1. 1 IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. HH
Usia
: 58 tahun
Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Jl. Serayu no 117 RT/RW 03/07, Mintaragen, Tegal timur, Jawa Tengah
Status perkawinan
: Sudah menikah
1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada istri pasien tanggal 15
Otober 2016, pukul 11.00, di Kamar 103 Ruang Edelweis bawah RSUD Kardinah Kota Tegal.
Keluhan Utama: Pusing berputar sejak 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien Tn. HH datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD
Kardinah dengan keluhan pusing berputar sejak 3 hari SMRS. pusing seolah sekelilingnya
bergerak sejak 3 SMRS. Rasa pusing yang berputar timbul bila pasien melakukan gerakan seperti
bangun dari tempat duduk dan ketika menggerakkan kepalanya. Pasien juga mengeluhkan
bicaranya menjadi cadel dan pelo sejak beberapa bulan terakhir. Nyeri pinggang yang menjalar
ke kaki sebelah kanan juga dikeluhkan oleh pasien. Keluhan mual dan muntah disangkal
pasien, penurunan kesa daran, penglihatan yang menurun atau melihat dobel, disangkal oleh
pasien. Keluhan gangguan pendengaran (telinga berdenging) dan nyeri pada daerah telinga
disangkal oleh pasien. Riwayat trauma kepala sebelumnya disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu : sering mengalami gejala yang sama sebelumnya,DM (+),
Spondilosis, riwayat stroke (-) , Hipertensi (- ), Kejang (-)
Riwayat Pengobatan: pasien sudah berobat ke puskesman dan diberikan obat paracetamol,
mecobalamin, tramadol, pregabalin, dan meloxicam tapi keadaan pasien tidak membaik
Riwayat Penyakit Keluarga:Keluarga pasien tidak pernah mengalami hal yang serupa dengan
pasien.
Riwayat Kebiasaan: Pasien sering merokok dan makan makanan yang asin dan berlemak,
serta gorengan sering. Pasien juga jarang berolahraga.
S: 36,5 oC
P: 22x/menit
Status Generalis:
Kepala: Tidak ada jejas (-), deformitas (-) pada kepala. Ukuran normocephal
Wajah: tidak simetris, tidak tampak sesak, tampak lemas dan pucat, tidak sianosis.
Mata: Bentuk normal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
sedikit
Mulut: labioschiziz (-), palatoschiziz (-), bibir sianosis (-), bibir kering (-), trismus (-),
faring hiperemis (-), uvula ditengah hiperemis (-), arcus faring simetris
Leher: Trakea teraba ditengah, KGB serta kelenjar tiroid tidak teraba membesar.
Paru-paru:
o Inspeksi
: bentuk simetris pada saat statis & dinamis, retraksi (-),
o Palpasi
: vocal fremitus simetris
o Perkusi
: Sonor pada kedua lapang paru
o Auskultasi
: Suara dasar nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-) wheezing (-/-)
Jantung:
o Inspeksi
: pulsasi Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi
: pulsasi ictus cordis tidak teraba
o Perkusi
: Batas jantung tidak dinilai
o Auskultasi
: S1 S2 normal regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
o Inspeksi
: datar
o Auskultasi
: Bising usus (+) normal
2
o Palpasi
: Supel
o Perkusi
: Timpani
Genitalia: Tidak dilakukan
Ektremitas: Akral hangat di keempat ekstremitas. Oedem (-).
Status Neurologis
GCS: E4M6V5
Gerakan abnormal: Tidak ada
a. Rangsangan Meningeal:
o Burdzinsky 1
:o Burdzinsky 2
:o Kernig
:o Kaku kuduk
:o Laseque
:b. Nervus Cranialis:
o N I (Olfaktorius)
: Tidak dilakukan pemeriksaan
o N II (Optikus)
Visus
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Warna
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Funduskopi
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Lapang pandang
: Tidak dilakukan pemeriksaan
o N III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
Gerakan bola mata : Tidak ada kelainan
Ptosis
: Tidak ada kelainan
Pupil
: Isokor, bulat, 3mm / 3mm
Refleks Pupil
langsung
:+/+
tidak langsung : + / +
o N V (Trigeminus)
Sensorik
:
Tidak dilakukan pemeriksaan
Motorik
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks kornea
: Tidak Dilakukan Pemeriksaan
o N VII (Fasialis)
Sensorik (indra pengecap)
: Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Motorik
Angkat alis
: Tidak terdapat kelainan
Menutup mata
: Tidak terdapat kelainan
Menyeringai
: Tidak simetris
Gerakan involunter
:-/o N. VIII (Vestibulocochlearis)
3
Keseimbangan
Nistagmus
:
Tidak Dilakukan pemeriksaan
Tes Romberg : :Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Pendengaran
Tes Rinne
:
Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Schwabach :
Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Weber
:
Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
o N IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Refleks menelan
: Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Refleks batuk
: Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Refleks muntah
: Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Posisi uvula
: Tidak Dilakukan pemeriksaan
Posisi arkus faring : Simetris
o N XII (Hipoglosus)
Tremor lidah
: Ujung lidah saat dijulurkan
: Fasikulasi
:
c. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
Biceps
/N
Triceps
/N
Achiles
/N
Patella
/N
b. Refleks Patologis
Babinski
-/-
Oppenheim
-/-
Chaddock
-/-
Gordon
-/-
Scaeffer
-/-
Hoffman-Trommer
-/-
2. Kekuatan Otot
Ekstremitas Atas
: 5/5
4
Ekstremitas Bawah
: 5/5
3. Tonus Otot
a. Hipotoni
: - /-
b. Hipertoni
: -/-
d. Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor
2. Chorea
3. Balismus
:-
Hipersekresi keringat
:-
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
6,6
20
88
10,2
2,2
19,6
90,5
29,9
33
13,7 17,7
42 52
150 521
4,4 11,3
4,5 5,9
11,5 14,5
80 96
28 33
33 36
g/dl
%
ribu/uL
ribu/uL
juta/uL
%
Unit
Pcg
g/dL
23,6
15-40
U/L
5
SGPT
Ureum
Creatinine
Kima Klinik
GDS
Elektrolit
Na
K
Cl
37,8
54
1,65
10-40
12.8-42.8
0,9-1,3
U/L
mg/dL
mg/dl
128
70-140
Mg/dL
138,2
3,80
110,1
136-145
3.3-5.1
98-106
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
HBsAg
HIV
Negatif
Non reaktif
Negatif
Kesan:
1.5 RESUME
Pasien Tn. HS datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Kardinah dengan keluhan
pingsan sejak 4 jam SMRS. Pingsan timbul mendadak pada saat pasien beristirahat. Sebelumnya
pasien sering mengeluh nyeri kepala hilang timbul, terasa seperti dipukul. Setelah pasien sadar,
pasien mengeluh tidak bisa menggerakkan tangan dan kaki sebelah kanan. Mual dan muntah
disangkal. Demam disangkal. Batuk dan sesak nafas disangkal. Buang air kecil (BAK) dan
buang air besar (BAB) tidak terdapat gangguan. Kepala terbentur disangkal. Kejang-kejang
disangkal.
Didapatkan tanda vital T: 170/100, N: 96x, S: 36,5 OC, P: 22x. Dari hasil Status generalis
dalam batas normal. Dari pemeriksaan Neurologis didapatkan hasil refleks fisiologis meningkat
pada sisi kanan dan reflks patologis yang positif pada sisi kanan tubuh.
Dari hasil Lab darah didapatkan peningkatan ureum dan kreatinin, penurunan Kalium. Dari hasil
CT-Scan didapatkan kesan ICH Thallamus sinistra dan SAH di Sisterna Quadrigeminal.
1.6 DIAGNOSIS
Diagnosis klinis
Diagnosis topik
Diagnosis etiologi
: Hemiplegia dextra
: ICH Hemisphere Sinistra
: Stroke Hemorrhagic
1.7 TATALAKSANA
Non Medikamentosa
Bed rest
Fisioterapi
Diet rendah garam
Medikamentosa
IVFD RL 16-20 tpm
7
Inj. Brainact 2 x 1 gr
Inj. Kalbeco 2 x 1 gr
Inj. Rocer 2 x 1 amp
Inj. Asam Traneksamat 3 x 500 mg
Inj. Manitol 4 x 125 mg
Inj. Ceftazidine 2 x 1 amp
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
Candesartan 2 x 16 mg P.O
HCT 1-0-0 P.O
Renapar 2 x 1 P.O
1.8 PROGNOSIS
Ad vitam
: Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE HEMORAGIK
1.1.
akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke
dalam jaringan otak [3]
3.2.
[2]
Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan
dan sepertiganya
kekacauan, d a n s e p e r t i g a s i s a n y a d a p a t s e m b u h k e m b a l i s e p e r t i s e m u l a .
Dari keseluruhan data di dunia, tern yata stroke sebagai pen yebab kematian
mencapai 9% (sekitar 4 juta)dari total kematian per tahunnya. [4]
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana
10-15% merupakan stroke hemoragik khususnya perdarahan intraserebral. M o r t a l i t a s d a n
m o r b i d i t a s p a d a s t r o k e h e m o r a g i k l e b i h b e r a t d a r i p a d a s t r o k e iskemik.
Dilaporkan
hanya
sekitar
20%
kemandirian fungsionalnya. S e l a i n
saja
itu
pasien
ada
yang
mendapatkan
sekitar
40-80%
kembali
akhirnya
meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam
pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, a d a 4 7 % wanita dan 53% kali-laki
dengan rata-rata umur 69 tahun (78%) berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur
lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih
buruk. [2]
3.3
Amiloidosis arteri
O b a t v a s o p r e s s o r, k o k a i n , h e r p e s s i m p l e k s e n s e f a l i t i s , d i s e k s i a r t e r i
veretbral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis
3.4
Keterangan
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk
Hipertensi
10
Seks
masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum
Riwayat keluarga
usia 65.
Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar lakilaki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk
stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan
tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki
tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga
tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi
Diabetes mellitus
Penyakit jantung
Sangat
terkait
dengan
stroke
emboli
dan
fibrilasi
atrial
ascending aorta.
Beberapa laporan,
termasuk
meta-analisis
angka
studi,
stroke
untuk
segala
usia
dan
hematokrit
isi
sel
darah
merah;
tingkat fibrinogen
dan kelainan
stroke
termasuk
12
obat
Hiperlipidemia
Kontrasepsi oral
Diet
Kegemukan
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
13
telah
secara
konsisten
meramalkan
berikutnya
Infeksi
faktor musim
3.5.
A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa orang
tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini
(disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.[6]
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka, tumor,
peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan
dalam dosis yang terlalu tinggi.
B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena
cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.[6]
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika
perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah
perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah arteri otak,
yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.[6]
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah
hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.
Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya diidentifikasi
jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup jantung yang
terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri
menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.[6]
3.6.
15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit.
Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke).
Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia.
Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.[7]
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi,
yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi
yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.[7]
15
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot
dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral
presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan
bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.[7]
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan
hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral
pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.[7]
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan
kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.[7]
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang
disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia
basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan
terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan defisit sensorik.[7]
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otototot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada
serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari
lokasi kerusakan:[7]
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang j.atuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik
[III], saraf abdusens [V]).
16
3.7.
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi biasanya
ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke hemoragik
dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan
intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.[2]
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong,
dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan)
terlibat, sebuah
sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong
bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan
kekurangan perhatian pada sisi kiri.[2]
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi batang
otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea, dan
kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas
ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau
kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan
diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral
tubuh.[2]
A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita,
serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua,
sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada.
perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan,
17
kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh.
Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang.
Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan
hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik atau menit.[8]
B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada saraf
atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit
kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:[8]
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut sakit
kepala halilintar)
Penglihatan ganda
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu
harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.[8]
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan mencapai
puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran singkat.
Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa
orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung,
dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak
responsif dan sulit untuk dibangunkan. [8]
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan
jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus, sering
dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. [2]
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan
pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: [2,8]
18
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau
jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan
subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: [2,8]
dapat
membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal) dari
pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya,
darah
terakumulasi
dalam
otak,
Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak
(kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak mendapatkan
oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.
menyebabkan gejala mirip
sensasi pada satu
Vasospasm dapat
3.8.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis,
gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia,
disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara
mendadak. [1]
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan Luessenhop
et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien stroke dengan
perdarahan intraserebral.[9]
19
Kriteria
Asimptomatik atau minimal sakit keoala atau leher kaku
Sakit kepala sedang hingga berat, kaku kuduk, tidak ada defisit
III
IV
neurologis
Mengantuk, kebingungan, atau gejala fokal ringan
Stupor, hemiparese sedang hingga berat, kadang ada gejala deselerasi
awal
Koma
GCS Score
15
20
2
3
4
5
13-14
13-14
7-12
3-6
+
+ or + or -
Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya
aneurisma. [10]
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan menyingkirkan
diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita stroke diantaranya
adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa.
[2]
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah langkah
penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan. Pencitraan otak
membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi komplikasi seperti
perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak
merupakan pilihan yang dapat digunakan.2
Versi CT
orisinal:
non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke
= (0.80 Pencitraan
x kesadaran)
(0.66 x untuk
muntah)
+ (0.33 x sakit
kepala)
+ (0.33xintrakranial
tekanan darah
iskemik.
ini+berguna
membedakan
stroke
dari patologi
lainnya. CT
diastolik) (0.99 x atheromal) 3.71.
non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan
Versi disederhanakan:
daripada
CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
yang
mendasari
atau lesi
menyebabkan
perdarahan.
= (2.5
x kesadaran)
+ (2yang
x muntah)
+ ( 2 x sakit
kepala)2 + (0.1 x tekanan darah diastolik)
(3 x atheroma)
12.lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk memulai
Pemeriksaan
memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki kejadian
Kesadaran:
signifikan
dengan stroke.2
karena tidak
seluruh
Rumah Sakit
alat-alat di atas, maka untuk
SadarOleh
= 0; mengantuk,
stupor
= 1; semikoma,
koma memiliki
=2
memudahkan
pemeriksaan
Muntah: tidak
= 0 ; ya = 1dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem skoring yaitu
sistem
gejala
yang
Sakit yang
kepalaberdasarkan
dalam 2 jam:
tidakklinis
= 0 ; ya
= 1 ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem
skoring yang sering digunakan antara lain:
Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
Siriraj Hospital Score [11]
Pembacaan:
Skor
Sensivitas
21
3.9.
22
23
1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat
darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas yang
adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1
a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun kedua
hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada keadaan
klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya vasospasme atau
memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1
a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang setelah
rupture aneurisma pada PSA.
25
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA, banyak
penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak berbeda dengan
operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang
lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi
yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk perdarahan
ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara oral
60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti memperbaiki
deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang
diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan cerebral
perfusion pressure sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat
vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien
yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-pasien
yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
26
kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang
disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis 100
mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis terbagi.
Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang tidak
kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai faktorfaktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri
media.1
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama. Kejadiannya
kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase eksternal
ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer atau
permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
10. Terapi Tambahan 1
a. Laksansia (pencahar) diperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah
trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression devices.
b. Analgesik:
Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
Antagonis H2
Antasida
pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada
24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan
perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3
jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan
kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang
telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran
dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis
yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan
pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga
sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan
tingkat mortilitas yang tinggi.2
3.11.
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi berbagai
faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi yang berlum
pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.1
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok
Studi
Stroke
Perhimpunan
Dokter
Spesialis
Saraf
31