Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada obyek pajak atas
penghasilan yang diperolehnya. PPh akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan
usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Setiap perusahaan jasa
maupun non jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak. Bagi
perusahaan, pajak merupakan sumber pengeluaran(cash disbursment) tanpa adanya
imbalan langsung untuk perusahaan tersebut. Sehingga biasanya banyak perusahaan
melakukan upaya untuk membayar pajak terutangnya sekecil mungkin selama hal
tersebut memungkinkan. Pada hakekatnya perpajakan di Indonesia di tetapkan
berdasarkan undang-undang, hal ini merupakan pencerminan bagian dari pelaksanaan
tonggak demokrasi dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dalam hubungan ini
merupakan suatu realita negara yang merdeka dan berdaulat. Sesuai perjalanan
sejarah perpajakan nasional di Indonesia, tak dapat dipungkiri bahwa dalam
penyusunan kerangka acuan perubahan undang-undang dan peraturan perpajakan
sebagian besar bersumber dari sistem perpajakan warisan kolonial penjajah, terutama
ketika negara Republik Indonesia baru terbentuk. Dalam beberapa dekade terakhir ini
perubahan tersebut telah banyak mengalami perubahan yang bersumber dari sistem
perpajakan negara lain.

Dalam teori ekonomi klasik yang kini masih relevan diterapkan di berbagai
negara menyebutkan bahwa : salah satu sumber penerimaan negara ialah dari sektor
pajak. Pernyataan ini tertuang di dalam naskah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23
ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut : segala pajak dipungut berdasarkan undangundang demi kepentingan negara dan ditunjukan kesejahteraan rakyat.
Pajak adalah salah satu alat yang digunakan pemerintah didalam mencapai
tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak
langsung dari masyarakat, untuk itu diperlukan adanya kesadaran dari masyarakat
akan kewajiban pajaknya karena pajak yang dikumpul digunakan untuk kepentingan
dan membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat.
Sumber penerimaan negara dari sektor pajak ada banyak macamnya. Salah
satu adalah pajak penghasilan badan, yaitu pajak penghasilan yang dikenakan kepada
sebuah badan usaha atas penghasilan dan laba usahannya baik dalam negeri maupun
pendapatan diluar negeri. Salah satu kewajiban wajib pajak khususnya wajib pajak
adalah menyelenggarakan pembukuan sebagai suatu proses yang dilakukan secara
teratur untuk menyusun laporan keuangan. Sumber penerimaan negara dari sektor
pajak ada banyak macamnya. Salah satu adalah pajak penghasilan Pengalihan Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan dapat berupa penjualan tanah dan/atau bangunan, atau
tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang,
hibah, atau cara lain yang disepakati. Atas penghasilan yang diperoleh dari transaksi
tersebut merupakan objek Pajak Penghasilan sehingga dikenai Pajak Penghasilan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pada kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan sekilas tentang pajak
penghasilan dari transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Karena
ketentuan perpajakan sifatnya selalu berkembang oleh karena itu yang akan
disampaikan saat ini adalah ketentuan yang masih berlaku.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian Pajak Penghasilan (Pph) Jual Beli
Tanah?
2. Bagaimana ketentuan subjek dan objek hukum Pajak Penghasilan (Pph)
Jual Beli Tanah?
3. Bagaimana perhitungan Pajak Penghasilan (Pph) Jual Beli Tanah menurut
pasal 4 ayat (2) Nomor 36 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor
34 Tahun 2016?
1.3 Tujuan
1

Untuk mengetahui apa itu pengertian Pajak Penghasilan (Pph) Jual Beli

Tanah
2. Untuk mengetahui ketentuan ketentuan subjek dan objek hukum Pajak
Penghasilan (Pph) Jual Beli Tanah
3. Untuk mengetahui perhitungan Pajak Penghasilan (Pph) Jual Beli Tanah
menurut pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan dan Peraturan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
Yang dimaksud pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dijelaskan pada
Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994, disana disebutkan
sebagai berikut:
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah:
a. penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,
penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain
pemerintah;
b. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain
yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk
pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus;
c. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain
kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang
memerlukan persyaratan khusus.
Dengan demikian segala kegiatan yang menyebabkan berpindahnya hak atas
tanah dan atau bangunan dari satu pihak ke pihak lain dikenai pajak penghasilan
berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pajak Penghasilan di atas.

Dari ketiga definisi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan yang
disebutkan diatas, paling tidak yang membedakan ketiganya adalah dengan siapa
Wajib Pajak tersebut bertransaksi dan apakah ada persyaratan khusus atau tidak.
Perbedaan tersebut juga menimbulkan ketentuan yang berbeda.

2.2 Dasar Hukum Pengenaan Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan
Dasar hukum yang dipakai adalah Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor
36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 2 huruf d yang bunyinya adalah sebagai berikut:
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: huruf d.
penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
Pada pasal tersebut disebutkan dengan jelas bahwa penghasilan yang
diperoleh dari transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dapat dikenai
pajak penghasilan yang bersifat final. Dikatakan dapat dikenai pajak penghasilan
karena terdapat juga penghasilan dari transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan yang dikecualikan dari pajak penghasilan. Jadi secara umum penghasilan
yang diperoleh dari transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai
pajak penghasilan yang bersifat final kecuali yang ditentukan lain.

2.3 Ketentuan Subjek dan Objek Pajak Penghasilan (Pph)


2.3.1

Subyek pajak Penghasilan


Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, subyek pajak penghasilan

adalah sebagai berikut:


a.

Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia,

orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu
tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia.
b.

Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang

sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka


pendapatan
c.

itu

dikenakan

pajak.

Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di

Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;


Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;


Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah

Daerah; dan
Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan

d.

Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang

tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan
berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.

2.3.2

Obyek Pajak Penghasilan


Objek pajak penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang

diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Undangundang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan
dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak darimanapun asalnya
yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak
tersebut.
Pengertian penghasilan dalam Undang-undang PPh tidak memperhatikan
adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan
ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk
ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin
dan pembangunan. Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk
konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
Karena Undang-undang PPh menganut pengertian penghasilan yang luas
maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak
digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila
dalam satu Tahun Pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian
tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (Kompensasi Horisontal),

kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis
penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari
Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan
lain yang dikenakan tarif umum.
Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun

2.4 Ketentuan Pajak Penghasilan


2.4.1

dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dari penjualan,


tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan
hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain
pemerintah
Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari

pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib membayar sendiri PPh yang
terutang dengan menggunakan SSP ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro
sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang.
Maksud pejabat yang berwenang adalah Notaris, Pejabat Pembuat Akta
Tanah, Camat, Pejabat Lelang, atau pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada saat membayar Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan ini, di SSP wajib dicantumkan nama,alamat, dan NPWP dari

Orang Pribadi atau badan yang bersangkutan. Ini yang seringkali dilupakan oleh
Wajib Pajak yaitu pada saat melakukan pembayaran tidak menyantumkan NPWP
yang bersangkutan sehingga konsekuensinya atas pembayaran tersebut dapat ditagih
kembali oleh Kantor Pelayanan Pajak.
Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang melakukan pembayaran sendiri
PPh ini wajib menyampaikan SPT Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya
setelah bulan dilakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau
diterimanya pembayaran.

2.4.2

dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dari penjualan,


tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang
disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk
pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan
persyaratan khusus
Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari

pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ini dipungut PPh oleh bendaharawan
atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukarmenukar
Bendaharawan atau pejabat wajib menyetor PPh yang telah dipungut ke bank
persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum melakukan pembayaran kepada orang
pribadi atau badan yang berhak menerimanya atau sebelum tukar-menukar
dilaksanakan.
Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan SSP atas nama Orang
Pribadi atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar-menukar.

Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang


menyetujui tukar-menukar, yang melakukan pemungutan PPh wajib menyampaikan
SPT Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau diterimanya pembayaran.

2.4.3

Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain


kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum yang memerlukan persyaratan khusus.
Yang dimaksud dengan pembangunan untuk kepentingan umum yang

memerlukan persyaratan khusus adalah pembangunan yang dilakukan oleh


pemerintah di atas tanah yang pembebasannya dilakukan oleh pemerintah yang
lokasinya tidak dapat dipindahkan ke tempat lain yaitu untuk kepentingan misalnya:
jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, bendungan dan bangunan pengairan
lainnya, saluran irigasi, pelabuhan laut/ sungai, bandar udara, fasilitas keselamatan
umum, seperti tanggul penanggulangan banjir, lahar dan bencana lainnya, serta
tempat pembuangan sampah dan fasilitas ABRI.
Atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sesuai definisi ini
dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 Pasal 5 huruf b.
2.5 Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2 atas Pengalihan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan
Untuk menghitung pajak penghasilan berupa PPh Final Pasal 4 ayat 2 dari
transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan maka perlu diketahui tarifnya
dan objek pajaknya.

Tarif PPh Final Pasal 4 ayat 2 dari transaksi pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan secara umum adalah 5%. Sedangkan objek pajaknya adalah
penghasilan yang diperoleh dari transaksi tersebut. Rumusnya adalah:
PPh Final Pasal 4 ayat 2 = 5% x Penghasilan
Bruto dari Pengalihan hak atas tanah dan/atau
Karena objek pajaknya adalah penghasilan dari transaksi jual beli tanah
dan/atau bangunan maka dikenal dua istilah yang sering kita dengar yaitu Nilai NJOP
dan nilai pada Akta Pengalihan Hak. Oleh karena itu ditentukan lebih lanjut bahwa
nilai yang diapakai adalah nilai yang tertinggi antara NJOP dan Akta Pengalihan Hak
kecuali apabila transaksinya dengan bendahara maka nilai yang dipakai adalah nilai
yang disetujui atau berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan. Sedangkan
apabila transaksinya karena berdasarkan keputusan lelang maka nilai yang dipakai
adalah nilai berdasarkan keputusan lelang.

Contoh Penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Final :


2.5.1

Pasal 4 ayat 2 dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan:


Tuan A menjual tanah dan/atau bangunan kepada Tuan B sebesar Rp.

500.000.000,-. Namun nilai berdasarkan NJOP adalah Rp. 300.000.000,-. Maka


penghitungan pajaknya adalah:
PPh Final Pasal 4 ayat 2= 5% x 500.000.000,= 25.000.000.
Khusus untuk PPh Final atas Penjualan tanah dan/atau bangunan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang memang usahanya adalah menjual tanah dan/atau

bangunan atau istilah kita adalah developer atau pengembang perumahan. Maka tarif
yang digunakan ditentukan berdasarkan tipe perumahan yang dibangun. Apabila yang
dibangun adalah perumahan yang masuk kategori rumah sederhana dan rumah susun
sederhana maka tarif yang digunakan adalah 1% dari nilai tertinggi antara NJOP dan
Akta Pengalihan Hak.

2.5.2

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016


Peraturan terbaru pajak yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016

telah dirilis. Peraturan ini menjelasakan bagaimana pengenaan pajak atas pengalihan
hak atas tanah dan/ atau bangunan. Dengan kata lain, pajak jual beli rumah dan tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas
Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, Dan Perjanjian
Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya. Tanggal
Berlakunya PP 34 tahun 2016 Pajak Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau bangunan
Pasal 12 PP Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas
Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, Dan Perjanjian
Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya tersebut
berlaku sejak tanggal 7 September 2016.
A. Tarif Pajak Jual Beli Rumah dan Tanah
Tarif Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah
Dan/Atau Bangunan, Dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau

Bangunan Beserta Perubahannya sesuai pasal 2 ayat 1 PP Nomor 34 Tahun 2016


adalah :

0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada
pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN) yang mendapat penugasan
khusus dari pemerintah, atau badan usaha milik daerah (BUMD) yang
mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan umum


1 % (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana
yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan

pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan


2,5 % (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan, selain pengalihan hak atas tanah dan/atau

bangunan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2


B. Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) atas tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 huruf b PP 34 Tahun 2016 merupakan
kesepakatan jual beli antara para pihak yang meliputi surat PPJB, surat pemesanan
unit, kuitansi pembayaran uang muka, atau bentuk kesepakatan lainnya antara pihak
yang mengalihkan tanah dan/ayau bangunan dan pihak yang menerima pengalihan
tanah dan/atau bangunan
C. Nilai Pengalihan

Pasal 2 ayat 2 huruf a dan b dalam PP 34 tahun 2016, nilai pengalihan yang
dimaksud adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang (pengalihan
kepada pemerintah) nilai menurut risalah lelang (pengalihan sesuai peraturan lelang)
Pasal 2 ayat 2 huruf c dan huruf d dalam PP nomor 34 Tahun 2016, bahwa nilai yang
diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dilakukan melalui jual beli meliputi:
1.

yang dipengaruhi hubungan istimewa adalah harga pasar wajar atau hasil

2.

penilaian dari penilai independen yang mencerminkan harga pasar yang wajar
yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa adalah nilai transaksi penjualan
yang sebenarnya dilakukan oleh wajib pajak
D. Pembayaran Pajak Jual Beli Rumah dan Tanah
Ketentuan pembayaran pajak penghasilan jual beli rumah dan tanah adalah

sebagai berikut:
Di dalam pasal 3 dan 5 PP 34 Tahun 2016 disimpulkan bahwa pembayaran PPh
dilakukan untuk setiap pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau setiap PPJB
(yaitu berdasarkan Nomor Objek Pajak/NOP atas tanah dan/atau bangunan) sehingga
pembayaran untuk beberapa pengalihan tidak boleh digabungkan dalam satu bukti
pembayaran.

2.6 Pengaliahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Penghasilannya


dikecualikan dari Pajak Penghasilan.
Sesuai pasal 6 PP 34 Tahun 2016, yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran
pemungutan PPh yaitu:

Orang Pribadi mempunyai penghasilan di bawah PTKP yang melakukan

pengalihan dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari 60 Juta Rupiah dan bukan
dipecah-pecah

Orang Pribadi yang mengalihkan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah,

badan keagamaan, pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau op


menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan

Badan yang mengalihkan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah, badan

keagamaan, pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau op


menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan

Pengalihan karena waris

Badan yang melakukan pengalihan karena penggabungan, peleburan,

pemekaran usaha

Orang Pribadi atau Badan yang melakukan pengalihan dalam rangka

perjanjian bangun serah guna, bangun guna serah, atau pemanfaatan barang milik
negara
Untuk Pihak-pihak yang dimaksud diatas, pengecualian dari kewajiban pembayaran
pemungutan PPh dilakukan dengan penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB).

Untuk Pihak yang mengalihkan tanah dan/atau bangunan yaitu orang pribadi atau
badan yang bukan subjek pajak, maka tidak perlu melalui penerbitan SKB.

2.7 Jual Beli Tanah dan Rumah Sebelum 7 September 2016


Jika Penghasilan dari pihak penjual yang namanya tercantum dalam PPJB akan
ada 2 perlakuan, yaitu:

Jika Sebagian atau Seluruh pembayaran atas pengalihan diterima sebelum


tanggal 7 September 2016, maka dikenai tarif 5 % sesuai pasal 4 ayat 1 PP 48

Tahun 1994 stdd PP 71 Tahun 2008


Jika Sebagian atau seluruh pembayaran atas pengalihan diterima pada tanggal
7 September dan/atau setelahnya, maka dikenai tarif baru sesuai Pasal 2 ayat 1
PP 34 Tahun 2016

Penghasilan Pihak Pembeli yang namanya tercantum dalam PPJB sebelum terjadi
perubahan atau adendum PPJB sebagaimana dalam pasal 1 ayat 3 huruf b:

Perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dilakukan


sebelum tanggal 7 September 2016 dikenai PPh tarif Pasal 17 ayat 1, ayat 2

atau pasal 26 ayat 2a UU Pajak Penghasilan


Perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dilakukan
pada tanggal 7 September 2016 dan/atau setelahnya dikenai PPh berdasarkan
tarif pasal 2 ayat 1 PP Nomor 34 Tahun 2016

Daftar Isi
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1

Latar Belakang............................................................................................1

1.2

Rumusan Masalah.......................................................................................3

1.3

Tujuan..........................................................................................................3

BAB II...........................................................................................................................4
PEMBAHASAN........................................................................................................4
2.1

Pengertian Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan........................4

2.2

Dasar Hukum Pengenaan Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak atas

Tanah dan/atau Bangunan......................................................................................5


2.3

Ketentuan Subjek dan Objek Pajak Penghasilan (Pph)...............................5

2.4

Ketentuan Pajak Penghasilan......................................................................8

2.5

Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2 atas Pengalihan Hak atas

Tanah dan/atau Bangunan....................................................................................10


2.6

Pengaliahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Penghasilannya

dikecualikan dari Pajak Penghasilan....................................................................15


2.7

Jual Beli Tanah dan Rumah Sebelum 7 September 2016..........................16

Anda mungkin juga menyukai