harta
itupun
atas
hasil
barang-barang
yang
mana
ia
perbolehkan
2)
sendiri.
Barang-barang yang dihasilkan atau diwariskan dengan ketentuan
bahwa si bapak tidak dapat menikmati hasilnya.
2)
3)
4)
2)
3)
lebih.
berkelakuan buruk.
telah mendapat hukuman karena sengaja turut serta melakukan
kejahatan
terhadap
kekuasaannya.
anak
belum
dewasa
yang
ada
dalam,
4)
telah
mendapat
hukuman
karena
kejahatan
dalam
MENURUT KHI
Berdasarkan Intruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 jo.
Keputusan Mentri Agama No. 154 Tahun 1991 Tentang Pelaksaan Intruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 1991, kompilasi hukum Islam adalah salah satu
dasar hukum selain aturan hukum yang lain bagi Pengadilan Agama
memutus perkara hukum diantara orang-orang yang beragama Islam. Jadi
daya berlakunya kompilasi hukum Islam hanya terbatas di Pengadilan
Agama.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) sering digunakan dalam peradilan hak asuh
anak mengingat Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah satu-satunya aturan
yang jelas dan tegas bagi hakim dalam memutuskan hak asuh anak karena
ada Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan :
Dalam hal terjadi perceraian :
a. pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun
adalah hak ibunya.
b. pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk
memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaan.
c. biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
Hak hadhonah adalah hak untuk mengasuh, memelihara dan mendidik anak
hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri. Hak hadhonah ini diatur dalam
Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam yang memberikan hak bagi Ibu atas anak
yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun. Konsep Hak Adonah
dalam KHI sesungguhnya lebih didasarkan pada kepentingan psikologis si
anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun, yang pada
umumnya, masih membutuhkan kasih sayang seorang ibu.
Dengan adanya konsep Hak Adonah dalam KHI tentunya dapat membantu
seorang ibu untuk mendapatkan hak asuh anaknya. Namun demikian
ketentuan ini tidak berlaku mutlak karena dalam Pasal 229 Kompilasi Hukum
Islam ditegaskan bahwasanya Hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara
yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga putusannya sesuai
dengan rasa keadilan. Jadi hakim harus mempertimbangkan sungguhsungguh apakah si Ibu layak mendapatkan hak untuk mengasuh anak yang
belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun
Jadi didasarkan pengertiannya, maka konsep Hak hadhonah dalam KHI tidak
jauh berbeda dengan konsep perlindungan sebagaimana diatur dalam
ketentuan-ketentuan
hukum
yang
berlaku
umum
yakni
tetap
harus
memperhatikan perilaku dari orang tua tersebut (seperti si Ibu tdk bekerja
sampai larut malam, lebih mengutamakan kedekatan kepada si anak
dibandingkan kesibukkan diluar rumah, dsb) serta hal-hal terkait kepentingan
si anak baik secara psikologis, materi maupun non materi.
B. PERWALIAN
Pengertian Perwalian menurut KUHPer, yaitu pada pasal 330 ayat 3 menyatakan:
Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada
dibawah perwalian atas dasar dan cara sebagaimana teratur dalam bagian ketiga,
keempat, kelima dan keenam bab ini.
Jika perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup paling
lama (langs tlevendeouder), maka kalau ia kawin lagi suaminya menjadi
2.
361 KUHPerdata.
Asas persetujuan dari keluarga.
Keluarga harus dimintai persetujuan tentang perwalian. Dalam hal keluarga tidak
ada maka tidak diperlukan persetujuan pihak keluarga itu, sedang pihak
keluarga kalau tidak datang sesudah diadakan panggilan dapat dituntut
berdasarkan pasal 524 KUH Perdata.
Perwalian oleh suami atau istri yang hidup lebih lama, pasal 345 sampai
pasal 354 KUHPerdata. Namun pada pasal ini tidak dibuat pengecualian
bagi suami istri yang hidup terpisah disebabkan perkawinan putus karena
perceraian atau pisah meja dan ranjang. Jadi, bila ayah setelah perceraian
menjadi wali maka dengan meninggalnya ayah maka si ibu dengan
b)
Mulainya Perwalian
Dalam pasal 331 a KUHPerdata, disebutkan
1.
Jika seorang wali diangkat oleh hakim, dimulai dari saat pengangkatan jika
ia hadir dalam pengangkatan itu. Bila ia tidak hadir maka perwalian itu
2.
3.
pengangkatan tersebut.
Bagi wali menurut undang-undang dimulai dari saat terjadinya peristiwa
yang menimbulkan perwalian itu, misalnya kematian salah seorang orang
tua.
Wewenang Wali
-
(pasa1335
KUH
Perdata).
Kewajjban menentukan jumlah yang dapat dipergunakan tiap-tiap tahun
oleh anak tersebut dan biaya pengurusan. (pasal 338 KUH Perdata).
Menjual perabotan rumah tangga dan semua barang bergerak dan tidak
memberikan buah atau hasil atau keuntungan kecuali barang-barang yang
diperbolehkan disimpan innatura dengan izin Weeskamer. (pasal 389 KUH
Perdata)
Kewajiban untuk mendaftarkan surat-surat piutang negara jika ternyata
dalam harta kekayaan minderjarigen ada surat piutang negara. (pasal 392
KUH Perdata)
Kewajiban untuk menanam (belegen) sisa uang milik menderjarigen
setelah dikurangi biaya penghidupan tersebut.
Berakhirnya Perwalian
Berakhirnya perwalian dapat ditinjau dari dua keadaan,yaitu :
1.
dalam hubungan dengan keadaan si anak, dalam hal ini perwalian berakhir
2.
karena :
Si anak telah menjadi dewasa (meerderjarig).
Matinya si anak.
Timbulnya kembali kekuasaan orang tuanya.
Pengesahan seorang anak di luar kawin yang diakui.
Dalam hubungan dan tugas wali, dalam hal ini perwalian dapat berakhir
karena :
Ada pemecatan atau pembebasan atas diri si wali.
Ada alasan pembebasan dan pemecatan dari perwalian (pasal 380
KUHP Perdata).
Syarat utama untuk pemecatan adalah .karena lebih mementingkan
kepentingan anak minderjarigen itu sendiri.
Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan
perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah
2.
3.
kekuasaan wali.
Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.
Syarat-syarat Perwalian
Syarat-syarat untuk anak yang memperoleh perwalian adalah :
Wali
wajib
mengurus
anak
yang
berada
dibawah
c.
tersebut .
Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang
berada dibawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan
d.
wali
tidak
diperbolehkan
memindahkan
hak
atau
(3) Bila
wali
tidak
mampu
berbuat
atau
lalai
melaksanakan
tugas
Untuk
pendewasaan
terbatas,
prosedurnya
ialah
yang
bersangkutan
Pada dasarnya dilakukannya suatu perkawinan adalah bertujuan untuk selamalamanya. Tetapi ada sebab-sebab tertentu yang mengakibatkan perkawinan tidak
dapat diteruskan.
Putusnya perkawinan serta akibatnya di atur dalam Bab VIII, Pasal 38 sampai dengan
Pasal 41 Undang-undang Perkawinan. Diatur juga dalam Bab V Peraturan Pemerintah
No. 9 tahun 1975 tentang Tata Cara Perceraian, Pasal 14 sampai dengan Pasal 36.
Menurut Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan perkawinan dapat putus dikarenakan
tiga hal, yaitu :
1. Kematian.
2. Perceraian, dan
3. Atas Keputusan Pengadilan
Sementara menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai putusnya
perkawinan diatur dalam Pasal 199, 200-206b, 207-232a dan 233-249.
Pasal 199 menerangkan putusnya perkawinan disebabkan:
a.
b.
c.
d.
Menurut KHI
PUTUSNYA PERKAWINAN
Pasal 113 Perkawinan dapat putus karena :
a. Kematian,
b. Perceraian, dan
c. atas putusan Pengadilan.
Pasal 114 Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi
karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.
Pasal 115 Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama
setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak.Pasal 116 Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
a. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa
izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuannya;
c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain;
e. sakah satu pihak mendapat cacat badab atau penyakit dengan akibat tidak dapat
f.
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
g. Suami melanggar taklik talak;
h. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan
dalam rumah tangga.
Pasal 117
Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah
satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal
129, 130, dan 131.
Pasal 118
Talak Raj`I adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujujk selamaisteri
dalam masa iddah.
E. PENGANGKATAN ANAK
Secara etimologi yaitu, pengangkatan anak berasal dari kata adoptie bahasa
Belanda atau adopt bahasa Inggris. Pengertian dalam bahasa Belanda menurut
kamus hukum, berarti pengangkatan seorang anak untuk sebagai anak kandungnya
sendiri. Secara terminologi, yaitu dalam kamus umum bahasa Indonesia dijumpai arti
anak angkat, yaitu anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan anaknya
sendiri. Dalam ensiklopedia umum disebutkan bahwa pengangkatan anak adalah
suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orangtua dan anak yang diatur dalam
pengaturan perundangundangan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) memberikan pengertian anak angkat sebagai anak yang
dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya
beralih tanggungjawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya
berdasarkan putusan pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, Abdul Ghofur. 2005.Filsafat Hukum Kewarisan Islam, Konsep Kewarisan Bilateral,
Yogyakarta : UII Press
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijke Wetboek / BW)
Mochtar, Kamal. 1974. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta : Penerbitan
Bulan Bintang
Soemiyati. 2004. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Yogyakarta :
Liberty
Soimin, Soedaryo. 1992. Hukum Orang dan Keluarga, Jakarta : Sinar Grafika