Anda di halaman 1dari 32

No. ID dan Nama Peserta : dr.

Aprilia Elisabet
No. ID dan Nama Wahana: RSUD Karangasem
Topik: STROKE NON HEMORAGIK
Tanggal (kasus) : 20 09 2016
No. RM: 087419/16

Nama
Umur
JK
Tgl Masuk RS

Ny. NS
: 81 tahun
: Perempuan
: 20 09 2016

Tanggal presentasi :

Pendamping:
dr. Ni Nengah Artini
dr. Ni Made Supatriasih

Tempat presentasi:
Obyek presentasi :
Keilmuan
Diagnostik

Keterampilan
Manajemen

Neonatus

Anak

Bayi

Penyegaran
Masalah
Remaja

Dewasa

Tinjauan pustaka
Istimewa
Lansia

Bumil

Deskripsi:

Kelemahan lengan dan tungkai kiri secara mendadak sejak 3 hari


Mulut mencong
Diawali rasa kesemutan pada lengan dan tungkai kiri
Riwayat penyakit dahulu : HT(+), DM (-), Merokok (-).
Riwayat keluarga : Tidak diketahui pasien
Riwayat pengobatan: belum pernah berobat.
Riwayat alergi : tidak ada

Tujuan: : Menegakkan diagnosis dan penataksanaan


Bahan
Tinjauan
Riset
Kasus

Audit

bahasan:
Cara

Pos

membahas:
Data Pasien:
Nama klinik

pustaka
Diskusi

Presentasi dan E-mail


diskusi

Nama: Ny. NS
RSUD Karangasem

No.Registrasi: 087419/16

Data utama untuk bahan diskusi:


Pemeriksaan Subjektif

Kelemahan lengan dan tungkai kiri secara mendadak sejak 3 hari


Mulut mencong
Diawali rasa kesemutan pada lengan dan tungkai kiri
Riwayat penyakit dahulu : HT(+), DM (-), Merokok (-).
Riwayat keluarga : Tidak diketahui pasien
Riwayat pengobatan: belum pernah berobat.
Riwayat alergi : tidak ada

Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan fisik:
-

Pasien tampak sakit sedang, Suhu 36,20 C,TD 140/90 mmHg, Nadi, 86 x/menit, Nafas 18
x/menit. Mata : conjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-), mulut basah, bibir kering (-) ,
stomatitis -, lidah tidak kotor, tremor (-), faring hiperemis (-), pembesaran tonsil T1-T1
tenang, udem pada peritonsil (-), hidung tidak terdapat sekret putih dan tidak terdapat
septum deviasi,telinga tidak ada kelainan. Terdapat Bunyi jantung I-II normal, bising
dan irama derap tidak ada. Paru bronkovesikuler, ronchi dan mengi tidak ada. Perut
supel,hati dan limpa tidak teraba. Bising usus normal. Ekstremitas pucat (-), edema
ekstremitas (-).

Daftar Pustaka

Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds. Mardjono M,

Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h. 274-8.
Gofir A. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Jakarta: Pustaka Cendekia Press,
2009.

Misbach HJ. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.

Perdossi (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia). Guideline Stroke. Edisi Revisi.
Jakarta. 2007.

Sofwan, Rudianto. Stroke dan Rehabilitasi Pasca-Stroke. Jakarta: PT Bhuana Ilmu


Populer. 2010.

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:


1. Subyektif:
Keluhan utama : kelemahan lengan dan tungkai kiri
Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien datang ke UGD RSAM diantar keluarganya dengan keluhan kelemahan lengan dan
tungkai kiri secara mendadak sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini dirasakan
saat bangun di pagi hari dan timbul mendadak. Keluhan nyeri kepala tidak dirasakan. Tidak ada
riwayat trauma. Mual muntah (-). Mulut mencong (+), kesulitan menelan (-). Awalnya keluhan
tersebut diawali dengan rasa kesemutan pada lengan dan tungkai kiri, tidak disertai hilangnya
rasa raba. BAK (+) BAB (+) Salivasi (+).
2. Obyektif:

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

GCS

: E4M6V5

Tekanan darah

: 140/90 mmhg

Nadi

: 86 kali/menit

Suhu

: 36,2 C

RR

: 18 X/menit

STATUS GENERALIS
Status Generalis
Mata : conjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-), mulut basah, bibir kering (-) , stomatitis -,
lidah tidak kotor, tremor (-), faring hiperemis (-), pembesaran tonsil T1-T1 tenang, udem
pada peritonsil (-), hidung tidak terdapat sekret putih dan tidak terdapat septum deviasi,
telinga tidak ada kelainan. Terdapat Bunyi jantung I-II normal, bising dan irama derap tidak
ada. Paru bronkovesikuler, ronchi dan mengi tidak ada. Perut supel,hati dan limpa tidak
teraba. Bising usus normal. Ekstremitas pucat (-), edema ekstremitas (-).
Pemeriksaan Neurologis :
1. Tanda-tanda Perangsangan Meningen
Kaku Kuduk

:-

Brudzinski I

:-

Kernig

:-

Brudzinski II : 4

Laseque

:-

2. Gangguan Saraf Otak


N. I (Olfaktorius)
Penciuman (Kualitas) : normosmia
N. II (Optikus)
Tajam Penglihatan

: VOD 0 VOS 2/60

Lapang penglihatan

: lapang pandang luas

Test warna

: Tidak dilakukan

Funduskopi

: Tidak dilakukan

N. III, IV, VI (Okulomotorius, Trokhlearis, Abdusen)

Sikap Bola Mata = Simetris


- Ptosis

: + minimal/-

- Strabismus

: -/-

- Eksoptalmus : -/- Enoptalmus : -/- Diplopia

: -/-

Pergerakan Bola Mata


- Lateral Kanan

: +/+

- Lateral Kiri

: +/+

- Atas

: +/+

- Bawah

: +/+

- Berputar

: +/+

Pupil
- Bentuk

: bulat, 3 mm/ 3mm

- Isokor

: isokor

- Refleks Cahaya
Langsung

: (+) kanan = kiri

Konsensual

: (+) kanan = kiri

- Refleks Akomodasi : (+) kanan = kiri


N.V (Trigeminus)

Motorik
5

Membuka Mulut

: (+) kanan = kiri

Gerakan Rahang

: (+) kanan = kiri

Kekuatan gigitan

: sulit dinilai

Sensorik
Rasa Raba

:+

Rasa Nyeri

:+

Rasa suhu

:+

Reflex
Reflex kornea

: +/+

Reflex maseter

: normal

N VII (Fasialis)
Sikap Wajah (dlm istirahat)

: simetris

Angkat Alis

: tertarik ke kanan

Kerut Dahi

: tertarik ke kanan

Kembung Pipi

: simetris

Meringis

: tertarik ke kanan

Menutup mata kuat kuat

: kanan > kiri

Pengecapan 2/3 depan lidah : baik


N.VIII (Vestibulokokhlear) :
Ketajaman pendengaran

: kanan mengalami penurunan

Tinnitus

: +/-

Tes vertigo

: Tidak dapat dilakukan

Nistagmus

: -/-

N.IX, X (Glossofaringeus, Vagus) :


Uvula

: tertarik ke kanan

Arcus faring : tertarik ke kanan


Palatum molle

: simetris

Disfoni

: (-)

Disfagi

: (-)

Disarthria

: (-)

N. XI (Asesorius) :
Menoleh kanan dan kiri

: +/+

Angkat bahu dengan tahanan : + /+ lemah


6

N.XII (Hipoglosus) :
Sikap lidah dalam mulut

: baik

Julur lidah

: baik

Gerakan lidah

: baik

Tenaga otot lidah

: baik

Tremor

:-

Fasikulasi

:-

Atrofi

:-

Deviasi

: minimal ke kanan

3. Motorik
Derajat kekuatan otot

: 5/1 (superior) 5/1 (inferior)

Tonus otot

: normotoni/hipotoni

4. Test koordinasi
Statis :
- Duduk

: Sulit dinilai

- Berdiri

: Sulit dinilai

- Berjalan

: Sulit dinilai

Dinamis :
- Romberg

: sulit dinilai

- Disdiadokokinesis

: sulit dinilai

- Tumit Lutut

: sulit dinilai

- Jari-Jari

: sulit dinilai

- Tunjuk Hidung

: sulit dinilai

5. Refleks

Fisiologis
Biseps

:+/+

Triseps

:+/+

Patella

:+/+

Achiles

: +/+

Patologis
7

Babinski

:-/-

Chaddock

:-/-

Oppenheim

:-/-

Gordon

:-/-

Schaeffer

:-/-

Hofman Trommer : - / Klonus Lutut

:-/-

Klonus Kaki

:-/-

6. Sensibilitas
Normal, tidak terdapat penurunan.
7. Vegetatif

Miksi : Baik

Defekasi : Baik

8. Fungsi Luhur
Memori

: Jangka panjang dan jangka pendek baik

Bahasa

: spontan, afasia (-)

Afek dan Emosi

: Afek luas, emosi baik

Visuospasial

: baik, agnosia (-)

Kognitif

: baik

Pemeriksaan Penunjang
-

Laboratorium : WBC : 7,4 k/ul Hb : 12,5 gr/dl PLT: 217 k/ul SGOT 21 SGPT 22 BUN 20

Cr 0,3 GDS 125


EKG sinus aritmia
CT scan belum dilakukan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di USA dan kedua di dunia. Di Indonesia
sendiri, diperkirakan dalam setiap tahunnya ada 500.000 penduduk yang terkena serangan
stroke dengan usia tersering 75-85 tahun. Penyakit ini merupakan penyebab nomor 5
kecacatan dan kehilangan produktifitas. Stroke memiliki etiologi dan patogenesis yang
multikompleks. Rumitnya mekanisme stroke (cerebrovascular disease) disebabkan adanya
integritas tubuh yang sempurna. Di mana otak tidak berdiri sendiri di luar lingkup kerja
jantung, susunan vascular, metabolisme tubuh. Sehingga saat otak tidak sejalan dengan
sistem lain, maka akan timbul kekekacauan.

Dua pertiga depan kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah dari sepasang
a.carotis interna, sedangkan 1/3 bagian posterior yang meliputi cerebellum, korteks occipital
bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah dari sepasang a.vertebralis (a.basilaris).
Sedangkan, untuk menjamin tercukupinya pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya
3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi, yaitu
kumpulan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri
komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri
serebri media posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri
media dan posterior) kanan dan kiri.
Jumlah aliran darah otak dikenal dengan Cerebral Perfusion Pressure (CBF) dengan satuan
cc/menit/100 gram otak. Yang ditentukan oleh tekanan perfusi otak (Cerebral Perfusion
Pressure) dan resistensi cerebrovascular (Cerebrovascular Resistance)
CPP = MABP ICP
CVR
CVR
Dimana komponen CVR ditentukan oleh :
1. Tonus pembuluh darah otak
2. Struktur dinding pembuluh darah
3. Viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak
10

Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50-60 cc/100 gram
otak/menit. Dari percobaan pada hewan maupun manusia, ternyata derajat ambang batas
aliran darah otak yang secara langsung berhubungan dengan fungsi otak, yaitu:
a. Ambang fungsional
Batas aliran darah otak, + 50-60 cc/100 gram/menit, yang bila tidak terpenuhi akan
menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh
b. Ambang aktivitas listrik otak
Batas aliran darah otak, + 15 cc/100 gram/menit, yang bila tidak tercapai akan
menyebabkan aktivitas listrik neuronal terhenti, berarti sebagian struktur intrasel telah
berada dalam proses desintergrasi
c. Ambang kematian sel
Batas aliran darah otak otak, < 15 cc/100 gram/menit, yang bila tidak terpenuhi akan
menyebabkan kerusakan total sel-sel otak
Pengurangan aliran darah ke otak dapat tidak menimbulkan gejala (slient) dan akan muncul
secara klinis jika CBF turun sampai melampaui batas toleransi jaringan otak, yang disebut
ambang aktivitas fungsi otak (threshold of brain functional activity). Keadaan ini
menyebabkan sindrom klinik yang disebut stroke.
DEFINISI STROKE
Penyakit cerebrovascular atau stroke adalah setiap kelainan otak akibat proses
patologi pada system pembuluh darah otak, sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak.
Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli,
pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah
dan perubahan viscositas maupun kualitas darah sendiri. Dengan kata lain, menurut WHO,
stroke didefinisikan sebagai gangguan vaskular otak yang terjadi secara mendadak
yang menyebabkan defisit baik neurologis atau fokal yang berlangsung lebih dari 24
jam yang dapat menyebabkan kematian oleh karena adanya gangguan vaskular.
Perubahan ini dapat bersifat primer, yaitu karena kelainan congenital maupun
degeneratif. Ataupun sekunder yaitu akibat proses lain seperti peradangan, arteriosclerosis,
hipertensi dan diabetes mellitus.

11

KLASIFIKASI STROKE
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan gambaran klinik, patologi
anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya. Klasifikasi ini perlu untuk pengobatan,
preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa.
KLASIFIKASI MODIFIKASI MARSHALL
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
II. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu
1. TIA
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
III. Berdasarkan system pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebro-basilar

12

A. Definisi Stroke Non Hemoragik (SNH)


Definisi stroke non hemoragik menurut WHO tahun 2005 adalah suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik. Stroke
iskemik atau stroke non hemoragik merupakan

stroke yang disebabkan karena adanya

sumbatan pada pembuluh darah otak tertentu sehingga daerah otak yang diperdarahi oleh
pembuluh darah tersebut tidak mendapat pasokan energi dan oksigen, sehingga pada akhirnya
jaringan sel-sel otak di daerah tersebut mati dan tidak berfungsi lagi.
B. Klasifikasi Stroke Non Hemoragik
Berdasarkan penyebabnya menurut Modifikasi Marshall, stroke non hemoragik dibedakan
menjadi :
1. TIA (Transient Ischemic Attack)
TIA adalah serangan mendadak pada pembuluh darah otak karena terjadi gangguan akut
dari fungsi fokal serebral dengan tanda dan gejala yang hampir sama dengan stroke,
tetapi semua gejala kelumpuhan dan defisit neurologis tersebut akan hilang kurang dari
24 jam, biasanya disebabkan karena emboli atau trombosis. Sebanyak 50% dari TIA
telah sembuh dalam waktu 1 jam dan 90% telah sembuh dalam waktu 4 jam. Sehingga,
13

setelah 4 jam, kita sudah dapat dibedakan antara TIA dengan stroke. Oleh karena otak
mendapat darah dari dua sistem, yaitu sistem karotis dan sistem vertebrobasilaris, maka
TIA dibedakan menjadi :
A. TIA yang disebabkan oleh gangguan dari sistem karotis
Gejala klinis:
Gangguan penglihatan pada satu mata tanpa disertai rasa nyeri (amaurosis fugax),

terutama bila disertai dengan :


Kelumpuhan lengan atau tungkai atau kedua-duanya, pada sisi yang sama
Defisit sensorik atau motorik dari wajah saja, wajah dan lengan atau tungkai saja

secara unilateral
Kesulitan untuk mengerti bahasa dan atau berbicara (afasia)
Pemakaian dari kata-kata yang salah atau diubah.
B. TIA yang disebabkan oleh gangguan dari sistem vertebrobasilaris
Gejala gejala :

Vertigo dengan atau tanpa disertai nausea dan/atau muntah, terutama bila disertai

dengan diplopia, dysphagia atau dysarthria


Keseimbangan terganggu
Unilateral atau bilateral (atau satu sisi kemudian diikuti oleh sisi yang lain)

gangguan visual, motorik atau sensorik


Hemianopsia homonim
Drop attack, yaitu keadaan dimana kekuatan kedua tungkai tiba-tiba menghilang
sehingga penderita jatuh.

2. Trombosis
Definisi stroke trombosis adalah stroke yang terjadi akibat sumbatan di pembuluh
darah besar otak oleh karena plak yang terbentuk akibat proses aterosklerotik
(pengerasan arteri). Plak tersebut akan menyumbat pada pembuluh darah tertentu di otak
yang pada akhirnya otak menjadi kekurangan nutrisi dan oksien (iskemia) dan akhirnya
14

menjadi mati (infark). Stroke trombosis ini merupakan stroke yang paling sering terjadi
(hampir 40% dari seluruh stroke).
Proses aterosklerosis ini dipercepat oleh beberapa faktor, seperti riwayat
hipertensi, DM, hiperkolesterol, merokok dan faktor-faktor lainnya. Aterosklerosis
terjadi oleh karena penimbunan lipid termasuk kolesterol di bawah lapisan intima
pembuluh darah. Plak aterosklerotik sering dijumpai di pembuluh darah yang berkelokkelok atau percabangan arteri besar, seperti misalnya arteri karotis leher. Penyempitan
yang disebabkan oleh plak aterosklerotik bisa mencapai 80-90% dari diameter pembuluh
darah, tanpa menimbulkan gangguan pada daerah yang diperdarahi arteri yang
bersangkutan. Sumbatan karena trombus sering terjadi di malam hari pada saat tidur atau
tidak beraktivitas, dan biasanya keluhan timbul saat mereka bangun. Gejala berupa
kelemahan tersebut biasanya akan semakin memburuk dalam beberapa hari ke depan,
kemudian stabil, baru mengalami perbaikan setelah kurang lebih 7 hari kemudian.
3. Emboli
Stroke emboli merupakan stroke yang terjadi karena adanya gumpalan/bekuan
darah yang berasal dari jantung dan kemudian terbawa aliran darah hingga ke otak dan
menyumbat pembuluh darah di otak. Proporsinya sekitar 20% dari seluruh kasus stroke.
Bekuan darah dari jantung ini biasanya terbentuk akibat aritmia jantung (misalnya
fibrilasi atrium), kelainan katup, infeksi jantung, dan juga akibat operasi jantung.

C. Epidemiologi
Di Indonesia, diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah
tersebut:

1/3 pasien bisa pulih kembali,

1/3 pasien mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang,

15

1/3 sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus
menerus di kasur.
Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala, sisanya

mengalami cacat, sehingga banyak penderita. Stroke menderita stress akibat kecacatan yang
ditimbulkan setelah diserang stroke.
D. Etiologi
Penyebab terjadinya stroke non hemoragik paling sering oleh emboli ektrakranial atau
trombosis intracranial yang mengakibatkan penurunan aliran darah serebral.
1. Emboli
Sumber embolisasi biasanya terletak di a. karotis atau a. Vertebralis, namun dapat juga di
jantung dan sistem vaskuler sistemik.
Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel, penyakit
jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup
mitralis, Fibralisi atrium, Infark kordis akut dan sebagainya.
Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai embolia septik, misalnya
dari abses paru atau bronkiektasis, metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru,
embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit caisson).
Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85% di antaranya
terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.
2. Trombosis
Trombosis dapat terjadi pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan
pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat
terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya
pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko
pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab
lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular
dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren.
E. Patofisiologi
16

Terdapat banyak faktor penyebab terjadinya stroke iskemik, salah satunya adalah
aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar dan arteri kecil,
dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di
sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacammacam manifestasi klinik dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan
aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.

17

Pembuluh darah

Trombus/embolus karena plak ateromatosa, fragmen, lemak, udara, bekuan darah

Oklusi

Perfusi jaringan cerebral


Iskemia

Hipoksia

Metabolisme anaerobAktivitas elektrolit terganggu Nekrotik jaringan otak

Asam laktat

Na & K pump gagal

Infark

Na & K influk

Retensi cairan
Oedem serebral
Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia, defek medan penglihatan,

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis SNH bergantung pada lokasi neuroanatomi dan vaskularisasi yang
diserang, antara lain:
1. Arteri serebri anterior
Arteri serebri anterior merupakan arteri yang menyuplai darah ke area korteks
serebri parasagital, yang mencakup area korteks motorik dan sensorik untuk anggota
gerak bawah kontralateral, juga merupakan pusat inhibitor dari kandung kemih (pusat
miksi).
Gejala yang akan timbul apabila terjadi gangguan pada aliran darah a. serebri anterior
adalah paralisis kontralateral dan gangguan sensorik yang mengenai anggota gerak
bawah. Selain itu, dapat pula dijumpai gangguan kendali dari miksi karena kegagalan
18

dalam inhibisi refleks kontraksi kandung kemih, dengan dampak terjadi miksi yang
bersifat presipitatif.
2. Arteri serebri media
Arteri serebri media merupakan arteri yang menyuplai sebagian besar dari
hemisfer serebri dan struktur subkortikal dalam, yang mencakup area divisi kortikal
superior, inferior, dan lentikolostriaka.
Apabila mengenai divisi kortikal superior, gejala yang akan timbul yaitu
menimbulkan hemisensorik kontralateral dengan distribusi serupa, tetapi tanpa disertai
hemianopia homonimus. Seandainya hemisfer yang terkena adalah sisi dominan, gejala
juga akan disertai dengan afasia Brocca (afasia ekspresif) yang memiliki ciri berupa
gangguan ekspresi berbahasa. Gejala pada divisi kortikal inferior jarang terserang secara
tersendiri, dapat berupa homonimus hemianopia kontralateral, gangguan fungsi sensorik
kortikal, seperti graphestesia, stereonogsia kontralateral, gangguan pemahaman spasial,
anosognosia, gangguan identifikasi anggota gerak kontralateral, dan apraksia. Pada lesi
yang mengenai sisi dominan, maka akan terjadi pula afasia Wernicke (afasia reseptif).
Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio atau trifurkasio (lokasi
percabangan arteri serebri media) dimana merupakan pangkal dari divisi superior dan
inferior, maka akan terjadi stroke yang berat. Dengan demikian, akan terjadi hemiparesis
dan hemisensorik kontralateral, yang lebih melibatkan wajah dan lengan dibanding kaki,
terjadi homonimus hemianopia, dan bila mengenai sisi dominan akan terjadi afasia
global (perseptif dan ekspresif).
3. Arteri karotis interna
Arteri karotis interna berpangkal pada ujung arteri karotis komunis yang
membelah dua. Arteri karotis interna bercabang-cabang menjadi arteri serebri anterior
dan media, juga menjadi arteri oftalmikus yang memberikan suplai darah ke retina.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri karotis interna
ditentukan oleh aliran kolateral yang ada. Kurang lebih sekitar 15% stroke iskemik yang
disebabkan oklusi arteri karotis interna ini akan didahului oleh gejala TIA atau gejala
gangguan penglihatan monokuler yang bersifat sementara, yang mengenai retina
mata sisi ipsilateral.
Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan gabungan dari oklusi arteri
serebri media dan anterior ditambah gejala akibat oklusi arteri oftalmikus yang muncul
sebagai hemiplegia dan hemisensorik kontralateral, afasia, homonimus hemianopia, dan
gangguan penglihatan ipsilateral.
4. Arteri serebri posterior
Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris yang memberikan
aliran darah ke korteks oksipital serebri, lobus temporalis medialis, talamus, dan
19

bagian rostral dari mesensefalon. Emboli yang berasal dari arteri basilaris dapat
menyumbat arteri ini.
Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri serebri posterior
menyebabkan terjadinya homonimus hemianopia yang mengenai lapangan pandang
kontralateral. Sedangkan oklusi yang terjadi pada daerah awal arteri serebri posterior
pada mesensefalon akan memberikan gejala paralisis pandangan vertikal, gangguan
nervus kranialis okulomotorik, oftalmoplagia internuklear, dan deviasi vertikal
dari bola mata.
Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer dominan, dapat terjadi
afasia anomik (kesulitan menyebutkan nama benda), aleksia tanpa agrafia (tidak dapat
membaca

tanpa

kesulitan

menulis),

agnosia

visual

(ketidakmampuan

untuk

mengidentfikasi objek yang ada di sisi kiri), dan akibat adanya lesi di korpus kalosum
menyebabkan terputusnya hubungan korteks visual kanan dengan area bahasa di
hemisfer kiri. Oklusi yang mengenai kedua arteri serebri posterior (kanan dan kiri)
mengakibatkan penderita mengalami kebutaan kortikal, gangguan ingatan dan
prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah yang sebenarnya sudah dikenali).
5. Arteri basilaris
Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri vertebra. Cabang dari
arteri basilaris memberikan suplai darah untuk lobus oksipital, lobus temporal media,
talamus media, kapsula internal krus posterior, batang otak dan serebelum.
Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris menimbulkan defisit
neurologis bilateral dengan keterlibatan beberapa cabang arteri. Trombosis basiler
mempengaruhi bagian proksimal dari arteri basilaris yang memberikan darah ke pons.
Keterlibatan sisi dorsal pons mengakibatkan gangguan pergerakan mata horizontal,
adanya nistagmus vertikal, dan gerakan okular lainnya seperti konstriksi pupil yang
reaktif, hemiplegi yang sering disertai koma dan sindrom oklusi basiler dengan
penurunan kesadaran.
Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian distal arteri basilaris
mengakibatkan penurunan aliran darah menuju formasio retikularis asendens di
mesensefalon dan talamus sehingga timbul penurunan kesadaran. Sedangkan emboli
yang lebih kecil dapat menyumbat lebih rostral dan pada kasus demikian, mesensefalon,
talamus, lobus temporal, dan oksipital dapat mengalami infark. Kondisi ini dapat
mengakibatkan gangguan visual (hemianopia homonim, buta kortikal), visiomotor
(gangguan gerak konvergen, paralisis penglihatan vertikal, diplopia), dan perilaku
(terutama disorientasi) abnormal tanpa gangguan motorik.
20

6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial


Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah arteri
sereberalis inferior posterior, sereberalis inferior anterior, dan sereberalis superior.
Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior posterior
mengakibatkan sindrom medular lateral (Wallenbergs syndrome). Sindrom ini dapat
disertai ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom Horner, defisif sensoris wajah,
hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah, disfagia, disartria, dan
cegukan. Oklusi arteri sereberalis inferior anterior akan mengakibatkan infark sisi lateral
dari kaudal pons dan menimbulkan

sindrom klinis seperti paresis otot wajah,

kelumpuhan pandangan, ketulian, dan tinitus. Oklusi arteri sereberalis superior akan
mengakibatkan sindrom lateral rostral pons yang menyerupai lesi dengan disertai adanya
optokinetik nistagmus atau skew deviation.
7. Cabang vertebrobasiler paramedian
Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang otak mulai
dari permukaan ventral hingga dasar ventrikel IV. Struktur pada regio ini meliputi
sisi medial pedunkulus sereberi, jaras sensorik, nukleus rubra, formasio retikularis,
nukleus kranialis (N.III, N. IV, N.VI, N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana oklusi terjadi.
Oklusi pada mesensefalon menimbulkan paresis nervus okulomotor (N.III) ipsilateral
disertai ataksia. Paresis nervus abdusen (N.VI) dan nervus fasialis (N.VII)
ipsilateral terjadi pada lesi daerah pons, sedang paresis nervus hipoglosus (N.XII)
terjadi jika letak lesi setinggi medula oblongata. Manifestasi klinis dapat berupa koma
apabila lesi melibatkan kedua sisi batang otak.
8. Cabang vertebrobasilar basalis
Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki sisi vertebral
batang otak dan memberi aliran darah jaras motorik batang otak. Gejala yang
ditimbulkan akibat oklusi arteri basilaris yaitu hemiparesis kontralateral, dan apabila
nervus kranialis (N.III, N.VI, N.VII) terkena terjadilah paresis nervus kranialis
ipsilateral.
9. Infark lakunar
Infark lakunar biasanya terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen 37%,
talamus 14%, nukleus kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna krus posterior 10%).
Terdapat 4 macam sindrom infark lakunar yaitu hemiparesis murni, stroke sensorik
murni, hemiparesis ataksik, dan sindroma dysarthria-clumsy hand.
G. Diagnosis
1. Anamnesis
21

Dari anamnesis, akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut
mencong atau bicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul
sangat mendadak tanpa didahului trauma. Keluhan biasanya dialami setelah pasien bangun
tidur.

Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke non
hemoragik, yakni:
Tidak dapat dimodifikasi
1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)
2. Genetik
Dapat dimodifikasi
1. Hipertensi
2. Merokok
3. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi
atrium kiri)
4. Diabetes
5. Displidemia
6. Anemia Sickle cell
7. Aktivitas fisik rendah
8. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler
9. Obat kontrasepsi oral
10. Obesitas
11. Konsumsi alkohol

22

Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas darah dan
penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi mengalami stroke non
hemoragik.
Pada kasus-kasus berat yaitu dengan penurunan kesadaran sampai koma, dilakukan
pencatatan perkembangan kesadaran sejak serangan terjadi. Anamnesis tersebut harus
memperoleh informasi tentang berikut ini:
a. Karakteristik gejala dan tanda:
Sistem yang terlibat (motorik, sensoris, visual)
Anatomi yang terlibat (wajah, lengan, tangan, kaki, dan apakah seluruh atau

sebagian tungkai, satu atau kedua mata)


Apakah gejala-gejala tersebut fokal atau non fokal
Apa kualitasnya (apakah negatif misalnya hilang kemampuan sensoris,
hilangnya

kemampuan

motorik

atau

visual)

atau

positif

(misalnya

menyebabkan sentakan tungkai (limb jerking), kesemutan, halusinasi)?


b. Konsekuensi fungsional (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa mengangkat tangan)
c. Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologi:
Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam berapa)
Onsetnya mendadak/progresif
Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimal saat onset; apakah
menyebar atau semakin parah secara bertahap, hilang timbul, ataukah
progresif dalam menit/jam/hari. Atau apakah ada fluktuasi antara fungsi
normal dan abnormal.
d. Kemungkinan presipitasi
Apa yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama sebelum onset,
apakah ada trauma
e. Gejala-gejala lain yang menyertai
Nyeri kepala, kejang epileptik, panik/ansietas, muntah, nyeri dada.
f. Riwayat penyakit dahulu atau keluarga yang relevan.
Riwayat TIA atau stroke terdahulu
Riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, angina, infark
miokard, intermittent claudicatio, atau artritis
g. Perilaku atau gaya hidup yang relevan
Merokok, konsumsi alcohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan (khusus obat
kontrasepsi oral, obat antitrombotik, dan antikoagulan).
Gejala gejala
Onset atau awitan
Saat onset
Peringatan (warning)
Nyeri kepala

SH
Mendadak
Sedang aktif
-+++

SNH
Mendadak
Istirahat
++ (TIA)
+
23

Kejang kejang
Muntah
Kesadaran menurun

+
+
+++

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan neurologis, saraf otak yang sering terkena adalah :
-

N. VII dan XII : Mulut mencong, bicara pelo dan deviasi lidah bila dikeluarkan
dari mulut

Gangguan konjugat pergerakan bola mata dan lapangan pandang

Hampir selalu terjadi hemiparesis.

Skor Siriraj: ( 2,5 x derajat kesadaran ) + ( 2 x vomitus ) + ( 2 x nyeri kepala ) + ( 0,1 x


tekanan diastolik ) ( 3 x petanda ateroma ) 12
Keterangan
1. Penilaian derajat kesadaran : sadar penuh (0), somnolen (1), koma (2)
2. Nyeri kepala : tidak ada (0), ada (1)
3. Vomitus
4. Ateroma

: tidak ada (0), ada (1)


: Tidak terdapat penyakit jantung, DM (0), Terdapat penyakit jantung,

DM (1)
Interpretasi
SS> 1

: Stroke Hemoragik

-1 < SS < 1

: perlu konfirmasi CT Scan

SS < -1

: Stroke Non Hemoragik

24

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
- Pemeriksaan darah rutin
- Pemeriksaan kimia darah lengkap
*

Gula darah sewaktu

Kolesterol,

ureum,

kreatinin,

asam

urat,

fungsi

hati,

enzim

SGOT/SGPT/CPK dan Profil lipid (trigliserid, LDL-HDL serta total lipid)


- Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap)
* Waktu protrombin
* APTT
* Kadar fibrinogen
* D-dimer
* INR
* Viskositas plasma
25

b. Foto Thorax
Digunakan untuk melihat keadaan jantung serta mengidentifikasi kelainan paru yang
potensial mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.
c. CT-Scan Kepala
Untuk mencari gambaran perdarahan atau infark, karena perbedaan manajemen
perdarahan dan infark otak. Pada pemeriksaan CT-Scan (Computerized Tomography
Scanning), stroke hemoragis akan terlihat gambaran lesi hiperdens, sedang pada
stroke non hemoragis terlihat gambaran lesi hipodens. Selain itu, diagnosis stroke
dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis.

26

d. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal pada
stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan
biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI
memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.

H. Penatalaksanaan
1. Monitoring
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru cukup baik. Fungsi paru
sering terganggu karena curah jantung yang kurang, maka jantung harus dimonitor
dengan seksama. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila kadar oksigen dalam
darah berkurang.
2. Blood
a. Tekanan darah
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak.
Pada fase akut pada umumnya tekanan darah meningkat dan secara spontan akan
menurun secara gradual. Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi
tekanan perfusi yang justru menambah iskemik lagi.
b. Komposisi darah
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Bila
terdapat polisitemia harus dilakukan hemodilusi. Pemberian infus glukosa harus
dihindari karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang
mempermudah terjadinya edem dan karena hiperglikemia menyebabkan
perburukan fungsi neurologis dan keluaran. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.

3. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan
membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup, bila perlu diberikan melalui nasogastric
tube.
27

4. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retensio urin. Bila
terjadi inkontinensia, untuk laki-laki harus dipasang kondom kateter, kalau wanita
harus dipasang kateter tetap.
5. Brain
Edema otak dan kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi edema otak, dapat
dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan
pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang
yang timbuldapat diberikan Diph enylhydantion atau Carbamazepin.
2. Medikamentosa
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang
menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan pendapat.
Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut:
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik
yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada
penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di
Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset
stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut
diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan
setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal.
Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan
sekitar 6%.
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri
basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada
keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral
karena pemberian heparin tersebut.
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin

28

Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari.
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi
di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan
protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara
konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung
pH.Sekitar 85% dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis.
Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia

dan diduga: sindrom Reye.8


Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat menggunakan
tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet,
agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet
dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan

antraksi platelet-platelet.
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse 1gr/kgBB/hari selama 6
jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik dan selsel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi
dan reperfusi.
Tujuan rehabilitasi adalah :
Memperbaiki fungsi motoris, bicara dan fungsi lain yang terganggu
Adaptasi mental sosial dari penderita stroke, sehingga fungsional otonom penderita,

sosial aktif dan hubungan interpersonal menjadi normal.


Sedapat mungkin penderita harus dapat melakukan activities of daily living (ADL).

3. Rehabilitasi
Prinsip dasar rehabilitasi :
Pemilihan penderita yang seksama
Mulailah sedini mungkin
Harus sistematis
Meningkatkan secara bertahap
Pakailah bentuk rehabilitasi yang spesifik sesuai defisit yang ada.
Kontra Indikasi :
Penyakit sistemik yang berat
a. Insufisiensi jantung dengan dekompensasi
b. Angina pektoris
29

c. Gagal jantung akut


d. Reuma fase akut
Gangguan mental yang berat
Jenis-jenis rehabilitasi medik, antara lain :
1) Fisioterapi
Mengobati fisik dengan menggunakan exercise, massage, ataupun terapi dengan
modalitas alat.Fisioterapi terbagi 2, yaitu fisioterapi pasif yang dilakukan secara
langsung setelah pasien terkena serangan stroke dengan menggerakan otot secara
pasif dan fisioterapi aktif yang dilakukan segera setelah keadaan pasien stabil dan
dapat diajak berinteraksi.
2) Speech therapy
Membantu memulihkan kemampuan berbahasa dan bekomunikasi penderita stroke
dengan latihan bicara sehingga penderita stroke dapat kembali berkomunikasi
dengan orang lain.
3) Occupational therapy
Menggunakan aktivitas

terapeutik

dengan

tujuan

mempertahankan

atau

meningkatkan komponen kinerja okupasional (senso-motorik, persepsi, kognitif,


sosial, dan spiritual) dan area kerja kinerja okupasional (perawatan diri,
produktivitas, dan pemanfaatan waktu luang).Dengan kata lain, ahli terapi okupasi
membantu penderita stroke untuk melakukan aktivitas sehari-hari (seperti mandi,
makan, minum, BAB/BAK, berpakaian, dll), dan juga membantu penderita agar
dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan sekitarnya (mengelola rumah tangga,
merawat orang lain, dan rekreasi/pemanfaatan waktu luang untuk dirinya).
4) Social worker
Memperbaiki atau mengembangkan interaksi antara penderita dengan lingkungan
sosialnya sehingga penderita dapat kembali ke lingkungan dengan baik.
5) Psikologis
Membantu penderita stroke yang cacat agar dapat menyesuaikan diri secara
emosional terhadap lingkungannya dan keadaan cacatnya, sehingga ia dapat
memberikan makna pada kehidupannya dengan penuh arti.
J. Pencegahan
1. Kontrol tekanan darah tinggi (hipertensi). Salah satu hal paling penting untuk mengurangi
risiko stroke adalah untuk menjaga tekanan darah terkendali. Berolahraga, mengelola
stres, menjaga berat badan yang sehat, dan membatasi asupan natrium dan alkohol adalah
cara-cara untuk menjaga tekanan darah tetap terkontrol. Selain dengan perubahan gaya
30

hidup, dapat juga dengan mengkonsumsi obat anti hipertensi, seperti diuretik,
angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan angiotensin reseptor blocker.
2. Turunkan kolesterol dan lemak jenuh asupan. Makan rendah kolesterol dan lemak,
terutama lemak jenuh, dapat mengurangi plak di arteri. Selain itu, dapat juga dengan
mengkonsumsi obat penurun kolesterol.
3. Jangan merokok. Berhenti merokok mengurangi risiko stroke.
4. Kontrol diabetes mellitus. Kita dapat mengelola diabetes dengan diet, olahraga,
pengendalian berat badan dan pengobatan. Kontrol ketat gula darah dapat mengurangi
kerusakan otak jika mengalami stroke.
5. Menjaga berat badan yang ideal. Kelebihan berat badan lain yang memberikan kontribusi
pada faktor-faktor risiko stroke, seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan
diabetes mellitus.
6. Berolahraga secara teratur. Latihan aerobik mengurangi risiko stroke dalam banyak cara.
Olahraga dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan high density lipoprotein (HDL)
kolesterol, dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan pembuluh darah dan jantung.
Hal ini juga membantu menurunkan berat badan, mengendalikan diabetes dan
mengurangi stres. Olah raga secara bertahap sampai 30 menit seperti berjalan, joging,
berenang atau bersepeda jika tidak setiap hari, 1 hari dalam seminggu.
7. Kelola stres. Stres dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Juga dapat
meningkatkan kecenderungan darah membeku, yang dapat meningkatkan risiko stroke
iskemik. Menyederhanakan hidup, berolahraga dan menggunakan teknik relaksasi untuk
mengurangi stres.
8. Minum alkohol dalam jumlah sedang, atau tidak sama sekali. Alkohol dapat menjadi
faktor risiko stroke. Konsumsi alkohol meningkatkan resiko tekanan darah tinggi dan
stroke iskemik dan perdarahan.
9. Jangan gunakan obat-obatan terlarang. Banyak obat, seperti kokain, yang menjadi faktor
risiko untuk TIA atau stroke.

4. Rencana Penatalaksanaan

Head up 30o

Bed Rest

IVFD : RL gtt XV

MM/ : Antihipertensi = Amlodipin 5mg 1x1

Anti agregasi trombosit = Miniaspilet 80 mg tab 1x1

Analgesik = PCT 3x1


31

Antagonis H2 = Ranitidin amp 2x1

Prognosis

Ad Vitam

: Dubia

Ad Sanasionum

: Dubia

Ad Fungsionum

: Dubia ad malam

Karangasem, 27 September 2016


Peserta

dr. Aprilia Elisabet

Pendamping

dr. Made Supatriasih

32

Anda mungkin juga menyukai