Anda di halaman 1dari 24

No. ID dan Nama Peserta : dr.

Aprilia Elisabet
No. ID dan Nama Wahana: RSUD Karangasem
Topik: KONJUNGTIVITIS BAKTERIAL
Tanggal (kasus) : 15 01 2016
No. RM: 177419/16

Nama
Umur
JK
Tgl Masuk RS

: An. AZ
: 2 tahun
: Perempuan
: 15 01 2016

Tanggal presentasi :

Pendamping:
dr. Ni Nengah Artini
dr. Ni Made Supatriasih

Tempat presentasi:
Obyek presentasi :
Keilmuan
Diagnostik

Keterampilan
Manajemen

Neonatus

Anak

Bayi

Penyegaran
Masalah
Remaja

Dewasa

Tinjauan pustaka
Istimewa
Lansia

Bumil

Deskripsi:

Keluhan utama : mata kanan membengkak


Keluhan tambahan : merah, mengeluarkan kotoran terus menerus, berair, dan gatal.
Riwayat penyakit dahulu : Riwayat keluarga : Tidak diketahui pasien
Riwayat pengobatan: belum pernah berobat.
Riwayat alergi : tidak ada

Tujuan: : Menegakkan diagnosis dan penataksanaan


Bahan
Tinjauan
Riset
Kasus

Audit

bahasan:
Cara

Pos

membahas:

pustaka
Diskusi

Presentasi dan E-mail


diskusi

Data Pasien: Nama: An. AZ


Nama klinik
RSUD Karangasem
Data utama untuk bahan diskusi:

No.Registrasi: 177419/16

Pemeriksaan Subjektif

Keluhan utama : mata kanan membengkak


Keluhan tambahan : merah, mengeluarkan kotoran terus menerus, berair, dan gatal.
Riwayat penyakit dahulu : Riwayat keluarga : Tidak diketahui pasien
Riwayat pengobatan: belum pernah berobat.
Riwayat alergi : tidak ada

Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan fisik:
-

Pasien tampak sakit ringan, Suhu 37,00 C, Nadi, 80 x/menit, Nafas 20 x/menit. Mata :
Visus OD 6/6, Injeksi Konjungtiva (+), Sklera Anikterik, Kornea jernih, Iris kripta (+)
sekret (+), telinga dan hidung tidak ada kelainan. Terdapat bunyi jantung I-II normal,
bising dan irama derap tidak ada. Paru bronkovesikuler, ronchi dan mengi tidak ada.
Perut supel,hati dan limpa tidak teraba. Bising usus normal. Ekstremitas pucat (-), edema
ekstremitas (-).

Daftar Pustaka
1. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000
2. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005
3. Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 1998
4. www.dcmsonline.org, tentang conjunctivitis
5. www.eyepathologisyt.com/disease
6. www.aafp.org/afp//AFPprinter/980215ap/morrow.html
7. PERDAMI,. Ilmu Penyakit Mata Untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran.
Jakarta. 2002
8.

. Art of Therapy. FK UGM.Yogyakarta. 2008

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:


3

1. Subyektif:
Keluhan utama : mata kanan membengkak
Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien diantarkan orang tuanya ke rumah sakit dengan keluhan mata kanan membengkak dan
merah sejak 6 hari yang lalu. Pasien juga merasakan adanya rasa gatal dan mata mengeluarkan
kotoran sehingga mata terasa lengket. Terdapat kemerahan di sekitar kelopak mata atas berair
dan mengeluarkan kotoran terus menerus. Mata kanan pasien dirasakan sangat sensitif jika
terkena cahaya dan terasa perih.
2. Obyektif:

Keadaan Umum
Kesadaran
Nadi
Pernafasan

: tampak sakit ringan


: komposmentis
: 80 x/menit
: 20 x/menit

Suhu

: 37,0 C

BB

: 15 kg

STATUS GENERALIS
Kepala
Bentuk

: bulat, simetris

Mata

: status oftalmologis

Hidung

: tidak ada kelainan

Telingan

: tidak ada kelainan

Mulut

: tidak ada kelainan

Thoraks
Jantung

: tidak ada kelainan

Paru

: tidak ada kelainan

Abdomen
Hepar

: tidak ada pembesaran

Lien

: tidak ada pembesaran

Ekstrimitas

: oedem (-)

Status Oftalmologis

OCCULAR DEXTRA

OCCULAR SINISTRA

6/6
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Kedudukan normal
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Odema (+), hiperemis (+)
Hiperemis
Hiperemis (+)
Injeksi konjungtiva (+), sekret

VISUS
KOREKSI
SKIASKOPI
SENSUS KOLORIS
BULBUS OKULI
SUPERSILIA
PARESE/PARALISIS
PALPEBRA SUPERIOR
PALPEBRA INFERIOR
KONJUNGTIVA PALPEBRA
KONJUNGTIVA FORNICES

6/6
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Kedudukan normal
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tenang
Tenang

mukopurulen (+)
Injeksi konjungtiva (+), sekret

KONJUNGTIVA BULBI

Tenang

SKLERA
KORNEA
KAMERA OKULI ANTERIOR
IRIS
PUPIL
LENSA
FUNDUS REFLEKS
CORPUS VITREUS
TENSIO OCCULI
SISTEM CANALIS LACRIMALIS

Anikterik
Jernih
Dalam
Kripta +
Reflek cahaya (+)
Jernih

mukopurulen (+)
Anikterik
Jernih
Dalam
Kripta +
Reflek cahaya (+)
Jernih

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Normal (Palpasi)

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Normal (Palpasi)

Tidak dilakukan

Resume
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan mata kanan nyeri. Keluhan disebabkan karena mata
kanan pasien terkena pecahan batu saat bekerja 6 hari yang lalu. Saat itu juga pasien ke
puskesmas untuk mendapatkan pertolongan pertama. Pasien diperban mata kanannya dan
diberikan obat-obatan. 4 hari yang lalu pasien masuk ke rumah sakit untuk memeriksakan
penglihatan gelap pada mata kanannya.
Status Oftalmologis OD
Visus OD

: 6/6

Konjungtiva

: Injeksi (+)

Sklera

: Anikterik

Kornea

: Jernih
5

Iris

: kripta (+)

Pemeriksaan Anjuran
Kultur bakteri
Diagnosis Banding
Konjungtivitis bakterial
Konjungtivitis viral
Konjungtivitis alergika
Diagnosis Kerja
Konjungtivitis bakterial OD

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva ( lapisan luar mata dan
lapisan dalam

kelopak mata ) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus,

bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.


B. Etiologi
Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:
Infeksi olah virus atau bakteri
Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet dari las
listrik atau sinar matahari.
6

C. Klasifikasi
Konjungtivitis, terdiri dari:
1. Konjungtivitis bakterial
2. Konjungtivitis virus
3. Konjungtivitis alergi
4. Konjungtivitis Neonatorum
5. Trakoma
6. Konjungtivitis iritasi atau kimia
D. Gambaran klinik Konjungtivitis
a. Subjekstif
Seperti ada benda asing, berpasir, pedih, panas, gatal, kadang kabur, lengket
waktu pagi.
b. Objektif
1. Injeksi Konjungtiva
Pelebaran pembuluh a. konjungtiva posterior, yang memberi gambaran
berkelok-kelok, merah dari bagian perifer konjungtiva bulbi menuju kornea
dan ikut bergerak apabila konjungtiva bulbi digerakkan.

Injeksi Konjungtival
Melebarnya arteri konjungtiva posterior yang dapat terjadi akibat pengaruh
mekanis, alergi, ataupuninfeksi pada jaringan konjungtiva. Injeksi konjungtival
mempunyai sifat:
Mudah digerakkan dari dasarnya. Hal ini disebabkan arteri konjungtiva
posterior melekat secara longgar pada konjungtiva bulbi yang mudah lepas
dari dasarnya sklera.
Ukuran pembuluh darah makin besar ke bagian,

perifer

karena

asalnya dari bagian perifer atau arteri siliar anterior.


Pada radang konjungtiva, pembuluh darah ini didapatkan di daerah
fornix. Berwarna pembuluh darah merah segar.

Gambar 1. Injeksi Konjungtiva

Injeksi siliar
Melebarnya pembuluh darah peri kornea (a. siliar anterior) atau injeksi siliar atau injeksiperikornea
terjadi akibat radang kornea, tukang kornea, benda asing pada kornea, radang jaringan uvea,
glaucoma, endoftalmitis ataupun panoftalmitis.
Injeksi siliar ini mempunyai tanda-tanda:
Berwarna lebih ungu, dibanding dengan injeksi konjungtival
Pembuluh darah tidak tampak
Tidak ikut serta dengan pergerakan konjungtiva bila digerakkan, karena menempel eratdengan

jaringan perikornea.
Kemerahan paling pada disekitar kornea, dan berkurang kea rah forniks
Dengan tetes adrenalin 1:1000 tidak menciut.
Hanya lakrimasi
Terdapat fotofobia
Sakit tekan di sekitar kornea
Pada penyakit tertentu dapat menyebabkan pupil ireguler

Gambar 2. Injeksi Siliar


2. Folikel
Kelainan berupa tonjolan pada jaringan konjungtiva, besarnya kira-kira 1mm.
tonjolan ini mirip vesikel. Gambaran permukaan folikel landai, licin abu-abu
kemerehan karena adanya pembuluh darah dari pinggir folikel yang naik
kearah puncak folikel.
3. Papil raksasa (Coble-stone)

Cobble-stone berbentuk polygonal tersusun berdekatan dengan permukaan


datar. Pada coble-stone pembuluh darah berasal dari bawah sentral.
4. Flikten
Tonjolan berupa sebukan sel-sel radang kronik di bawah epitel konjungtiva
atau kornea, berupa suatu mikro-abses, dimana permukaan epitel mengalami
nekrosis.
8

5. Membran
Massa putih padat yang menutupi sebagian kecil, sebagian besar, atau seluruh
konjungtiva. Paling sering menutupi konjungtiva tarsal. Massa puth ini dapat
berupa

endapan

secret,

sehingga

mudah

diangkat,

dan

disebut

pseudomembran. Selain massa putih yang menutupi konjungtiva dapat berupa


koagulasi dan nekrosis konjungtiva, sehingga sukar diangkat, disebut
membran.7
Gejala lainnya adalah:
- mata berair
- mata terasa nyeri
- mata terasa gatal
- pandangan kabur
- peka terhadap cahaya
- terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi hari.
E. Macam-macam Konjungtivitis
1. Konjungtivitis Bakteri
o

Definisi : inflamasi

konjungtiva diakibatkan Staphylococcus

aureus

(berhubungan dengan blefaritis), S.Epidermidis, Streptococcus pneumonia,


dan Haemophilus influenza (khususnya pada anak-anak)
o Diagnosis
Gejala : Mata merah, pedih, nyeri, mengganjal, eksudat, lakrimasi
Tanda :

Papila konjungtiva
Kemosis : pembengkakan konjungtiva

Konjungtiva injeksi

Tanpa adenopati preaurikuler

Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan tajam penglihatan

Pemeriksaan segmen anterior bola mata

Sediaan langsung (swab konjungtiva untuk pewarnaan garam)


untuk mengindentifikasi bakteri, jamur dan sitologinya.
9

o Terapi
Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama obat
diteteskan tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali sehari
selama 1 minggu. Pada malam harinya diberikan salep mata untuk mencegah
belekan di pagi hari dan mempercepat penyembuhan
o Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis
dan memasuki tahap menahun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak
diobati dapat berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva
dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan
meninges, hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan
meningitis.Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh
sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.
o Pencegahan
Konjungtivitis

mudah

menular,

karena

itu

sebelum

dan

sesudah

membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya


bersih-bersih. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah
menangani mata yang sakit.Jangan menggunakan handuk atau lap bersamasama dengan penghuni rumah lainnya.
2. Konjungtivitis Virus
1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut
a). Demam Faringokonjungtival
Tanda dan gejala
Demam

Faringokonjungtival

ditandai

oleh

demam

38,3-40
C,

sakit

tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler
sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring.
10

Mata merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit
kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler
(tidak nyeri tekan).
Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan
kadang kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa
dan ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini
dapat juga didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody
penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis.
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada
bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak
daripada orang dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor.
Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri,
umumnya dalam sekitar 10 hari.
b). Keratokonjungtivitis Epidemika
Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada
satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien
merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti
dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel
bulat. Sensai kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah
khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase
akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat
membentuk

pseudomembran

dan

mungkin

diikuti

parut

datar

atau

pembentukan symblepharon.
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel
terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan11

bulan namun menyembuh tanpa meninggalkan parut.


Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar
mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus
seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
Laboratorium
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan
37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi
dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan

tes

netralisasi.

erokan

konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk


pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil.
Penyebaran
Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi
melalui jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril,
atau pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan

mata, terutama

anestetika topical, mungkin terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot


materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam
larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran.
Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai
penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose.
Cuci tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta
sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu
keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau
hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan dikeringkan dengan hatihati.
Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat
memperpanjang keterlibatan

kornea sehingga

harus

dihindari. Agen
12

antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial.


c). Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks
Tanda dan gejala
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak
kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh
darah unilateral, iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia
ringan. Pada kornea tampak

lesi-lesi epithelial tersendir yang umumnya

menyatu membentuk

ulkus

satu

atau

ulkus-ulkus

bercabang banyak (dendritik). Vesikel herpes kadang

epithelial

yang

kadang muncul di

palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas
terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan.
Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun
jika

pseudomembran,

reaksinya

terutama

polimorfonuklear

akibat

kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel


konjungtiva dan kornea,

jika

dipakai

fiksasi

Bouin

dan

pulasan

Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya


sel sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.Virus
mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain
kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan
biakan.

Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa,
umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local
maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea
mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus
dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam.
Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu
13

bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam
sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula
diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir
oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.

Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah
pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10
Penggunaan

kortikosteroid

dikontraindikasikan,

karena

hari.

makin memperburuk infeksi

herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat
menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat.

d). Konjungtivitis Hemoragika Akut


Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic
besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui
di Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus
A24. Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7
hari).
Tanda dan Gejala
Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air
mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang
terjadi kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat
berupa bintik-bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan
menyebar

ke

bawah.

Kebanyaka

pasien

mengalami

limfadenopati

preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior


pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum pada 25% kasus. 1,5
Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh
fomite seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan
terjadi dalam 5-7 hari

14

Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti.
2. Konjungtivitis Virus Menahun
a). Blefarokonjungtivitis
Molluscum Contagiosum
Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat
menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior,
dan pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang
yang mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma), dengan lesi bulat,
berombak, putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat, adalah khas
molluscum kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik,
yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti ke satu
sisi..
b). Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
Tanda dan gejala
Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler khas
sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika
adalah khas herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun pernah
ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian
berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal
penyakit. parut pada palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah adalah
sekuele.
Laboratorium
Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra mengandung sel
raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan konjungtiva pada
varicella dan zoster mengandung sel raksasa dan monosit. Virus dapat
diperoleh dari biakan jaringan sel sel embrio manusia.

15

Terapi
Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10 hari), jika
diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi dan
menghambat penyakit.
c). Keratokonjungtivitis Morbilli
Tanda dan gejala
Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang
dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa hari
sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif

dengan secret

mukopurulen, dan saat muncul erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik pada
konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus.
Pada

pasien

imunokompeten,

keratokonjungtivitis

campak

hanya

meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien
kurang gizi atau imunokompeten, penyakit mata ini seringkali disertai infeksi
HSV atau infeksi bacterial sekunder oleh S pneumonia, H influenza, dan
organism lain. Agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis purulen yang
disertai ulserasi kornea dan penurunan penglihatan yang berat. Infeksi herpes
dapat menimbulkan ulserasi kornea berat dengan perforasi dan kehilangan
penglihatan pada anak-anak kurang gizi di Negara berkembang.
3. Konjungtivitis Alergi
1)

Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)


Tanda dan gejala
Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam
jerami (rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari,
rumput, bulu hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal,
berair mata, mata merah, dan sering mengatakan bahwa matanya seakanakan tenggelam dalam

jaringan

sekitarnya.

Terdapat

sedikit

penambahan pembuluh pada palpebra dan konjungtiva bulbi, dan selama


serangan

akut sering

terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab

tenggelamnya tadi). Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika


16

pasien telah mengucek matanya.


Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva
Terapi
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000
yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya
dalam 30 menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan
antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan
cukup baik, namun sering kambuh kecuali anti-gennya dapat dihilangkan.
2)

Konjungtivitis Vernalis
Definisi : suatu inflamasi mata bagian luar yang bersifat musiman dan
dianggap sebagai suatu alergi. Konjungtiva banyak sekali mengandung sel dari
sistem kekebalan (mast sel) yang melepaskan senyawa kimia (mediator)
dalam

merespon

terhadap berbagai rangsangan (seperti serbuk sari atau

debu tungau) . Mediator ini menyebabkan radang pada mata, yang mungkin
sebentar atau bertahan lama. Sekitar 20% dari orang memiliki tingkat mata
merah alergi.

Diagnosis
Ditemukan adanya tanda-tanda radang konjungtiva
Ditemukan adanya giant papil pada konjungtiva palpebra superior
Ditemukan adanya tantras dot pada limbus kornea
Kadang disertai shield ulcer
Bersifat kumat-kumatan
Gejal danTanda :

Mata merah (biasanya rekuren)

Kadang disertai rasa gatal yang hebat

Adanya riwayat alergi

Adanya hipertrofi papil difus pada konjungtiva tersal terutama superior

Adanya penebalan limbus dengan tantras dot


17

Discharge mukoid dan menjadi mukopurulen apabila terdapat infeksi

sekunder
Terapi
Kasus ringan : terapi edukasi (menghindari allergen, kompres dingin, ruangan
sejuk, lubrikasi, salep mata), pemberian antihistamin (topical levokabastin,
emestadine), vasokonstriktor (phenileprine, tetrahidrolozine), mast cell
stabilizer (cromolin sodium 4% alomide)
Kasus sedang-berat : mast cell stabilizer (cromolin sodium 4% alomide),
antiinflamasi steroid topika (ketorolac 0,5%), kortikosteroid topical atau agen
modulator siklosporin. Pada pasien denga sheld ulcer bias diberikan
sikloplegik yang agresif (atropine 1%, homatropin 5%, atau skopolamin
0,25%) dan antibiotic topikal
Dapat diberikan antihistamin sistemik.
3) Konjungtivitis Atopik
Tanda dan gejala
Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian
palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat
papilla halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti

pada

keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior.


Berbeda dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal, yang
terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada
perjalanan lanjut

penyakit

setelah

eksaserbasi

konjungtivitis

terjadi

berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan


vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan
bervaskularisasi, dan ketajaman penglihatan.
Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien
atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak
bayi. Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan
lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic
berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi.
18

Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila


pasien telah berusia 50 tahun.
Laboratorium
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang
terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal.
Terapi
Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10
mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai
200 mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih
baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada
pasien-pasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan.
Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan
transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman penglihatannya.
4. Konjungtivitis Neonatorum
Definisi
Oftalmia Neonatorum (Konjungtivitis Neonatorum) adalah suatu infeksi mata
pada bayi baru lahir yang didapat ketika bayi melewati jalan lahir.
Penyebab
Berbagai organisme bisa menyebabkan infeksi mata pada bayi baru lahir,
tetapi infeksi bakteri yang berhubungan dengan proses persalinan, yang paling
banyak ditemukan dan berpotensi menyebabkan kerusakan mata adalah
gonore (Neisseria gonorrhea) dan klamidia (Chlamydia trachomatis). Virus
yang bisa menyebabkan konjungtivitis neonatorum dan kerusakan mata yang
berat adalah virus herpes. Virus ini juga bisa didapat ketika bayi melewati
jalan lahir, tetapi konjungtivitis herpes lebih jarang ditemukan. Organisme
tersebut biasanya terdapat pada ibu hamil akibat penyakit menular seksual
(STD, sexually-transmitted disease). Pada saat persalinan, ibu mungkin tidak
memiliki gejala-gejala tetapi bakteri atau virus mampu menyebabkan
konjungtivitis pada bayi yang akan dilahirkan.
Tanda dan Gejala
19

Bayi baru lahir yang terinfeksi akan mengeluarkan kotoran dari matanya
dalam waktu 1 hari sampai 2 minggu setelah dia lahir. Kelopak matanya
membengkak, merah dan nyeri bila ditekan. Gonore bisa menyebabkan
perforasi kornea dan kerusakan yang sangat berarti pada struktur mata yang
lebih dalam. Gejala lainnya adalah: - riwayat penyakit menular seksual pada
ibu - dari mata keluar kotoran encer dan berdarah (serosanguinosa) atau
kotoran kental seperti nanah (purulen).
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. Untuk
mengetahui organisme penyebabnya, dilakukan pembiakan terhadap kotoran
mata.
Terapi
Antibiotik dalam bentuk topikal (salep dan tetes mata), per-oral (melalui
mulut) maupun intravena (melalui pembuluh darah), semua bisa digunakan
tergantung kepada beratnya infeksi dan organisme penyebabnya. Kadang
antibiotik oral dan topikal digunakan secara bersamaan. Irigasi mata dengan
larutan garam normal dilakukan untuk membuang kotoran purulen yang
terkumpul.
Pencegahan
Konjungtivitis neonatorum bisa dicegah dengan cara:
1. Mengobati penyakit menular seksual pada ibu hamil
2. Memberikan tetes mata perak nitrat atau antibiotik (misalnya
eritromisin) kepada setiap bayi yang baru lahir.

5. Trakoma
Definisi
Trakoma (Konjungtivitis granuler, Oftalmia Bangsa Mesir) adalah suatu
infeksi konjungtiva yang berlangsung lama dan disebabkan oleh bakteri
Chlamydia trachomatis.
Penyebab
Trakoma terjadi akibat infeksi oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Masa
20

inkubasi berlangsung selama 5-12 hari dan berawal sebagai kemerahan pada
mata, yang jika tidak diobati bisa menjadi penyakti kronis dan menyebabkan
pembentukan jaringan parut.Trakoma ditemukan di seluruh dunia, terutama di
daerah pedesaan di negara- negara berkembang.Sering menyerang anak-anak.
Trakoma merupakan penyakit menular dan bisa ditularkan melalui:
- kontak tangan dengan mata
- sejenis lalat
-benda-benda yang terkontaminasi (misalnya handuk atau saputangan).
Gejala
Pada stadium awal, konjungtiva tampak meradang, merah dan mengalami iritasi
serta mengeluarkan kotoran (konjungtivitis). Pada stadium lanjut, konjungtiva
dan kornea membentuk jaringan parut sehingga bulu mata melipat ke dalam dan
terjadi gangguan penglihatan. Gejala lainnya adalah:
- pembengkakan kelopak mata
- pembengkakan kelenjar getah bening yang terletak tepat di depan mata
- kornea tampak keruh.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Apusan mata diperiksa untuk mengetahui organisme penyebabnya.
Terapi
Pengobatan meliputi pemberian salep antibiotik yang berisi tetracyclin dan
erythromycin selama 4-6 minggu. Selain itu, antibiotik tersebut juga bisa
diberikan dalam bentuk tablet. Jika terjadi kelainan bentuk kelopak mata,
kornea

maupun

konjungtiva, mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk

memperbaikinya.

6. Konjungtivitis kimia atau iritasi


a. Konjungtivitis iatrogenik pemberian obat topikal
Konjungtivitis folikular toksik

atau

konjungtivitis non-spesifik infiltrate,

yang diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama
21

dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang


disiapkan dalam bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan
iritasi. Perak nitrat yang diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir
sering menjadi penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata
berkurang akibat iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera
karena tidak ada pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan
kedalam saccus conjungtivae.
Kerokan

konjungtiva

sering

mengandung

sel-sel

epitel

berkeratin,

beberapa neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh.


Pengobatan terdiri atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan
yang lembut atau lunak, atau sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi
konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya
setelah penyebabnya dihilangkan.
b. Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans
Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk
ke saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan
umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan- bahan
make-up,

dan

berbagai

asam

dan

alkali.

Di

daerah

tertentu,asbut

(campuran asap dan kabut) menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia


ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan secara positif, dan
pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang permanen,
namun mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara
menahun.
Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek
langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat
menyusup kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva.
Disini mereka terus menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari
lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk.
Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih
22

besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian
manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh
darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat
diungkapkan.
Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau
larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan
secara mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik
umum adalah kompres dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine
1% dua kali sehari, dan beri analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis
bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok. Parut kornea
mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin
memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada
kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika
pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan
prognosisnya lebih baik.

Rencana Penatalaksanaan
1.
2.
3.
4.
5.

Bed rest
Jaga hygiene mata
Therapy antibiotik Gentamisin 0,3% ED 6 gtt 1 / jam OD
Analgetik : Paracetamol 3x1 cth
Sekret dibersihkan

Prognosis
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: ad bonam

Quo ad sanationam

: ad bonam

Karangasem, 27 September 2016

23

Peserta

dr. Aprilia Elisabet

Pendamping

dr. Ni Nengah Artini

24

Anda mungkin juga menyukai