BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lingkungan kita sedang terancam. Secara mengejutkan udara yang kita hirup, air yang kita
minum dan tanah yang kita andalkan untuk menanam bahan makanan telah terkontaminasi
secara langsung oleh hasil aktivitas manusia. Polusi dari sampah industri seperti tumpahan bahan
kimia, produk rumah tangga dan peptisida telah menyebabkan kontaminasi pada lingkungan.
Bertambahnya jumlah bahan kimia beracun menyebabkan ancaman bagi kesehatan lingkungan
dan organisme hidup yang ada di dalamnya.
Perkembangan pembangunan di Indonesia khususnya bidang industri, senantiasa
meningkatkan kemakmuran dan dapat menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat kita.
Namun di lain pihak, perkembangan industri memiliki dampak terhadap meningkatnya kuantitas
dan kualitas limbah yang dihasilkan termasuk di dalamnya adalah limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3). Bila tidak ditangani dengan baik dan benar, limbah B3 akan menimbulkan
pencemaran terhadap lingkungan.
Pencemaran atau polusi bukanlah merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari kita yang
sudah memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh pencemaran atau polusi lingkungan terhadap
kelangsungan dan keseimbangan ekosistem. Polusi dapat didefinisikan sebagai kontaminasi
lingkungan oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia, kualitas kehidupan,
dan juga fungsi alami dari ekosistem. Walaupun pencemaran lingkungan dapat disebabkan oleh
proses alami, aktivitas manusia yang notabenenya sebagai pengguna lingkungan adalah sangat
dominan sebagai penyebabnya, baik yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak.
Berdasarkan kemampuan terdegradasinya di lingkungan, polutan digolongkan atas dua
golongan:
1. Polutan yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan seperti sampah yang
mudah terdegradasi di lingkungan. Jenis polutan ini akan menimbulkan masalah lingkungan bila
kecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan degradasinya.
2. Polutan yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable pollutant), dapat
menimbulkan
masalah
lingkungan
yang
cukup
serius.
Bahan polutan yang banyak dibuang ke lingkungan terdiri dari bahan pelarut (kloroform,
karbontetraklorida), pestisida (DDT, lindane), herbisida (aroklor, antrazin, 2,4-D), fungisida
(pentaklorofenol), insektisida (organofosfat), petrokimia (polycyclic aromatic hydrocarbon
[PAH], benzena, toluena, xilena), polychlorinated biphenyls (PCBs), logam berat, bahanbahan
radioaktif, dan masih banyak lagi bahan berbahaya yang dibuang ke lingkungan, seperti yang
tertera dalam lampiran Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun.
Untuk mengatasi limbah (khususnya limbah B3) dapat digunakan metode biologis sebagai
alternatif yang aman, karena polutan yang mudah terdegradasi dapat diuraikan oleh
mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti CO2 dan H2O. Cara biologis atau
biodegradasi oleh mikroorganisme, merupakan salah satu cara yang tepat, efektif dan hampir
tidak ada pengaruh sampingan pada lingkungan. Hal ini dikarenakan tidak menghasilkan racun
ataupun blooming (peledakan jumlah bakteri). Mikroorganisme akan mati seiring dengan
habisnya polutan dilokasi kontaminan tersebut.
Hanya bioteknologi yang dipertimbangkan untuk menjadi kunci dalam mengidentifikasi
dan memecahkan masalah kesehatan manusia. Bioteknologi juga menjadi peralatan yang bagus
untuk pembelajaran atau perbaikan terhadap buruknya kesehatan akibat polusi lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penyusun menemukan beberapa
permasalahan dalam pembuatan makalah ini, yaitu diantara sebagai berikut :
1. Apakah pengertian Bioremediasi ?
2. Apakah tujuan dari biormediasi ?
3. Apa sajakah mikroorganisme yang berperan dalam proses bioremediasi ?
4. Bagaimanakah proses bioremediasi ?
5. Apa sajakah jenis-jenis bioremediasi ?
6. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi bioremediasi?
7. Apa sajakah kekurangan dan kelebihan bioremediasi ?
1.3 Tujuan dan Maksud Penulisan
Adapun tujuan dan maksud penulisan makalah ini, diantaranya :
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bioremediasi
Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan sebagai
proses dalam menyelesaikan masalah. Menurut Munir (2006), bioremediasimerupakan
pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam
mengendalikan pencemaran. Menurut Sunarko (2001),bioremediasi mempunyai potensi untuk
menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk
mengantisipasi masalah-masalah lingkungan.
Menurut Ciroreksoko(1996), bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian bahan
organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti karbondioksida (CO2), metan,
dan air. Sedangkan menurut Craword (1996), bioremediasi merujuk pada penggunaan secara
produktif proses biodegradatif untuk menghilangkan atau mendetoksi polutan (biasanya
kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan
masyarakat.
Jadi bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah
lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud
adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri yang berfungsi sebagai agen
bioremediator. Selain dengan memanfaatkan mikroorganisme, bioremediasi juga dapat pula
memanfaatkan tanaman air. Tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir
komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam proses pengolahan
limbah cair ( misalnya menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri patogen).
Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi.
Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik
polutan secara biologi dalam kondisi terkendali.
2.2 Tujuan Bioremediasi
Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan
yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) ataudengan kata lain
mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan.
2.3 Jenis-jenis Mikroorganisme yang berperan dalam bioremediasi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bioremediasi adalah salah satu teknologi
alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme.
Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri.
Mikroorganisme akan mendegradasi zat pencemar atau polutan menjadi bahan yang kurang
beracun atau tidak beracun. Polutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan pencemar organik
dan sintetik (buatan). Bahan pencemar dapat dibedakan berdasarkan kemampuan terdegradasinya
di lingkungan yaitu :
a. Bahan pencemar yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan yang mudah
terdegradasi di lingkungan dan dapat diuraikan atau didekomposisi, baik secara alamiah yang
dilakukan oleh dekomposer (bakteri dan jamur) ataupun yang disengaja oleh manusia, contohnya
adalah limbah rumah tangga. Jenis polutan ini akan menimbulkan masalah lingkungan bila
kecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan degradasinya.
b. Bahan pencemar yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable
pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius. Contohnya adalah jenis
logam berat seperti timbal (Pb) dan merkuri.
Sedangkan senyawa-senyawa pencemar menurut keberadaannya dapat dibedakan menjadi :
a. Senyawa-senyawa yang secara alami ditemukan di alam dan jumlahnya (konsentrasinya)
sangat tinggi, contohnya antara lain minyak mentah (hasil penyulingan), fosfat dan logam berat.
b. Senyawa xenobiotik yaitu senyawa kimia hasil rekayasa manusia yang sebelumnya tidak
pernah ditemukan di alam, contohnya adalah pestisida, herbisida, plastik dan serat sintesis.
Dalam bioremediasi, lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat
dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti
hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama tahap
akhir metabolisme, umumnya berlangsung melalui proses yang sama. Polimer alami yang
mendapat perhatian karena sukar terdegradasi di lingkungan adalah lignoselulosa (kayu)
terutama bagian ligninnya.
bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar
daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini
terjadi karena adanya biosurfaktan pada membran sel bakteri Pseudomonas.
c. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh bakteri.
Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada
sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan
oleh bakteri Pseudomonas ke dalam medium.
Berikut ini merupakan jenis-jenis bakteri pendegradasi hidrokarbon pada minyak bumi
yaitu:
1) Pseudomonas sp.
Pseudomonas berbentuk batang dengan diameter 0,5 1 x 1,5 5,0 mikrometer. Bakteri
ini merupakan organisme gram negatif yang motilitasnya dibantu oleh satu atau beberapa flagella
yang terdapat pada bagian polar. Akan tetapi ada juga yang hampir tidak mampu bergerak.
Bersifat aerobik obligat yaitu oksigen berfungsi sebagai terminal elektron aseptor pada proses
metabolismenya. Kebanyakan sp.esies ini tidak bisa hidup pada kondisi asam pada pH 4,5 dan
tidak memerlukan bahan-bahan organik. Bersifat oksidasi negatif atau positif, katalase positif
dan kemoorganotropik. Dapat menggunakan H2 dan CO sebagai sumber energi. Bakteri
pseudomonas yang umum digunakan sebagai pendegradasi hidrokarbon antara lain Pseudomonas
aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, dan Pseudomonas diminuta.
Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas dalam
mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit
mencapai sel bakteri. Adapun mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri
Pseudomonas yaitu:
Mekanisme
degradasi
hidrokarbon
alifatik
degradasi
hidrokarbon
aromatik
Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri Pseudomonas.
Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau kromosom oleh gen
xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase. Metabolisme senyawa
ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau catechol atau senyawa yang
secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya didegradasi
oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs
(siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat.
2) Arthrobacter sp.
Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur 0,8 1,2 x
1 8 mikrometer. Pada proses pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus kecil
dengan diameter 0,6 1 mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam, aerobik,
kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam dan gas yang berasal dari
glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur optimum 25 30oC.
3) Acinetobacter sp.
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 1,6 mikrometer dan panjang 1,5- 2,5
mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini tidak
dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai. Bakteri ini
bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada metabolisme. Semua
tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada suhu 33-350 C. Bersifat
oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk menggunakan rantai
hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu meremidiasi tanah yang tercemar oleh
minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan
tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa
yang bisa digunakan oleh bakteri ini, sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa
juga bisa digunakan sebagai sumber karbon oleh beberapa strain.
4) Bacillus sp.
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek
(biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 mm dan panjang 3-5 mm.
Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya
yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini
mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan
minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan
pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon
minyak bumi dengan cepat. Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan seperti Bacillus subtilis,
Bacillus cereus, Bacillus laterospor.
Selain dari golongan bakteri, mikroba pendegradasi hidrokarbon juga dapat dilakukan oleh
fungi. Fungi pendegradasi hidrokarbon
umumnya
juga
dapat
mendegradasi
hidrokarbon
polisiklik
aromatik.
Sistem
enzim
monooksigenase Sitokrom P-450 pada jamur ini memiliki kemiripan dengan sistem yang
dimiliki mamalia.
dihidrodiol dan quinon dan terbentuk gugus tambahan yang larut air (misalnya sulfat,
glukuronida, ksilosida, glukosida). Senyawa ini merupakan hasil detoksikasi pada jamur dan
mamalia.
2. Pencemaran Logam Berat
Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang berbahaya di
permukaan bumi, sehingga kontaminasi logam berat di lingkungan merupakan masalah yang
besar. Persoalan spesifik logam berat di lingkungan terutama akumulasinya sampai pada rantai
makanan dan keberadaannya di alam menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara maupun air.
Bahan pencemar senyawa anorganik/mineral misalnya logam-logam berat seperti merkuri (Hg),
kadmium (Cd), Timah hitam (pb), tembaga (Cu), timbal (Pb), dan garam-garam anorganik.
Bahan pencemar berupa logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh biasanya melalui
makanan dan dapat tertimbun dalam organ-organ tubuh. Mikroba memerlukan logam sebagai
fungsi struktural dan katalis serta sebagai donor atau reseptor elektron dalam metabolisme
energi. Kemampuan interaksi mikroba terhadap logam antara lain :
a. Mengikat ion logam yang ada di lingkungan eksternal pada permukaan sel serta membawanya ke
dalam sel untuk berbagai fungsi sel. Contohnya bakteri Thiobaccilus sp. Mampu menggunakan
Fe dalam aktivasi enzim format dehidrogenase pada sitokrom.
b. Menggunakan logam sebagai donor atau akseptor elektron dalam metabolisme energi.
c. Mengikat logam sebagai kation pada permukaan sel yang bermuatan negatif dalam proses yang
disebut biosorpsi.
Mikroba mengurangi bahaya pencemaran logam berat dapat dilakukan dengan cara
detoksifikasi, biohidrometakurgi, bioleaching, dan bioakumulasi.
Detoksifikasi (biosorpsi) pada prinsipnya mengubah ion logam berat yang bersifat toksik
menjadi senyawa yang bersifat tidak toksik. Proses ini umumnya berlangsung dalam kondisi
anaerob dan memanfaatkan senyawa kimia sebagai akseptor elektron.
Biohidrometalurgi pada prinsipnya mengubah ion logam yang terikat pada suatu senyawa yang
tidak dapat larut dalam air menjadi senyawa yang dapat larut dalam air.
Bioleaching merupakan aktivitas mikroba untuk melarutkan logam berat dari senyawa yang
mengikatnya dalam bentuk ion bebas. Biasanya mikroba menghasilkan asam dan senyawa
pelarut untuk membebaskan ion logam dari senyawa pengikatnya. Proses ini biasanya langsung
diikuti dengan akumulasi ion logam.
Bioakumulasi merupakan interaksi mikroba dan ion-ion logam yang berhubungan dengan
lintasan metabolism.
Interaksi mikroba dengan logam di alam adalah imobilisasi logam dari fase larut menjadi
tidak atau sedikit larut sehingga mudah dipisahkan. Adapun contoh mikroba pendegradasi
logam yaitu :
1) Enterobacter cloacae dan Pseudomonas fluorescens mampu mengubah Cr (VI) menjadi Cr (III)
dengan bantuan senyawa-senyawa hasil metabolisme, misalnya hidrogen sulfida, asam askorbat,
glutathion, sistein, dll.
2) Desulfovibrio sp. membentuk senyawa sulfida dengan memanfaatkan hidrogen sulfida yang
dibebaskan untuk mengatasi pencemaran logam Cu.
3) Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang menggunakan sulfur dan besi
sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi molekul organik dalam endapan yang bisa
menghasilkan energi.
4) Bakteri pereduksi sulfat contohnya Desulfotomaculum sp. Dalam melakukan reduksi sulfat,
bakteri ini menggunakan sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor elektron dan
menggunakan bahan organik sebagai sumber karbon. Karbon tersebut selain berperan sebagai
sumber donor elektron dalam metabolismenya juga merupakan bahan penyusun selnya. Adapun
reaksi reduksi sulfat oleh bakteri ini adalah sebagai berikut.
5) Bakteri belerang, khususnya Thiobacillus ferroxidans banyak berperan pada logam-logam dalam
bentuk senyawa sulfida untuk menghasilkan senyawa sulfat.
6) Mikroalga contohnya Spirulina sp., merupakan salah satu jenis alga dengan sel tunggal yang
termasuk dalam kelas Cyanophyceae. Sel Spirulina sp. berbentuk silindris, memiliki dinding sel
tipis. Alga ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengikat ion-ion logam dari larutan
dan mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan
pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina,
sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel dalam sitoplasma.
7) Jamur Saccharomyces cerevisiae dan Candida sp. dapat mengakumulasikan Pb dari dalam
perairan, Citrobacter dan Rhizopus arrhizus memiliki kemampuan menyerap uranium.
Penggunaan jamur mikoriza juga telah diketahui dapat meningkatkan serapan logam dan
menghindarkan tanaman dari keracunan logam berat.
2.4 Proses Bioremediasi
Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan biokatalis. Saat
bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan
beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut. Enzim mempercepat proses tersebut
dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan untuk memulai suatu
reaksi. Pada proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik menjadi
senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada
biodegradasi. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di lingkungan merupakan proses yang
sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan berbahaya di lingkungan, yang berlangsung
melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup kompleks dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak
berbahaya dan tidak beracun. Misalnya mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang tidak
berbahaya misalnya CO2. Dalam proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia
tersebut untuk pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi. Enzim yang
dihasilkan juga berperan untuk mengkatalis reaksi degradasi, sehingga tidak membutuhkan
waktu yang lama untuk mencapai keseimbangan. Lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia
yang berbahaya dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia
alami seperti hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya,
terutama tahap akhir metabolisme umumnya berlangsung melalui proses yang sama.
Supaya proses tersebut dapat berlangsung optimal, diperlukan kondisi lingkungan yang
sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangangbiakan mikroorganisme. Tidak
terciptanya kondisi yang optimum akan mengakibatkan aktivitas degradasi biokimia
mikroorganisme tidak dapat berlangsung dengan baik, sehingga senyawa-senyawa beracun
menjadi persisten di lingkungan. Agar tujuan tersebut tercapai diperlukan pemahaman akan
prinsip-prinsip biologis tentang degradasi senyawa-senyawa beracun, pengaruh kondisi
lingkungan terhadap mikroorganisme yang terkait dan reaksi-reaksi yang dikatalisnya. Salah satu
cara untuk meningkatkan bioremediasi adalah melalui teknologi genetik. Teknologi genetik
molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait
pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan
pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi
tidak berbahaya.
2.5 Jenis-jenis Bioremediasi
A. Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
1. Biostimulasi
Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah
ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu
penambahan nutrien dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada dalam jumlah sedikit, maka
harus ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses dapat terjadi.
Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar
kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium di perbanyak dan dikembalikan ke
tempat asalnya untuk memulai bioproses. Namun sebaliknya, jika kondisi yang dibutuhkan tidak
terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan
ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar (Suhardi, 2010).
2. Bioaugmentasi
Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah cair
untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi. Cara ini paling sering
digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Hambatan mekanisme ini yaitu
sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroba dapat berkembang dengan
optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan tersebut (Uwityangyoyo, 2011).
Menurut Munir (2006), dalam beberapa hal, teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan
penambahan nutrien tertentu.
Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam
bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit
untuk beradaptasi.
3. Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
B. Bioremediasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu:
1. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses bioremediasi yang
digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut). Proses bioremadiasi in situ pada lapisan
surface juga ditentukan oleh faktor bio-kimiawi dan hidrogeologi
2. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu ditreatment
ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal. Lalu diberi perlakuan khusus
dengan memakai mikroba. Bioremediasi ini bisa lebih cepat dan mudah dikontrol dibanding insitu, ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.
2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi Bioremediasi.
Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan
demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon perlu
dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan penambahan suplemen yang sesuai.
Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses
bioremediasi, yang meliputi kondisi tanah, temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
a) Lingkungan
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran
nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan mengakibatkan
terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif.
Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir
ataupun kerikil kasar sehingga dispersi oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik.
Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di
dalam tanah.
b) Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40C. Ladislao, et. al.
(2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38C bukan pilihan yang valid
karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol mikroorganisme patogen. Pada
temperatur yang rendah, viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan volatilitas alkana
rantai pendek yang bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan meningkat sehingga
proses biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi tempat
dilaksanakannya bioremediasi
c) Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah
oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen
merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah
tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c)
kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan
salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon minyak
d) pH.
Pada tanah umumnya merupakan lingkungan asam, alkali sangat jarang namun ada yang
melaporkan pada pH 11. Penyesuaian pH dari 4,5 menjadi 7,4 dengan penambahan kapur
meningkatkan penguraian minyak menjadi dua kali. Penyesuaian pH dapat merubah kelarutan,
bioavailabilitas, bentuk senyawa kimia polutan, dan makro & mikro nutrien. Ketersediaan Ca,
Mg, Na, K, NH4+, N dan P akan turun, sedangkan penurunan pH menurunkan ketersediaan
NO3- dan Cl- . Cendawan yang lebih dikenal tahan terhadap asam akan lebih berperan
dibandingkan bakteri asam.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat
pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Jenis-jenis bioremediasi meliputi :
A. Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
1. Biostimulasi, yaitu memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di
daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu
penambahan nutrien dan oksigen.
2. Bioaugmentasi, yaitu penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah cair untuk
meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi.
3. Bioremediasi Intrinsik, terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
B. Bioremediasi berdasarkan lokasi, meliputi :
1. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses bioremediasi yang
digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut).
2. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu ditreatment
ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal.
3.2 Saran
Penyusun menyarankan agar makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya serta kita harus
bisa menjaga lingkungan dengan baik dengan cara membuang sampah pada tempatnya.
Lingkungan merupakan tempat kita yang harus dilestarikan dan dijaga. Karena hal tersebut juga
bisa bermanfaat untuk manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H.S., M. Yani, F. Aribowo, and A.M. Fauzi. 2004. Bioremediation: A Case Study in East
Kalimantan, Indonesia. Proceeding the 1st COE International Symposium Environmental
Degradation and Ecosystem Restoration in East Asia Tokyo University Japan. 9 p.
Baker, J. M., Clark, R. B., Kingston, P. F. and Jenkins, R. H. (1990). Natural Recovery of Cold
Water Marine Environments after an Oil Spill. 13th AMOP Seminar, June 1990
Cookson, J.T. 1995. Bioremediation Engineering : Design and Application. McGraw-Hill, Inc.
Toronto.
Budianto, H. 2006. Perbaikan lahan terkontaminasi minyak bumi secara bioremediasi
Munawar dkk. 2005. Bioremediasi Tumpahan Minyak Mentah Dengan Metode Biostimulasi Di
Lingkungan Pantai Surabaya Timur. Surabaya.