Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Distosia yang secara literatur berarti persalinan yang sulit, memiliki karakteristik
kemajuan persalinan yang abnormal atau lambat. Persalinan abnormal atau lambat umum
terjadi bila ada disproporsi antara ukuran bagian terbawah janin dengan jalan lahir. Pada
presentasi kepala, distosia adalah indikasi yang paling umum saat ini untuk seksio sesaria
primer. CPD (cephalopelvic disproportion) adalah akibat dari panggul sempit, ukuran
kepala janin yang besar, atau lebih sering kombinasi dari kedua di atas. Setiap
penyempitan diameter panggul yang mengurangi kapasitas pelvis dapat mengakibatkan
distosia selama persalinan. Panggul sempit bisa terjadi pada pintu atas panggul,
midpelvis, atau pintu bawah panggul, atau umumnya kombinasi dari ketiganya. Karena
CPD bisa terjadi pada tingkat pelvic inlet, outlet dan midlet, diagnosisnya bergantung
pada pengukuran ketiga hal tersebut yang dikombinasikan dengan evaluasi ukuran kepala
janin.
Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri tanpa
intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor P utama yaitu kekuatan
ibu (power), keadaan jalan lahir (passage) dan keadaan janin (passanger). Faktor lainnya
adalah psikologi ibu (respon ibu), penolong saat bersalin, dan posisi ibu saat persalinan.
Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor "P" tersebut,
persalinan normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada satu atau lebih
faktor P ini, dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya persalinan. Distosia
berpengaruh buruk bagi ibu maupun janin. Pengenalan dini dan penanganan tepat akan
menentukan prognosis ibu dan janin.

1.2

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :

1.3

1.2.1

Apa yang dimaksud dengan distosia bahu?

1.2.2

Apa saja yang menjadi etiologi pada distosia bahu?

1.2.3

Apa saja yang menjadi faktor resiko pada distosia bahu?

1.2.4

Apa saja tanda dan gejala pada distosia bahu?

1.2.5

Bagaimana patofisologi pada distosia bahu?

1.2.6

Apa saja pemeriksaan penunjang pada distosia bahu?

1.2.7

Apa saja komplikasi pada distosia bahu?

1.2.8

Bagaimana penatalaksanaan pada distosia bahu?

1.2.9

Bagaimana Asuhan Keperawatan pada distosia bahu?

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1.3.1

Mahasiswa dapat mengetahui yang dimaksud dengan distosia bahu.

1.3.2

Mahasiswa dapat mengetahui etiologi pada distosia bahu.

1.3.3
1.3.4
1.3.5
1.3.6
1.3.7
1.3.8
1.3.9

Mahasiswa dapat mengetahui yang menjadi faktor resiko pada distosia bahu.
Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala pada distosia bahu.
Mahasiswa dapat memahami patofisologi pada distosia bahu.
Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang pada distosia bahu.
Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi pada distosia bahu.
Mahasiswa dapat memahami penatalaksanaan pada distosia bahu.
Mahasiswa dapat memahami Asuhan Keperawatan pada distosia bahu.

BAB II
PEMBAHASAN
2

2.1

Definisi Distosia
Distosia ialah kesulitan dalam jalannya persalinan.(Mochtar, 1989)
Distosia secara harfiah, berarti persalinan sulit, ditandai oleh kemajuan persalinan yang
terlalu lambat. Secara umum, persalinan abnormal sering terjadi jika terdapat
ketidakseimbangan ukuran antara bagian presentasi janin dan jalan lahir. Distosia
merupakan akibat dari beberapa kelainan berbeda yang dapat berdiri sendiri atau
kombinasi. (Leveno, 2009).
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala
janin

dilahirkan.

Selain

itu

distosia

bahu

juga dapat

didefinisikan

sebagai

ketidakmampuan melahirkan bahu dengan mekanisme atau cara biasa. (Rusniawati,


2011)
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas sacral
promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul,atau bahu tersebut bisa
lewat promontorium,tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum atau tulang ekor.
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan maneuver obstetric oleh
karena dengan tarikan biasa ke arah belakangan pada kepala bayi tidak berhasil untuk
melahirkan bayi. Pada persalinan persentasi kepala,setelah kepala lahir bahu tidak dapat
dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan
tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar sebesar 0,2-0,3 % dari seluruh persalinan vaginal
persentasi kepala . apabila distosia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara lahirnya
kepala dengan lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik,maka insidensitasnya menjadi 11%.
(Prawirohardjo, 2011)
Pada mekanisme persalinan normal,ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki
panggul dalam posisi oblig. Bahu posterior memasuki panggul lebih dahulu sebelum
bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran paksi luar bahu posterior berada
dicekungan tulang sakrum atau disekitar spina ischiadika dan memberikan ruang yang
cukup bagi bahu anterior untuk memasuki panggul melalui belakang tulang pubis atau
berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada dalam posisi antero-posterior ketika
3

hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu porterior dapat tertahan promontorium
dan bahu anterior tertahan tulang pubis. Dalam keadaan demikian kepala yang sudah
dilahirkan akan tidak dapat melakukan putar paksi luar dan tertahan akibat adanya tarikan
yang terjadi antar bahu posterior dengan kepala (disebut dengan turtle sign).
(Prawirohardjo, 2011)
Distosia bahu biasanya terdapat kasus maksrosomia. Resikonya meningkat 11 kali lipat
bayi dengan BB 4000 g dan 22 kali lipat pada bayi dengan BB 4500 g posterm dan
makrosomia beresiko mengalami distosia bahu karena pertumbuhan trunkal dan bahu
tidak sesuai dengan pertumbuhan kepala pada masa akhir kehamilan . Faktor Distosia
bahu harus dicurigai pada pemanjangan kala II atau pemanjangan fase deselarasi pada
kala II.
2.2

Etiologi
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul,kegagalan bahu untuk
melipat ke dalam panggul (misal : pada makrosomia). Disebabkan oleh fase aktif dan
persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu
cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah
melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu
berhasil melipat masuk kedalam panggul. Faktor penyebab distosia antara lain:
2.2.1

Distosia Karena Kelainan His


Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri hipertonik.
a. Inersia Uteri Hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah/tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Disini kekuatan
his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan
keadaan umum kurang baik seperti anemia,uterus yang terlalu teregang
misalnya

akibat

hidramnion

atau

kehamilan

kembar

atau

makrosomia,grandemultipara atau primipara ,serta pada penderita dengan


keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase
4

laten atau fase aktif, maupun pada kala pengeluaran. Inersia uteri hipotonik
terbagi dua (Yusuf, 2010) yaitu:
1). Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak
adekuat (kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan),
sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki
keadaan inpartu atau belum.
2). Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian
pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan/kelainan.
Penanganan :
a) Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus
diperhatikan.
b) Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentang
kemungkinan-kemungkinan yang ada.
c) Teliti keadaan serviks,presentasi dan posisi,penurunan kepala/bokong
bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan,bila his timbul adekuat dapat
dilakukan persalinan spontan,tetapi bila tidak berhasil maka akan
dilakukan sectio cesaria.
b. Inersia Uteri Hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi
normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dan bagian atas,tengah dan
bawah uterus,sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong
bayi keluar. (Anonim, 2014). Disebut juga sebagai incoordinate uterine action.
Misalnya tetania uteri karena obat uterotonika yang berlebihan. Pasien
merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus menerus.
Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi
uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah

rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan,


ketuban pecah lama dengan disertai infeksi,dan sebagainya.
Penanganan:
Dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus otot, nyeri,
mengurangi ketakutan. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi. Bila
dengan cara tersebut tidak berhasil , persalinan harus diakhiri dengan sectio
cesarea.
2.2.2

Distosia Karena Kelainan Letak


a) Letak Sungsang
Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala difundus
uteri dan bokong dibawah bagian cavum uteri.
Macam-macam Letak Sungsang:
1) Letak bokong murni (frank breech)
Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat keatas.
2) Letak sungsang sempurna(complete breech)
Kedua kaki ada disamping bokong dan letak bokong kaki sempurna.
3) Letak sungsang tidak sempurna (incomplete breech)
Selain bokong sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut.
Etiologi letak sungsang:
1) Fiksasi kepala pada PAP tidak baik atau tidak ada; pada panggul
sempit ,hidrocefalus, anencefalus, placenta previa,tumor.
2) Janin mudah bergerak ;pada hidramnion ,multipara,janin kecil
3)
4)
5)
6)

(prematur)
Gemeli
Kelainan uterus; mioma uteri
Janin sudah lama mati
Sebab yang tidak diketahui

Diagnosis letak sungsang :


1) Pemeriksaan luar,janin letak memanjang,kepala didaerah fundus uteri
2) Pemeriksaan dalam,teraba bokong saja,atau bokong dengan satu atau
dua kaki.

Syarat Partus Pervagina Pada Letak Sungsang :


1) Janin tidak terlalu besar
2) Tidak ada suspek CPD
3) Tidak ada kelainan jalan lahir
Jika berat janin 3500 g atau lebih ,terutama pada primigravida atau multipara
dengan riwayat melahirkan kurang dari 3500 g ,sectio cesarea lebih
dianjurkan.
b) Prolaps Tali Pusat
Yaitu tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin
setelah ketuban pecah. Bila ketuban belum pecah disebut tali pusat (tali
pusat menumbung) timbul bahaya besar ,tali pusat terjepit pada waktu
bagian janin turun dalam panggul sehingga menyebabkan asfiksia pada
janin. Prolaps tali pusat mudah terjadi bila pada waktu ketuban pecah
bagian terdepan janin masih berada di atas PAP dan tidak seluruhnya
menutup seperti yang terjadi pada persalinan ; hidramnion, tidak ada
keseimbangan antara besar kepala dan panggul,premature,kelainan letak.
Diagnosa prolaps tali pusat ditegakkan bila tampak tali pusat disamping
bagian terendah janin. Pencegahan Prolaps Tali Pusat: menghindari
pecahnya ketuban secara premature akibat tindakan kita.
Penanganan Tali Pusat terdepan (Ketuban belum pecah):
1)
2)
3)
4)

Usahakan agar ketuban tidak pecah


Ibu posisi trendelenburg
Posisi miring,arah berlawanan dengan posisi tali pusat
Reposisi tali pusat.

Penanganan Prolaps Tali Pusat :


1) Apabila janin masih hidup,janin abnormal,janin sangat kecil harapan
hidup tunggu partus spontan.
2) Pada presentasi kepala apabila pembukaan kecil,pembukaan lengkap
Vacum ekstraksi,porcef.
3) Pada letak lintang atau letak sungsang Sectio Cesaria

2.2.3

Distosia Karena Kelainan Jalan Lahir


Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan pada
jaringan keras/tulang panggul,atau kelainan pada jaringan lunak panggul.
a. Distosia karena kelainan panggul/bagian keras
1) Kelainan bentuk panggul yang tidak normal gynecoid,misalnya
panggul jenis Naegele, Rachitis, Scoliosis. Kyphosis, Robert dan lainlain.
2) Kelainan ukuran panggul
Panggul sempit (pelvic contraction) panggul disebut sempit apabila
ukurannya 1-2 cm kurang dari ukuran yang normal. (Mochtar, 1989)
Kesempitan panggul bisa pada:
a) Kesempitan pintu atas panggul Inlet dianggap sempit apabila
cephalopelvis kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang
dari 12 cm. Diagonalis (CD) maka Inlet dianggap sempit bila CD
kurang dari 11.5 cm.
b) Kesempitan midpelvis
a. Diameter interspinarum 9 cm
b. Kalau diameter transversa ditambah dengan diameter
sagitalis posterior kurang dari 13,5 cm
c. Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan ROpelvimetri
Midpelvis contraction dapat memberi kesulitan sewaktu persalinan
sesudah kepala melewati pintu atas panggul.
c) Kesempitan outlet
Kalau diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang
dari

15

cm.

Kesempitan

outlet,meskipun

mungkin

tidak

menghalangi lahirnya janin,namun dapat menyebabkan rupture


perineal yang hebat. Karena arkus pubis sempit, kepala janin
terpaksa melalui ruang belakang.
b. Kelainan jalan lahir lunak
Adalah kelainan serviks uteri,vagina,selaput dara dan keadaan lain pada
jalan lahir yang menghalangi lancarnya persalinan.
1) Distosia Servisis
8

a. Adalah terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan kelainan


pada servik uteri. Walaupun harus normal dan baik, kadangkadang permukaan serviks menjadi macet karena ada kelainan
yang menyebabkan servik tidak mau membuka.
b. Ada 4 jenis kelainan pada servik uteri:
c. servik kaku (rigit cervix)
d. servik gantung (hanging cervix)
e. servik konglumer (conglumer cervix)
f. edema servik
2) kelainan selaput dara dan vagina
a. selaput dara yang kaku,tebal
Penanganannya: dilakukan eksisi selaput dara (hymen)
b. septa vagina
c. sirkuler Anteris-posterior
3) kelaianan-kelainan lainnya
1. tumor-tumor jalan lahir lunak : kista vagina,polip serviks,mioma
uteri,dan sebagainya.
2. kandung kemih yang penuh atau batu kandung kemih yang besar.
3. rectum yang penuh skibala atau tumor.
4. kelainan letak serviks yang dijumpai pada mutipara dengan perut
gantung .
5. ginjal yang turun ke dalam rongga pelvis. Kelainan-kelainan
bentuk uterus : uterus bikorvus, uterus septus, uterus arkuatus dan
sebagainya.
2.3

Faktor Resiko
Kelainan bentuk panggul,diabetes gestasional,kehamilan postmature,riwayat persalinan
dengan distosia bahu dan ibu yang pendek.
Faktor resiko distosia bahu:
1. Maternal
Kelainan anatomi panggul
Diabetes gestasional
Kehamilan pasotmatur
Riwayat distosia bahu
Tubuh ibu pendek
2. Fetal
Dugaan macrosomia
3. Masalah persalinan
i. Assisted vaginal delivery (forceps atau vacum)
9

ii. Protracted active phase pada kala I persalinan


iii. Protracted pada kala II persalinan
Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan cunam tengah atau
pada gangguan persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang.

2.4

Tanda Dan Gejala

Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia
bahu kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar paksi luar

2.5

yang normal.
Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu

pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obesitas .


Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksilateral dan traksi ridak berhasil

melahirkan bahu.
Kemajuan lambat dari 7-10 cm, meskipun kontraksinya baik.
Kemajuan lambat dan kloning serta kelahiran kepala lambat.
Gelisah
Sesak nafas.

Patofisologi
Setelah keliharan kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala
berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akanberada
pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat meneran akan
menyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk
mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi
anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis
sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.

2.6

Pemeriksaan Penunjang
Adapun untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan seperti sebagai berikut (Mochtar,
1989) :
1. Pemeriksaan panggul: panggul luar dan panggul dalam
10

2. Pemeriksaan radiologik: untuk pelvimetri dibuat 2 foto yaitu


Foto pintu atas panggul: ibu dalam posisi setengah duduk, sehingga tabung Ro

tegak lurus atas pintu atas panggul


Foto lateral: ibu dalam posisi berdiri, tabung Ro diarahkan horizontal pada

trochanter major dari samping


3. Pemeriksaan besarnya janin
2.7

Komplikasi
1. Komplikasi Maternal
a) Perdarahan pasca persalinan.
b) Pistula rectovagina.
c) Rectovagina pistula merupakan kondisi abnormal pada saluran antara bagian
bawah usus besar atau rectum dengan vagina.karena kondisi ini,isi usus bisa
bocor melalui pistula sehingga penderita dapat mengeluarkan gas atau tinja
lewat vagina.
d) Simpisiolisis atau diathesis dengan atau tanpa transien fermonal neuropathy.
e) Robekan perineum derajat III atau IV.
2. Komplikasi Fetal
a) Brachial plexus palsy
Kelumpuhan kaki tangan bagian atas (brachial plexus palsy) disebabkan
oleh luka regangan (stretch injury) pada syaraf-syarat yang memenuhi
otot-otot kaki tangan bagian atas(brachial plexus)selama proses kelahiran.
b) Fraktura Clavicle
Fraktur clavicula bisa disebabkan oleh benturan ataupun kompressi yang
berkekuatan rendah sampai yang berkekuatan tinggi yang bisa
menyebabkan terjadinyafraktur tertutup ataupun multiple trauma.
c) Kematian Janin.
d) Hipoksia janin, dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen.
e) Fraktura humerus
Fraktur humerus adalah kelainan yang terjadi pada kesalahan teknik dalam
melahirkan lengan pada presentasi puncak kepala atau letak sungsang
dengan lengan membumbung ke atas.pada keadaan ini biasanya sisi yang

11

terkena tidak dapat diperakkan dan refleks moro pada sisi tersebut
menghilang.
3.

Komplikasi distosia bahu :


a. Bagi janin
- Terjadi peningkatan insiden kesakitan dan kematian intrapartum
pada saat peralinan melahirkan bahu beresiko anoreksia sehingga
-

dapat mengakibatkan kerusakan otak.


Kerusakan saraf.kerusakan atau kelumpuhan pleksus brakhialis

dan keretakan bahkan sampai fraktur tulang klavikula.


b. Bagi ibu
- Laserasi daerah perinium dan vagina yang luas.
- Gangguan psikologis sebagai dampak dari pengalaman persalinan
2.8

yang traumatic
Depresi jika janin cacat atau meninggal.

Penatalaksanaan
Penanganan umum : pada setiap persalinan, bersiaplah untuk menghadapi distosiabahu,
khususnya pada persalinan dengan bayi besar dan siapkan beberapa orang untuk
membantu.
Penangananan khusus :
1. Membuat episiotomy yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak dan
memberikan ruang yang cukup untuk tindakan.
2. Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya sejauh
mungkin kearah dadanya dalam posisi berbaring telentang. Meminta bantuan 2
asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu kearah dada
3. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi.
4. Melakukam tarikan yang kuat dan terus-meneruskearah bawah pada kepala janin
untuk menggerakkan bahu depan bawah simfisis pubis. (catatan: hindari tindakan
yang berlebihan pada kepala yang dapat mengakibatkan trauma pada)
5. Meminta seseorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan lebih lanjut
kearah bawah pada daerah suprapubis uuntuk membantu persalinan bahu
(catatan: jangan menekan fundus karena dapat mempengaruhi bahu lebih lanjut dan
dapat mengakibatkan repture uteri)
6. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan
12

7. Pakailah sarung tangan didedesinfeksi tingkat tingg, masukan tangan kedalam vagina
8. Lakukan penekanan pada ibu yang terletak didepan dengan arah sternum bayi untuk
memutar bahu dan mengecilakn diameter bahu
9. Jika diperlukan lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai dengan arah sternum.
10. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan.
11. Masukan tangan ke dalam vagina
12. Lengan humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan tetap fleksi pada
siku, gerakan tangan kearah daad. Ini akan memberikan ruanagn untuk bahu depan
agar dapat bergerak dibawah simfisis pubis.
13. Jika semua tindakan di atas tetaop tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain.
a. Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu depan
b. Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lenngan belakang.
Penatalaksanaan Distosia Bahu:
1.

Kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu sangat diperlukan.

2.

Pertama kali yang harus dilakukan bila terjadi distosia bahu adalah melakukan
traksi curam bawah sambil meminta ibu untuk meneran.

3.

Lakukan episiotomi.
Setelah membersihkan mulut dan hidung anak, lakukan usaha untuk
membebaskan bahu anterior dari simfsis pubis dengan berbagai maneuver :
1. Tekanan ringan pada suprapubic
Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan
dilakukan traksi curam bawah pada kepala janin.
Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah suprapubic saat traksi
curam bawah pada kepala janin.
2. Maneuver Mc Robert
Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun 1983 dan selanjutnya
William A Mc Robert mempopulerkannya di University of Texas di Houston.
Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan
fleksi sehingga paha menempel pada abdomen ibu. Tindakan ini dapat
menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah kepala maternal

13

dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak berubah, rotasi
cephalad panggul cenderung untuk membebaskan bahu depan yang terhimpit.
Maneuver Mc Rober
Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen
sebaaimana terlihat pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan
suprapubic secara bersamaan (panah vertikal). Analisa tindakan Maneuver Mc
Robert dengan menggunakan x-ray. Ukuran panggul tak berubah, namun
terjadi rotasi cephalad pelvic sehingga bahu anterior terbebas dari simfisis
pubis.
3. Maneuver Woods ( Wood crock screw maneuver )
Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara crock screw maka bahu
anterior yang terjepit pada simfisis pubis akan terbebas. Maneuver Wood.
Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian
diputar 180 derajat sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis
pubis.
4. Melahirkan bahu belakang
i. Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus
posterior janin dan kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas
didepan dada dengan mempertahankan posisi fleksi siku.
ii. Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin.
iii. Lengan posterior dilahirkan.
5. Maneuver Rubin
Terdiri dari 2 langkah :
a. Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan
tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah
berikutnya yaitu :
b. Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan
kemudian ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk

14

melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan
melepaskan bahu depan dari simfisis pubis.
Maneuver Rubin II
a. Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah
b. Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada anak
sehingga diameter bahu mengecil dan membebaskan bahu anterior yang
terjepit.
6. Pematahan klavikula dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP.
7. Maneuver Zavanelli : mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak
dilahirkan melalui SC. Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau
posterior sesuai dengan PPL yang sudah terjadi. Membuat kepala anak menjadi
fleksi dan secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina.
8. Kleidotomi : dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting
klavikula.
9. Simfisiotomi.
Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian
tindakan emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu:
a.
b.
c.
d.

Minta bantuan asisten , ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi.


Kosongkan vesica urinaria bila penuh.
Lakukan episiotomi mediolateral luas.
Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk

melahirkan kepala.
e. Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.
Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian tindakan
diatas. Bila tidak, maka rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus dikerjakan :
a. Wood corkscrew maneuver
b. Persalinan bahu posterior
c. Tehnik-tehnik lain yang sudah dikemukakan diatas.
Tak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver yang sudah disebutkan
diatas, namun tindakan dengan maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama adalah
sangat beralasan.
15

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN PERSALINAN DISTOSIA BAHU
3.1

Pengkajian
1. Identitas klien
2. Riwayat kesehatan
a.

Riwayat kesehatan dahulu


16

Yang perlu dikaji pada klien, biasanya klien pernah mengalami distosia
sebelumnya, biasanya ada penyulit persalinan sebelumnya seperti hipertensi,
anemia, panggul sempit, biasanya ada riwayat DM, biasanya ada riwayat
kembar dll.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya dalam kehamilan sekarang ada kelainan seperti: : kelainan letak
janin (lintang, sunsang) apa yang menjadi presentasi dll
c.

Riwayat kesehatan keluarga


Apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit kelainan darah, DM,
eklamsi dan pre eklamsi

3. Pemeriksaan Fisik
a.

Kepala, rambut tidak rontok, kulit kepala bersihtidak ada ketombe

b. Mata, biasanya konjungtiva anemis


c.

Thorak, Inpeksi pernafasan : frekuensi, kedalam, jenis pernafasan, biasanya ada


bagian paru yang tertinggal saat pernafasan

d.

Abdomen, kaji his (kekuatan, frekuensi, lama), biasanya his kurang semenjak
awal persalinan atau menurun saat persalinan, biasanya posisi, letak, presentasi
dan sikap anak normal atau tidak, raba fundus keras atau lembek, biasanya anak
kembar/ tidak, lakukan perabaab pada simpisis biasanya blas penuh/ tidak untuk
mengetahui adanya distensi usus dan kandung kemih.

e.

Vulva dan Vagina, lakukan VT : biasanya ketuban sudah pecah atau belum,
edema pada vulva/ servik, biasanya teraba promantorium, ada/ tidaknya
kemajuan persalinan, biasanya teraba jaringan plasenta untuk mengidentifikasi
adanya plasenta previa

f.

Panggul, lakukan pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentuk


panggul dan kelainan tulang belakang

3.2

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi tidak efektif
2. Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama, CPD

17

3. Resiko tinggi kekurangan cairan b/d hipermetabolisme, muntah, pembatasan


masukan cairan
4. Resiko tinggi cedera maternal b/d kerusakan jaringan lunak karena persalinan lama,
intervensi penanganan lama
5. Resiko tinggi infeksi b/d rupture membrane, tindakan invasive SC atau VT
6. Kecemasan b/d persalinan lama
3.3

Intervensi Keperawatan
1. Nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi tidak efektif
Tujuan

: Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi/ nyeri berkurang

Kriteria

: Klien tidak merasakan nyeri lagi

Klien tampak rilek


Kontraksi uterus efektif
Kemajuan persalinan baik
Intervensi :
1.

Kaji sifat, lokasi dan durasi nyeri, kontraksi uterus, hemiragic dan nyeri tekan
abdomen
R/ Membantu dalam mendiagnosa dan memilih tindakan, penekanan
kepala pada servik yang berlangsung lama akan menyebabkan nyeri

2. Kaji intensitas nyeri klien dengan skala nyeri


R/ Setiap individu mempunyai tingkat ambang nyeri yang berbeda,

dengan

skala dapat diketahui intensitas nyeri klien


3. Kaji stress psikologis/ pasangan dan respon emosional terhadap kejadian
R/ Ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat memperberat derajat
ketidaknyamanan karena sindrom ketegangan takut nyeri
4. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang dan aktivitas untuk mengalihkan nyeri,
bantu klien dalam menggunakan metode relaksasi dan jelaskan prosedur
R/ Teknik relaksasi dapat mengalihkan perhatian dan mengurangi nyeri
5. Berikan dukungan social/ dukungan keluarga

18

R/

Dengan kehadiran keluarga akan membuat klien nyaman, dan dapat

mengurangi tingkat kecemasan dalam melewati persalinan, klien merasa


diperhatikan dan perhatian terhadap nyeri akan terhindari
6. Kolaborasi dalam pemberian obat (narkotik dan sedatif) sesuai indikasi
R/ Pemberian narkotik atau sedative dapat mengurangi nyeri hebat
2. Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama, CPD
Tujuan

: Cedera pada janin dapat dihindari

Kriteria

: DJJ dalam batas normal

Kemajuan persalinan baik


Intervensi :
1. lakukan manuver Leopold untuk menentukan posis janin dan presentasi
R/ Berbaring tranfersal atau presensasi bokong memerlukan kelahiran sesarea.
Abnormalitas lain seperti presentasi wajah, dagu, dan

posterior juga dapat

memerlukan intervensi khusus untuk mencegah persalinan yang lama


2.

Kaji data dasar DJJ secara manual dan atau elektronik, pantau dengan sering
perhatikan variasi DJJ dan perubahan periodic pada respon terhadap kontraksi
uterus
R/ DJJ harus direntang dari 120-160 dengan variasi rata-rata percepatan dengan
variasi rata-rata, percepatan dalam respon terhadap aktivitas maternal, gerakan
janin dan kontraksi uterus.

3. Catat kemajuan persalinan


R/

Persalinan lama/ disfungsional dengan perpanjangan fase laten dapat

menimbulkan masalah kelelahan ibu, stress berat, infeksi berat, haemoragi


karena atonia/ rupture uterus. Menempatkan janin pada resiko lebih tinggi
terhadap hipoksia dan cedera
4. Infeksi perineum ibu terhadap kutil vagina, lesi herpes atau rabas klamidial
R/ Penyakit hubungan kelamin didapat oleh janin selama proses melahirkan
karena itu persalinan sesaria dapat diidentifikasi khususnya klien dengan virus
herpes simplek tipe II
5. Catat DJJ bila ketuban pecah setiap 15 menit
19

R/ Perubahan pada tekanan caitan amnion dengan rupture atau variasi deselerasi
DJJ setelah robek dapat menunjukkan kompresi tali pusat yang menurunkan
transfer oksigen kejanin
6. Posisi klien pada posisi punggung janin
R/ Meningkatkan perfusi plasenta/ mencegah sindrom hipotensif telentang
3.

Resiko tinggi kekurangan cairan b/d hipermetabolisme, muntah, pembatasan


masukan cairan
Tujuan

: Kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria

: Tidak ada tanda-tanda kekurangan volume cairan

Intervensi :
1. Observasi penyebab kekurangan volume cairan
R/ Sebagai data dasar dalam menetapkan intervensi
2. Kaji tanda-tanda dehidrasi
R/ Untuk mengetahui secara dini adanya tanda-tanda dehidrasi dan ditangani
cesara cepat dan tepat
3. Ukur intake dan output cairan
R/ Untuk mengetahui keseimbangan cairan
4. Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai indikasi
R/ Membantu untuk memenuhi kebutuhan cairan
4. Resiko tinggi cedera maternal b/d kerusakan jaringan lunak karena persalinan lama,
intervensi penanganan lama
Tujuan

: Tidak terjadi cedera

Kriteria

: Persalinan adekuat untuk menghasilkan dilatasi

Terjadi kelahiran tanpa komplikasi maternal


Intervensi :
1. Kaji frekuensi kontraksi uterus
R/ Memberikan data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya
2. Pantau kemajuan dilatasi servik dan pendataran
R/ Untuk mengetahui perkembangan dilatasi servik
20

3. Pantau masukan dan haluaran


R/ Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
4. Kaji adanya dehidrsi
R/ Untuk memberikan penanganan secara cepat dan tepat
5. Beri oksitosin sesuai program
R/ Oksitosin berperan untuk merangsang kontaksi
5. Resiko tinggi infeksi b/d rupture membrane, tindakan invasive SC atau VT
Tujuan

: Infeksi tidak terjadi

Kriteria

: Tidak didapatkan tanda-tanda infeksi

Integritas kulit mengalami peningkatan (jika dilakukan SC)


Intervensi :
1. Cuci tangan dengan sabun anti mikroba
R/ Untuk mencegah kontaminasi mikroba
2.

Gunakan universal precaution dan sarung tangan steril jika melakukan Vaginal
Toucher
R/ Mengurangi transmisi mikroba sebagai pencegahan infeksi

3. Kaji suhu badan setiap 4 jam


R/ Peningkatan suhu tubuh merupakan tanda adanya infeksi
4. Kaji turgor, warna, dan tekstur kulit ibu setelah dilakukan SC
R/ Untuk mengetahui adanya tanda-tanda infeksi
5. Berikan perawatan luka yang tepat jika dilakukan SC pada ibu
R/ Perawatan luka yang tepat mengurangi resiko infeksi
6. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi
R/ Antibiotik berperan sebagai anti infeksi
6. Kecemasan b/d persalinan lama
Tujuan

: Klien tidak cemas dan dapat mengerti tentang keadaannya.

Kriteria

: Klien tidak cemas, penderita tenang, klien tidak gelisah.

Intervensi :
1. Anjurkan klilen untuk mengemukakan hal-hal yang dicemaskan.
21

R/ Untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan


2. Beri penjelasan tentang kondisi janin
R/ Mengurangi kecemasan tentang kondisi / keadaan janin.
3. Beri informasi tentang kondisi klien
R/ Mengembalikan kepercayaan dan klien.
4. Anjurkan untuk manghadirkan orang-orang terdekat
R/ Dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi klien
5. Menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan diberikan
R/ Membina hubungan saling percaya sehingga dapat mengurangi kecemasan
3.4

Implementasi
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik. Selanjutnya rencana
tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan yang nyata dan terpadu guna
memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan yang diharapkan

3.5

Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan terhadap perilaku
dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan
umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan ditetapkan belum berhasil/ teratasi.

BAB IV
KESIMPULAN
4.1

Kesimpulan
Distosia ialah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia secara harfiah, berarti
persalinan sulit, ditandai oleh kemajuan persalinan yang terlalu lambat. Secara umum,
persalinan abnormal sering terjadi jika terdapat ketidakseimbangan ukuran antara bagian
22

presentasi janin dan jalan lahir. Distosia merupakan akibat dari beberapa kelainan
berbeda yang dapat berdiri sendiri atau kombinasi. Distosia dapat disebabkan oleh
kelainan tenaga/ power, kelainan jalan lahir/ passage, kelainan letak dan bentuk janin/
passager. Jika distosia tidak ditangani dengan cepat dan tepat akan menimbulkan
komplikasi yang fatal baik komplikasi maternal maupun fetal.
4.3

Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan, dikarenakan
kurangnya sumber bacaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar lebih baik kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Makalah Asuhan Kebidanan Distosia. 20 Maret 2014. http://makalah-asuhankebidanan.blogspot.com
Gusti,

Surya.

Dunia

Kesehatan

DISTOSIA.

http://www.duniakeperawatan.blogspot.com
23

18

Januari

2013.

Leveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams Panduan Ringkas Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
Mochtar, Rustam. 1989. Sinopsis Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:
Jakarta
Rusniawati, Reni. Makalah Distosia. 6 Oktober 2011. http://reni-rusniawati.blogspot.com
Yusuf, Imelda. Distosia. 15 Mei 2010. http://imeyus.blogspot.com

24

Anda mungkin juga menyukai