BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di
mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi
terhadap bahan-bahan yang umumnya imunogenik (antigenik)atau dikatakan
orang yang bersangkutan bersifat atopik. Dengan kata lain, tubuh manusia berkasi
berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing
dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang yang tidak bersifat
atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut alergen.
Alergi disebabkan oleh produksi antibodi berjenis IgE.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dan
inhibitor-inhibitor
pertumbuhan
seperti
epidermal growth factor (EGF) beta. Sel-sel pada permukaan kulit dan
transforming growth factor alfa dan beta. Sel-sel pada permukaan kulit
(skuamosa atau korneosit) yang membentuk stratum korneum, adalah selsel mati secara bertahap terkikis oleh kerusakan yang terjadi setiap hari.
(Robin, 2005).
Diatas stratum basale terdapat stratum spinosum atau lapisan sel
prikel (runcing) berasal dari gambaran seperti paku yang dihasilkan oleh
jembatan-jembatan interseluler (desmosom) yang menghubungkan sel-sel
yang berdekatan . Sel-sel langerhans tersebar di stratum spinosum. Selsel dendrit ini kemungkinan merupakan modifikasi dari makrofag, yang
berasal dari sumsum tulang dan bermigrasi ke epidermis. Sel-sel ini
merupakan pertahanan imunologis garis terdepan dalam melawan antigen
dari luar dan berperan dalam penangkapan dan penyajian antigen tersebut
kepada limfosit-limfosit yang imunokompeten, sehingga respons imun
dapat ditingkatkan. (Robin, 2005).
Diatas stratum spinosum adalah stratum granulosum, yang terdiri
dari sel-sel pipih dan mengandung banyak partikel berwarna gelap yang
disebut granula keratohialin. Dalam sitoplasma sel pada pada stratum
granulosum juga terdapat organel yang disebut granula lamelar (Odland
gepeng yang
badan
yang
menyengat
dari
ketiak
(axilary
otonom. Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap kira-kira 98,6F atau
sekitar 36,50C. Ketika terjadi perubahan
berkembangnya
P.
ovale
sehingga
menginduksi
dermatitis
10
umum ) dan tipe pityriasiform (jarang). Bentuknya awalnya kecil, papulpapul follikular dan perifollikular coklat kemerah-merahan dengan
skuama berminyak. Papul tersebut menjadi patch yang menyerupai
bentuk daun bunga atau seperti medali (medallion seborrheic
dermatitis). Tipe pityriasiform umumnya berbentuk makula dan patch
yang menyerupai pityriasis rosea. Patch-patch tersebut jarang menjadi
erupsi. (Schwartz, 2006).
Pada masa remaja dan dewasa manifestasi kliniknya biasanya
sebagai scalp scaling (ketombe) atau eritema ringan pada lipatan
nasolabial pada saat stres atau kekurangan tidur. (Schwartz, 2006).
b.
Pada bayi
Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal,
berminyak pada verteks kulit kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak
Gambar 2. Dermatitis Seboroik dewasa: dada atas
11
(Johnson, 2000).
Seboroik muka
12
c. Seboroik badan
Jenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak, inframama,
umbilicus, krural (lipatan paha, perineum). Dijumpai ruam berbentuk
makula
eritema
yang pada
permukaannya
adakhas
skuama
berminyak
Gambar 4.
Dermatitis
Seboroik
: eritema
dan skuama
di lipatan
nasolabial
berwarna kekuning-kuningan. Pada daerah badan, lesinya bisa berbentuk
seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral. Di daerah intertrigo,
kadang-kadang bisa timbul fisura sehingga menyebabkan infeksi sekunder.
(Harahap, 2000).
13
e.
Diagnosis
1. Anamnesis
Bentuk yang banyak dikenal dan dikeluhkan pasien adalah
ketombe/ dandruft. Walaupun demikian, masih terdapat kontroversi para
ahli. Sebagian mengganggap dandruft adalah bentuk dermatitis seboroik
ringan tetapi sebagian berpendapat lain. (Ardhie, 2004).
2. Pemeriksaan fisik
Secara klinis kelainan ditandai dengan eritema dan skuama yang
berbatas relatif tegas. Skuama dapat kering, halus berwarna putih sampai
berminyak kekuningan, umumnya tidak disertai rasa gatal. Kulit kepala
tampak skuama patch ringan sampai dengan menyebar, tebal, krusta keras.
Bentuk plak jarang. Dari kulit kepala dermatitis seboroik dapat menyebar ke
kulit dahi, belakang leher dan belakang telinga. (Selden, 2005).
Distribusi mengikuti daerah berambut pada kulit dan kepala seperti
kulit kepala, dahi, alis lipatan nasolabial, jenggot dan belakang telinga.
Perluasan ke daerah submental dapat terjadi. (Selden, 2005).
3. Histologis
Pemeriksaan histologis pada dermatitis seboroik tidak spesifik.
Dapat ditemukan hiperkeratosis, akantosis, spongiosis fokal dan
paraketatosis. (Selden, 2005).
Biopsi kulit dapat efektif membedakan dermatitis seboroik dengan
penyakit sejenis. Pada dermatitis seboroik terdapat neutrofil dalam
skuama krusta pada sisi ostia follicular. AIDS berkaitan dengan
dermatitis seboroik tampak sebagai parakeratosis, nekrotik keratinosites
14
dalam epidermis dan sel plasma dalam dermis. Ragi kadang tampak
dalam keratinosites dengan pengecatan khusus. (Schwartz, 2006).
f.
Diagnosis Banding
1. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik pada dewasa tampak pada fossa antecutabital dan
poplitae. (Schwartz, 2006).
Bayi dapat menderita dermatitis atopik predileksi terutama pada
bagian tubuh tertentu (misalnya kulit kepala, wajah, daerah sekitar
popok, permukaan otot ekstensor) menyerupai dermatitis seboroik. Akan
tetapi dermatitis seboroik pada bayi memiliki ciri-ciri axillary patches,
kurang oozing dan weeping dan kurang gatal. Membedakannnya
berdasarkan gejala klinis karena kenaikan kadar immunoglobulin E pada
dermatitis atopik tidak spesifik.
2. Kandidiasis
Pada pemeriksaan histologis kandidiasis menghasilkan pseudohipa.
(Schwartz, 2006).
3. Langernhan cell histiocytosis
Bayi jarang menderita Langenhan cell histiocytosis. Langenhan
cell histiocytosis cirinya seborrheic dermatitis-like eruptions pada kulit
kepala disertai demam. (Schwartz, 2006).
4. Psoriasis
Pada psoriasis dijumpai skuama yang lebih tebal, kasar, berlapislapis, putih seperti mutiara dan tak berminyak. Selain itu ada gejala yang
khusus untuk psoriasis. (Harahap, 2000).
Tanda lain dari psoriasi seperti pitting nail atau onycholysis distal
dapat untuk membantu membedakan. (Schwartz, 2006).
5. Pitiriasis rosasea
Pitiriaris rosasea dapat terjadi eritem pada wajah menyerupai
dermatitis seboroik. Meskipun rosasea cenderung melibatkan daerah
sentral wajah tetapi dapat juga hanya pada dahi. (Schwartz, 2006).
Pada pitiriasis rosea, skuamanya halus dan tak berminyak. Sumbu
panjang lesi sejajar dengan garis kulit. (Harahap, 2000).
6. Tinea
Pada tinea kapitis, dijumpai alopesia, kadang-kadang dijumpai
kerion. Pada tinia kapitis dan tine kruris eritem lebih menonjuo di
pinggir dan pinggirnya lebih aktif dibandingkan tengahnya. (Harahap,
2000).
15
Penatalaksanaan
Terapi yang efektif untuk dermatitis seboroik yaitu obat anti inflamasi
16
h.
Penatalaksanaan dermatitis seboroik berdasarkan daerah tubuh yang terkena
Penatalaksanaan dermatitis seboroik pada kulit kepala dan daerah jenggot.
17
dapat
menyebabkan
atrofi
dan
telangiectasi
pada
18
19
Prognosis
Pada sebagian kasus yang mempunyai factor konstitusi penyakit ini
agak sukar disembuhkan. (Djuanda, 1999).
2.2. Pruritis
a. Definisi
Pruritus adalah hasil stimulasi gradasi ringan pada serat saraf
berupa sensasi kulit yang iritatif dan menimbulkan rangsangan untuk
menggaruk. Bila gradasi berubah, maka mungkin tidak akan timbul
pruritus, tetapi rasa nyeri. Sensitivitas pruritus bervariasi bargantung pada
perbedaan perseorangan dan regio yang terkena. Garukan memperingan
rasa gatal, karena mengubah ritme impuls aferen pada korpus spinalis.
(Djuanda, 2010)
b. Etiologi
Pruritus dapat disebabkan oleh faktor eksogen atau endogen :
20
merupakan
permulaan
dermatitis
eksfoliativa
generalisata
21
22
timbulnya apopleksia.
Polisitemia vera, penyakit dapat disertai pruritus dan utrikaria.
Defisiensi besi, pruritus disebabkan oleh defisiensi besi dan tidak oleh
anemia, sebab pemberian zat besi sebelum timbulnya anemia sudah
23
24
dimana
saja,
25
tetapi,
walaupun
hemoroid
dan
tanda-tandanya
sering
26
2) Pruritus menyeluruh
Gambar
9. pruritus
anogenital
Menderita pruritus
menyeluruh
sangat
tidak menyenangkan,
dan dapat dirasakan pada hampir seluruh permukaan tubuh secara
terus-menerus atau pada beberapa tempat yang berbeda.
Gambaran klinisnya berupa pengelupasan kulit yang ringan dengan
beberapa bekas garukan atau bisa juga kulit tertutup oleh ekskoriasis,
jaringan parut, atau nodul. Kulit sering kali kering, terutama pada
pasien usia lanjut. Walaupun tidak dapat ditemukan penyakit yang
mendasarinya,
pada
semua
pasien
yang
mengalami
pruritus
27
g.
Komplikasi
Kurang tidur dan keinginan bunuh diri dapat terjadi pada pasien dengan
pruritus parah. Wanita dengan kolestasis intrahepatik yang tidak diobatisebelum
33 minggu kehamilan telah meningkat tingkat kelahiran prematur dan bayi lahir
mati. Komplikasi lain meliputi pruritus lichen chronicus simpleks, nodul prurigo,
dan excoriations (yang dapat menjadi sekunder yang terinfeksi).. (David, 2012)
h. Penatalaksanaan
Perawatan untuk pruritus penyakit sistemik bervariasi tergantung pada
etiologi yang mendasari. Terapi baru didasarkan pada kemajuan dalam
pemahaman tentang mekanisme yang menyebabkan pruritus. Namun, tanpa
pemberantasan
penyakit
sistemik
yang
mendasari,
pengobatan
sering
paliatifterbaik dan bisa membuat frustasi baik bagi pasien dan dokter.
Terapi tertentu, seperti antihistamin dan emolien, menawarkan manfaat marjinal.
Antihistamin penenang mungkin efektif pada pasien dengan pruritus nokturnal.
Meskipun antihistamin adalah sebagian efektif dalam mengobati pruritus akibat
penyakit sistemik, efeknya biasanya marjinal dan relatif tidak memuaskan.
Doxepin, antidepresan trisiklik (TCA) dengan sifat anti histamin, pada dosis 2550 mg pada waktu tidur mungkin cukup membantu. Mirtazapin pada 15-30 mg
pada waktu tidur juga telah digunakan untuk mengobati pruritus.Gabapentin
diambil secara lisan telah menunjukkan efektivitas dalam mengobati pruritus dan
baru-baru ini telah menunjukkan neurogenik pada uremic pruritus, hematologi,
dan idiopatik.Aprepitant, anti-mual neurokinin reseptor 1 antagonis, telah
menunjukkan sangat efektif dalam mengurangi pruritus pada sekelompok pasien
dengan gangguan kulit yang beragam. Pasien dengan dermatitis atopik dan
nodularis prurigo tampaknya merespon terbaik. . (David, 2012)
1) Ginjal pruritus
Pengobatan dapat fisik, topikal, atau sistemik.Terapi fisik dengan
UV-B merupaka terapi pilihan. Pasien telah melaporkan bulan remisi
setelah 6-8 perawatan. UV-B mengurangi fosfor kulit, mengurangi jumlah
sel mast kulit, dan mengurangi vitamin A level epidermis. Namun,
pengobatan
dengan
UV-Bmeningkatkan
risiko
kanker
kulit
28
29
30
dapat
memberikan
bantuan,
tetapi
efek
31
obstruksi
juga
dapat
menghilangkan
pruritus.
32
baik,menggunakan
pelembapdan
menghindarimandidengan
air
panasyang
secara
signifikanlebih
pendek
darimereka
2.3 Prurigo
a. Definisi
Prurigo ialah erupsi popular kronik dan rekurens. Terdapat berbagai macam
prurigo, yang tersering terlihat ialah prurigo hebra karena itu akan dibicarakan
secara luas. Disusul oleh prurigo nodularis sedangkan yang lain karena jarang
dijumpai akan dibicarakan secara singkat. (Djuanda, 2010)
b. Klasifikasi
Dalam kepustakaan terdapat banyak macam klasifikasi prurigo, sehingga
sangat membingungkan pembaca.Tetapi menurut pendapat kami klasifikasi yang
dikemukakan oleh KOCSARD lah yang terbaik untuk pendidikan dokter, oleh
karena pembagiannya cukup sederhana, jelas dan lengkap.KOCSARD pada tahun
1962 mendefinisikan prurigo papul sebagai papul yang berbentuk kubah dengan
vesikel pada puncaknya.Vesikel hanya terdapat dalam waktu yang singkat saja,
karena segera menghilang akibat garukan, sehingga yang tertinggal hanya papul
yang berkrusta. Likenifikasi hanya terjadi sekunder akibat proses kronik. Ia
membagi menjadi 2 kelompok : (Djuanda, 2010)
1. Prurigo simpleks
2. Dermatosis pruriginosa
33
Kecuali itu masih ada prurigo lain yang sebenarnya tergolong salah satu
bentuk neurodermatitis, yaitu prurigo nodularis.
1. Prurigo Simpleks
Prurigo papul tampak dalam amcam-macam tingkat
perkembangan dan ditemukan paling sering pada orang dengan
usia pertengahan. Tempat yang sering terkena ialah badan dan
bagian ekstensor ekstremitas.Muka dan bagian kepala yang
berambut juga dapat terkena tersendiri atau bersama-sama dengan
tempat lainnya.Lesi biasanya muncul dalam kelompok-kelompok,
sehingga papu-papul, vesikel-vesikel dan jaringan-jaringan parut
sebagai tingkat perkembangan penyakit terakhir dapat terlihat pada
saat yang bersamaan. (Djuanda, 2010)
Beberapa variasi prurigo pernah dilaporkan. Prurigo
melanotik Pierini dan Borda terjadi pada wanita usia pertengahan
berupa pruritus bersamaan dengan sirosis biliaris primer. Lesi
berupa hiperpigmentasi retikular, sangat gatal, terutama mengenai
badan. Prurigo kulit kepala yang berambut dapat terjadi secara
sendiri atau bersamaan dengan lesi prurigo di tempat lain.
(Djuanda, 2010)
Pengobatannya
simtomatik,
diberikan
obat
untuk
34
kembali
dalam
maupun
gejala
konstitusi.Urtikaria
histoptologiknya
menyerupai
reaksi
lemari-lemari,
sela-sela
rumah,
bentuk,
prurigo
Hebra
35
36
tidak
nyeri,
tidak
bersupurasi,
pada
perabaan
taraba
lebih
2.4 Urtikaria
a. Pendahuluan
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang se-ring dijumpai.Dapat
terjadi secara akut maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah untuk
37
subyektif
biasanya
gatal,
rasa
tersengat
atau
38
39
40
Epidemiologi
Urtikaria dan angioedema sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa
mempengaruhi
hipersensitivitas
yang
diperankan
oleh
IgE.
Klasifikasi
Terdapat bermacam-macam paham peng-golongan urtikaria, berdasarkan
lamanya serang-an berlangsung dibedakan urtikaria akut dan kronik. Disebut akut
bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau berlangsung selama 4
minggu tetapi timbul setiap hari; bila melebihi waktu tersebut digolongkan
sebagai urtikaria kronik. Urtikaria akut lebih sering terjadi pada anak muda,
umumnya laki-laki lebih sering dari-pada perempuan. Urtikaria kronik lebih
sering pada vyanita usia pertengahan. Penyebab urtikaria akut lebih mudah
diketahui, sedangkan pada urtikaria kronik sulit ditemukan. Ada kecenderung-an
urtikaria lebih sering diderita oleh penderita atopik.
Berdasarkan morfologi Minis, urtikaria dibedakan menurut bentuknya,
yaitu urtikaria papularbila berbentuk papul, gutata bila besamya sebe-sar tetesan
air, dan girata bila ukurannya besar-besar. Terdapat pula yang anular dan
arsinar.Menurut luasnya dan dalamnya jaringan yang ter-kena, dibedakan urtikaria
lokal, generalisata dan angioedema. Ada pula yang menggolongkan berdasarkan
41
C.
as
III.
bahan kolinergik.
Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya, digolongkan
idiopatik.
f.
Patogenesis
Sangat penting diketahui mekanisme terja-dinya urtikaria, karena hal ini
42
()
43
g.
Gejala klinis
Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa ter-bakar, atau tertusuk. Klinis
tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah
tampak lebih pucat. Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, numular, sampai plakat. Bila
mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan sub-mukosa atau
subkutan, juga beberapa alat dalam misalnya saluran cerna dan napas, disebut
angio-edema. Pada keadaan ini jaringan yang lebih sering terkena ialah muka,
disertai sesak nafas, serak, dan rinitis.
Dermografisme, berupa edema dan eritema yang linear di kulit- yang
terkena goresan benda tumpul, timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada
urtikaria akibat tekanan, urtika timbul pada tempat yang tertekan, misalnya di
sekitar pinggang, pada penderita ini dermografisme jelas terlihat.
44
dan penyinaran. Umum-nya pada dewasa muda, terjadi pada episode singkat, dan
biasanya umum kortikosteroid sis-temik kurang bermanfaat.
Urtikaria kolinergik dapat timbul pada pe-ningkatan suhu tubuh, emosi,
makanan yang merangsang, dan pekerjaan berat.Biasanya sangat gatal, urtika
bervariasi dari beberapa mm sampai numular dan konf luen membentuk plakat.
Serang-an berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut, diare,
muntah-muntah, dan nyeri ke-pala; dijumpai pada umur 15-25 tahun. Urtikaria
akibat obat atau makanan umumnya timbul secara akut dan generalisata.
h.
Pembantu Diagnosis
Walaupun melalui anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis mudah
ditegakkan
diagnosis
urtikaria,
beberapa
pemeriksaan
diperlukan
untuk
45
pengobatan
pada
urti-karia
dan
angioedema
dipercayakan kepada efek antagonis terhadap histamin pada reseptor Hi, namun
efektivitas tersebut acapkali berkaitan dengan efek samping farmakologik, yaitu
sedasi. Dalam perkembangannya terdapat antihistamin yang baru yang berkhasiat
terhadap reseptor Hi
tetapi nonsedasi, golongan ini disebut sebagai antihistamin nonklasik.
Antihistamin yang klasik dibagi atas enam kelompok seperti yang terlihat
pada tabel 1.
46
setelah pemakaian oral, dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam, se-dangkan lama
kerjanya bervariasi dari 3-6 jam. Tetapi ada juga antihistamin yang waktu
kerjanya lebih lama yaitu meklizin dan klemastin.
Pemakaian di klinik hendaknya selalu mem-pertimbangkan cara kerja obat,
farmakokinetik dan farmakodinamik, indikasi dan kontra indikasi, cara
pemberian, serta efek samping obat dan in-teraksi dengan obat lain.
Biasanya antihistamin gol AH1 yang klasik menyebabkan kontraksi otot
polos, vasokonstrik-si, penurunan permeabilitas kapiler, penekanan sekresi dan
penekanan pruritus. Selain efek ini terdapat pula efek yang tidak berhubungan
dengan antagonis reseptor Hi, yaitu efek antikoliner-gik atau menghambat
reseptor alfa adrenergik.
Antihistamin Hi yang nonklasik contohnya: terfenadin, astemizol, loratadin,
dan mequitazin. Golongan ini diabsorpsi lebih cepat dan mencapai kadar puncak
dalam waktu 1-4 jam. Masa awitan lebih lambat dan mencapai efek maksimal
dalam waktu 4 jam (misalnya terfenadin), sedangkan aztemizol dalam waktu 96
jam setelah pemberian oral. Efektivitasnya berlangsung lebih lama diban-dingkan
dengan AH1 yang klasik, bahkan astemizol masih efektif 21 hari setelah
pemberian do-sis tunggal secara oral. Golongan ini juga dikenal sehari-hari
sebagai antihistamin yang long acting.
Keunggulan lain AH1 non klasik adalah tidak mempunyai efek sedasi
karena tidak dapat menembus sawar darah otak. Di samping itu golongan ini tidak
memberi efek antikolinergik, tidak menimbulkan potensiasi dengan alkohol, dan
tidak terdapat penekanan pada SSP serta relatif nontoksik.
Akhir-akhir ini juga berkembang istilah antihistamin yang berkhasiat
berspektrum luas, yang dimaksud adalah selain berkhasiat sebagai an-tihistamin,
juga berkhasiat terhadap mediator lain umpamanya serotonin, contohnya
homoklorsi-klizin.
Bila pengobatan dengan satu jenis antihis-tamin gagal hendaknya
dipergunakan antihis-tamin grup yang lain. Hidroksizin ternyata lebih efektif
daripada antihistamin lain untuk mencegah urtikaria, dermografisme dan urtikaria
kolinergik.
Pada
urtikaria
karena
dingin
ternyata
siprohep-tadin
lebih
47
Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik ka-rena penyebabnya cepat dapat
diatasi, urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.
BAB III
PENUTUP
48
3.1 Kesimpulan
3.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
49
50