Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum

Makalah Kuliah Sistem Pertanian Terpadu


Kelompok L

Rakhmanyati

145050101111161

Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadiran Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya
kami bisa menyelesaikan makalah Laporan Praktikum Sistem Petanian Terpadu. Untuk
memenuhi tugas praktikum Mata Kuliah Sistem Pertanian Terpadu.
Kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof.Dr.Sc.Agr.Ir. Suyadi,MS sebagai Dekan Fakultas Peternakan Univ.
Brawijaya
2. Dr.Ir. Herni Sudarwati, MS sebagai Dosen Pengampuh Matakuliah Sistem
Pertanian Tetpadu Fakultas Peternakan Univ. Brawijaya
3. Prof.Dr.Ir. Ifar Subagiyo, M.Agr.St sebagai Dosen Praktikum Penyuluhan
Fakultas Peternakan Univ. Brawijaya
4. Ir. Hermanto, MP sebagai Dosen Pengampuh Matakuliah Sistem Pertanian
Tetpadu Fakultas Peternakan Univ. Brawijaya
5. Ir. Siti Nurul Kamaliyah, MP sebagai Dosen Pengampuh Matakuliah Sistem
Pertanian Tetpadu Fakultas Peternakan Univ. Brawijaya
6. Ir. Hanief Eko Sulistyo, MP sebagai Dosen Pengampuh Matakuliah Sistem
Pertanian Tetpadu Fakultas Peternakan Univ. Brawijaya
7. Artharini Irsyammawati, S.Pt, MP sebagai Dosen Pengampuh Matakuliah
Sistem Pertanian Tetpadu Fakultas Peternakan Univ. Brawijaya
8. Rini Dwi Wahyuni S.Pt, M.Sc sebagai Dosen Pengampuh Matakuliah Sistem
Pertanian Tetpadu Fakultas Peternakan Univ. Brawijaya
9. Kepada kedua orang tua kami yang selalu memberikan dukungan
10. Berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan memberikan dorongan
serta berbagai pengalaman pada proses penyusunan makalah ini
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Malang, 13 April 2016

Penulis

Daftar Isi
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................v
Bab I. PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1. Latar belakang...................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3. Tujuan................................................................................................................2
Bab II. TIPUS.................................................................................................................
Bab III. MATERI DAN METODE.................................................................................
Bab IV. Hasil Pengamatan dan Pembahasan...................................................................
Bab V. Kesimpulan dan Saran.........................................................................................
Daftar Pustaka.................................................................................................................

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Daftar Lampiran

Bab 1
Pendahuluan
1.1.
Latar belakang
Sistem Pertanian terpadu merupakan sistem yang menggabungkan kegiatan
pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan pertanian
dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah satu solusi bagi peningkatan
produktivitas lahan, program pembangunan dan konservasi lingkungan, serta
pengembangan desa secara terpadu. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah saling
melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong
peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya. Agar
proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya
produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. Pada kawasan tersebut sebaiknya
terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan. Keberadaan sektor-sektor
ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh
komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh
komponen lainnya. Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan
biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai.
Salah satu sistem usaha tani yang dapat mendukung pembangunan pertanian di
wilayah pedesaan adalah sistem integrasi tanaman ternak. Ciri utama dari pengintegrasian
tanaman dengan ternak adalah terdapatnya keterkaitan yang saling menguntungkan antara
tanaman dengan ternak. Keterkaitan tersebut terlihat dari pembagian lahan yang saling
terpadu dan pemanfaatan limbah dari masing masing komponen. Saling keterkaitan
berbagai komponen sistem integrasi merupakan factor pemicu dalam mendorong
pertumbuhan pendapatan masyarakat tani dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang
berkelanjutan.
Petani memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk tamanannya,
kemudian memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak (Ismail dan Djajanegara,
2004). Pada model integrasi tanaman ternak, petani mengatasi permasalahan ketersediaan
pakan dengan memanfaatkan limbah tanaman seperti jerami padi, jerami jagung, limbah
kacang-kacangan, dan limbah pertanian lainnya. Terutama pada musim kering, limbah ini
bisa menyediakan pakan berkisar 33,3% dari total rumput yang diberikan (Kariyasa, 2003).
Kelebihan dari adanya pemanfaatan limbah adalah disamping mampu meningkatkan
ketahanan pakan khususnya pada musim kering juga mampu menghemat tenaga kerja
dalam kegiatan mencari rumput, sehingga memberi peluang bagi petani untuk
meningkatkan jumlah skala pemeliharaan ternak.

1.2.
1.
2.
3.

Rumusan Masalah
Bagaimana analisis sistem usaha tani campuran?
Bagaimana analisis sistem usaha dari penerapan sistem tanaman-ternak?
Bagaimana analisis usaha dari model pertanian tekno ekologis baik di lahan
sawah maupun di lahan perkebunan?
1.3.
Tujuan
1. Menganalisa komponen-komponen dalam sistem pertanian berupa analisis
keuntungan, produktivitas pertanian, dan sustainbilitas pertanian.
2. Mengetahui interaksi terhadap komponen dalam sistem pertanian dan
menelusuri peran lingkungan di setiap tipe sistem pertanian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pemilihan tanaman jagung sebagai naungan cukup ideal karena jagung
berbatang lurus dan tata letak daunnya teratur sehingga persentase intensitas
kerapatan sinar matahari dapat diatur melalui kerapatan jarak tanam,
sertadapat meningkatkan produktivitas lahan dan menambah pendapatan
petani. Pertumbuhan tanaman jagung di Malang pada ketinggian tempat 435
m dpl dan pada jarak tanam jagung (150cmx20cm), (120cmx20cm) dan
(90cmx20cm) Menghasilkan intensitas naungan 14, 26 dan 68% lebih rendah
dibandingkan di Bogor yang berada pada ketinggian tempat 240 m dpl.
Berbagai pola penanaman tumpangsari sudah terbukti bagus pada lahan yang
kering. Disamping sebagai usaha diversifikasi kommoditas, pola tumpang sari
dilihat dapat memanfaatkan lahan dan energy dengan baik. (Pribadi, Ekwasita
Rini. 2007)
System penanaman tumpang sari dapat pula dilakukan antara
tanaman hutan dengan tanaman biasa. Seperti pada pinus dan tanaman
sayuran. System penanaman ini, dapat meningkatkan produksi kedua tanaman
tersebut. Jenis tanaman sayur yang bisa digunakan diantaranya adalah
jagung, kol, kentang, bawang-daun, dan seledri. (Basuki, Suwidji. 2000)
Dengan mengintegrasikan tanaman dan ternak dalam suatu sistem
usaha tani terpadu, petani dapat memperluas dan memperkuat sumber
pendapatan sekaligus menekan risiko kegagalan usaha. SITT pada dasarnya
tidak terlepas dari kaidah-kaidah ilmu usaha tani yang berkembang lebih lanjut.
Ilmu usaha tani itu sendiri merupakan suatu proses produksi biologis yang
memanfaatkan sumber daya alam, sumber daya manusia, modal, dan
manajemen yang jumlahnya terbatas. Karena sumber daya tersebut jumlahnya
terbatas maka penerapan SITT dalam proses produksi pertanian tidak terlepas
dari prinsip dan teori ekonomi. Dengan pola usaha tani tanaman-ternak, petani
mampu mengolah lahan 1,5-2,0 ha, yang biasanya hanya mampu 0,7 ha. Di

samping itu, pendapatan petani meningkat hampir dua kali lipat. Bahkan
kontribusi ternak terhadap pendapatan rumah tangga petani menggeser
tanaman pangan menjadi urutan kedua setelah karet. (Kusnadi, Uka. 2008)
Dalam sistem integrasi tanaman-ternak, pemanfaatan limbah
tanaman sebagai pakan, serta limbah ternak menjadi pupuk dan sumber
energi alternatif merupakan potensi yang perlu dikembangkan. Inovasi
teknologi pakan ternak dalam Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Bebas Limbah
(SITT-BL) memberikan peluang yang menggembirakan menuju green and
clean agricultural development. Pengembangan usaha tani tanaman dan
ternak secara bersama-sama menambah pendapatan petani. Potensi limbah
pertanian tanaman pangan dalam bentuk jerami padi yang sangat besar, dan
sebagian besar belum dimanfaatkan sebagai pakan ternak, memberi inspirasi
kegiatan penelitian berikutnya ke arah integrasi tanaman pangan (padi) dan
ternak (sapi). Sistem integrasi ternak dan tanaman pangan dapat menjadi
andalan dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman pangan,ternak,
selain melestarikan kesuburan tanah dengan adanya pupuk organik. Karena
itu, sistem ini berpotensi meningkatkan pendapatan petani-peternak. Pupuk
kandang yang merupakan limbah ternak dapat dimanfaatkan sebagai sumber
bahan organik tanah. Bahkan semua limbah ternak dan pakan dapat diproses
secara in situ untuk menghasilkan biogas sebagai energi alternatif. Residu
pembuatan biogas, dalam bentuk kompos merupakan sumber pupuk organic
bagi tanaman, sekaligus sebagai pembenah tanah (soil amendment).
Pemanfaatan limbah pertanian hingga tidak ada lagi limbah yang terbuang
akan bermakna melestarikan perputaran unsure hara dari tanah-tanamanternak-kembali ke tanah secara sempurna. Kearifan lingkungan ini perlu
ditumbuhkembangkan secara luas sehingga mampu menjaga kelestarian
sumber daya alam. (Haryanto, Budi. 2009)
Gambaran keterkaitan antara tanaman dan ternak dalam kerangka
usaha tani tradisional adalah pemanfaatan sumber daya lahan, tenaga kerja,
dan modal secara optimal untuk menghasilkan produk seperti hijauan pakan
ternak, tenaga ternak, dan padang penggembalaan, serta produk akhir seperti
tanaman serat, tanaman pangan, dan daging. Namun demikian, vegetasi
sebagai

sumber

hijauan

sangat

berfluktuasi

baik

produksi

maupun

komposisinya. Hal ini merupakan risiko dari usaha ternak dalam suatu system
tanaman-ternak, sehingga diperlukan sinkronisasi atau sinergisme antara pola
pemeliharaan ternak dan dinamika vegetasi agar dicapai sasaran yang
optimal. Pada sistem seperti ini, tanaman menghasilkan hijauan pakan ternak
untuk menghidupi ternak yang akan menghasilkan tenaga untuk pengolahan
lahan (membajak), pupuk, dan daging. Adapula beberapa macam resiko, yang
ada pada bidang pertanian, diantaranya adalah produksi, harga dan pasar,
usaha dan finansial, teknologi, kerusakan, social dan hukum, serta manusia.
(Soedjana, Tjeppy D. 2007)

Perkembangan konversi lahan didisagregasi menjadi dua.


Pertama, perkembangan konversi lahan menurut wilayah administratif, dalam
hal ini pulau. Kedua, perkembangan konversi lahan menurut jenis irigasi,
dalam hal ini irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana, dan tadah
hujan. Konversi lahan sawah didefinisikan sebagai konversi lahan neto.
Artinya luas lahan tahun t (Lt) adalah luas lahan tahun sebelumnya (Lt-1)
ditambah pencetakan sawah baru (Ct) dikurangi alih fungsi lahan sawah (At).
Dengan 5 berjalannya waktu dan penerapan teknologi, diharapkan lahan baru
tersebut akan meningkat kualitasnya. Saat ini banyak lahan sawah pada
sentra produksi padi di Luar Jawa yang mampu menghasilkan produksi gabah
sama dengan lahan sawah di Jawa. (Ilham, Nyak. 2000)
Dalam proses penggilingan padi menjadi beras giling, diperoleh
ha-sil samping berupa (1) sekam (15-20%), yaitu bagian pembungkus/ku-lit
luar biji, (2) dedak/bekatul (8-12%) yang merupakan kulit ari, di-hasilkan dari
proses penyosohan, dan (3) menir (5%) merupakan bagian beras yang
hancur. Apabila produksi gabah kering giling nasio-nal 49,8 juta t/tahun (pada
tahun 1996), maka akan diperoleh sekam 7,5-10 juta ton, dedak/bekatul 4-6
juta ton, dan menir 2,5 juta ton. sistem penggilingan padi, baik ditinjau dari
kapasitas giling maupun teknik penggilingan akan berpengaruh terhadap mutu
beras. Sistem penggilingan padi secara tidak langsung juga menentukan
jumlah dan mutu hasil sampingnya, terutama bekatul dan menir. Penggilingan
dengan kapasitas besar dan kontinu, umumnya menghasilkan beras dengan
mutu bagus dan rendemen beras keseluruhan tinggi (63-67%). Penggilingan
kapasitas besar biasanya dilengkapi dengan grader, sehingga menir langsung
dipisahkan dari beras ke-pala. Ditinjau dari menir yang terpi-sahkan, maka dari
sistem penggi-lingan ini diperoleh menir bermutu baik dengan jumlah yang
banyak (3-5%). Bekatul yang dihasilkan dari sistem penggilingan ini mutunya
ku-rang baik, karena masih tercampur dengan dedak dan serpihan sekam.
Penggilingan padi skala sedang, de-ngan sistem semi kontinu maupun
diskontinu akan menghasilkan be-katul dengan jumlah cukup banyak dan mutu
baik. Hal ini karena bekatul, yang dihasilkan dari mesin sosoh kedua, terpisah
dengan dedak, yang dihasilkan dari mesin sosoh pertama. Apabila bekatul
akan digunakan sebagai bahan pangan, maka sebaiknya hanya diambil dari
hasil mesin sosoh kedua, karena tidak lagi tercampur dengan dedak (bekatul
kasar) dan serpihan sekam. Penggilingan padi skala kecil, yang hanya
menggunakan satu unit mesin pemecah kulit dan satu unit mesin sosoh
umumnya menghasilkan bekatul dengan mutu kurang baik dan jumlah sedikit.
Penggilingan padi skala besar, yaitu penggilingan padi yang menggunakan
tenaga penggerak lebih dari 60 HP (Horse Power) dan ka-pasitas produksi
lebih dari 1000 kg/j, baik menggunakan sistem kontinu maupun diskontinu.
PPB sistem kontinu terdiri dari satu unit penggiling padi lengkap, semua mesin
pecah kulit, ayakan, dan penyosoh berjalan secara kontinu, dengan kata lain

masuk gabah keluar beras giling. PBB diskontinu minimal terdiri dari empat
unit mesin pemecah kulit dan empat unit mesin penyosoh yang dioperasikan
tidak

sinambung

atau

masih

menggunakan

tenaga

manusia

untuk

memindahkan dari satu tahapan proses ke tahapan lain. Penggilingan padi


skala sedang menggunakan tenaga penggerak 40-60 HP, dengan kapasitas
produksi 700-1000 kg/j. Umumnya PPS terdiri dari dua unit mesin pemecah
kulit dan dua unit mesin penyosoh. PPS ini menggunakan sistem semi kontinu,
yaitu mesin pecah kulitnya kontinu, sedangkan mesin sosoh-nya masih
manual. Penggilingan padi skala kecil ialah penggilingan padi yang menggunakan tenaga penggerak 20-40 HP, dengan kapasitas produksi 300-700 kg/j.
Penggilingan padi manual yang terdiri dari dua unit mesin pemecah kulit dan
dua unit mesin penyosoh ini sering disebut Rice Milling Unit (RMU). Di
pedesaan masih terdapat Huller, yaitu peng-gilingan padi yang menggunakan
tenaga penggerak kurang dari 20 HP dan kapasitasnya kurang dari 300 kg/j.
Huller terdiri dari satu unit mesin pemecah kulit dan satu unit penyosoh. Beras
yang dihasilkan mutu gilingnya kurang baik, umumnya untuk dikonsumsi
sendiri di pedesaan. Berdasarkan teknik penggilingannya, penggilingan padi
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu penggilingan kontinu, semi kontinu, dan
diskontinu. Sistem penggilingan kontinu ialah sistem penggilingan di mana
seluruh tahapan proses berjalan langsung/ban berjalan. Mesin ini sangat
lengkap, terdiri dari mesin pembersih gabah, pemecah kulit, pengayak beras
pecah kulit (paddy separation), penyosoh (polisher), dan ayakan beras
(grader). Sistem semi kontinu, yaitu sistem penggilingan padi di mana mesin
pemecah kulitnya dioperasikan secara kontinu, namun mesin penyosohannya
masih manual. Umumnya sistem ini terdapat pada PPS. Pada sistem
diskontinu seluruh proses dilakukan secara manual, umumnya digunakan pada
PPK. (Widowati, Sri. 2001)
Pemanfaatan teknologi alat dan mesin pertanian (Alsintan) yang
ramah lingkungan dan mengacu kepada perbedaan kondisi spesifik wilayah
merupakan keharusan dan unsur penting untuk meningkatkan efisiensi
produksi persatuan lahan dan persatuan waktu, meningkatkan intensitas
tanam dan mendukung pengolahan hasil dengan produk olahan berkualitas
dan berdaya saing tinggi. Kekurangan tenaga kerja pada saat demikian
mendorong beberapa petani mengatasi masalah dengan menggunakan
traktor. Ada alat bernama alat tanam benih langsung, Alat ini dapat
memperpendek lama masa tanam serta mengurangi biaya tanam. Alat ini
berkembang dengan baik bahkan masyarakat sendiri melakukan berbagai
modifikasi yang diperlukan, misalnya modifikasi bahan. Bahan atabela yang
tadinya terbuat dari logam diganti dengan bahan paralon. Modifikasi lainnya
dilakukan terhadap bentuk dan sistem penggunaannya, misalnya bentuk
menjadi lebih kecil dan sangat portable dan sistem knock down. Penyiang
cakar beroda, dikerjakan dengan tenaga manusia, tetapi dapat mengurangi
beban fisik karena pekerja tidak perlu membungkuk pada saat menyiang

gulma. Alat perontok gabah untuk melayani kegiatan pascapanen (power dan
pedal tresher). Kebutuhan tenaga kerja pada usaha tani padi kadang-kadang
bersifat musiman. Periode sibuk adalah bulan-bulan musim tanam, panen dan
perontokan gabah. Pada periode tersebut, petani sering kekurangan tenaga
kerja, sehingga bantuan alat mesin perontok gabah diperlukan. Alat pengering
(dryer) penggunaannya masih relatif sedikit. Untuk pengeringan kebanyakan
petani-petani masih lebih banyak memanfaatkan lantai jemur. Alat pertanian
yang lain seperti unit penggilingan padi, pembuatan tapioka, penepung beras,
perajang singkong dan penggilingan tahu tempe. Masih sedikit alat ini yang
dioperasikan untuk memudahkan pekerjaan perempuan. Alat penumbuk padi.
Di beberapa desa kaum perempuan mulai segan melakukan pekerjaan
menumbuk padi, walaupun secara tradisional pekerjaan ini dilakukan mereka.
Menumbuk padi sekarang dilakukan oleh penggilingan padi (huller). Untuk
pekerjaan itu mereka harus membayar dan pemilik mesin penggilingan juga
memperoleh dedak yang dihasilkan. (Suhaeti, Rita Nur. 2012)
Industri kelapa sawit menghasilkan limbah yang berpotensi
sebagai pakan ternak, seperti bungkil inti sawit, serat perasan buah, tandan
buah kosong, dan solid Bungkil inti sawit mempunyai nilai nutrisi yang lebih
tinggi dibanding limbah lainnya dengan kandungan protein kasar 15% dan
energy kasar 4.230 kkal/kg sehingga dapat berperan sebagai pakan penguat
(konsentrat). (Utomo, Bambang Ngaji. 2004)
Di areal perkebunan kelapa sawit dan karet, vegetasi bawah
tumbuh disela-sela tanaman utama dan menjadi pengganggu jika terlalu dekat
dengan tanaman tersebut. Namun terkadang vegetasi ini dibiarkan tumbauh
meliar karena dapat mencegah terjadinya erosi, mengatur tata air, mengurangi
evaporasi dan membnetuk iklim mikro.

Bahkan golongantertetnu sperti

kacang-kacangan sengaja ditanam untuk membantu dalam pengikatan


nitrogen tanah. (Athathorick, T. Alief. 2005)
Factor pendukung usaha tani antara lain adalah lahan (termasuk
kesuburan tanah), tanaman dan hewan (termasuk factor genetis dan fisiologis),
energy matahari, suhu lingkungan, yang baik serta air yang mencukupi untuk
pertumbuhan tanaman dan hewan.
Beberapa benutk usaha tani yang dikenal adalah penanaman
dengan satu macam tanaman, bisa berupa tanaman perkebunan, hutan rakyat
maupun tanaman buah-buahan. Bentuk yang kedua adalah bila sudah
memasukkan satu jenis tanaman lain dalam penanamn tunggal, suatu bentuk
penanaman dengan dua macam tanamn, yang disisipkan pada tnaaman
utama. Bentuk kedua dalah, tanaman yang sama tapi waktu penanaman yang
berbeda. Biasanya bagi perkebunan. Bentuk ketiga adalah tanaman ganda
dimana dalam suatu lahan ditanam dua jenis tanaman atau lebih secara

bersama-sama. Bentuk keempat adalah perkembangan dari tanaman ganda


dan tanaman sisipan adalah menanam beberapa tanaman dalam satu area
dimana bisa bersamaan waktunya maupun tidak yang mana masing0masing
tanaman memiliki tujuan yang berbeda.
Pola penanaman tumpangsari, adalah dimana penanaman
dilakukan dengan satu atau lebih tanaman pada lahan yang sama dan waktu
yang sama. Biasanya dilakukan pada lahan yang sempit. Keuntungan
tumpangsari adalah : peningkatan total produktifitas tanaman dapat tercapai
bila menggunakan manajeman yang baik dan kombinasi dalam tumpangsari
merupakan contoh keseimbangan pengambilan hara pada lapisan tanah yang
berbeda. Keberhasilan pola ini,bergantung pada : iklim, kondisi tanah, irigasi,
drainase, jenis tanaman dan variasainya, tenaga kerja, kredit dan pemasaran
hasil. (Sukamto, Benedictus,dkk. 2007)
Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut
dengan pertanian terpadu, adalah memadukan antara kegiatan peternakan
dan pertanian. Pola ini sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk
kandang di lahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan
tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah
pertanian digunakan untuk pakan ternak. contoh sederhana pertanian terpadu
adalah apabila dalam suatu kawasan ditanam jagung, maka ketika jagung
tersebut panen, hasil sisa tanaman merupakan limbah yang harus dibuang
oleh petani. Konsep Sistem Pertanian terpadu adalah konsep pertanian yang
dapat dikembangkan untuk lahan pertanian terbatas maupun lahan luas. Pada
lahan terbatas atau lahan sempit yang dimiliki oleh petani umumnya konsep ini
menjadi sangat tepat dikembangkan dengan pola intensifikasi lahan. Lahan
sempit akan memberikan produksi maksimal tanpa ada limbah yang terbuang
percuma. Sedangkan untuk lahan lebih luas konsep ini akan menjadi suatu
solusi mengembangkan pertanian agribisnis yang lebih menguntungkan.
hewan atau ternak bisa beragam fungsi dalam sistem usaha tani lahan sempit,
hewan memberikan berbagai produk, seperti daging, susu, telur, wol, dan kulit.
Selain itu, hewan juga memiliki fungsi sosiokultural, misalnya sebagai mas
kawin, untuk pesta upacara dan sebagai hadiah atau pinjaman yang
memperkuat ikatan sosial. (Badan Ketahan Pangan Kementerian Pertanian.
2012)

Anda mungkin juga menyukai