Anda di halaman 1dari 14

REFERAT BEDAH ONKOLOGI

WSD (Water Seal Drainage)

Pembimbing oleh :
dr. Lopo Triyanto, Sp. B(K)Onk

Disusun oleh :
Ayustia Fani F.

G4A014133
SMF BEDAH

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bernapas merupakan aktivitas yang penting bagi manusia, tubuh
memerlukan suplai oksigen yang cukup untuk proses metabolisme. Jika terjadi
gangguan pada sistem pernapasan, misal saluran pernapasan terisi oleh cairan maka
sistem pernapasan akan terganggu, oleh karena itu dibutuhkan tindakan untuk
membantu mengembalikan fungsi normal sistem pernapasan, salah satunya adalah
dengan melakukan pemasangan Water Seal Drainage (WSD).
Kebutuhan pemasangan WSD misalnya, pada trauma (luka tusuk di dada),
disebabkan oleh benda tajam, bila tidak mengenai jantung, biasanya menembus
rongga paru-paru. Mekanisme penyebabnya bisa satu tusukan kuat ataupun satu
gerakan mendadak hebat. Akibatnya, selain terjadi perdarahan di rongga paru, udara
juga masuk ke dalam rongga paru. Oleh karena itu, paru pada sisi yang luka akan
mengalami kolaps. Penderita akan terlihat kesakitan saat bernapas, merasa sesak,
dan gerakan iga akan berkurang. Untuk itu kami membahas dan mempelajari lebih
dalam mengenai WSD.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Water Seal Drainage (WSD)


Water Seal Drainage (WSD) merupakan tindakan invasif yang dilakukan
untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura dengan
menggunakan pipa penghubung untuk mempertahankan tekanan negatif rongga
tersebut. Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya
terisi sedikit cairan pleura (Smeltzer, 2002).
Selang dada bekerja sebagai drain untuk udara dan cairan. Untuk membuat
tekanan negatif intrapleural, sebuah segel diperlukan pada selang dada untuk
mencegah udara luar masuk ke sistem. Cara paling sederhana untuk melakukan ini
yaitu dengan menggunakan sistem drainase dalam air. Tujuan tentang sistem satu,
dua, maupun tiga botol memberikan dasar pemahaman semua produk botol yang
dijual. Setiap sistem mempunyai keuntungan dan kerugian. (Hudak, 2010).
B. Tujuan pemasangan Water Seal Drainage (Koentjahja dkk, 2005)
Tujuan pemasangan WSD adalah sebagai berikut:
1.

Mengalirkan/ drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk


mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut

2.

Mengembangkan kembali paru yang kolaps

3.

Memasukkan obat ke dalam rongga pleura

C. Indikasi (Hudak, 2010)


Bila cidera, pembedahan atau gangguan lain pada integritas paru dan rongga dada
terjadi, pemasangan selang dada diperlukan. Selang dada adalah drain. Tujuannya
adalah untuk membuang udara, cairan, atau darah dari area pleural, untuk
mengembalikan tekanan negatif, pada area pleural, untuk mengembangkan kembali
paru yang kolaps atau kolaps sebagian, dan untuk mencegah refluks drainase
kembali ke dalam dada.

Indikasi pemasangan WSD adalah sebagai berikut (Koentjahja dkk, 2005):


1.

2.

Pneumothoraks:
a.

Spontan > 20% oleh karena ruptur bleb

b.

Luka tusuk tembus

c.

Klem dada yang terlalu lama

d.

Kerusakan selang dada pada sistem drainase

Hemothoraks:
a.

Robekan pleura

b.

Kelebihan antikoagulan

c.

Pasca bedah thoraks

3.

Hemopneumothorak

4.

Thorakotomy:
a.

Lobektomy

b.

Pneumoktomy

5.

Efusi pleura: Post operasi jantung

6.

Emfiema:
a.

Penyakit paru serius

b.

Kondisi inflamsi

7.

Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk

8.

Flail Chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

D. Kontra Indikasi pemasangan WSD (Koentjahja dkk, 2005)


1.

Hematothoraks masif yang belum mendapat penggantian cairan/ darah

2.

Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

3.

Perlekatan pleura yang luas

E. Tempat Pemasangan WSD (Hudak, 2010)


1.

Bagian Apeks paru: Yaitu pada anterolateral intercosta 1-2 yang berfungsi
untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura.

2.

Bagian Basal: Yaitu pada posterolateral intercosta ke 8-9 yang berfungsi untuk
mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura.

(Sumber: Hudak, 2010)

(Sumber: Luce JM et al dalam Koentjahja, 2005)

F. Jenis-Jenis WSD (Hudak, 2010)


1.

WSD dengan sistem satu botol


a.

Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simpel
pneumothoraks

b.

Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang selang
yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol. Jenis ini
mempunyai 2 fungsi, sebagai penampung dan botol water seal

c.

Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam 2cm
untuk mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan
kolaps paru

(Sumber: Luce JM et al dalam Koentjahja, 2005)


2.

WSD dengan sistem 2 botol


a.

Digunakan 2 botol; 1 botol mengumpulkan cairan drainase dan botol ke-2


botol water seal.

b.

Botol 1 dihubungkan dengan selang drainase yang awalnya kosong dan


hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan selang di
botol 2 yang berisi water seal. Dapat dihubungkan dengan suction control

c.

Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari rongga
pleura masuk ke water seal botol 2

d.

Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan mengalir
dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui
selang masuk ke WSD

e.

Biasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks, hemopneumothoraks,


efusi pleura

f.

Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.

(Sumber: Luce JM et al dalam Koentjahja, 2005)


3.

WSD dengan sistem 3 botol


6

a.

Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah


hisapan yang digunakan. Selain itu terpasang manometer untuk
mengontrol tekanan

b.

Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan

c.

Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3.
Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam
dalam air botol WSD

d.

Drainase tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan

e.

Botol ke-3 mempunyai 3 selang: Tube pendek diatas batas air dihubungkan
dengan tube pada botol ke dua, tube pendek lain dihubungkan dengan
suction, tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan
terbuka ke atmosfer.

(Sumber: Luce JM et al dalam Koentjahja, 2005)


4.

Sistem Unit Disposable


Sistem unit disposable terdiri atas tiga ruangan: ruang pengumpul dengan sub
ruangan; ruang water seal; dan ruang penghisapan. Ketinggian cairan di ruang
pengisapan menentukan besarnya tekanan pengisapan yang diberikan kepada
klien. Konfigurasi yang tepat dari ruangan ini berbeda-beda sesuai pabriknya.
Pada beberapa alat, bila ruang pengumpul terisi oleh drainase, ruang ini dapat
diganti atau dipasang kembali tanpa mengganggu keseluruhan sistem.

(Sumber: Luce JM et al dalam Koentjahja, 2005)


Keuntungan dan kerugian sistem WSD (Hudak, 2010):
Sistem
Satu Botol

Dua Botol

Keuntungan
1.

Penyusunan
sederhana

2.

Mudah untuk pasien


yang dapat berjalan

1.

Mempertahankan
water seal pada
tingkat konstan

2.

Memungkinkan
observasi dan
pengukuran drainase
dengan lebih baik

Kerugian
1.

Saat drainase dada


mengisi botol, lebih
banyak kekuatan
diperlukan untuk
memungkinkan udara
dan cairan pleural
untuk keluar dari dada
masuk ke dalam botol

2.

Campuran darah
drainase dan udara
menimbulkan
campuran busa dalam
botol yang membatasi
garis pengukuran
drainase

3.

Untuk terjadinya aliran,


tekanan pleural harus
lebih tinggi dari
tekanan botol.

1.

Menambah area mati


pada sistem drainase
yang mempunyai
potensial untuk masuk
ke dalam area pleural

2.

Untuk terjadinya aliran,


tekanan pleural harus
lebih tinggi dari
tekanan botol

3.

Mempunyai batas
kelebihan kapasitas
8

aliran udara dan adanya


kebocoran pleural.
Tiga botol

Sistem paling aman


untuk mengatur
penghisapan

Lebih kompleks, lebih


banyak kesempatan untuk
terjadinya kesalahan dalam
perakitan dan pemeliharaan.

Unit Water Seal


Sekali Pakai
(Disposable)

Plastik dan tidak mudah


pecah seperti botol

1.

Mahal

2.

Kehilangan water seal


dan keakuratan
pengukuran drainase
bila unit terbaik.

Flutter Valve

Screw-Valve

Calibrated Spring
Mechanism

1.

Ideal untuk transport 1.


karena segel air
2.
dipertahankan bila
unit terbalik

2.

Kurang satu ruang


untuk mengisi

3.

Tak ada masalah


dengan penguapan
air

4.

Penurunan kada
kebisingan

1.

Ideal untuk transport 1.


karena segel air
2.
dipertahankan bila
unit terbalik

2.

Kurang satu ruang


untuk mengisi

3.

Tak ada masalah


dengan penguapan
air

4.

Penurunan kada
kebisingan

1.

Sama dengan diatas

3.

Mahal
Katup berkipas tidak
memberikan informasi
visual pada tekanan
intrapleural karena
tidak adanya fluktuasi
air pada ruang water
seal.

Mahal
Katup berkipas tidak
memberikan informasi
visual pada tekanan
intrapleural karena
tidak adanya fluktuasi
air pada ruang water
seal.
Katup sempit
membatasi jumlah
volume yang dapat
diatasinya; tidak efisien
untuk kebocoran
pleural besar

Mahal

2.

Mampu mengatasi
volume besar

G. Pemantauan (Hudak, 2010)


1.

Pemantauan Drainase
Perhatikan warna, konsistensi dan jumlah drainase. Gunakan pulpen untuk
menandai tingkat sistem drainase pada akhir jaga dan jadwalkan interval waktu.
Waspadai terhadap perubahan tiba-tiba pada jumlah drainase. Peningkatan tibatiba menunjukkan perdarahan atau adanya pembukaan kembali obstruksi
selang. Penurunan tiba-tiba menunjukkan obstruksi selang atau kegagalan
selang dada atau sistem drainase.
Untuk mengembalikan patensi selang dada, tindakan keperawatan berikut
dianjurkan:
a.

Upayakan untuk mengurangi obstruksi dengan mengubah posisi pasien

b.

Bila bekuan dapat terlihat, regangkan selang antara dada dan unit drainase
dan tinggikan selang untuk meningkatkan efek gravitasi

c.

Pijat dan lepaskan selang secara bergantian untuk melepaskan secara


perlahan bekuan ke arah bawah drainase

d.

Bila selang dada terus-menerus tetap tersumbat, pembongkaran selang


dada dianjurkan. Pembongkaran selang dada rutin tanpa mengevaluasi
situasi pasien adalah kontroversial dan risiko.

2.

Memantau water seal


Memantau water seal dari sistem drainase selang dada sama pentingnya dengan
observasi drainase. Pemeriksaan secara visual untuk meyakinkan ruang water
seal terisi sampai garis air 2 cm. Bila penghisap diberikan, yakinkan garis air
pada tabung penghisap sesuai dengan jumlah yang di indikasikan. Bila pompa
penghisap pleural darurat digunakan, periksa ukuran penghisap. Jangan
menutup lubang ventilasi udara.
Observasi segel di bawah air terhadap fluktuasi pernapasan. Tak adanya
fluktuasi dapat menunjukkan bahwa paru re-ekspansi atau ada obstruksi pada
sistem. Gelembung yang terus menerus pada water seal tanpa penghisap dapat

10

menunjukkan bahwa selang telah berubahn tempat atau terlepas. Periksa


seluruh sistem terhadap llepasnya alat dan lihat selang dada untuk melihat
penempatan diluar dada.
Gelembung yang terjadi 24 jam setelah pemasangan selang dada sehubungan
dengan perbaikan pneumotoraks menunjukkan adanya fistula bronkopleural.
Ini biasa terjadi pada pengesetan ventilasi mekanis pada volume tidal dan
tekanan tinggi.
H. Komplikasi (Koentjahja, 2005)
Komplikasi yang dapat ditimbulkan melalui terapi WSD terdapat beberapa macam.
Ada yang berupa komplikasi insertional, mekanikal, sistemik dan lokal. Berikut ini
merupakan klasifikasi komplikasi-komplikasi dari terapi water seal drainage:
1.

Tube malposition: Yakni peletakan sealang WSD yang tidak sesuai dengan
tempat

seharusnya.

Beberapa

jenis

tube

malposition

meliputi,

intraparenchymal tube placement, fissural tube placement, chest wall tube


placement, mediastinal tube placement dan abdominal placement.
2.

Blocked drain: Adanya blokade pada selang WSD yang menyebabkan drainase
menjadi tidak lancar, dapat disebabkan oleh karena kekakuan, terbentuknya
gumpalan cairan, adanya puntiran, terdapat sisa debris atau ikut terbawanya
jaringan paru yang mengakibatkan selang WSD menjadi tersumbat

3.

Chest drain dislodgement: Yakni terlepasnya selang WSD dari cavum pleura
pasien, dapat dihindari dengan prosedur yang baik dan harus segera diatasi
dengan memasangkan kembali selang WSD melalui prosedur yang asepsis.

4.

Edema pulmonum reekspansi (REPE): Terjadinya udema pulmonum setelah


paru yang tadinya kolaps mengembang. Patogenesis yang mendasarinya antara
lain yakni adanya peningkatan permeabilitas kapiler, adanya radikal bebas
oksigen yang menyebabkan kerusakan kapiler dan adanya penurunan produksi
surfaktan. Tindakan pencegahannya

diduga

dapat

dilakukan dengan

melakukan drainase tanpa suction, dan melakukan drainase secara perlahanlahan.

11

5.

Emfisema subkutis: Adalah terbentuknya akumulasi udara pada ruang subcutan


pada dinding dada. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan krepitasi pada
palpasi dinding dada.

6.

Cedera saraf: pada pemasangan WSD yang kurang berhatihati dapat juga
menyebabkan cedera pada saraf di sekitar lokasi pemasangan WSD, cedera
saraf yang pernah terjadi akibat pemasangan WSD antara lain yakni, horners
syndrome, phrenic nerve injury, long thoracic nerve injury dan ulnar
neuropathy.

7.

Cedera kardiovaskular: Pada pemasangan WSD juga dapat menagkibatkan


cedera vascular yakni berupa perdarahan dan juga dapat memicu komplikasi ke
arah cedera jantung.

8.

Residual/ post extubation pneumothoraks: Yakni terjadinya pneumothoraks


akibat tidak terdrainasenya udara secara optimal dan atau pneumothoraks yang
terjadi karena prosedur pelepasan WSD yang kurang baik.

9.

Fistula: Yakni terbentuknya fistula yang dapat menghubungkan pleura dengan


subkutis atau bahkan fistula yang dapat menghubungkan bronkus beserta
cabangngnya dengan cavum pleura dan dengan subkutis.

10. Infeksi: Pada pemasangan WSD dapat terjadi infeksi yang bersifat lokal pada
sekitar lokasi terpasangnya selang WSD, dan yang lebih parah dapat juga
terjadi infeksi di dalam cavum pleura hingga mengakibatkan terbentuknya
cairan pus pada cavum pleura, dikenal juga dengan istilah empyema thoracis.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

12

1. WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara,


cairan (darah, pus) dari rongga pleura dengan menggunakan pipa penghubung
untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut.
2. WSD bertujuan untuk mengalirkan/drainage udara atau cairan dari rongga
pleura

untuk mempertahankan

tekanan

negatif

rongga

tersebut,

mengembangkan kembali paru yang kolaps, memasukkan obat ke dalam rongga


pleura, untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
3. Indikasi Pemasangan WSD adalah pada kasus pneumotoraks, hemotoraks,
hemopneumothorak, torakotomi, efusi pleura, empiema, profilaksis pada pasien
trauma dada yang akan dirujuk, flail Chest yang membutuhkan pemasangan
ventilator.

13

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Hudak, Carolyn M. 2010. Keperawatan Kritis. Editor, Monica Ester. Jakarta: EGC
Koentjahja, Abiyoso, Agung S, Muktyati S. Pneumotoraks dan Penatalaksanaannya.
Kumpulan Makalah Simposium Dokter Umum Gawat Darurat Paru, Surakarta, 3
Juli 2005; 39-45.
Smeltzer, S.C. & Bare. B.G., 2002. Brunner & Suddarths Textbook of Medical Surgical
Nursing 8th Edition Volume I, Jakarta: ECG.

14

Anda mungkin juga menyukai