Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

1. 1 IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. HH

Usia

: 58 tahun

Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jl. Serayu no 117 RT/RW 03/07, Mintaragen, Tegal timur, Jawa Tengah

Status perkawinan

: Sudah menikah

1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada istri pasien tanggal 15
Otober 2016, pukul 11.00, di Kamar 103 Ruang Edelweis bawah RSUD Kardinah Kota Tegal.
Keluhan Utama: Pusing berputar sejak 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien Tn. HH datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD
Kardinah dengan keluhan pusing berputar sejak 3 hari SMRS. pusing seolah sekelilingnya
bergerak sejak 3 SMRS. Rasa pusing yang berputar timbul bila pasien melakukan gerakan seperti
bangun dari tempat duduk dan ketika menggerakkan kepalanya. Pasien juga mengeluhkan
bicaranya menjadi cadel dan pelo sejak beberapa bulan terakhir. Nyeri pinggang yang menjalar
ke kaki sebelah kanan juga dikeluhkan oleh pasien. Keluhan mual dan muntah disangkal
pasien, penurunan kesa daran, penglihatan yang menurun atau melihat dobel, disangkal oleh
pasien. Keluhan gangguan pendengaran (telinga berdenging) dan nyeri pada daerah telinga
disangkal oleh pasien. Riwayat trauma kepala sebelumnya disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu : sering mengalami gejala yang sama sebelumnya,DM (+),
Spondilosis, riwayat stroke (-) , Hipertensi (- ), Kejang (-)
Riwayat Pengobatan: pasien sudah berobat ke puskesman dan diberikan obat paracetamol,
mecobalamin, tramadol, pregabalin, dan meloxicam tapi keadaan pasien tidak membaik

Riwayat Penyakit Keluarga:Keluarga pasien tidak pernah mengalami hal yang serupa dengan
pasien.
Riwayat Kebiasaan: Pasien sering merokok dan makan makanan yang asin dan berlemak,
serta gorengan sering. Pasien juga jarang berolahraga.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


GCS: E4M6V5
Kesan Sakit: Tampak Sakit Berat
Tanda Vital:
T: 120/70 mmHg N: 88x/menit

S: 36,5 oC

P: 22x/menit

Status Generalis:
Kepala: Tidak ada jejas (-), deformitas (-) pada kepala. Ukuran normocephal
Wajah: tidak simetris, tidak tampak sesak, tampak lemas dan pucat, tidak sianosis.
Mata: Bentuk normal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,

reflek cahaya (+/+), kornea jernih, eksopthalmus (-/-)


Hidung: Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Telinga: Normotia, fistel(-), meatus akustikus eksterna lapang, secret (-/-), serumen (+/+)

sedikit
Mulut: labioschiziz (-), palatoschiziz (-), bibir sianosis (-), bibir kering (-), trismus (-),

faring hiperemis (-), uvula ditengah hiperemis (-), arcus faring simetris
Leher: Trakea teraba ditengah, KGB serta kelenjar tiroid tidak teraba membesar.
Paru-paru:
o Inspeksi
: bentuk simetris pada saat statis & dinamis, retraksi (-),
o Palpasi
: vocal fremitus simetris
o Perkusi
: Sonor pada kedua lapang paru
o Auskultasi
: Suara dasar nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-) wheezing (-/-)
Jantung:
o Inspeksi
: pulsasi Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi
: pulsasi ictus cordis tidak teraba
o Perkusi
: Batas jantung tidak dinilai
o Auskultasi
: S1 S2 normal regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
o Inspeksi
: datar
o Auskultasi
: Bising usus (+) normal
2

o Palpasi
: Supel
o Perkusi
: Timpani
Genitalia: Tidak dilakukan
Ektremitas: Akral hangat di keempat ekstremitas. Oedem (-).

Status Neurologis

GCS: E4M6V5
Gerakan abnormal: Tidak ada
a. Rangsangan Meningeal:
o Burdzinsky 1
:o Burdzinsky 2
:o Kernig
:o Kaku kuduk
:o Laseque
:b. Nervus Cranialis:
o N I (Olfaktorius)
: Tidak dilakukan pemeriksaan
o N II (Optikus)
Visus
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Warna
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Funduskopi
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Lapang pandang
: Tidak dilakukan pemeriksaan
o N III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
Gerakan bola mata : Tidak ada kelainan
Ptosis
: Tidak ada kelainan
Pupil
: Isokor, bulat, 3mm / 3mm
Refleks Pupil
langsung
:+/+
tidak langsung : + / +
o N V (Trigeminus)
Sensorik
:
Tidak dilakukan pemeriksaan
Motorik
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks kornea
: Tidak Dilakukan Pemeriksaan
o N VII (Fasialis)
Sensorik (indra pengecap)
: Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Motorik
Angkat alis
: Tidak terdapat kelainan
Menutup mata
: Tidak terdapat kelainan
Menyeringai
: Tidak simetris
Gerakan involunter
:-/o N. VIII (Vestibulocochlearis)
3

Keseimbangan
Nistagmus
:
Tidak Dilakukan pemeriksaan
Tes Romberg : :Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Pendengaran
Tes Rinne
:
Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Schwabach :
Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Weber
:
Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
o N IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Refleks menelan
: Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Refleks batuk
: Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Refleks muntah
: Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Posisi uvula
: Tidak Dilakukan pemeriksaan
Posisi arkus faring : Simetris
o N XII (Hipoglosus)
Tremor lidah
: Ujung lidah saat dijulurkan
: Fasikulasi
:

c. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis

Biceps

/N

Triceps

/N

Achiles

/N

Patella

/N

b. Refleks Patologis

Babinski

-/-

Oppenheim

-/-

Chaddock

-/-

Gordon

-/-

Scaeffer

-/-

Hoffman-Trommer

-/-

2. Kekuatan Otot
Ekstremitas Atas

: 5/5
4

Ekstremitas Bawah

: 5/5

3. Tonus Otot
a. Hipotoni

: - /-

b. Hipertoni

: -/-

d. Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor

2. Chorea

3. Balismus

Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan


e. Susunan Saraf Otonom
Inkontinensia

:-

Hipersekresi keringat

:-

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium darah 8/9/2016
Pemeriksaan (23/4/2016)
Hematologi
CBC
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Leukosit
Eritrosit
RDW
MCV
MCH
MCHC
SGOT

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

6,6
20
88
10,2
2,2
19,6
90,5
29,9
33

13,7 17,7
42 52
150 521
4,4 11,3
4,5 5,9
11,5 14,5
80 96
28 33
33 36

g/dl
%
ribu/uL
ribu/uL
juta/uL
%
Unit
Pcg
g/dL

23,6

15-40

U/L
5

SGPT
Ureum
Creatinine
Kima Klinik
GDS
Elektrolit
Na
K
Cl

37,8
54
1,65

10-40
12.8-42.8
0,9-1,3

U/L
mg/dL
mg/dl

128

70-140

Mg/dL

138,2
3,80
110,1

136-145
3.3-5.1
98-106

Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L

HBsAg
HIV

Negatif
Non reaktif

Negatif

CT-Scan KepalaTanpa Kontras

Kesan:

Perdarahan Intraserebral hemisphere sinistra (Stroke Hemorrhagic)


6

1.5 RESUME
Pasien Tn. HS datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Kardinah dengan keluhan
pingsan sejak 4 jam SMRS. Pingsan timbul mendadak pada saat pasien beristirahat. Sebelumnya
pasien sering mengeluh nyeri kepala hilang timbul, terasa seperti dipukul. Setelah pasien sadar,
pasien mengeluh tidak bisa menggerakkan tangan dan kaki sebelah kanan. Mual dan muntah
disangkal. Demam disangkal. Batuk dan sesak nafas disangkal. Buang air kecil (BAK) dan
buang air besar (BAB) tidak terdapat gangguan. Kepala terbentur disangkal. Kejang-kejang
disangkal.
Didapatkan tanda vital T: 170/100, N: 96x, S: 36,5 OC, P: 22x. Dari hasil Status generalis
dalam batas normal. Dari pemeriksaan Neurologis didapatkan hasil refleks fisiologis meningkat
pada sisi kanan dan reflks patologis yang positif pada sisi kanan tubuh.
Dari hasil Lab darah didapatkan peningkatan ureum dan kreatinin, penurunan Kalium. Dari hasil
CT-Scan didapatkan kesan ICH Thallamus sinistra dan SAH di Sisterna Quadrigeminal.

1.6 DIAGNOSIS
Diagnosis klinis
Diagnosis topik
Diagnosis etiologi

: Hemiplegia dextra
: ICH Hemisphere Sinistra
: Stroke Hemorrhagic

1.7 TATALAKSANA
Non Medikamentosa
Bed rest
Fisioterapi
Diet rendah garam
Medikamentosa
IVFD RL 16-20 tpm
7

Inj. Brainact 2 x 1 gr
Inj. Kalbeco 2 x 1 gr
Inj. Rocer 2 x 1 amp
Inj. Asam Traneksamat 3 x 500 mg
Inj. Manitol 4 x 125 mg
Inj. Ceftazidine 2 x 1 amp
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
Candesartan 2 x 16 mg P.O
HCT 1-0-0 P.O
Renapar 2 x 1 P.O

1.8 PROGNOSIS
Ad vitam
: Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam

TINJAUAN PUSTAKA
STROKE HEMORAGIK
1.1.

Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik


Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat

akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke
dalam jaringan otak [3]

3.2.

Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik


Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan.

[2]

Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan

meninggal pada tahun berikutnya

dan sepertiganya

bertahan hidup dengan

kekacauan, d a n s e p e r t i g a s i s a n y a d a p a t s e m b u h k e m b a l i s e p e r t i s e m u l a .
Dari keseluruhan data di dunia, tern yata stroke sebagai pen yebab kematian
mencapai 9% (sekitar 4 juta)dari total kematian per tahunnya. [4]
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana
10-15% merupakan stroke hemoragik khususnya perdarahan intraserebral. M o r t a l i t a s d a n
m o r b i d i t a s p a d a s t r o k e h e m o r a g i k l e b i h b e r a t d a r i p a d a s t r o k e iskemik.
Dilaporkan

hanya

sekitar

20%

kemandirian fungsionalnya. S e l a i n

saja
itu

pasien
ada

yang

mendapatkan

sekitar

40-80%

kembali
akhirnya

meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam
pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, a d a 4 7 % wanita dan 53% kali-laki
dengan rata-rata umur 69 tahun (78%) berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur
lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih
buruk. [2]

3.3

Etiologi Stroke Hemoragik

Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:[5]

Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)

Ruptur kantung aneurisma

Ruptur malformasi arteri dan vena

Trauma (termasuk apopleksi tertunda pasca trauma)

Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi


hati, komlikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan
hemofilia.

Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.

Septik embolisme, myotik aneurisma

Penyakit inflamasi pada arteri dan vena

Amiloidosis arteri

O b a t v a s o p r e s s o r, k o k a i n , h e r p e s s i m p l e k s e n s e f a l i t i s , d i s e k s i a r t e r i
veretbral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis

3.4

Faktor Resiko Stroke Hemoragik


Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke hemoragik dijelaskan

dalam table berikut : [6]


Faktor Resiko
Umur

Keterangan
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk

Hipertensi

setiap 10 tahun di atas 55 tahun.


Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini
berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko
perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya,
risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun

10

Seks

masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum

Riwayat keluarga

usia 65.
Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar lakilaki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk
stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan
tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki
tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga
tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi

Diabetes mellitus

Kaukasia kelas menengah atas di California.


Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.
Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal

Penyakit jantung

pada mikrosirkulasi serebral.


Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih
dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang
fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner

Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular


aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena
miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
11

Sangat

terkait

dengan

stroke

emboli

dan

fibrilasi

atrial

karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke


sebesar 17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti
prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
Merokok

ascending aorta.
Beberapa laporan,

termasuk

meta-analisis

angka

studi,

menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan


risiko

stroke

untuk

segala

usia

dan

kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah


batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa
Peningkatan

lima tahun setelah penghentian.


Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit

hematokrit

melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah


dari

isi

sel

darah

merah;

plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan


penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan
gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan
penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh
kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadangPeningkatan

kadang dapat terjadi.


Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke

tingkat fibrinogen

trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,

dan kelainan

seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan

system pembekuan berhubungan dengan vena thrombotic.


Penyalahgunaan
Obat yang telah berhubungan dengan

stroke

termasuk
12

obat

methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.


Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat
mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang
iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas
vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan

Hiperlipidemia

difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.


Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang
jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor
risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di
bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan

Kontrasepsi oral

yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.


Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke
pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme
diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang

Diet

produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun


Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke
termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa
menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran
otak dan autoregulasi.

Kegemukan

Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
13

telah

secara

konsisten

meramalkan

berikutnya

stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh


adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30%
di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark
otak berikutnya.
Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui

Infeksi

pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.


Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan
Sirkadian dan

arteritis otak dan infark.


Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan

faktor musim

siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan


diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.
Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah
didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif
dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada
orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

3.5.

Patogenesis Stroke Hemoragik

A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa orang
tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini
(disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.[6]
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka, tumor,
peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan
dalam dosis yang terlalu tinggi.

Pendarahan gangguan dan penggunaan antikoagulan

meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.[6]


14

B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena
cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.[6]
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika
perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah
perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah arteri otak,
yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.[6]
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah
hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.
Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya diidentifikasi
jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup jantung yang
terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri
menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.[6]
3.6.

Patofisiologi Stroke Hemoragik


Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu

15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit.
Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke).
Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia.
Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.[7]
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi,
yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi
yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.[7]
15

Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot
dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral
presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan
bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.[7]
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan
hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral
pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.[7]
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan
kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.[7]
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang
disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia
basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan
terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan defisit sensorik.[7]
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otototot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada
serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari
lokasi kerusakan:[7]

Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).

Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia


(traktus piramidal).

Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus).

Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),


singultus (formasio retikularis).

Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).

Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang j.atuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik
[III], saraf abdusens [V]).
16

Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran


tetap dipertahankan).

3.7.

Gejala Klinis Stroke Hemoragik


Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan

intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi biasanya
ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke hemoragik
dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan
intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.[2]
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong,
dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan)

terlibat, sebuah

sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong
bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan
kekurangan perhatian pada sisi kiri.[2]
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi batang
otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea, dan
kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas
ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau
kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan
diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral
tubuh.[2]

A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita,
serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua,
sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada.

Gejala disfungsi otak menggambarkan

perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan,
17

kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh.
Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang.
Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan
hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik atau menit.[8]
B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada saraf
atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit
kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:[8]

Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut sakit
kepala halilintar)

Sakit pada mata atau daerah fasial

Penglihatan ganda

Kehilangan penglihatan tepi

Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu
harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.[8]
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan mencapai
puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran singkat.
Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa
orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung,
dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak
responsif dan sulit untuk dibangunkan. [8]
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan
jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus, sering
dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. [2]
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan
pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: [2,8]

Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)

Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh

Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa

18

Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau
jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan
subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: [2,8]

Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid

dapat

membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal) dari
pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya,

darah

terakumulasi

dalam

otak,

peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala


seperti sakit kepala,

mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat

meningkatkan risiko koma dan kematian.

Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak
(kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak mendapatkan
oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.
menyebabkan gejala mirip
sensasi pada satu

Vasospasm dapat

dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya

sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo,

dan koordinasi terganggu.

3.8.

Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.


Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.

Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis,
gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia,
disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara
mendadak. [1]
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan Luessenhop
et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien stroke dengan
perdarahan intraserebral.[9]

19

Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai


perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya keadaan
perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. [10]
Sistem grading yang dipakai antara lain :

Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage


Grade
I
II

Kriteria
Asimptomatik atau minimal sakit keoala atau leher kaku
Sakit kepala sedang hingga berat, kaku kuduk, tidak ada defisit

III
IV

neurologis
Mengantuk, kebingungan, atau gejala fokal ringan
Stupor, hemiparese sedang hingga berat, kadang ada gejala deselerasi

awal
Koma

WFNS SAH grade


WFNS grade
0
1

GCS Score

Major facal deficit

15

20

2
3
4
5

13-14
13-14
7-12
3-6

+
+ or + or -

Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya
aneurisma. [10]
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan menyingkirkan
diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita stroke diantaranya
adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa.
[2]

Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah langkah
penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan. Pencitraan otak
membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi komplikasi seperti
perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak
merupakan pilihan yang dapat digunakan.2
Versi CT
orisinal:
non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke
= (0.80 Pencitraan
x kesadaran)
(0.66 x untuk
muntah)
+ (0.33 x sakit
kepala)
+ (0.33xintrakranial
tekanan darah
iskemik.
ini+berguna
membedakan
stroke
dari patologi
lainnya. CT
diastolik) (0.99 x atheromal) 3.71.
non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan
Versi disederhanakan:
daripada
CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
yang
mendasari
atau lesi
menyebabkan
perdarahan.
= (2.5
x kesadaran)
+ (2yang
x muntah)
+ ( 2 x sakit
kepala)2 + (0.1 x tekanan darah diastolik)
(3 x atheroma)
12.lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk memulai
Pemeriksaan
memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki kejadian
Kesadaran:
signifikan
dengan stroke.2
karena tidak
seluruh
Rumah Sakit
alat-alat di atas, maka untuk
SadarOleh
= 0; mengantuk,
stupor
= 1; semikoma,
koma memiliki
=2
memudahkan
pemeriksaan
Muntah: tidak
= 0 ; ya = 1dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem skoring yaitu
sistem
gejala
yang
Sakit yang
kepalaberdasarkan
dalam 2 jam:
tidakklinis
= 0 ; ya
= 1 ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem
skoring yang sering digunakan antara lain:
Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
Siriraj Hospital Score [11]
Pembacaan:
Skor

> 1 : Perdarahan otak


< -1: Infark otak

Sensivitas

: Untuk perdarahan: 89.3%.

21

Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis,


meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan subaraknoid,
hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic
Attack (TIA).2

3.9.

Penatalaksanaan Stroke Hemoragik

22

A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat


1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor
VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang
normal.
Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant, tapi
tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 1
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh frozen
plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90g/kg pada pasien PIS yang memakai warfarin
dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tetap diikuti

23

dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa


jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi
platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat
dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap kontroversial.
Tidak dioperasi bila: 1
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila: 1
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya
dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan
perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


24

1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat
darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas yang
adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1
a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun kedua
hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada keadaan
klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya vasospasme atau
memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1
a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang setelah
rupture aneurisma pada PSA.

25

b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA, banyak
penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak berbeda dengan
operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang
lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi
yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk perdarahan
ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara oral
60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti memperbaiki
deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang
diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan cerebral
perfusion pressure sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat
vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien
yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-pasien
yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
26

Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.


Berikan Dobutamine 2-15 g/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering
dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan
dosis 6-12 g/hari.1
6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik (TDS)
tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum tindakan
operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari 90
mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan vasopressors,
dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang mungkin terjadi akibat
vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan
NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan
tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,
27

kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang
disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis 100
mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis terbagi.
Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang tidak
kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai faktorfaktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri
media.1
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama. Kejadiannya
kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase eksternal
ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer atau
permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
10. Terapi Tambahan 1
a. Laksansia (pencahar) diperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah
trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression devices.
b. Analgesik:
Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:

Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.

Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.

Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.

Propofol 3-10 mg/kg/jam.


28

Cegah terjadinya stress ulcer dengan memberikan:

Antagonis H2

Antasida

Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.

Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.

Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.


3.10.

Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan

pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada
24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan
perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3
jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan
kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang
telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran
dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis
yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan
pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga
sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan
tingkat mortilitas yang tinggi.2
3.11.

Pencegahan Stroke Hemoragik

Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi berbagai
faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi yang berlum
pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1

Mengatur pola makan yang sehat


Melakukan olah raga yang teratur
Menghentikan rokok
29

Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat


Memelihara berat badan yang layak
Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor

risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.1

30

DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok

Studi

Stroke

Perhimpunan

Dokter

Spesialis

Saraf

Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis


Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : September 29,
2012.
3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC, Jakarta.
2006
4. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
5. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victors Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New
York.2005
6. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme
Stuttgart. 2000.
7. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
8. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Available at:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html. Access On : October 1, 2012
9. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.pdf/
13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html [Tanggal: 2 Oktober 2012]
10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. Diunduh
dari:
http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@uuzQoKCrsAAF
bxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik%20M.doc?nmid=88307927
[Tanggal: 2 Oktober 2012]
11. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan
intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. [Tanggal: 2 Oktober 2012]

31

Anda mungkin juga menyukai