difusi
gas dari dalam darah ke usus.
Aerophagia atau kebiasaan menelan udara, yang tanpa
disadari, dilakukan oleh hampir setiap orang. Pada waktuwaktu tertentu, seperti dalam keadaan stress, kecemasan atau
ketegangan, udara yang tertelan dapat berjumlah besar ;
udara yang masuk ke lambung ini mungkin dikeluarkan lagi
dengan bertahak ('belching ') atau diteruskan ke dalam usus
kecil. Kebiasaan ini juga sering berhubungan dengan kelainankelainan fungsionil traktus gastrointestinal lain, seperti 'irritable colon', ' mucous eolitis ' dsb.
Sejumlah udara juga ikut tertelan bersama-sama dengan
makanan, minuman, atau ludah yang ditelan. Jumlah yang
tertelan meningkat pada orang yang cepat makannya, pada
kaum perokok, dan mereka yang emosinya tak stabil. Biasanya setelah makan, udara yang tertelan ini keluar dengan
sendirinya dengan bertahak, akan tetapi pada orang-orang
'
tertentu mungkin karena tonus 'eardio-esophageal junetion
nya tinggi udara tak dapat keluar dengan spontan. Dalam
keadaan ini udara akan terkumpul di lambung dan menyebabkan sindroma 'magenblase ' .
Gas yang diproduksi pada fermentasi oleh bakteri-bakteri
dalam colon, baik komposisi maupun volumenya, dipengaruhi
oleh jenis substrat yaitu sisa makanan dan jenis bakteri nya, yang terutama bersifat anerobik. Jenis sisa makanan,
dengan sendirinya dipengaruhi oleh komposisi diit sehari-hari ;
golongan kacang-kacangan merupakan salah satu contoh makanan yang menyebabkan pembentukan gas dalam perut.
Jumlah sisa makanan yang mencapai colon, dipengaruhi juga
oleh fungsi traktus gastrointestinal yaitu sekresi enzim-enzim
pencernaan dan kecepatan peristalsis. Banyaknya gas dalam
perut penderita anxietas selain disebabkan oleh aerophagia,
diperkirakan dipengaruhi juga oleh hipermotilitas usus sehingga makanan terlalu cepat melewati usus dan tidak tercerna dengan sempurna.

Seperti halnya dengan hidrogen, metana hanya berasal


dari bakteri dalam colon. Bedanya, hanya orang tertentu
yang dapat menghasilkan gas ini. Dua pertiga dari penduduk
dewasa tidak menghasilkan metana ( ' non-produser ') sementara sepertiga sisanya menghasilkannya secara berlebihan
( ' produser. ' ). Ternyata, dengan follow-up bertahun-tahun, status produser atau non-produser tersebut relatip tetap selama
pengetahuan dunia
hidupnya. Sebenarnya dalam hal ini
kedokteran telah ketinggalan beberapa tahun dibandingkan
dengan sekelompok masyarakat awam di dunia barat. Metana,
seperti halnya dengan butana yang banyak dipakai dalam
korek api moderen, mudah terbakar dengan nyala biru.
Oleh sebab itu bila di dekat anus seorang produser dinyalakan
korek api sementara ia melepas " angin " , akan terlihat letusan
kecil yang berwarna biru. Demikianlah maka sekelompok
masyarakat barat membentuk perkumpulan ' Order of the
Blue Flame ' dengan para 'produser' sebagai anggotanya.
Telah dilakukan berbagai penyelidikan untuk mencari
faktor mengapa seorang dapat menghasilkan metana secara
berlebihan. Data yang ditemukan antara lain : seorang anak,
yang kedua orang tuanya produser, mempunyai kemungkinan 95% untuk menjadi produser juga. Kalau hanya salah seorang orang tuanya produser, kemungkinan tersebut menurun
menjadi 50%, sedang bila keduanya bukan produser, kemungkinan anak tersebut menjadi produser hanyalah 8%. Meskipun kecenderungan dalam keluarga ini besar, diperkirakan
bukan faktor genetik lah yang memegang peranan dalam
hal ini, tetapi faktor lingkungan semasa kecilnya.
Efek metana terhadap kesehatan belum diketahui dengan
tepat; yang pasti gas metana, yang terselip dalam feses, menyebabkan feses mengapung di permukaan air (jadi, feses
mengapung bukan karena kadar lemaknya tinggi). Oleh sebab
itu feses produser metana hampir selalu mengapung.

Untuk lebih memahami perbedaan peranan masing-masing


mekanisme tersebut perlu dipelajari komposisi dari flatus,
yang terutama terdiri dari gas nitrogen, oksigen, karbondioksida, hidrogen dan metana (yang semuanya tidak berwarna dan tidak berbau).
Hidrogen ( H2 )

Dalam perut gas ini hanya berasal dari fermentasi, karena


metabolisme manusia, seperti halnya dengan mamalia lain,
tidak menghasilkan hidrogen ; sedangkan dalam udara jumlahnya terlalu kecil, jadi tak mungkin berasal dari aerophagia.
Produksinya terbatas dalam colon dan terjadi hanya bila ada
sisa makanan yang tak tercerna yang mencapai colon. Suatu
contoh yang populer ialah penderita ' lactose intolerance '
akibat defisiensi enzim laktase. Kacang-kacangan juga menyebabkan pembentukan gas ini karena ia banyak mengandung gula (karbohidrat) tertentu yang tak dapat dicernakan
sehingga terkumpul dalam colon di mana bakteri-bakteri
telah menunggu.
22

Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

Karbon dioksida ( CO2 )

Karbon-dioksida dihasilkan dalam jumlah besar dalam


saluran pencernaan. Salah satu sumbernya ialah reaksi antara
asam (HCl dari lambung, atau asam lemak/asam amino yang
berasal dari makanan) dengan bikarbonat yang banyak terkandung dalam cairan pankreas dan cairan empedu.
H+

HCO3-

H 2 0 + CO2

Teoritis setiap kali makan dari reaksi tersebut dapat dilepas


4000 ml gas CO 2 . Untunglah gas ini cepat sekali diserap
sehingga yang mencapai anus dan keluar bersama flatus
sedikit sekali. Karbon-dioksida yang keluar bersama flatus
terutama justru yang merupakan hasil fermentasi bakteri
dalam colon, sehingga bila fermentasi menghasilkan banyak
H2, kadar CO2 dalam flatus sering ikut naik.
Oksigen ( 02 )

Seperti halnya dengan CO2, oksigen cepat mencapai keseimbangan dengan oksigen dalam darah.
Kadar gas ini dalam usus sangat sedikit, hanya kira-kira
1/30 dari konsentrasinya di udara. Keadaan ini memungkinkan pertumbuhan bakteri-bakteri anerobik dalam colon.

Nitrogen ( N2 )
Nitrogen biasanya merupakan gas yang terbanyak dalam
flatus, kadarnya dapat mencapai 80% (terutama pada , nonproduser metana). Biasanya nitrogen dianggap berasal dari
udara yang tertelan, akan tetapi kemungkinan bahwa gas ini
berasal dari difusi dari darah tidak boleh diabaikan saja.
Dari data-data yang ada sampai sekarang ini masih fidak
mungkin untuk membedakan nitrogen yang tertelan dan
yang berasal dari difusi gas.
Gas-gas lain seperti H 2 S, skatol dsb, meskipun memberi bau
yang hebat pada feses, relatip sedikit sekali jumlahnya.
MANIFESTASI KLINIK & TERAPI
Tanpa adanya patologi yang jelas seperti obstruksi usus,
pengumpulan gas dapat menimbulkan keluhan-keluhan perut
kembung, nyeri perut yang difus, meteorisme, nek, mulesmules, dyspepsia dan berbagai keluhan lain. Demikian kompleksnya gejala-gejala ini sehingga sering disalah-tafsirkan
sebagai penyakit organik seperti batu empedu, atau ulkus
peptikum. Gas yang terkumpul di dalam lambung atau
'
splenie flexure' dapat mendorong hemi-diaphragma keatas
dan menekan jantung. Ini dapat menimbulkan gejala-gejala
nyeri pada perut kiri atas, nyeri pada daerah pectoralis,
precordium yang kadang-kadang menjalar ke leher, sehingga
menyerupai gejala angina pectoris atau penyakit jantung
iskemik. Tetapi biasanya tempat rasa nyeri adalah di sebelah
kiri dan tidak tepat midsternal seperti pada angina pectoris.
Karena pada sebagian besar penderita tidak ditemukan
kelainan organik, terapi dengan sendirinya hanya bersifat
empirik. Kalau etiologi pada seorang kasus dapat diketahui
dengan jelas, misalkan perut kembung bila memakan kacang,
kol atau lobak, terapi akan sangat sederhana, yaitu mengeliminasi makanan tersebut dari dietnya. Sayang bahwa pada
sebagian besar penderita makanan yang dapat menimbulkan
gejala-gejala tersebut sangat banyak macamnya, sehingga terapi
dengan mengendalikan diet menjadi tidak praktis. Penderita
yang menunjukkan anxietas berlebihan memerlukan tranquilizer dan dorongan moril bahwa penyakitnya tidak berbahaya
PETUNJUK-PETUNJUK
BAGI PENGIRIM KARANGAN
Majalah CERMIN DUNIA KEDOKTERAN dapat memuat kiriman karangan-karangan yang berupa :
a. pembahasan satu topik yang aktuil (tak lebih dari 2500
kata)
b. pengalaman dalam praktek yang sangat mengesankan
atau yang dapat dipergunakan sebagai pelajaran bagi
dokter lain (tak lebih dari 500 kata)
c. humor ilmu kedokteran (tak lebih dari 200 kata)
d. abstrak-abstrak (tak lebih dari 200 kata)
q Karangan-karangan tersebut harus belum pernah dimuat
didalam majalah lain.
q Karangan ditulis dalam bahasa lndonesia secara ringkas
dan diketik diatas kertas putih dengan memberi cukup
ruang pinggir serta dua spasi diantara garis-garis.

dan hanya bersifat fungsionil. Bila dicurigai adanya kekurangan sekresi enzim-enzim pencernaan, dapat diberikan berbagai preparat suplemen enzim (Vitazym , Librozym dsb),
Pada situasi akut, intubasi mungkin diperlukan.
Peranan obat-obat absorben, seperti arang ( eharcoal,
Norit ) kini sangat diragukan kegunaannya. Mungkin ini
tak lebih daripada plasebo belaka. Akhir-akhir ini obat yang
menonjol untuk mengatasi gangguan perut oleh gas ialah
dimetil-polisiloxan (simethicone), suatu derivat silikon yang
tidak toksik, aman dan tidak dirusak oleh enzim-enzim
pencernaan. Zat ini dapat diberikan sebagai preparat tersendiri (Mylicon ) atau dalam kombinasi dengan obat lain
(Promag suspensi/tablet mengandung 25 mg/5 ml atau per
tablet ; Mylanta mengandung 20 mg/5 ml). Sebelum dipakai dalam bidang kedokteran, derivat-derivat silikon telah
banyak dipakai dalam industri untuk mencegah pembentukan
busa dan menghancurkan busa yang telah terbentuk. Sifat
ini diakibatkan oleh aktifitasnya terhadap permukaan gelembung gas (menurunkan tegangan permukaan) sedemikian sehingga gelembung-gelembung gas pecah atau berkumpul menjadi gelembung yang besar sehingga mudah pecah.
CH 3

CH 3

CH3 Si O --- Si C H 3
|
|
CH 3
n
CH 3
Pada sistem pencernaan manusia, kesulitan pembuangan
gas sebagai flatus antara lain memang disebabkan oleh karena
gas berada dalam gelembung-gelembung kecil yang menyerupai busa. Pembentukan gelembung ini ternyata dibantu oleh
lendir/mukus dalam saluran pencernaan. Peranan mukus ini
telah dibuktikan dalam berbagai percobaan : (i) subyeksubyek percobaan yang diminta meminum mukus ternyata
mengalami gejala-gejala yang serupa dengan gangguan karena
pengumpulan gas dalam perut, (ii) telah dibuktikan ada
korelasi antara kekentalan mukus dalam perut dan tingkat
beratnya keluhan penderita, (iii) stress dan anxietas terbukti

q istilah asing sedapat mungkin dihindari


q Redaksi berhak untuk mempersingkat, memperbaiki
susunan naskah atau bahasanya, bila dianggap perlu.
q Daftar kepustakaan harus disusun dengan urutan sebagai berikut :
NAMA PENULIS (dengan huruf besar) : Judul karangan,
Nama majalah, volume : nomor halaman, tahun penerbitan.
q Bila karangan dimuat dalam CDK maka bagi pengirim
disediakan honorarium sebesar :
untuk (a)
Rp 10.000,
(b)
Rp 3.000,
(c) dan (d) . Rp 1.000,
Redaksi Cermin Dunia Kedokteran

Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

23

ikut meningkatkan pembentukan mukus atau sekresi mukus


dalam saluran pencernaan.
Dengan cinegastroskopi terlihat bahwa dimetil-polisiloxan
yang diberikan per oral berhasil menurunkan tegangan permukaan mukus yang meliputi gelembung gas sehingga terlihat
gelembung-gelembung gas yang pecah-pecah atau berkumpul
menjadi gelembung yang besar, yang secara teoritis lebih
mudah dikeluarkan. BE R N S TE IN dkk. mencoba menyelidiki
dengan penyelidikan terkontrol, apakah obat tersebut dalam
klinik dapat mengurangi keluhan-keluhan postprandial setelah
orang-orang percobaannya memakan makanan tertentu yang
menyebabkan pembentukan gas. Ternyata 82% orang percobaannya melaporkan berkurang/hilangnya keluhan-keluhan,
dibandingkan dengan 35% yang memakan plasebo. Di samping itu simethicone bekerja cepat ; dalam 15 - 20 menit
keluhan telah hilang/berkurang. WEISS mencoba simethicone
untuk mengatasi keluhan gas, baik pada kelainan fungsionil
maupun kelainan organik seperti cholecystitis, diverticulitis,
ulkus peptikum, gastritis dsb. Pada percobaan tersebut keluhan perut kembung/begah, meteorisme dsb. berkurang pada
57% dari penderita-penderita. Dyspepsia berkurang dengan
66%, sedang eructation/belching/bertahak menjadi lebih jarang, hanya ditemukan pada 26% penderita. Tidak ditemukan
efek samping apapun dalam percobaan-percobaan tersebut
diatas
Keluhan-keluhan perut kembung dan kolik juga sering
dijumpai setelah operasi-operasi perut atau pelvis ; setelah
sectio cesaria atau laparotomi pelvis jumlah penderita yang
mengalami gangguan gas tersebut mencapai 2/3 dari seluruh
penderita. Secara konservatif biasanya diberikan injeksi prostigmin dan enema sehingga terjadi hiperperistalsis yang di-

harapkan dapat mengeluarkan gas dari dalam perut ; akan


tetapi akibat hiperperistalsis tersebut penderita akan lebih
merasa nyeri. Oleh GIBSTEIN dkk., dengan ' double-blind
study' pada 1292 kasus, telah dicoba kemampuan simethicone
untuk mengatasi keluhan-keluhan post-operasi sectio cesaria
atau histerektomi abdominal. Hasil-hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa pemberian simethicone dalam dosis 80 mg
setiap 4 jam sampai 14 kali, secara statistik sangat bermanfaat,
sehingga oleh para peneliti tsb. dianjurkan pemberian obat
tsb. secara rutin pada penderita-penderita post-operasi pelvis.
Sebagai kesimpulan, keluhan karena gangguan gas sering
ditemukan dalam klinik. Etiologinya sangat kompleks dan
sulit ditetapkan pada tiap kasus ; oleh sebab itu terapi
sering bersifat empirik. Dimetil-polisiloxan merupakan obat
baru yang memberi harapan baik dalam mengatasi simptomatologi gangguan gas, akan tetapi penyelidikan-penyelidikan
masih harus diteruskan untuk memastikan kebenaran hasil
riset yang telah dilakukan, disamping untuk menggali potensipotensi obat tsb. untuk digunakan dalam keadaan-keadaan
lain.
KEPUSTAKAAN
1. LEVITT MD : lntestinal gas. Warren-Teed G.I. Tract 4 (2) : I5-19,
1974.
2. WEISS J
Etiology and management of intestinal gas Curr Therap
Res 16 : 909-920, I974
3. BERNSTEIN JE, SCHWARTZ : An cvaluation of thc cffcctiveness
of simethiconc in acutc upper gastrointestinal distress.Curr Therap
Res 16 : 617-620, 1974.
4. GIBSTEIN A et al : Prevention of post-operative abdominal
distention and discomfort with simcthicone. Obs (Gyn 38 : 386-389,
1971.

BARU !

EFEK SAMPING OBAT


Tebal : I4I halaman.

Ukuran : 15,5 x 22,5 cm.

Rp. I500,-

Buku ini merupakan kumpulan naskah yang dibicarakan dalam


si mposium terakhir yang diselenggarakan oleh IKAFI Cabang Jakarta
& Proyek Monitoring Efek Samping Obat Jakarta.
Dalam simposium ini efek samping obat dibahas mulai dari
dasar farmakologik, pengaruh faktor farmasi, sampai manifestasi
kliniknya oleh berbagai ahli farmakologi, farmasi, penyakit dalam,
bagian anak, obstetri ginekologi, T.H.T. dsb:
KINI TERSEDIA :

NEUROLOGI PRAKTIS
oleh : Soemarmo Markam
Lektor dalam Ilmu Penyakit Saraf - FKUI & Akademi Perawat RSCM- Jakaria.
Tebal : I20 halaman.

Ukuran : 14,5 x 20 cm.

Rp 1000,-

Buku ini berguna bagi para dokter maupun mahasiswa sebagai pegangan praktis dalam menghadapi kasus-kasus neurologik. Sebagai
pengajar pada Akademi Perawat, dalam buku ini beliau menekankan juga segi-segi perawatan/management penderita penyakit saraf,
sehingga disediakan bab-bab khusus yang antara lain membahas masalah perawatan penderita yang harus berbaring lama, dekubitus,
fisioterapi, kompres, gangguan miksi & defekasi, gizi, infus, shock peredaran darah, koma dan sebagainya.
KALMAN Jl. Cikini Raya 63 -- Jakarta Pusat.

24

Cermin Dunia Kedokteran

No. 7, 1976

Pesanan luar kota + ongkos kirim 5%, minimum Rp. 250,--

PROCTOCOLITIS
dr. B. Marpaung
Kepala Sub-bagian Gastroenterologi
Bagian Penyakit Dalam FK-USU
Medan.

PENDAHULUAN

Proctocolitis adalah suatu peradangan yang non-spesifik dari


mukosa usus tebal (colon) yang tidak diketahui penyebabnya.
Hampir 95% dari penyakit ini mengenai mukosa rectum dan
sigmoid. Nama yang lain untuk penyakit ini adalah Colitis
Ulcerosa, tapi nama ini sering memberikan gambaran yang
salah karena tidak selalu dijumpai gambaran ulserasi dari
mukosa usus. Terminologi proctocolitis lebih tepat karena
mengingatkan kita akan keterlibatan colon dan rectum, berbeda dari penyakit Crohn yang sering sekali mengenai Ileum
terminale. Proctocolitis ini telah banyak dilaporkan di negara
Barat dan Amerika, terutama bangsa-bangsa yang ada hubungannya dengan ras Kaukasus. Juga di kalangan orang-orang
Barat penyakit ini mempunyai insidens yang tinggi di kalangan
orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan Jahudi.
Di Indonesia penyakit ini masih jarang dilaporkan secara
terperinci. Kami telah melaporkan proctocolitis di Rumah
Sakit Umum Pusat Medan pada KOPAPDI III di Bandung.
ETIOLOGI

Sampai saat ini belum diketahui penyebab yang nyata


dari penyakit ini. Banyak faktor-faktor yang disangka sebagai
penyebab penyakit ini, tapi belum didapati hubungan erat
antara faktor-faktor yang ada dengan proses penyakit.
Teori-teori yang dianut adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Faktor keturunan
Alergi terhadap susu
Penyakit autoimun
Faktor psikologik
Faktor infeksi bakteri atau virus.
Alergi terhadap faktor yang tidak diketahui.

penderita proctocolitis berhenti minum susu gejala-gejala


penyakit ini akan berkurang, atau penyakit ini akan kambuh
kembali bila si penderita penyakit ini diberi minum susu.
Banyak diantara klinikus mempunyai pengalaman bahwa
ketegangan jiwa didapati sebagai faktor pencetus penyakit
ini. Tapi sampai saat ini belum diketahui penyebab yang
nyata dari penyakit ini.
GAMBARAN KLINIK

Gambaran klinik dari penyakit ini menunjukkan serangserangan penyakit dengan menceret, berak berlendir dan
berdarah, dan mempunyai masa-masa bebas serangan penyakit
pada waktu-waktu tertentu di antara serang-serangan penyakit.
Gambaran penyakit bisa berbentuk ringan sekali, tidak sampai
mengganggu pekerjaan sehari-hari, tetapi penyakit yang berat
menunjukkan gejala-gejala toksis, dehidrasi dan demam tinggi,
diikuti oleh menceret darah dan lendir yang terus menerus
sehingga mengakibatkan kekurangan protein tubuh dan gangguan elektrolit seperti hipokalemia. Perasaan sakit di .perut
kiri bawah, kejang perut, perut gembung sering didapati pada
penderita proctocolitis.
Secara klinik proctocolitis dapat dibagi atas proctocolitis ringan, sedang, dan berat seperti terlihat pada tabel
dibawah ini.
PEMBAGIAN KLINIK DARI PROCTOCOLITIS

Gejala/Tanda-tanda
Menceret/24 jam
darah pada tinja
Suhu badan
Anemia
Elektrolit
Laju endap darah

Berat
6 x atau lebih
nyata
lebih 37,8C
jelas
terganggu
> 30 mm/1 jam

Ringan
3 x atau kurang
hanya sedikit
normal
sedikit
normal
( 30 mm/1 jam

Masing-masing teori ini mempunyai data-data, misalnya


pada 8 orang dari 3 generasi
proctocolitis ini didapati
keturunan sehingga menganggap bahwa faktor bakat untuk Proctocolitis yang sedang berada diantara Proctocolitis ringan
mendapat penyakit
ini didapati pada keturunan ini. Bila dan berat.
Cermin Dunia Kedokteran No, 7, 1976

25

DIAGNOSTIK

Bagaimana menegakkan diagnosa proctocolitis ? Yang


penting adalah kecermatan untuk menduga bahwa seorang
penderita itu menderita proctocolitis. Riwayat penyakit yang
menunjukkan adanya menceret dibarengi dengan lendir dan
darah telah cukup untuk menyangka seseorang itu menderita
proctocolitis. Rectal toucher harus segera dilakukan untuk menyingkirkan Ca. recti. Di daerah kita ini harus dipikirkan
kemungkinan infeksi bakteri dan Amoeba dysentri dengan
pemeriksaan mikroskopik terhadap feses dan pemeriksaan
kultur feses untuk menyingkirkan infeksi oleh kuman-kuman
patogen lain. Karena 95% dari proctocolitis ini mengenai
recto-sigmoid, maka salah satu alat untuk mepegakkan diagnosa adalah pemeriksaan rectosigmoidoskopi dan biopsi. Secara
rektoskopi dapat dilihat kelainan-kelainan pada mukosa rectum dan secara histopatologi ditentukan adanya peradangan
yang disebabkan proctocolitis ini. Pemeriksaan radiologik
dengan Barium enema memegang peranan juga dalam menegakkan diagnosa penyakit ini disamping untuk mengetahui
luasnya penyakit ini sampai kedaerah caecum. Tetapi dalam
keadaan proctocolitis yang berat dan akut pemeriksaan radiologik ini harus ditunda, mengingat bahaya perforasi pada
waktu pemeriksaan ini. Diagnostik yang biasa dipakai adalah
riwayat penyakit yang khas, tidak ditemuinya microorganisme,
dan pemeriksaan rektosigmoidoskopi serta biopsi yang positif.
KOMPLIKASI

Komplikasi dari proctocolitis dibagi atas 2 bagian :


(a) komplikasi lokal
(b) Komplikasi sistemik
Yang ditakuti adalah komplikasi lokal seperti perforasi, perdarahan yang hebat dan dilatasi akut dari colon. Komplikasi
sistemik dapat berupa pyoderma ganggrenosum, conjunctivitis,
iridocyclitis, arthritis dan ankylosing spondylitis. Degenerasi
Malignan lebih sering didapati pada penderita-penderita proctocolitis dibandingkan dengan orang-orang tanpa proctocolitis,
dan diperkirakan bahwa degenerasi malignan ini paling sering
pada penderita proctocolitis yang telah menderita 10 tahun
atau lebih dan juga pada penderita yang telah menderita
penyakit ini sejak masa kanak-kanak atau masa muda.
PENGOBATAN

Secara ringkas dapat diterangkan disini pengobatan dari


proctocolitis. Harus. diciptakan hubungan yang baik antara
penderita, dokter, pengobatan dan ahli bedah. Penderita.
proctocolitis yang berat sebaiknya dirawat di rumah sakit
untuk mendapat istirahat jasmani dan rohani, dan pengaturan
diet. Harus dicatat kejadian-kejadian sehari-hari pada penderita
dan bila perlu dilakukan koreksi terhadap keadaan anemia,
gangguan elektrolit dan kemungkinan-kemungkinan terjadinya
komplikasi.
Diet terdiri dari makanan berkalori 3000 kal dan paling
sedikit mengandung 100-120 gr protein sehari. Diet harus
terdiri dari makanan lunak dan rendahsisa, serta tidak mengandung susu. Obat-obat yang dapat dipakai ialah obat
anti-diarrhoea dan anti-cholinergik. Tranquilizer dapat diberikan juga. Untuk penderita yang berat dapat dimulai dengan
pemberian corticosteroid; dapat diberi 40 - 60 mg/hari
26

Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

prednisolone per oral, atau parenteral 2 x 20 mg prednisolone


21 - phosphate, atau dapat juga diberikan 2 x 100 mg
hydrocortisone hemisuccinate secara topikal. Untuk mencegah
terjadinya relaps dari penyakit dapat diberikan golongan
Salisilazosulfa pyridin-( Salazopyrin ) sebanyak 6-10 gr/hari.
Pemberian salazosulfa pyridin ini dalam Waktu lama bisa
memberi efek samping seperti anemia dari agranulositosis.
Tindakan pembedahan pada proctocolitis ini dipertimbangkan
bila ada komplikasi lokal. Juga pada proctocolitis yang sangat
berat dipertimbangkan tindakan ini. Pada proctocolitis yang
kronik ditakutkan terjadinya Ca. colon; dalam hal ini dipertimbangkan untuk menjalani operasi. Proctocolitis dengan
komplikasi sistemik yang susah diobati perlu juga dipertimbangkan untuk menjalani operasi.
Proctocolitis di lndonesia

Masih jarang didapati laporan-laporan tentang " incidence


rate " dari proctocolitis di Indonesia. Pada sub-bagian gas-.
troenterologi/Bagian Penyakit Dalam Fak. Kedokteran U.S.U.
di Medan selama tiga tahun (permulaan 1973 - permulaan
1976) kami telah menyelidiki 180 penderita tersangka menderita proctocolitis dan pada semua penderita ini kami lakukan pemeriksaan rektosigmoidoskopi.
Dari 180 penderita ini kami lakukan 120 kali biopsi
rektum dan dari hasilnya kami memperoleh jawaban bahwa
30 penderita menderita proctocolitis. Kriteria kami dalam
menegakkan diagnosa proctocolitis ini ialah :
1. Gejala yang khas.
2. Gambaran yang khas dari rektosigmoidoskopi.
3. Hasil yang positip dari biopsi rektum.
Ringkasan

Telah diuraikan tentang pengertian dari proctoeolitis, gejala-gejala dan


tanda-tanda dari penyakit, diagnostik dan pengobatan dari proetocolitis.
Dari pemeriksaan 180 kali rektosigmoidoskopi kami mengambil 120
kali biopsi dari rektum dan dari sini kami memperoleh 30 kasus
penderita proctocolitis (hasil biopsi yang positip).
Ternyata di Sumatra Utara insidens dari proetoeolitis ini agak tinggi
dan masih memerlukan penyelidikan yang lebih lanjut.

KEPUSTAKAAN
1. BONNEVIE OP and P, ANTHONIESEN : An epidemiological study
of ulcerative colitis in Copenhagen Country. Scandinar J Gastrocnt
3 : 432 - 438, 1968.
2. MARPAUNG B, LUKMAN HAKIM ZEIN, SUGITO HUSODOWIJOYO : Proctocolitis di rumah sakit umum
pusat Propinsi
Sumatra Utara Medan. KOPAPDI III Bandung 1975.
Chines 3. CHUTTANI KK et al : Non spesific ulecrative colitis in
and Indians in Singapore. Med J Austr 2 : 361 - 365, 1971.
4. JONES FA, GUMMER JWP, and LENNARD-JONES JE : Clinical
Gastroenterology. Blackwell, Oxford, 1968.
5. MIRANDA M et al : Uleerative colitis in Costa Rica. Gastroenterology 56 : 310 - 315, 1969.
6. RANDHAWA et al : Ulcerative colitis in West Pakistan. Brit J Clin
Pract 16 : I35, 1962.
7. SPIRO H M : Ulcerative colitis in Clinical Gastroenterology. Collin
Mac Millan Ltd 1970, 575.
8. THOMSON TJ : Ulcerative colitis, in Gastroenterology : An
integrated Course. Churchill-Living Stone. Chapter x : 198.

tinjauan kepustakaan :

Aspek Epidemiologi
Hepatoma
Hepatoma atau karsinoma hati primer merupakan jenis kanker yang banyak terdapat di Indonesia. Berman
pada tahun 1951 melaporkan bahwa insidens hepatoma di Sumatra dan Jawa merupakan insidens yang
tertinggi di dunia, yaitu 1,31% dari jumlah autopsi. Ini menarik perhatian untuk menyelidiki secara lebih
mendalam tentang hepatoma.
Dalam mempelajari faktor-faktor etiologik suatu penyakit dapat diambil beberapa jalan. Percobaanpercobaan pada binatang mempunyai suatu kekurangan yaitu bahwa hasil yang didapat pada binatang tidak
selalu sesuai dengan hasil pada manusia. Cara kedua ialah mencoba menginduksi suatu penyakit pada manusia.
Untuk kanker hati, percobaan untuk menimbulkannya pada manusia secara moril tak dapat dipertanggung-jawabkan, karena ini masih merupakan penyakit yang tak dapat disembuhkan. Jadi rupanya cara ketiga
yaitu cara epidemiologiklah yang dapat kita perdalam.
I NSIDENS & DISTRIBUSI GEOGRAFIK
Karsinoma hati primer sering ditemukan di daerah-daerah
Asia dan Afrika, sebaliknya jarang dijumpai di Amerika
Serikat, Eropa, Uni Soviet dan Australia. Pada kepustakaan
yang lama disebutkan bahwa karsinoma hati primer terdapat
pada 1 dalam 400 pemeriksaan autopsi (0,25%) dengan jarak
('range') antara 0,02 sampai 1,05% (1). Angka 1,05% tersebut
(1 : 100) menunjukkan frekwensi yang lebih besar di beberapa daerah di Asia dan Afrika (0,74 sampai 1,05%). Dikatakan bahwa insidens lebih besar pada ras kulit berwarna
dibanding dengan ras kulit putih. Tetapi ternyata ini hanya
berlaku untuk ras tersebut yang tinggal di daerah asalnya,
seperti terbukti bahwa insidens bagi orang-orang Negro di
Amerika adalah jauh lebih kecil dari pada insidens bagi
orang-orang Negro di daerah asalnya, Afrika. Variasi berdasarkan ras ini akan dibicarakan lebih lanjut (di bagian belakang).
Angka insidens yang tinggi sekali dilaporkan oleh BERMAN
(2) yang mengumpulkan data-data karangan SNIJDERS &
STRAUB (1923), KOUWENAAR (1932) dan BONNE (1935)
pada penyelidikan-penyelidikan di Sumatra dan Jawa. Karsinoma hati didapatkan pada 1,31% dari 8235 autopsi pada
penyelidikan tersebut. Sampai saat ini, inilah insidens tertinggi yang pernah dilaporkan. Variasi insidens hepatoma
berdasarkan distribusi geografik dapat dilihat pada Table I,
II dan III. ELKINGTON dkk. (3), dan PEQUIGNOT (4)
mengatakan bahwa insidens hepatoma pada beberapa puluh
tahun terakhir ini telah meningkat dengan nyata. Penyelidikan
PATTON & HORN berdasarkan autopsi di berbagai rumah
sakit di Amerika menyokong hal ini. Sebagai contoh, tahun
1916 sampai 1955 insidens hepatoma di rumah sakit Henry
Ford adalah 0,34% ; angka tersebut menjadi 2 kali lipat
dalam jangka waktu tahun 1956 sampai 1963 (5),
Dibandingkan dengan seluruh kanker organ tubuh lain,
SCHIFF mengumpulkan data-data bahwa hepatoma merupakan 1,5% dari seluruh kanker (1). Angka inipun menunjukkan
variasi geografik yang besar sekali, dari 1,2% di Eropa sampai
50,9% di Afrika Selatan (Tabel I). Untuk Indonesia, BONNE
mendapatkan angka 16,5%, suatu angka yang tertinggi dibandingkan kanker pada alat-alat lain. Penyelidikan yang lebih
baru oleh RUKMONO dkk. tahun 1960 memberikan angka
1,6% untuk orang-orang Indonesia dan 2,4% untuk orang-

orang Tionghoa (6). Tahun 1968 KUSUMAWIDJAJA melaporkan insidens sebesar 3,91% (7) ; Hepatoma yang dalam
laporan BONNE menduduki tempat teratas pada penyelidikan
ini hanya menduduki tempat ke 8. Sebab-sebabnya masih
belum diketahui dan sedang dalam penyelidikan.
Hepatoma jauh lebih sering didapatkan pada laki-laki dari
pada wanita. SCHIFF (1) memberikan perbandingan 6:1,
tetapi angka ini tidak berlaku untuk daerah Amerika dan
Eropa. HIGGINSON (8) mendapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna dari insidens berdasarkan kelamin
bagi kedua daerah tersebut (Tabel II dan III). Perbedaan ber,
dasarkan kelamin dan ras terlihat jelas pada daerah-daerah
Afrika dan Asia. Penyelidikan SHARPER (9) di Uganda memberi data bahwa penduduk laki-laki Rwanda tiga kali lebih
sering menderita hepatoma dari pada penduduk laki-laki suku
Baganda, sedang untuk penduduk wanita tidak ada perbedaan
antara suku Rwanda dan Baganda.
Hepatoma jarang sekali ditemukan pada anak-anak dan
bayi. Golongan umur di mana didapatkan frekwensi tertinggi berbeda-beda pada tiap-tiap daerah. Bila insidens berdasarkan golongan umur dibandingkan pada beberapa daerah,
terdapat perbedaan yang besar sekali pada golongan umur
tertentu. Insidens relatip tertinggi yang pernah dilaporkan
ialah pada penduduk laki-laki Bantu, Mozambique, di mana
untuk golongan umur 25 - 34 tahun angkanya 500 kali dari
pada angka tersebut di Amerika Serikat (156 : 0,3). Meskipun
demikian, untuk golongan umur 65 - 74 tahun angka tersebut
TABEL I*
Jumlah
autopsi
Eropa
Amerika Serikat
Afrika Selatan
Cina
Filipina
lndia
Jepang
Jawa

248.053
108.632
8.068
23.764
13.876
14.768
15.565
8.253

%
hepatoma
0,14
0,27
1,1
0,90
0,44
0,32
0,97
1,31

kanker pada
seluruh organ
24.537
5.602
2.796
456
275
222
4.146
262

%
hepatoma
1,2
2,5
50,9
33,0
22,2
17,5
7,5
41,6

* menurut Berman, 1951.


Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

27

hanya kira-kira 2 kali lipat. Bagi penduduk wanita, juga ada


perbedaan, tetapi tidak sejelas seperti padapenduduklaki-laki.
Untuk ras yang sama tetapi di daerah yang berbeda, juga ada
perbedaan dalam insidensnya. Insidens karsinoma hati pada
penduduk laki-laki Bantu golongan umur 25 sampai 34 tahun
di Mozambique adalah 15 kali penduduk laki-laki Bantu di
Afrika Selatan. Di Singapura, SHANMUGARATNAM (10)
menemukan bahwa kanker hati dijumpai lebih sering pada
orang-orang Tionghoa yang dilahirkan di daratan Cina dari
pada orang-orang Tionghoa yang lahir di Singapura. Di Amerika Serikat kanker hati lebih sering ditemukan pada
golongan umur lanjut, di atas 55 tahun, sedang di Mozambique frekwensi tertinggi ditemukan pada golongan umur
yang lebih muda. Di Johannesburg dilaporkan adanya variasi
insidens pada musim-musim yang berlainan ; ini tak didapatkan di daerah-daerah lain (11). Di Jepang tumor hati sering
dijumpai, tetapi kenaikan insidensnya hanya sedikit sekali
dibandingkan dengan kenaikan di Amerika. Di India, kenaikan
insidens tid ak ditemukan di daerah utara & barat, ada sedikit
kenaikan insidcns di selatan. Data-data dari daerah Asia Tengah dan Timur Tengah masih sedikit sekali.

TABEL II
INSIDENS DARI KARSINOMA HATI PRIMER DI AMERIKA
SERIKAT DAN AFRIKA
( angka/100.000)
laki-laki

Gol.

USA

USA

Umur

kulit
putih

kulit
berwarna

PENDAPAT-PENDAPAT SEKARANG MENGENAI


ETIOLOGI HEPATOMA PADA MANUSIA
Telah diketahui bahwa ada daerah-daerah di mana insidens
karsinoma hati tinggi dan ada yang rendah. Data-data yang
ada sekarang ini tidak cukup untuk menarik kesimpulan
apakah pada kedua daerah tersebut karsinoma hati disebabkan
oleh stimulus yang sama tetapi berbeda kekuatannya, ataukah
jenis stimulus yang bekerja dalam kedua daerah tersebut
berlainan. Bila melihat perbedaan dalam distribusi umur
untuk Afrika dan Amerika, tampaknya keterangan yang kedua itulah yang lebih mungkin. Pada daerah-daerah tertentu
terdapat kenaikan insidens hepatoma, akan tetapi tidak didapatkan korelasi dengan kenaikan insidens kanker alat-alat
tubuh lain ; jadi stimulus yang bekerja dalam daerah tersebut
dapat dianggap hanya karsinogenik untuk hati, tidak untuk
alat-alat lain. Hipotesa-hipotesa yang akan diajukan harus

28

Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

0,4
0,0
1,2
3,1
13,0
16,0
1 6,2
32,4

0,6
2
10
22
37
45
127
59

Mozambique

15
114
1 56
227
101
111
53

Uganda

1,6
8,6
11,8
18,9
3,7
15,2
13,9

menurut Higginson, 1963

TABEL III
INSIDENS DARI KARSINOMA HATI PRIMER DI AMERIKA
SERIKAT DAN AFRIKA

Hubungan cirrhosis dan hepatoma


Hepatoma sering ditemukan pada hati yang telah mengalami cirrhosis. 60 sampai 90% karsinoma hati disertai cirrhosis, sedang 2 - 50% penderita cirrhosis mendapat hepatoma.
Frekwensi hubungan kedua kelainan ini berbeda-beda dari
daerah satu ke daerah lain, dan kenaikan insidens hepatoma
tidak selalu disertai kenaikan cirrhosis. Perbandingan angka
kematian karena cirrhosis di Johannesburg dan Amerika Serikat untuk penduduk laki-laki tidak mencapai 2 : 1, sedang
kematian karena hepatoma adalah 10 kali lipat lebih banyak
di Johannesburg (s). PEQUIGNOT (4) dalam penyelidikan
autopsinya dari tahun 1959 - 1966 melaporkan bahwa insidens cirrhosis tidak berubah, kira-kira 14% dari autopsi,
sedangkan jumlah cirrhosis yang disertai dengan hepatoma
telah meningkat dari 2 menjadi 14%. Ia menganggap kenaikan
ini sebagai akibat perpanjangan jangka waktu hidup penderita
cirrhosis. Kemungkinan kedua diajukan oleh FIERS, yaitu
bahwa karena akhir-akhir ini penyakit-penyakit banyak yang
dapat disembuhkan, ini secara relatip menaikkan persentasi
materi postmortem dari penyakit-penyakit yang masih belum
dapat disembuhkan seperti karsinoma hati (12), HIGGINSON
(13) menganggap bahwa hubungan antara cirrhosis dan karsinoma hati bukan sebagai hubungan kausal, tetapi suatu manifestasi yang berbeda dari satu stimulus yang sama. Cirrhosis
sendiri bukan suatu kelainan pre-kanker baik pada manusia
maupun pada binatang. Sebagai contoh, karbon tetrachlorida
merupakan zat cirrhogenik yang kuat pada tikus, tetapi tak
menimbulkan kanker hati pada species ini.

0,2
0,2
0,3
0,8
4,4
21,1
23,5
38,3

015 25 35 45 55 65 75 -

Johannesburg

(angka/100.000)
wanita

Gol.

USA

Umur

kulit
putih

0
15
25
35
45
55
65
75

0,1
0,1
0,1
0,5
4,5
13,0
20,8
46,6

USA
kulit

Johannesburg

Mozambique

Uganda

berwarna

0,4
0,6
1,0
1,7
5,2
10,4
8,7
8,1

0
0,7
2,5
3,4
7,2
75,5
49,7
49,4

4
32
36
56
36
66
55

0,8
2,5
5,2
6,3
5,0

menurut Higginson, 1963

dapat menerangkan mengapa di daerah tertentu insidensnya


tinggi, selain itu harus dapat juga menerangkan mengapa
terdapat perbedaan distribusi umur yang menyolok pada
berbagai daerah.

1. mineral-mineral : tahun 1960 HADDOW mengemukakan bahwa besi dapat merupakan zat karsinogenik. Hal ini
menarik perhatian karena pada orang-orang Bantu ditemukan
hemosiderin dalam jumlah besar, yang mencapai 4 - 5% berat
kering dari hati. Tetapi banyak daerah-daerah lain dengan
insidens tinggi di mana siderosis jarang ditemukan. Dilaporkan
bahwa dalam jaringan kanker hati kadar logam seng (Zn) dan
cobalt menaik, sedang kadar molybdenum menurun banyak.
Makna daripada penemuan ini masih belum diketahui.
2. Obat-obat penduduk asli dan zat-zat hepatotoksik :
Zat-zat hepato-karsinogenik yang telah dibuktikan pada percobaan-percobaan dengan binatang ada berpuluh-puluh jumlahnya, misalkan : golongan aromatic amine, aromatic amide,
zat warna azo, nitrosamine, ethionine, thiourea, alkaloid
pyrrolizidine dan sebagainya. Apakah zat-zat tersebut juga
karsinogenik bagi manusia masih merupakan pertanyaan.
Misalkan kita anggap bahwa zat-zat tersebut ada 'dalam obatobat asli penduduk, sukar diterangkan bagaimana mungkin
bahwa zat tersebut demikian luas distribusinya, dari Asia sampai Afrika dalam masyarakat yang berbeda-beda latar
belakang kebudayaannya. Di Jamaica sering ditemukan penyakit hati "veno-occlusive". akibat alkaloid senecio, sedang
lasiocarpine yang terdapat di dalam alkaloid tersebut dalam
dosis tunggal dapat menyebabkan kerusakan luas pada hati

tikus. Meskipun demikian di daerah tersebut tidak ada kenaikan insidens karsinoma hati. Alkohol jelas dapat menyebabkan
kerusakan hati ; dan misalkan diambil asumsi bahwa kerusakan ini merupakan predisposisi untuk timbulny karsinoma,
mengapa di Amerika Serikat dan Eropa di mana alkohol
sering diminum insidens kanker hatinya justru jauh lebih
kecil dari pada di Afrika ?
3. Pengaruh pencemaran lingkungan : zat-zat pencemar
lingkungan telah dipikirkan sebagai faktor penyebab hepatoma. SAMUEL (14) mengemukakan bahwa herbisida Maleichydrazide sangat hepatokarsinogenik untuk tikus. Akibat
kontaminasi ini, dalam setahun seseorang dapat memakan
zat ini dalam dosis sebesar 12 kali dosis yang diperlukan
untuk menyebabkan kanker. Tetapi inipun dapat dianggap
tak berpengaruh di Afrika di mana pencemaran alam masih
sedikit sekali.
4. Parasit-parasit : HOU (15) melaporkan kemungkinan
Clonorchis sinensis sebagai parasit penyebab karsinoma hati
di Tiongkok selatan, tetapi kelainan yang didapati terutama
adalah adenokarsinoma saluran empedu intrahepatik. Tingginya insidens hepatoma di daerah Tumen oleh SHAIN (16)
dihubungkan dengan infestasi yang luas dari parasit Opistorchis.
5. Pengaruh malnutrition : diet tertentu dapat mempeagaruhi efek karsinogenik berbagai zat pada percobaan-percobaan ; diet tanpa cholin saja dapat menimbulkan kanker hati
pada binatang percobaan. Data-data ini dan fakta bahwa
hepatoma banyak ditemukan pada masyarakat dengan diet
yang jelek, membuat kita berpikir apakah malnutrition sendiri
dapat menyebabkan hepatoma pada manusia. Hipotesa ini disokong oleh data bahwa kwashiorkor ditemukan secara
meluas di daerah-daerah di mana insidens hepatoma tinggi.
Selain itu telah diketahui bahwa kwashiorkor dapat menyebabkan perlemakan hati yang luas, sehingga ada yang memikirkan kemungkinan rangkaian malnutrition perlemakan
hati cirrhosis kanker. Ini adalah pendapat yang salah
karena perlemakan hati akibat kwashiorkor tidak pernah
menyebabkan cirrhosis (s). Disamping itu sejauh ini tidak
ditemukan korelasi geografik antara tingkat gizi, defisiensi zat
makanan khusus dan kanker hati. Sebagai contoh, di banyak
daerah di India dan Amerika Latin ditemukan malnutrition
yang luas, tetapi sedikit ditemukan karsinoma hati.
6. Pengaruh Aflatoxin : aflatoxin adalah sejenis toksin
yang dihasilkan oleh jamur-jamur Aspergilus danPennicilium.
Aflatoxin ini ditemukan dalam kacang tanah pada tahun
1960 di Inggris yang menyebabkan kematian 100.000 ekor
kalkun. Pada penyelidikan belakangan didapatkan bahwa
aflatoxin adalah suatu zat hepatokarsinogenik yang kuat sekali, dapat menimbulkan hepatoma pada berbagai jenis binatang. Dari sini diambil hipotesa bahwa zat inilah yang menyebabkan karsinoma hati pada berbagai daerah. Hal yang
menyokong hipotesa ini adalah ditemukannya aflatoxin dalam
dosis tinggi dalam berbagai jenis makanan sehari-hari : beras,
jagung, ubi kayu, kacang tanah, oncom, tembakau, susu dan
sebagainya. Penyelidikan di Bogor menyokong hal ini.CAMPBELL dan SALAMAT (17) melaporkan bahwa di Filipina
di daerah-daerah yang insidens hepatomanya tinggi terdapat
konsumsi dari peanut butter dan jagung yang terkontaminasi.
Di Thailand, SHANK dan WOGAN (18) menunjukkan hubungan yang erat antara frekwensi kanker hati dan distribusi
makanan yang terkontaminasi aflatoxin di pasar-pasar. Meskipun aflatoxin sampai saat ini dipandang sebagai salah satu
zat hepatokarsinogenik yang terkuat dan telah ditunjukkan
hubungannya dengan distribusi makanan terkontaminasi di
berbagai daerah, namun hubungan langsung antara karsinoma
hati dan konsumsi aflatoxin masih belum dapat dibuktikan.
Seandainya belakangan nanti memang terbukti bahwa aflatoxinlah penyebab kanker hati pada manusia, akan dapat

diterangkan mengapa insidens karsinoma hati tinggi di Afrika


dan Asia karena- di daerah-daerah ini banyak bahan makanan
yang terkontaminasi dalam kadar tinggi, tetapi masih belum
dapat diterangkan mengapa ada perbedaan dari distribusi
menurut golongan umur di Afrika dan Amerika misalnya.
7. Peranan dari virus : pada tahun-tahun belakangan ini
perhatian penyelidik-penyelidik diarahkan pada kemungkinan
virus sebagai penyebab kanker hati. Virus tersebut adalah
virus hepatitis, tetapi bukti-bukti yang ada sekarang ini
masih bersifat spekulasi, berdasarkan atas observasi-observasi
berikut ini :
(a). Di Asia dan Afrika, kanker hati sering berkembang dari
eirrhosis "posthepatitis" atau "post nekrotik". Meskipun
cirrhosis ini dianggap merupakan akibat dari infeksi virus
hepatitis, banyak kasus-kasus yang tidak mengalami icterus.
Gambaran patologik yang sama dapat dilihat juga pada cirrhosis akibat alkoholisme. (8). Hepatitis virus adalah endemik
di Afrika dan Asia, dan pernah terjadi epidemi-epidemi yang
diikuti dengan cirrhosis. Cirrhosis post hepatitis ini menunjukkan gambaran yang sama dengan cirrhosis dimana kanker
hati timbul, ini menyokong bahwa keduanya disebabkan
penyebab yang sama virus hepatitis. Disamping itu tak
ada penyebab lain yang pernah dilaporkan sebagai penyebab
jenis cirrhosis ini untuk Afrika dan Asia.
(b). Didapatkan anggapan-anggapan yang luas bahwacirrhosis
post-nekrotik adalah akibat nekrosis massif yang akut, sekali
saja hal ini terjadi dapat disertai timbulnya cirrhosis. Tetapi
pada percobaan tak dapat ditimbulkan cirrhosis hanya dengan
menginduksi nekrosis masif sekali saja. Disamping itu ternyata
cirrhosis tersebut dapat timbul juga sebagai akibat hepatitis
kronik progressif. Jadi cirrhosis dapat terjadi juga meskipun
pada serangan pertama tidak ada icterus. Hepatitis kronik
tersebut akan menunjukkan inhibisi dan stimulasi epitel yang
oleh HADDOW (19) digambarkan sebagai sifat khas proses
karsinogenik.
(c). Penyelidikan dengan mikroskop elektron belum dapat
menunjukkan adanya partikel virus pada hepatoma, tetapi
virus tersebut juga tidak dapat ditunjukkan secara pasti pada
penderita-penderita hepatitis.
(d). Permulaan penyakit kanker hati di Afrika relatip pada
usia yang muda, distribusi umurnya relatip konstan dan
ditambah dengan laporan adanya variasi musiman di Johannesburg menyokong bahwa penyebabnya suatu virus. Kesukaran hipotesa ini ialah mengapa di daerah-daerah dengan
insidens hepatoma yang rendah mungkin disertai insidens hepatitis virus yang tinggi. Disamping itu tidak dapat dibuktikan
adanya variasi insidens hepatoma berdasarkan variasi insidens
hepatitis yang berubah-ubahmenurut musim di Denmark (20).
"TWO STAGE THEORY" : karena hipotesa berdasarkan
virus saja tidak memuaskan, diajukan teori ini. Teori ini
menyatakan bahwa kerusakan hati yang didapat pada masa
kanak-kanak menyebabkan reaksi yang berlebih-lebihan terhadap zat-zat hepatotoksik setelah dewasa. Stimulus yang
menyebabkan kerusakan pada masa kanak-kanak tersebut
ialah malnutrition/kwashiorkor. Meskipun kanker hati mungkin jarang ditemukan di daerah di mana kwashiorkor banyak
didapat, tetapi di daerah-daerah di mana kwashiorkor jarang
atau tak terdapat tidak terdapat insidens hepatoma yang
tinggi. Di Singapura, SHANMUGARATNAM (10) menemukan bahwa hepatoma jauh lebih banyak ditemukan pada
orang-orang Tionghoa yang dilahirkan di daratan Tiongkok,
meskipun 80% dari mereka itu telah tinggal di Singapura
lebih dari 20 tahun. Ini menunjukkan bahwa perubahanperubahan yang mula-mula sekali terjadi sebelum terjadi hepatoma telah didapat pada umur yang masih muda. Di Afrika
didapatkan bukti bahwa kwashiorkor dapat menyebabkan
kelainan metabolisme hati tanpa menyebabkan kelainan hisCermin Dunia Kedokteran No. 7. 1976

31

tologik. Kelainan ini, meskipun bukan langsung bersifat kanserogenik, menunjukkan bahwa ada kemungkinan terjadinya
kerusakan metabolisme lebih lanjut. Apakah pada keadaan
tersebut infeksi virus hepatitis merupakan "promoting agent"
atau merupakan "initiating agent" masih belum diketahui.

NBOK
KSEARVLlCM

AUSTRALIA ANTIGEN : DASAR GENETIK


DARI HEPATOMA

HEAD OFFICE :
Jl. Jend. A Yani (Pulo Mas) . Ph. 40549 Jkt.
BOOKSHOPS :
Jl. Cikini Raya 63, Jakarta
TERLENGKAP DALAM BIDANG KEDOKTERAN &
FARMASI
TERMURAH DALAM HARGA.................................

Atlas of Surgical Techniques


by Thorek P. 196 pp. 80 ilust. 655 figs. Rp. 13.500,
Bedside DiagnOstic Examination
by DeGowin & DeGowin. 1976. 952 pp. Rp. 5.950,
A COlor Atlas of General PatholOgy
by Gresham G.A. I976. 365 pp. Full of ilustr.
Rp. 9. 000,
Manual of POstOperative & Preoperative Care
Amer. Coll. of Surgeons. 3I contributors. 2 ed. 644 pp.
Rp. 6. 600,
Human PhysiOlOgy
by Shepard R.S. 2nd printing. 664 pp. 585 illustr.
Rp. I2.000,Techniques in Clinical Physiology
A survey of measurement in anaesthesiology

by Bellville J.W.

532 pp.

Rp. 8.000,

Differential Diagnosis in Pediatrics


A card-sort system of symptom analysis ( punchedcard method ).

by Athreya & Athreya.


Rp. 28.800,

270 punched cards + book.

A M.A. Drug Evaluation


I030 pp. Rp. I4.400,
2 ed.
The Diseases of OccupatiOns
by Hunter D I975. I225 pp. R p. 48. 75 0,
Massage : the Oriental Method
b y Serizawa K. 78 pp. + iliustr. ( hard cover ).
Rp. 3.500,
This book is about oriental massagc, combining the
best of Eastern and Western therapeutic methods.
Ongkos kirim Rp.350, per buku.

Australia Antigen pertama kali ditemukan oleh BLUMBERG dkk. pada tahun 1965 (21), dan kemudian diajukan
beberapa nama lain untuknya yaitu Hepatitis-Associated Antigen (HAA), serum hepatitis antigen, dan hepatitis antigen.
Hubungan antara HAA dengan hepatitis kronik ditemukan
pada penyelidikan pasien-pasien dengan sindroma Down pada
tahun 1966 (22). Pada penyelidikan itu ternyata bahwa seorang penderita yang pada test permulaan tidak mempunyai
HAA pada test berikutnya menunjukkan hasil positif, Ini
merupakan bukti pertama bahwa HAA bisa didapat. Penderita
tersebut kemudian menunjukkan gejala-gejala hepatitis-anicteric pada penyelidikan biopsi hati dan test-test biokimia.
Kemudian dilakukan penyelidikan pada penderita-penderita
hepatitis akut yang telah sembuh, penderita hepatitis kronik
dan penderita hepatitis akut yang diikuti hepatitis kronik.
Bila didapatkan HAA, HAA akan didapatkan dalam waktu
yang sebentar saja pada hepatitis akut, sedang pada hepatitis
kronik HAA akan didapatkan secara persisten, terus menerus,
SUTNICK(23) melaporkan bahwa dari 762 penderita hepatitis
kronik, 25 atau 30% mempunyai HAA. Hal ini menyokong
pendapat bahwa adanya suatu agen infeksius secara terus
menerus merupakan faktor penting pada perkembangan pepyakit itu. Meskipun terdapat bukti-bukti yang banyak sekali
tentang hubungan hepatitis virus dengan HAA, masih belum
dapat dibuktikan apakah HAA itu virus ataukah hanya produk dari sel hati yang rusak, hanya diketahui bahwa HAA
ini dapat ditularkan meskipun tanpa kontak parenteral. Karena eratnya hubungan HAA dengan hepatitis virus, dipikirkan hubungannya dengan hepatoma. Untuk ini SMITH (24)
mengambil serum dari 65 penderita hepatoma di Hong Kong,
Afrika Timur dan Amerika Serikat, dan dilakukan test terhadap HAA. Ternyata frekwensinya tidak berbeda dengan
frekwensi yang didapatkan pada penduduk setempat. Tetapi
belakangan ini ternyata di berbagai laboratorium didapatkan
frekwensi yang tinggi pada penderita-penderita hepatoma ;
di Taiwan, TONG (25) melaporkan bahwa 80% dari pende rita hepatoma yang diselidikinya mempunyai HAA, Variasi
geografik dari hubungan HAA dengan hepatoma dapat dilihat
di tabel IV.
TABEL IV
FREKWENSI HAA PADA HEPATOMA DIBERBAGAI DAERAH
daerah
SINGAPURA
JEPANG
UGANDA
SENEGAL
INDIA
TAIWAN
HONG KONG
AMERIKA
VIETNAM

penyelidik
Simon N.J.
Okochi K.
Vogel C.L.
Prince A.M.
Anand S.
Tong N.J.
Anthony KY.
Alpert E.
Welsh J.D.

penderita
114
19

11
55
80
51
26

% HAA
positif
3%
5%
40 %
42 %
63 %
80 %
1,3%
5,9%
0 %

Perbedaan frekwensi yang terlihat diatas dapat diakibatkan


oleh beberapa hal, misalnya faktor tehnik, di mana HAA
terdapat didalam serum tetapi tak dapat ditunjukkan dengan
cara immunoelectrosmophorese yang biasa karena kadarnya
32

Cermin Dunia Kedokeran No. 7, 1976

terlalu rendah. Kemungkinan lain ialah HAA tidak ditemukan


dalam serum karena HAA terikat dalam sel hati, atau memang ada faktor-faktor lain yang mempengaruhinya..SUTNICK dkk. (23) menekankan pentingnya "host-differences"
yang sama.
dalam bereaksi terhadap suatu agen infeksius
Jadi timbulnya gejala klinik dan manifestasi lain dari suatu
penyakit tidak hanya tergantung dari sifat agen infeksius
tersebut, tetapi juga tergantung dari reaksi tuan rumah dan
interaksi antara keduanya. Suatu agen infeksius yang sama
dapat menimbulkan penyakit yang berat pada seseorang, dapat menimbulkan gejala yang ringan saja pada lain
orang
atau sama sekali tidak menimbulkan penyakit. Ada juga
kemungkinan bahwa suatu agen infeksius yang sama akan
menimbulkan berbagai manifestasi penyakit yang berlainan.
Inilah sebabnya HAA selain ditemukan pada penderita- pende rita hepatitis virus, juga dilaporkan berhubungan dengan berbagai penyakit : sindroma Down, leukemia limfositik, penyakit Hodgkin, lepra lepromatosa, dan penyakit ginjal kronik.
Selain itu ada berjuta-juta orang yang mengandung HAA dalam serumnya tetapi sama sekali tak menunjukkan gejala
penyakit, kebanyakan orang ini tinggal di daerah tropik dan
di daerah dengan tingkat kesehatan yang rendah. Percobaan
telah dilakukan di Willow-Brook State School di mana pemberian serum yang HAA positip menghasilkan berbagai manifestasi klinik (26) ; antigenemia sementara biasanya terjadi
dan disertai hepatitis anicterie atau yang overt/nyata.
BLUMBERG dkk. (27) mengatakan bahwa yang penting dari
reaksi tuan rumah ialah "immune response " nya. Ia mengajukan bahwa individu-individu dengan HAA positip mempunyai immune response yang tak memadai, yang menyebabkan
predisposisi mereka terhadap beberapa penyakit, seperti lepra
lepromatosa. Seperti kita ketahui, jenis lepra ada bermacammacam. Lepra lepromatosa ditandai dengan kekebalan seluler

yang kurang baik. Ternyata frekwensi HAA pada penderita


lepra jenis ini lebih banyak dari pada jenis-jenis lain. SHERLOCK28) mengatakan bahwa variasi-variasi immune respon se mungkin diatur secara genetik dan inilah yang menentukan
apakah HAA akan didapatkan menetap atau sementara pada
keluarga-keluarga dan golongan etnik. Hal ini disokong oleh
penyelidik-penyelidik yang mendapatkan bahwa HAA dapat
diturunkan secara autosome-resesif. Jadi kepekaan seseorang
untuk mendapat infeksi HAA adalah sifat yang diturunkan.
Sebagai penutup pembicaraan mengenai HAA, dapat kita
ambil kesimpulan sebagai berikut. HAA berhubungan erat
sekali dengan hepatitis virus dan mungkin identik dengan
virus itu sendiri ; HAA dapat ditularkan tanpa kontak parenteral dan infeksi oleh HAA dapat menyebabkan antigenemia
yang menetap atau hanya sementara ; karena hepatitis tersebar luas di seluruh dunia, HAA juga tersebar luas. Manifestasi klinik dari infeksi akibat HAA bermacam-macam tergantung dari immune response tiap individu ; Immune response tersebut dikontrol oleh sifat-sifat genetik dan hal ini
diturunkan ; akibatnya ada golongan-golongan ras tertentu
yang mempunyai immune response sedemikian sehingga mempunyai predisposisi untuk hepatitis virus. Jadi meskipun HAA
tersebar luas, hanya golongan-golongan ras tertentu itu yang
menunjukkan manifestasi klinik ; Manifestasi klinik akibat
infeksi HAA ada bermacam-macam tergantung dari interaksi
antara HAA dan immune response, jadi ada yang menghasilkan gejala hepatitis akut, hepatitis kronik, hepatitis yang
kemudian disertai cirrhosis atau hepatoma. Dari sini dapat
diterangkan mengapa hepatoma terdapat banyak disuatu daerah tertentu dan mengapa di daerah-daerah di mana insidens
hepatitis tinggi mungkin disertai dengan insidens hepatoma
yang rendah, ini karena immune response yang berbeda.

dr. E. Nugroho

KEPUSTAKAAN
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.

SCHIFF L : Disease of the Liver. Philadelphia, Lippincott Co,


1956
BERMAN C : Primary Carcinoma of the Liver. London, Lewis
& Co, 1951
ELKINGTON SG et al : Hepatoma in cirrhosis. Brit Med J ii :
1501, 1963
PEQUIGNOT H et al : Primary carcinoma of the liver in
cirrhosis. Presse Med, 75 : 2595, 1967 in Excerpta Med Cancer
16 : abstr 5646, 1968
PATTON RB and HORN RC : Primary liver carcinoma, autopsy
stuiy of 60 cases. Cancer 17 : 757, 1964
RUKMONO : dikutip dari (7).
KUSUMAWIDJAJA H : Penyelidikan Frekwensi Tumor Ganas
Yang Diterima oleh Lembaga Patologi Jakarta Selama Tahun
1960 s/d 1968, KPPIK FKUI VII : 520, 1972

8.
9.
10.
11.

12.

HIGGINSON J : The geographical pathology of primary liver


cancer. Cancer Res 23 : 1624 - 1633, 1963
SHARPER AG : Cirrhosis and primary liver-cell carcinoma in
Uganda. Trop Geogr Med 22 : 1610, 1970
SHANMUGARATNAM K : Primary carcinomas of the liver
and biliary tract. Brit J Cancer 10 : 232, 1956
HIGGINSON J and CETTLE AG : Cancer incidence in the
Bantu and "Cape-Colored" races of South Africa. J Natl Cancer
Inst 24 : 589 - 671, 1960
FIERS L : Hepatoma in the autopsy material of the institute
of pathology in Zurich. Acta hepato splenol 16 : 383, 1969 in
Excerpta Med Cancer 19 : abstr 892, 1971

13.

HIGGINSON J

Primary carcinoma of the liver in Africa.

Brit J Cancer 10 : 609 - 622, 1956

14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

24.
25.
26.
27.
28.

SAMUEL SE et al : Carcinogenicity of the herbicide maleic


hydrazide. Nature : 215 : 1388, 1967
HOU PC : dikutip dari Higginson (8).
SHAIN et al : Caneer and opistorchosis of the liver. Ter arkh
43 : 59, 1971 in Excerpta Med 21 : abstr 864, 1972
CAMPBELL TC and SALAMAT T : dikutip dari KPPIK FKUI
ke VII : 557, 1972.
SHANK R and WGAN GN : dikutip dari KPPIK FKUI
ke VII : 557, 1972
HADDOW A: dikutip dari Higginson (8).
CLEMMESEN J and NIELSON A : dikutip dari Higginson (8).
BLUMBERG BS et al : A"new" antigen in leukemia sera.
JAMA 191 : 541 - 546, 1965
SUTNICK Al et al : Anicteric hepatitis associated with Australia antigen : occurrence in patients with down's syndrome.
JAMA 205 : 670 - 674, 1968
SUTNICK I et al : Australia antigen : a genetic basis for
chronic liver diseases and hepatoma ? Ann Intern Med 74 :
442 - 443, 1971
SMITH JB et al : Viral hepatitis, postnecrotic cirrhosis and
hepatocellular carcinoma (letter). Lancet 2 : 953, 1969
TONG MJ et al : Ann Intern Med 75 : 687, 1971
KRUGMAN S et al : JAMA 212 : 1019, 1970
BLUMBERG : Lancet 2 : 173, 1967
SHERLOCK : Lancet 1 : 723, 1972

Cermin Dunia Kedokteran N0, 7, 1976

33

Obat Hepatotoxik
dr. B. Suharto
Bagian Farmakologi FKUI
Jakarta

Telah lama diketahui bahwa hepar


merupakan alat tubuh utama yang melakukan biotransformasi obat yang masuk ke dalam tubuh kita. Pada umumnya
dalam proses biotransformasi, peristiwa
yang terjadi adalah sebagai berikut :
(I) Obat nonpoler diubah jadi poler agar
lebih mudah diexkresi. (2) Aktivitas biologik obat dikurangi, tetapi ada kekecualian untuk beberapa jenis obat, biotransformasi justru mengakibatkan peningkatan aktivitas obat.
Selain dari tugas biotransformasi obat,
hepar masih memikul tugas lain yang
sangat penting dan cukup berat, yaitu
metabolisme zat-zat makanan, sintesa
protein, sintesa fibrinogen, sintesa empedu dsb. Sehubungan dengan tugasnya
yang berat itu, maka dapat dipahami
bila hepar harus memiliki daya regenerasi
yang besar agar dapat segera mengatasi
kerusakan-kerusakan sel karena kontaknya dengan berbagai macam zat kimia
(makanan, mineral, obat dsb.) Kerusakan
hepar morfologik ataupun fungsionil selalu dicoba diatasi oleh proses regeneratif. Bila kecepatan proses regeneratif
melampaui atau sama cepat dengan proses degeneratif, maka adanya kerusakan
hepar tersebut sulit dibuktikan. Keadaan
seperti ini dapat mengaburkan interpretasi dan menjurus pada kesimpulan yang
salah yaitu sama sekali tidak ada destruksi hepar. Bila kecepatan destruksi
melampaui keeepatan regenerasi maka
adanya kerusakan sel akan lebih mudah
dibuktikan. Tetapi perlu dinyatakan di
sini bahwa sekalipun ada kerusakan hepar, belum tentu nilai test fungsi hepar
abnormal, karena ini tergantung pada
luas, macam kerusakan hepar, kepekaan
metode test serta ada tidaknya usaha
kompensasi oleh sel hepar yang masih .
sehat. Jadi dalam penelitian obat hepatotoxik, perlu diketahui atau dicari pengaruh obat itu terhadap proses destruksi dan regenerasi yang normal dahulu.
34

Kerusakan hepar dapat terjadi karena : (1) Penghambatan proses regenerasi,


(2) Percepatan proses destruksi, sehingga
kedua proses itu tidak seimbang lagi.
Proses regenerasi dan proses destruksi
dipengaruhi oleh banyak faktor antara
lain : * vaskularisasi setempat

hepatotoxik pada hewan, belum tentu


hepatotoxik untuk manusia ; dan adanya
gangguan fungsi belum tentu disertai
oleh adanya kelainan morfologik (histologik) ; demikian pula sebaliknya, adanya kelainan morfologik tidak selalu disertai kelainan fungsionil. Ini disebabkan
* metabolisme setempat
karena sisa jaringan hepar yang sehat
* persarafan setempat
dapat meningkatkan kecepatan kerjanya
* hormon
untuk mengimbangi kemunduran kerja
* elektrolit
jaringan
hepar yang rusak.
* protein
Berikut ini adalah daftar obat yang
Beberapa macam obat telah dibuk- telah dilaporkan bersifat hepatotoxik patikan bersifat hepatotoxik pada manu- da manusia :
sia ; kesimpulan ini ditarik setelah obatobat tersebut terbukti dapat menimbulKEPUSTAKAAN
kan gangguan fungsi atau juga morfond
1. AMA Drug Evaluation, 2
Ed. 1973.
logi hepar. Mekanisme kerja hepatotoxik 2. J.R. GILLETTE et al : Biochemical Meobat-obat tersebut belum jelas benar.
chanism of drug Toxicity. Annual Rev
Perlu diingatkan disini bahwa obat yang
Pharmacol 14 : 27I, 1974.
OBAT HEPATOTOXIK
1. Obat antidiabetik oral :
- Acetohexamide
- Chlorpropamide
- Tolbutamide

6. Antibiotika dan Kemoterapeutika :

2 Obat antidepressi :

3.

Amitriptyline HCI
l mipramine HCI
Desipramine HCI
Nortriptyline HCI
Senyawa trisiklik

Carbamazepine
Chlorpromazine dan garamnya
Fluphenazine (garam)
Haloperidol
Phenothiazines
Promethazine HCI
Trimeprazine tartrate
Chlordiazepoxide dan garamnya
Chlormeranone

4. Obat anabolik :
Anabolik steroids
Androgens
5.- Obat antikonvulsan (anti kejang)

Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

7.

Obat antihiperlipidemia :
Niacin
Aluminium Nicotinate

8.

Lain - Lain :

Obat antipsikotik dan obat penenang :

Hydantoin
Phenytoin (= Diphenylhydantoin)

Nitrofurantoin dan garamnya


Sulfonamida
Amphotericin B (intravena)
Capreomycin + antituberkulosis
Erythromycin estolate
Ethionamide
Lincomycin HCI
Troleandomycin

Carbamazepine
Kontraseptif oral
Antimon Kalium Tartrate
Azathioprine
Carbarsone
Chlormezanone
Chloroform
Chlorzoxazone
Cyclophosphamide
lndomethacin
l odine
Mercaptopurine
Oxyphenisatin acetate
Phenacemide
Phenindione
Phenylbutazone

lain

Ruang Biofarmasi :
BIOAVAILABILITY OBAT
PADA PEMAKAIAN PER ORAL
drs. Nurul Hadi Mufti

Kepala Sub-bagian Stabilita Produk/Bioavailability


Research & Product Development - P. T. Kalbe Farma
Akhir-akhir ini bidang biofarmasi (biopharmaceutics) memainkan peranan yang makin besar dalam ilmu kedokteran,
sehingga pembicaraan tentang hal ini akan sangat menarik
bukan hanya bagi pekerja-pekerja di laboratorium, akan
tetapi juga bagi para klinikus.
Berikut ini adaiah artikei pertama dari suatu seri artikel
yang khusus membahas masalah tersebut.
Pendahuluan

Pada tahun 1970 di Australia terjadi kasus-kasus keracunan pada beberapa penderita epilepsi yang memakan kapsul
phenytoin (= nama baru untuk diphenylhydantoin). Hal yang
menarik ialah bahwa mereka, pada waktu-waktu sebelumnya,
telah memakan obat tersebut dalam dosis yang sama, cara
pemakaian dan merek obat yang sama pula tanpa efek
samping yang berarti. Kadar obat di dalam kapsul, pada
pemeriksaan ternyata masih memenuhi sarat. Setelah diusut
lebih lanjut, ternyata bahWa memang ada perubahan dalam
kapsul phenytoin tersebut, bukan dalam dosis obat aktip nya, melainkan penggantian bahan penambah kalsium-sulfat
dengan laktosa. Perubahan formulasi yang semula dianggap
tidak banyak berpengaruh itu, telah menyebabkan kenaikan
kadar obat dalam darah hingga melampaui dosis toksik.
Sejak itu peranan ' bioavailability' mulai lebih diperhatikan.
Dari kasus di atas dan banyak kasus lain, telah terbukti
bahWa sediaan farmasi yang memiliki bentuk dan mengandung
bahan aktip yang sama (generie equivalent) tidak selalu
memberi efek terapeutik yang sama, bila formula/pabrik
yang membuatnya berbeda (3,4). Kini, yang menjadi masalah
ialah apakah dengan demikian setiap formula harus diuji
dengan percobaan klinik (clinical trial) ? Sebaiknya demikian,
akan tetapi jelas bahwa suatu pereobaan klinik memakan
waktu yang lama dan beaya yang besar, jadi perlu dicari
cara-eara lain. Cara yang paling tepat untuk meyakinkan
efek terapeutik yang baik adalah dengan percobaan 'bioavailability' obat pada manusia atau binatang dengan menb
ukur kadar obat dalam urin dan darah (I).
Istilah ' bioavailibility ' ( =biological availability/physiologi eal availability) didefmisikan sebagai : kecepatan dan jumlah/
kadar obat yang dapat di absorpsi ke dalam sirkulasi sistemik
(1,2,3,4). Masalah ini mencakup bidang-bidang fisiologi, kimiafisik, dan tehnologi farmasi yang merupakan bahan per-

timbangan formulasi untuk dapat memberikan suatu obat


yang ' biologically available ' .
Faktor-faktor yang mempengaruhi 'bioavailability' obat pada
pemakaian per oral

Untuk memperoleh respons farmakologik dari pemakaian


suatu obat, kadar efektip minimal (minimal effective consentration=m.e.c.) di dalam darah harus tercapai. Kadar obat
di dalam plasma mungkin tidak akan pernah mencapai m.e.c.
bila kecepatan absorpsi tidak cukup tinggi; seandainya m.e.c.
tercapai juga dengan kecepatan absorpsi yang lambat, akan
diperlukan waktu yang lama untuk memperoleh efek farmakologiknya (1). Kekuatan dan lamanya daya kerja obat
diatur oleh proses farmakokinetik yaitu absorpsi, distribusi,
dan eliminasi. Obat yang berbentuk bebas dalam plasma
dapat mengalami peristiwa pengikatan oleh jaringan tubuh,
pengikatan oleh protein, metabolisme dan exkresi (lihat
Gambar 1).
Dalam garis besarnya ' bioavailability ' obat dipengaruhi
oleh (i) faktor kimia-fisik, (ii) formulasi obat, dan (iii) faktor
fisiologi dari penderita.
I.

FAKTOR KIMIA-FISIK BAHAN BAKU

Sifat kimia-fisik bahan baku merupakan pertimbangan


dalam membuat preparat untuk dapat memberikan efek
terapeutik optimal. Faktor ini memegang peranan penting
dalam kelarutan obat. Beberapa faktor kimia-fisik yang
berperanan ialah :
1. 'Crystal solvate ' : seperti kita ketahui suatu kristal
dapat mengikat molekul air atau molekul lain dalam pembentukan kristalnya (crystal solvate). Ada tidaknya ' crystal
solvate ' dalam kristal dapat mempengaruhi absorpsi usus.
tert-butyl acetate ester dari prednisolon dan cortisol lebih
mudah diabsorpsi dalam bentuk monoethanol solvate dibandingkan bentuk ester anhidratnya.
2. Bentuk garam : banyak zat kimia menunjukkan kelarutan yang lebih besar bila berbentuk garam dibandingkan
dengan hentuk asam/basanya. Tolbutamide dalam bentuk
garam lebih cepat diabsorpsi dan lebih cepat menurunkan
kadar gula darah daripada .bentuk asamnya. Demikian juga
halnya dengan barbiturat, garamnya lebih cepat diabsorpsi.
Untuk obat-obat sulfonamide, novobioin
dan penicillin V
juga dipakai bentuk garam untuk mengatasi hambatan keCermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

35

Gambar 1

Beberapa faktor yang mempengaruhi efek obat terhadap tubuh


(dikutip dari Scot Med J 17 : 67 - 68, 1971).

cepatan kelarutan (dissolution rate) dan absorpsi pada pemakaian basanya.


3. Ukuran partikel (=particle size) : kini baru disadari
bahwa ukuran partikel ada pengaruhnya terhadap farmakodinamika. Absorpsi dari beberapa macam obat, seperti sulfadiazine, griseovulvin, dicoumarol, phenytoin, chloramphenicol, tolbutamide, medroxyprogesteron asetat dan spironolactone, semuanya dipengaruhi oleh besarnya ukuran partikel.
Makin kecil ukuran partikel, makin besar luas permuka an totalnya sehingga kelarutan makin besar dan makin cepat.
Akan tetapi ukuran partikel yang halus tidak selalu
menguntungkan. Kadang-kadang dengan sengaja dipakai ukur
an partikel yang besar untuk mendapatkan efek terapeutik
yang maksimal dan lama. Sebagai contoh, penicillin dan
erythromycin tidak stabil di dalam cairan lambung, oleh
sebab itu kelarutan yang cepat di dalam lambung akan
mempercepat degradasi ke dalam bentuk yang non-aktip (3).
Pemberian buffer dalam formulasi sedikit banyak dapat
membantu menahan degradasi obat akibat pengaruh pH
lambung (7).
4. Bentuk kristal : Kristal chloramphenicol palmitat sukar
diabsorpsi, tetapi bentuk amorfnya (non-polimorf A dan B)
lebih mudah diserap (3,4).
II. PENGARUH FAKTOR FORMULASI

Efektivitas dari bentuk obat jadi yang sama tidak hanya


dipengaruhi oleh sifat kimia-fisik bahan baku, tetapi juga
oleh formula dan proses pembuatannya (1,2,3) Pengaruh
formulasi terhadap 'bioavailability ' obat jelas tampak jika

Gambar 2

36

obat diberikan per oral sebagai kapsul, tablet atau dragee.


Beberapa tahap proses yang mempengaruhi kecepatan absorpsi
obat dari sediaan tablet/kapsul/dragee dapat digambarkan
sbb, : sediaan mengalami proses pemecahan (disintegrasi)
menjadi granul-granul; ini diikuti dengan pelepasan zat aktip
dari granul (disaggregasi) dan larut ke dalam cairan usus
(dissolusi), untuk kemudian di absorpsi (Gambar 2).
Bila terjadi hambatan pada salah satu tahap dalam proses
tersebut, akan terjadi hambatan absorpsi obat.
Untuk preparat cair dan suspensi, kekentalan (=viscosity)
yang tinggi dapat menghambat daya difusi molekul obat
dari permukaan partikelnya. Ini dapat memperlambat proses
absorpsi.
Bahan penambah, yang digunakan sebagai zat pengisi, zat

pengikat, pembantu disintegrasi, pelincir dan pewarna, dapat


mempengaruhi kecepatan dissolusi obat dan dengan demikian
mempengaruhi ' bioavailability ' nya. Pada permulaan pem bahasan artikel ini telah disinggung efek penggantian kalsium
sulfat dengan laktosa sebagai bahan penambah pada kapsul
phenytoin, dengan akibat dissolusi yang lebih cepat dan
efek toksik bagi penderita yang memakannya.
III. FAKTOR FISIOLOGI

Pada saat obat mulai diserap secara optimal dari dalam


usus, efek terapeutik obat mulai timbul. Proses penyerapan
ini selain tergantung dari kecepatan dissolusi obat, juga
tergantung dari kecepatan obat bergerak meninggalkan lambung ke dalam usus, di mana sebagian besar penyerapan
obat terjadi. Jadi faktor-faktor fisiologik seperti ' gastric

Proses yang mempengaruhi absorpsi obat berbentuk tablet pada pemakaian per oral
(dikutip dari Aust J Pharm 55 (Feb) : 45 - 49, 1974).

Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

emptying time ' , dan 'intestinal transit time ' dapat mempengaruhi absorpsi obat secara drastis. Seperti kita ketahui,
perubahan-perubahan fisiologik itu dapat dipengaruhi oleh :
keadaan umum penderita, usia, suhu makanan, komposisi
diet, kadar lemak/kadar serat dalam diet dsb (5,7).
Enzim dan zat kimia yang terkandung di dalam cairan
usus juga mengadakan interaksi dengan molekul-molekul obat
dan dalam beberapa hal menyebabkan peningkatan ke arutan
obat (fermentasi oleh enzim atau pengaruh pH/ionisasi),
sedangkan untuk senyawa lain menimbulkan pengendapan,
sehingga memperlambat kelarutan obat (3,6) (lihat Gambar 3).

karena obat tsb. menghambat pergerakan usus. Pemakaian


antasida dan tetracyclin secara bersamaan akan menurunkan
absorpsi tetracyclin akibat pembentukan 'chelate ' (5).
Selain hal-hal tersebut di atas, perlu diperhatikan juga
kecepatan metabolisme dan exkresi obat. Obat yang me ngalami detoksikasi oleh hati akan berkumpul secara berlebihan bila faal hati menurun; sedang obat yang exkresinya
terutama melalui ginjal kadarnya di dalam darah ditentukan
juga oleh fungsi ginjal.
KEPUSTAKAAN
1. SWARBRICK J : Current Concepts in The Pharmaceutical Sciences,
Biopharmaceutics. Lea & Febiger. Philadelphia. 1970. p. 57 - 80.
2, SWARBRICK J : Current Concepts in The Pharmaceutical Sciences.
Dosage Form Design and Bioavailability. Lea & Febiger. Philadelphia. 1970. p. 31 - 77, 182 - 193.
3. MARTIN E.W. : Dispensing of Medication. Formerly Husa's Pharmaceutical Dispensing. Easton, Pensylvania. Mack Publishing Company, 1971. p. 63 - 82, 88.
4. O'REILLY W.J. : Bioavailability and Generic Equivalence. Aust J
Pharm 55 (Feb) : 45 - 49, 1974.

Gambar 3 Beberapa faktor fisiologik yang mempengaruhi


kecepatan dan besarnya 'bioavailability' suatu obat (dikutip dari
Pharmacology 8 : 120 - 122, 1972).

5. JOLLOW D.J. AND B.B. BRODIE:Mechanism of Drug Absorption


and of Drug solution. Pharmacology 8 : 21 - 32, 1972.

Pengaruh ini tampak jelas pada obat yang mengalami degradasi


secara kuat di dalam cairan lambung, seperti benzyl-penicillin.
Pemakaian suatu obat dapat mempengaruhi absorpsi obat
lain yang dipergunakan bersamaan waktunya, sebagai contoh
Desipramin menurunkan absorpsi phenylbutazon mungkin

7. ANSEL H.C. : Introduction to Pharmaceutical Dosage Form. Lea &


Febiger. Philadelphia. 1969. p. 54 - 70.

6. RIEGELMAN S. : Physiological and Pharmacokinetic Complexities


in Bioavailability testing. Pharmacology 8 : 120 - 122, 1972.

8. McEWEN J. and I.H. STEVENSON Drug Metabolism. Scot Med J

17 : 67 - 69, 1971.

KERTAS PERCOBAAN YANG KURANG BERMUTU ?


Dewasa ini seorang penderita D.M. (diabetes mellitus)
dapat menilai efektivitas cara pengobatan dan diit yang
dianutnya dengan mempergunakan kertas-kertas percobaan
(test papers) untuk menilai jumlah gula dalam urin. Akan
dikisahkan di sini suatu peristiwa yang mungkin sekali akan
dijumpai oleh teman-teman sejawat di lain tempat.
Pada suatu hari datanglah seorang anak muda ke laboratorium biokimia FKUI dengan permintaan agar diperiksa
kwalitas (mutu) kertas percobaan untuk gula dalam urin
buatan sebuah perusahaan luar negeri. Diceritakan oleh anak
muda tsb. bahwa ia penderita D.M. dan oleh dokter telah
diberi pengobatan suntikan insulin disertai diit tertentu.
Dipesan oleh dokternya untuk mengontrol urin setiap
hari dan menyesuaikan jumlah makanan/minuman demikian
rupa hingga pemeriksaan urin dengan kertas percobaan memberi hasil negatip ! Petunjuk-petunjuk dokter telah diikuti
dengan seksama, akan tetapi timbul peristiwa sbb. : bila
pemeriksaan urin memberi hasil positip lemah dengan dosis
insulin yang ditetapkan disertai sejumlah calorie-intake tertentu, maka ia merasa sehat-sehat saja. Akan tetapi bila
dengan dosis insulin yang sama disertai dengan calorie-intake
yang dikurangi, sedangkan urin memberi hasil negatip, maka

ia merasa lemah, dingin dan telah jatuh pingsan 2 kali.


Kejadian-kejadian di atas membuat ia curiga akan mutu kertas
percobaan untuk pemeriksaan gula dalam urin
Dari kisah di atas sudah dapat diambil kesimpulan bahwa
pingsannya disebabkan oleh hipoglikemi. Apakah kertas percobaan yang salah ?
Hasil kertas percobaan yang positip lemah berarti bahwa
dalam urin terdapat sedikit gula sebagai akibat hiperglikemi
yang ringan.
Hasil kertas percobaan yang negatip berarti bahwa dalam
urin tak terdapat gula lagi, akan tetapi dalam hal ini kadar
gula darah dapat bersifat normal (normoglikemi) atau hipoglikemi
Pada kasus anak muda di atas, hal yang terakhir yang
terjadi. Pemeriksaan laboratorium mutu kertas percobaannya
memberi hasil yang cukup baik. Jadi bila teman sejawat
hendak memberi petunjuk kepada penderita D.M. dalam
usahanya memonitor cara pengobatannya, janganlah lupa
mengatakan bahwa sebaiknya urin memberi hasil positip lemah.

OLH
Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

37

DIKIRA INTERVENSI BLACKMAGIC

SETALI TIGA UANG

Sore itu pasien yang berobat ke tempat praktek


saya tidak begitu banyak. Seorang anak muda
dengan membimbing orang tua masuk kamar
praktek.
Selamat sore pak dokter - begitu pembuka kata dari pemuda tadi. Ini orang
tua saya, dia agak tuli; bila pak dokter
bertanya agak keras saja.
+ Nama ayahnya siapa dik ? tanyaku sambil
mengisi kartu yang kami sediakan untuk
setiap pasien baru.

Tann pak - jawabnya, padahal aku tahu


Tann adalah nama suatu desa di sebelah
timur kotaku.
+ Rumahnya dimana ?
Anu pak dokter, sakitnya sudah tiga hari
ini Sambil menahan geli kuambil stetoskop untuk
mulai memeriksa. Dalam hati aku bertanya,
kalau begitu ya setali tiga uang antara ayah dan
anaknya.
dr. Harl

Puskesmas Ngumut
Tulungagung Jatim.

Di Bali masih cukup luas anggapan, bahwa salah satu penyebab sakit
adalah : bikinan orang lain (blackmagic). Salah satu anggapan mereka dalam hal ini, adalah dengan cara : orang yang benci kepada seseorang menaruh suatu benda di tempat-tempat yang sering dilalui/dipakai oleh lawannya, agar dengan demikian lawannya jatuh sakit. Umumnya benda ini
berupa bubuk yang dibungkus dengan kain kasa putih dan diikat dengan
benang.
Nah, suatu hari saya memberikan obat kepada seorang pasien yang
menderita tuberculosis paru-paru. Selain obat suntik, kami berikan juga
resep : R/ Isoplex tablet no 100, dengan cara pemakaian yang telah saya
jelaskan. Pada hari ke duapuluh, pasien datang dengan rasa ketakutan yang
sangat, diantar oleh beberapa anggota keluarganya. Dikatakan bahwa di dalam botol obatnya telah ada yang menaruh " sesuatu " , sehingga kemarin
tanpa minta ijin dulu dari saya, dia telah datang kepada seorang dukun
dengan maksud supaya dukun menolak khasiat buruk "sesuatu" tadi,
dengan harapan obat-obat yang telah saya berikan dapat berfungsi sebaikbaiknya. Saya agak heran akan hal ini, dan "sesuatu" tadi saya minta, yang segera dikeluarkannya dari gulungan ikat pinggangnya, lengkap
dengan bunga-bunga pemberian dukun kemarin. Setelah saya teliti, ternyata
"
sesuatu " tadi adalah................................bubuk higroskopik yang dibungkus
dengan kain kasa, dan pinggirnya dijahit. Akhirnya dengan susah payah
saya dapat meyakinkan bahwa benda tadi memang telah ada sebelumnya,
diisi oleh pabrik obat agar obatnya tidak rusak. Akhirnya si pasien dan
keluarganya tertawa terpingkal-pingkal, demlkian juga saya dan suami saya.
Selanjutnya saya selalu menjelaskan perihal bungkusan di dalam botol ini
kepada pasien-pasien saya yang lain
dr. Ny. S. Wiadnyana

Denpasar
Bali
Jawaban-jawaban Ruang Penyegar dan Penambah llmu Kedokteran
1.

A,C,D.

4.

7.

2.

5.

8.

3.

6.

9.

Cermin Dunia Kedokteran No. 7. 1976

41

Catatan singkat
BRUXISME ( mengadu gigi sehingga menimbul-

kan bunyi seperti mengerat ) adalah kebiasaan


yang dapat merusakkan gigi dan biasa dilakukan
oleh orang-orang tertentu sewaktu tidur. Dr.
LEVIN M.P dan W. AYER menganjurkan suatu
cara untuk menghilangkan kebiasaan ini ; Pasien
diminta menggigit sekuat kuatnya selama 5 detik
untuk kemudian beristirahat/melemaskan otot
rahangnya selama 5 detik juga. Ulangi ini sampai
5 kali. Prosedur ini dilakukan 6 kali sehari
selama 2 minggu. 11 dari 14 pasien mereka
sembuh dengan cara ini.
Today's Health ,January, 1975, pp 12

Premenstrual syndrome merupakan gejala-gejala


yang kompleks yang terjadi beberapa saat sebelum
menstruasi. Manifestasi kliniknya dapat berma cam-macam : pembengkakan buah dada, migraine,
perut kembung, rasa lelah, depressi dsb. Suatu
obat baru, Bromocriptine, telah dicoba untuk
mengatasi gejala-gejala tersebut diatas dengan hasil
yang memuaskan; hal mana mungkin disebabkan
oleh pengaruh obat tersebut yang menekan konsentrasi hormon prolactin (yang diperkirakan menjadi penyebab sindroma tersebut). Obat ini juga
berguna dalam pengobatan acromegali dan pengobatan infertilitas pada Wanita-Wanita tertentu.
Lancet i :

Dilaporkan seorang pasien yang mengalami 21 x


serangan meningitis bakterial, sejak umur 8 tahun
sampai 35 tahun. Setiap kali serangan diagnosis
selalu dapat dipastikan oleh pemeriksaan bakteriologik, dan setiap kali berhasil disembuhkan.
The Practitioner 215: 641, 1 975

Kebiasaan memakan tanah liat (geophagia), yang


konon tersebar di antara penduduk gunung KidulJawa Tengah, ternyata banyak ditemukan di Amerika juga. Tindakan yang bertujuan meningkatkan
kesehatan ini (mungkin karena tanah banyak mengadung mineral) ternyata dapat membahaya kan. Dilaporkan 5 penderita Negro yang mengalami hiperkalemia berat akibat kebiasaan tsb ;
kesemuanya mengalami payah ginjal, seorang mendapat ' heart arrest' , dan satu lainnya menderita
aritmia, paralisis dan disorientasi.
JAMA '234 : 738, I975

Kecemburuan secara berlebihan, yang kadang-kadang oleh penderitanya sendiri disadari bahWa
hal tersebut tidak memiliki dasar yang kuat,
dapat digolongkan dalam kecemburuan yang patologik (pathological jealousy). HERCEG N. berhasil mengobati dua kasus demikian dengan memberikan thiothixene 5 - 10 mg/hari. Dalam 4 - 6
minggu kemudian telah terlihat perbaikan yang
nyata pada penderita-penderita tersebut.
Med J Aust 1 : 569, 1976.

42

Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

I095,

1976,

Mata yang bengkak dan biru karena tertinju


(contusio) biasanya merupakan kasus-kasus yang
ringan. Meskipun demikian harus selalu dipikirkan
kemungkinan terjadinya ' blow-out fraeture' yakni
fraktura pada lantai orbita mata. Gejala-gejala
klinik yang dapat ditemukan ialah : mata bengkak
dan biru, enophthalmos, diplopia, perubahan-perubahan sensorik daerah infra-orbital dan emphysema sekitar orbita. Pemeriksaan rontgen anteroposterior & 30 occipitomental dapat memas tikan diagnosis. Pada fraktura ini tidak semua
kasus memerlukan pembedahan; disebutkan bahwa yang merupakan indikasi untuk pembedahan
ialah diplopia dan enophthalmos.
J R Army Med Corps 120 : 40, I974.

Kini mulai diajukan pertanyaan : Apakah hor


mon-hormon seks/pil kontrasepsi benar-benar tidak mempunyai efek teratogenik. Meskipun banyak yang tidak sependapat, beberapa penyelidikan menunjukkan kemungkinan adanya efek
teratogenik akibat pemakaian hormon dalam bulan-bulan pertama dari kehamilan. Beberapa ibu
memakai hormon tersebut sebagai 'test kehamilan ' . Mengingat bahwa sudah ada cara pemeriksaan urin yang cepat, sederhana dan dapat dipercaya
untuk membuktikan kehamilan, sangatlah mengherankan bahwa hormon-hormon seks tersebut
masih banyak dipergunakan untuk menguji kehamilan.~
Lancet ii : 1489, 1974.

Sesuai dengan tema utama CDK kali ini, maka dalam ruang
penyegar dan penambah ilmu kedokteran telah dipilihkan
pertanyaan yang menyangkut penyakit-penyakit/kelainan-kelainan traktus gastro-intestinalis. Jawaban yang benar mungkin
lebih dari satu. Jawaban pada halaman 41.

1. Seorang buruh kasar dengan hematemesis yang hebat


masuk rumah sakit di mana ia akhirnya meninggal dunia.
Oleh istrinya diceritakan bahwa sebelum perdarahan suaminya menderita sakit pinggang yang hebat setelah mengangkat barang yang berat. Manakah yang kiranya betul ?
A. orang sakit tsb. meminum aspirin untuk sakit pinggangnya dan ini menyebabkan ulkus peptikum akut.
B. sebuah arteria dalam gaster telah pecah waktu mengangkat barang.
C ulkus peptikum akut jarang berakibat kematian.
D. aspirin akan menghambat proses penyembuhan ulkus
peptikum kronik.
E. tak mungkin seorang buruh kasar menderita ulkus
peptikum kronik.
Pada
laktase defisiensi biasanya ditemukan semua di bawah
2.
ini, kecuali
A. suatu kenaikan kadar glukosa darah kurang dari 20 mg/
100 ml setelah pemberian 100 gram laktosa.
B. steatorrhoea.
C gambar histologi yang normal dari mukosa usus
D. banyak terdapat pada penduduk Asia.
E. Absorpsi galaktosa yang normal
3. Seorang laki-laki mengeluh tentang defaekasi yang disertai
sedikit darah segar dan konstipasi ringan. Kadang-kadang
juga ada perasaan tak enak di rektum. Pemeriksaan
rontgenologik dengan barium tidak menunjukkan kelainan.
Sigmoidoskopi beberapa kali menunjukkan mukosa yang
rapuh dengan erosi-erosi, disertai titik-titik perdarahan
kurang lebih 8 cm diatas garis anorektal. Mukosa diatas
tempat tersebut terlihat normal. Diagnosa yang paling
dekat ialah :
A. karsinoma rektum.
B. proktitis ulcerosa idiopatika
G proktitis alergikans.
D. tuberkulosis usus.
E. giardiasis.
4. Seorang laki-laki dari Eropa Barat berumur 42 tahun
telah sakit selama 2 minggu dengan sakit melilit di perut.
Suhu badan 38,9 C dan diarroea sebanyak 6x waktu
siang hari dan 2 kali semalam. Berat badan menurun
sampai 5 kilogram. 15 tahun yang lalu telah dioperasi
untuk fistula ani dengan penyembuhan sempurna. Ia telah
berada di Singapura sehari sebelum mendapat diarroea.
Oleh karena pada sigmoidoskopi tak terlihat kelainankelainan maka ini menyingkirkan diagnosa:

A. enteritis regional (penyakit Crohn).


B. kolitis ulcerosa.
C kolitis amoebika.
D. giardiasis.
E. tropical sprue.
5. Pemeriksaan paling berguna dalam diagnosa pankreatitis
akuta ialah :
A. hipokalsemia.
B. pemeriksaan abdomen dengan sinar X.
C fosfatase alkali serum.
D. kadar gula darah.
C kadar amilase serum.
6. Seorang pecandu alkohol masuk rumah sakit dengan sakit
perut yang hebat, shock dan muntah-muntah. Appendix
telah dikeluarkan dua tahun yang lalu. Pada pemeriksaan
abdomen ditemukan sakit dan tegang dinding perut yang
ringan. Diagnosa yang paling mungkin ialah :
A. ulkus peptikum yang berperforasi.
B. pankreatitis akuta.
C. kolik kantung empedu.
D. exaserbasi akut dari ulkus peptikum.
7. Tentang pemberian kortikosteroid dalam pengobatan penderita-penderita dengan hepatitis virus yang akut.
A. memang harus diberikan kepada penderita seperti itu.
B. telah terbukti lebih effektip dari lain-lain obat dalam
memperpanjang kehidupan.
C menghasilkan survival rate yang meningkat.
D. perlu penelitian yang lebih lengkap sebelum nilai terapeutik dapat diterima
E. merupakan kontra-indikasi.
8. Gejala-gejala klinik payah-hati (hepatic-cellular ' failure)
termasuk semua dibawah ini, kecuali :
A. gynaekomastia.
B. hirsutism.
C atrofi testis.
D. spider angiomata (spider naevi).
E. erythema telapak tangan.
9. Pemeriksaan paling berguna untuk mendiagnosa abses hati
oleh amuba ialah :
A. kadar fosfatase alkali dalam serum.
B. test serologik, seperti compliment fixation.
G scanning hati.
D. angiogram.
E. respons terhadap pengobatan.
Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

43

ABSTRAK-ABSTRAK
PENGARUH DIET TRIMESTER KETIGA PADA IBU DAN JANIN

OBSTETRI-

Menarik sekali untuk mengetahui apakah penambahan berat badan ibu disertai
dengan penambahan berat atau besar janin.
Oleh dr. SOFOEWAN dkk. dari Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, ditemukan bahwa penambahan berat
badan ibu pada trimester ketiga tidak selalu disertai dengan penambahan bcrat atau
besar janin.
Pada 2 ibu dengan kenaikan berat badan lebih dari 500 gr per minggu, berat
lahir janinnya kurang dari 2500 gr, meskipun kehamilannya aterm.
OLH
Kongres Obstetri dan Ginekologi.

Medan 7 - 11 Juni 1976.

DIAGNOSIS XEROPHTHALMIA DENGAN PEWARNAAN VITAL

OPHTHALMO LOGI

Xerophthalmia pada tingkat permulaan atau pada tingkat yang ringan kadangkadang sulit dikenal oleh mereka yang kurang ahli dalam bidang ini. Diagnosis
kasus-kasus tersebut dapat dipermudah oleh peWarnaan vital pada mata dengan zat
Warna Rose Bengal (1%) atau Lissamine Green (1%).
1 tetes zat Warna tersebut diteteskan pada mata dan ditunggu beberapa saat.
Dalam beberapa menit xerosis conjuctiva, yang pada anak-anak merupakan tanda
spesifik dari defisiensi vitamin A, akan tampak jelas. Pada xerosis dalam tingkat
awal atau yang ringan, pada sisi kornea (1 sisi saja, atau kedua sisi) tampak segi tiga
berwarna kemerahan (pink) atau hijau tua. Pada xerosis yang moderat, dacrah yang
berwarna lebih luas dan Warnanya juga lebih jelas. Pada kasus-kasus yang berat, tampak
jalur lebar yang berwarna disekeliling limbus kornea.
Hasil pewarnaan dengan Rose Bengal terlihat dengan jelas oleh mata biasa, sedang
dengan Lissamine Green warna tersebut bahkan dapat terlihat dalam jarak beberapa
meter. Warna tersebut hilang dalam 10 sampai 30 menit.
Bercak Bitot pada conjunctiva bulbar tidak menyerap warna, tetapi sekitarnya
menunjukkan daerah yang berwarna.
Sterilitas cairan zat warna tersebut harus benar-benar dijaga karena ia merupakan
medium yang baik buat pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa.
E.N.
SAUTER J J M, Tropical Doctor

6 : 91, 1976.

OBAT SUNTIK KONTRASEPSI BARU

K.B.

Dewasa ini obat suntik kontrasepsi yang beredar dan cukup digemari ialah
Depo-Provera (depo medroxy progesterone acetate = DMPA) dengan dosis 150 mg
setiap 90 hari.
Oleh dr. S. KOETSAWANG dari Family Planning Research Unit, Dept. of
Obstetrics and Gynaecology, Faculty of Medicine, Mahidol University, Siriraj Hospital,
Bangkok, telah ditemukan suatu obat suntik kontrasepsi baru dengan susunan
25 mg DMPA dan 5 mg oestradiol cypionate dalam 0,5 ml larutan air yang diberikan
tiap bulan. Cara ini ternyata lebih disukai oleh wanita-wanita tertentu diatas pemakaian pil kontrasepsi tiap hari.
OLH
Kongres Obstetri dan Ginekologi. Medan 7 - 11 Juni, 1976.

44

Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

DILATASI LAMBUNG SECARA AKUT AKIBAT TRAUMA


Dilatasi lambung yang terjadi secara akut (acute gastric dilatation) merupakan
suatu keadaan yang gaWat ; bila diagnosis tidak cepat ditegakkan dan pengobatan
tidak segera diberikan, keadaan ini disertai mortalitas yang tinggi. Ini biasanya
merupakan komplikasi operasi abdominal ; penyebabnya, secara tepat belum diketahui, Untuk menekankan pentingnya keadaan tersebut, dilaporkan 2 kasus sebagai
contoh :

ILMU BEDAH

Kasus 1 Seorang anak, berumur 9 tahun, masuk rumah sakit akibat kecelakaan lalu lintas.
Pada pemeriksaan fisik, penderita tampak sesak nafas. Terlihat exkoriasi pada dada sebelah
kanan dan di epigastrium. Abdomen sedikit mengembung dan nyeri tekan. Pemeriksaan rontgen
menunjukkan hemopneumothorax sebelah kanan dan terlihat dilatasi lambung yang hebat
dengan ' ffuid level '. ' Nasogastric tube ' segera dipasang dan keluarlah sejumlah besar gas, pada
aspirasi keluar cairan jernih. Segera setelah itu, terjadi perbaikan secara drastis pada penderita tersebut. Nyeri perut hilang, frekwensi pernafasan menurun, abdomen lemas dan nyeri tekan
hilang. Hemopneumothorax diatasi dengan pemasangan ' drainage' . Dalam 36 jam kemudian
dilatasi terjadi lagi tetapi dapat dikontrol dengan pemasangan ' nasogastric tube ' .
Kasus 2 Seorang anak, berumur 8 tahun, dibawa ke rumah sakit segera setelah dilanggar
mobil anak tersebut tampak gelisah. Pemeriksaan abdomen menunjukkan nyeri tekan dan
'
defence musculair' , Pemeriksaan rontgen memperlihatkan dilatasi lambung yang hebat. Pemasangan ' nasogastric tube ' segera diikuti oleh perbaikan gejala-gejala. Akan tetapi karena masih
dicurigai adanya kerusakan organ-organ intraabdominal, dilakukan juga laparotomi explorasi,
yang ternyata tidak menunjukkan abnormalitas. Penyembuhan berlangsung dengan baik.

Kemungkinan dilatasi lambung secara akut harus selalu dipikirkan pada setiap
trauma tumpul abdomen. Pemeriksaan rontgen dapat memastikan diagnosis.
EN
KASENALLY A.T. et al : Acute gastric dilatation after trauma,Brit Med J 2 : 21, 1976

ASAM LAMBUNG DIWAKTU MALAM

GASTRO
ENTEROLQGI

Masalah umum pada penderita ulcus duodeni ialah sakit diwaktu malam hari
karena tingginya sekresi asam lambung, disamping itu biasanya waktu malam hari
perut kosong. THOMPSON dkk, London, telah berhasil mengurangi keasaman ini
dengan metiamide 400 mg dosis tunggal sebelum tidur. pH yang mula-mula kurang
dari 2 , naik menjadi lebih dari 6 , dan pada banyak penderita tetap diatas 5 paling
sedikit untuk 5 jam.
Pemakaian antasid dan susu plus alkali sama sekali tidak menolong mengurangi
asam diwaktu malam ini. Diambil kesimpulan bahwa metiamide besar jasanya dalam
pengelolaan penderita ulcus duodeni, khususnya untuk keluhan sakit diwaktu malam.
q
SDMD
THOMPSON G.J. dkk, Lancet 1 ; 963 , 1974.

PENTINGNYA SAYURAN DALAM MAKANAN SEHARI-HARI

GIZI

Kini oleh ilmu kedokteran makin disadari betapa pentingnya kadar serat (dietary
fiber) dalam makanan sehari-hari. Dietary fiber ini adalah serat dalam makanan
sehari-hari yang tak dapat dicerna oleh traktus gastrointestinal.
Anggapan kini ialah : makanan yang kurang akan serat dalam waktu lama dapat
menyebabkan penyakit gastrointestinal seperti diverticulitis, kolitis dan karsinoma
kolon. Serat dalam sayuran mempunyai beberapa kegunaan, antara lain membuat
tinja lebih lembek dan mencegah penyerapan kholesterol, sehingga waktu untuk
melewati usus (intestinal transit time) lebih pendek.
Oleh Unit Diponegoro Balai Penelitian Gizi Dep. Kes. telah diselidiki kadar serat
4 jenis sayuran yang lazim ditemukan dalam makanan sehari-hari di Indonesia, yaitu
bayam, kangkung, daun singkong, dan daun katuk. Ditemukan bahwa daun-daun
tersebut berturut-turut berkadar serat 1,48 gr, 1,89 gr, 5,11 gr dan 26,2 gr per 100 gr
sayur segar.
Lain sumber dietary fiber ialah beras tumbuk, tempe, dan oncom. Jenis buah
yang banyak mengandung serat ialah mangga kwini.
OLH
LIE GOAN HONG, OEI KAM NIO, G. SIHOMBING & J. HERLINDA : Unit Diponegoro
Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan, Dep. Kes.

Cermin Dunia Kedokteran No. 7, 1976

45

KONTRASEPSI PASCA-KOITUS

K.B.

Pencegahan kehamilan setelah koitus yang tak terlindung


kadang-kadang perlu
dilakukan. Olah Dr. A.A. HASPELS dari Department of Obstetrics and Gynaecology,
Aeademie Hospital, University of Utreeht, Nederland, telah diberikan 5 mg ethinyl
oestradiol atau 50 mg diethyl stilhestrol, 24-36 jam setelah koitus yang tak terlindung
pada 2000 wanita dengan hasil tak seorang wanita menjadi hamil.
Diperkirakan bahwa dengan cara ini implantasi ovum pada uterus dieegah oleh
expulsi yang dipercepat dan/atau perubahan-perubahan endometrium. Gangguan
produksi dan/atau sekresi progesteron oleh korpus luteum mungkin suatu faktor pula.
OLH
Kongres Obstetri dan Ginekologi Medan 7 - 11 J uni 1976.

NUTRISI PARAPLASENTAL PADA FETUS

OBSTETRI

Penyebab utama malnutrition pada fetus ialah insuffisiensi plasenta, dengan


berbagai maeam akibatnya, seperti 'small for date babies' atau bahkan kematian janin dalam kandungan. Terapi untuk keadaan ini biasanya dengan memperbaiki kapasitas fungsionil plasenta dengan memberikan hormon-hormon atau obat-obatan
untuk memperbaiki sirkulasi darah. Meskipun demikian, hasil yang didapat biasanya
kurang memuaskan. Oleh sebab itu perlu dicari cara-cara lain untuk memberi makan
fetus, tanpa melalui plasenta.
Penyelidikan PLENTL et al dengan menyuntikkan zat radio aktip ke dalam ruang amnion memberi bukti-bukti yang meyakinkan bahwa fetus menelan sejumlah
besar cairan amnion. Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, jumlah cairan yang
ditelan dapat mencapai ) 220 - 750 ml setiap hari, atau sekitar 25 - 80% dari jumlah
seluruh cairan amnion(. Jadi secara teoritis ada kemungkinan untuk memberi makan
pada fetus lewat cairan amnion.
HELLER K.L. et a1 telah mencoba memberikan campuran asam-asam amino ke
dalam amnion dan ternyata asam-asam amino tadi dalam waktu yang relatip singkat
telah hilang dari cairan amnion. Seballknya bila asam-asam amino tadi disuntikkan
ke dalam amnion di mana fetusnya telah mati, setelah mencapai konsentrasi tertentu,
konsentrasi asam-asam amino tadi terus menetap pada nilai tertentu. Jadi jelas bahwa
hilangnya asam-asam amino tadi berhubungan dengan aktivitas fetus yang masih
hidup. Dari 5 kasus insuffisiensi plasenta yang diselldiki dengan cara ini, excresi
estriol si ibu yang niula-mula rendah, meningkat kembali setelah pemberian asam
amino intra-amnion. Pada beberapa kasus, asam amino tadidiberikan sampai 12 kali.
E.N.
HELLER

K.L. et al : lnternational Symposium , Parenteral nutrition.

Melbourne, 1974, pp 89 - 100.

ASPIRIN UNTUK MENGURANG[ EFEK DAMPINGAN PENYINARAN

RADIOLOGI

Pada terapi dengan sinar X,efek-efek dampingan yang timbul sering mengganggu
penderita.
Oleh dokter-dokter dari London's Royal Marsden Hospital telah diberikan aspirin
dalam bentuk tersangga (=buffered) pada wanita-wanita yang mengalami efek dampingan, seperti rasa mual, diarrhoea, sakit perut dan rasa perut kembung, akibat terapi
sinar untuk kanker rahim.
Ternyata pemberian aspirin ini memberi hasil yang sangat memuaskan. Telah diketahui bahwa terapi dengan sinar X dapat menyebabkan pembentukan prostaglandin
yang berlebih-lebihan dan ini dapat berwujud gejala-gejala gastrointestinal. Diperkirakan bahwa aspirin berkhasiat mengurangi sintesa prostaglandin didalam tubuh.
OLH
IMS PHARMACEUTICAL

46

Cermin Dunia Kedokteran NO. 7, 1976

MARKET LETTER

2 (46) : Nov.24,1975.

Anda mungkin juga menyukai