Anda di halaman 1dari 16

BAB II

HAL HAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERKAWINAN


A.

KEKUASAN ORANG TUA


Menurut KUHPer. kekuasaaan orang tua dibedakan atas kekuasaan orang tua
terhadap diri anak, dan kekuasaan orang tua terhadap harta benda anak.
1. Kekuasaan Orang Tua Terhadap Diri Anak.
Kekuasaan orang tua terhadap diri anak adalah kewajiban untuk memberi
pendidikan dan penghidupan kepada anaknya yang belum dewasa dan
sebaliknya anak-anak dalam umur berapapun juga wajib menghormati dan segan
kepada bapak dan ibunya. Apabila orang tua kehilangan hak untuk memangku
kekuasaaan orang tua atau untuk menjadi wali maka hal ini tidak membebaskan
mereka dari kewajiban memberi tunjangan-tunjangan dengan keseimbangan
sesuai pendapatan mereka untuk membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak
mereka. (pasal 298 KUH.Perata).
Pasal 299 KUH.Perdata mengatakan selama perkawinan bapak dan ibu
berlangsung maka anak berada dibawah kekuasaan mereka selama kekuasaaan
orang tua tidak dibebaskan atau dicabut /dipecat dari kekuasaaan mereka.
Dari pasal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa :
a. Kekuasaan orang tua ada pada kedua orang tua.
b. Kekuasaan orang tua ada selama perkawinan berlangsung.
c. Kekuasaan orang tua ada pada orang tua selama tidak dibebaskan atau
dicabut/dipecat dari mereka.
Kekuasaan orang tua dilakukan oleh bapak, jika bapak dibebaskan atau dipecat
atau perpisahan meja dan ranjang si ibu yang melakukannya, jika si ibu inipun
tidak dapat melakukan kekuasaan orang tua maka pengadilan akan mengangkat
seorang wali ( ps. 300 KUH.Perdata )
2. Kekuasaan Orang Tua Terhadap Harta Si Anak.
Kekuasaan orang tua terhadap harta benda anak meliputi :
a. Pengurusan (het beheer)
Pengurusan harta benda anak bertujuan untuk mewakili anak untuk
melakukan tindakan hukum oleh karena anak dianggap tidak cakap (on
bekwaam). Seorang pemangku kekuasaan Orang tua terhadap anak yang
belum dewasa mempunyai hak mengurus (baheer) atas harta benda anak itu
(pasal 307 KUH.Perdata). Pemangku Kekuasaan orangtua wajib mengurus
harta benda anaknya dan harus bertanggung jawab baik atas kepemilikan

harta

itupun

atas

hasil

barang-barang

yang

mana

ia

perbolehkan

menikmatinya.(pasal 308 KUH. Perdata) dan menurut pasal 309 KUH.Perdata


ia tidak memindah tangankan harta kekayaan anak yang belum dewasa.
b. Menikmati (het vruiht genot)
Orang tua yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian berhak
menikmati segala hasil harta kekayaan anak-anaknya yang belum dewasa.
Apabila orang tua tersebut dihentikan dari kekuasaan orang tua atau
perwalian maka penikmatan itu beralih kepada orang yang menggantikannya
( pasal 311 KUH. Perdata ). Hak penikmatan tersebut adalah meliputi seluruh
harta benda sianak, kecuali yang tersebut pasal 313 KUH.Perdata yaitu :
1)

Barang-barang yang diperoleh sianak dari hasil kerja dan usahanya

2)

sendiri.
Barang-barang yang dihasilkan atau diwariskan dengan ketentuan
bahwa si bapak tidak dapat menikmati hasilnya.

Hak penikmatan berakhir apabila:


1)
2)
3)

Matinya sianak ( pasal 314 KUH. Perdata )


Anak menjadi dewasa.
Pencabutan kekuasaan orang tua.

Berakhirnya kekuasaan orang tua.


1)

Pencabutan / pemecatan ( on tzet ) atau pembebasan ( onheven )

2)
3)
4)

kekuasaan orang tua.


Anak menjadi dewasa (meerderjaring ).
Perkawinan bubar.
Matinya si anak.

Pencabutan dan Pembebasan Kekuasaan Orang Tua.


Orang tua yang melaksanakan kekuasaan orang tua dapat dicabut/dipecat
(onset) kekuasaannya tersebut apabila melakukan hal-hal yang disebut pasal
319 a ayat 2 KUH. Perdata yaitu :
1)

telah menyalah gunakan kekuasaan orang tuanya atau terlalu


mengabaikan kewajiban memelihara dan mendidik seorang anak atau

2)
3)

lebih.
berkelakuan buruk.
telah mendapat hukuman karena sengaja turut serta melakukan
kejahatan

terhadap

kekuasaannya.

anak

belum

dewasa

yang

ada

dalam,

4)

telah

mendapat

hukuman

karena

kejahatan

dalam

bab.13,14,15,18,19,dan 20 KUH.Pidana yang dilakukan terhadap anak


5)

yang belum dewasa yang ada dalam kekuasaannya.


telah mendapat hukuman badan 2 tahun lamanya atau lebih.

MENURUT KHI
Berdasarkan Intruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 jo.
Keputusan Mentri Agama No. 154 Tahun 1991 Tentang Pelaksaan Intruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 1991, kompilasi hukum Islam adalah salah satu
dasar hukum selain aturan hukum yang lain bagi Pengadilan Agama
memutus perkara hukum diantara orang-orang yang beragama Islam. Jadi
daya berlakunya kompilasi hukum Islam hanya terbatas di Pengadilan
Agama.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) sering digunakan dalam peradilan hak asuh
anak mengingat Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah satu-satunya aturan
yang jelas dan tegas bagi hakim dalam memutuskan hak asuh anak karena
ada Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan :
Dalam hal terjadi perceraian :
a. pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun
adalah hak ibunya.
b. pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk
memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaan.
c. biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
Hak hadhonah adalah hak untuk mengasuh, memelihara dan mendidik anak
hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri. Hak hadhonah ini diatur dalam
Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam yang memberikan hak bagi Ibu atas anak
yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun. Konsep Hak Adonah
dalam KHI sesungguhnya lebih didasarkan pada kepentingan psikologis si
anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun, yang pada
umumnya, masih membutuhkan kasih sayang seorang ibu.
Dengan adanya konsep Hak Adonah dalam KHI tentunya dapat membantu
seorang ibu untuk mendapatkan hak asuh anaknya. Namun demikian
ketentuan ini tidak berlaku mutlak karena dalam Pasal 229 Kompilasi Hukum
Islam ditegaskan bahwasanya Hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara
yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga putusannya sesuai

dengan rasa keadilan. Jadi hakim harus mempertimbangkan sungguhsungguh apakah si Ibu layak mendapatkan hak untuk mengasuh anak yang
belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun
Jadi didasarkan pengertiannya, maka konsep Hak hadhonah dalam KHI tidak
jauh berbeda dengan konsep perlindungan sebagaimana diatur dalam
ketentuan-ketentuan

hukum

yang

berlaku

umum

yakni

tetap

harus

memperhatikan perilaku dari orang tua tersebut (seperti si Ibu tdk bekerja
sampai larut malam, lebih mengutamakan kedekatan kepada si anak
dibandingkan kesibukkan diluar rumah, dsb) serta hal-hal terkait kepentingan
si anak baik secara psikologis, materi maupun non materi.
B. PERWALIAN
Pengertian Perwalian menurut KUHPer, yaitu pada pasal 330 ayat 3 menyatakan:
Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada
dibawah perwalian atas dasar dan cara sebagaimana teratur dalam bagian ketiga,
keempat, kelima dan keenam bab ini.

Perwalian pada umumnya


Di dalam sistem perwalian menurut KUHPerdata dikenal beberapa asas, yakni :
1.

Asas tak dapat dibagi-bagi ( Ondeelbaarheid )


Pada tiap-tiap perwalian hanya ada satu wali, hal ini tercantum dalam pasal 331
KUHPerdata. Asas tak dapat dibagi-bagi ini mempunyai pengecualian dalam dua
hal, yaitu :

Jika perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup paling
lama (langs tlevendeouder), maka kalau ia kawin lagi suaminya menjadi

medevoogd atau wali serta, pasal 351 KUHPerdata.


Jika sampai ditunjuk pelaksanaan pengurusan (bewindvoerder) yang
mengurus barang-barang minderjarige diluar Indonesia didasarkan pasal

2.

361 KUHPerdata.
Asas persetujuan dari keluarga.
Keluarga harus dimintai persetujuan tentang perwalian. Dalam hal keluarga tidak
ada maka tidak diperlukan persetujuan pihak keluarga itu, sedang pihak
keluarga kalau tidak datang sesudah diadakan panggilan dapat dituntut
berdasarkan pasal 524 KUH Perdata.

Orang-orang yang dapat ditunjuk sebagai Wali


Ada 3 (tiga) macam perwalian, yaitu:

Perwalian oleh suami atau istri yang hidup lebih lama, pasal 345 sampai
pasal 354 KUHPerdata. Namun pada pasal ini tidak dibuat pengecualian
bagi suami istri yang hidup terpisah disebabkan perkawinan putus karena
perceraian atau pisah meja dan ranjang. Jadi, bila ayah setelah perceraian
menjadi wali maka dengan meninggalnya ayah maka si ibu dengan

sendirinya (demi hukum) menjadi wali atas anak-anak tersebut.


Perwalian yang ditunjuk oleh bapak atau ibu dengan surat wasiat atau akta
tersendiri. Dengan kata lain, orang tua masing-masing yang menjadi wali
atau memegang kekuasaan orang tua berhak mengangkat wali kalau

perwalian tersebut memang masih terbuka.


Perwalian yang diangkat oleh Hakim.

Orang-orang yang berwenang menjadi Wali


a)

Wewenang menjadi wali


Pada pasal 332 b (1) KUHPerdata menyatakan perempuan bersuami
tidak boleh menerima perwalian tanpa bantuan dan izin tertulis dari
suaminya. Akan tetapi jika suami tidak memberikan izin maka dalam pasal
332 b (2) KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa bantuan dari pendamping
(bijstand) itu dapat digantikan dengan kekuasaan dari hakim.

b)

Wewenang Badan Hukum Menjadi Wali


Biasanya kewenangan perhimpunan, yayasan dan lembaga-lembaga
sebagai wali adalah menunjukkan bapak atau ibu, maka dalam pasal 355
ayat 2 KUH Perdata dinyatakan bahwa badan hukum tidak dapat diangkat
sebagai wali. Tetapi hal ini akan berbeda kalau perwalian itu diperintahkan
oleh pengadilan.

Yang dapat meminta pembebasan untuk diangkat sebagai wali.


Dalam pasal 377 (1) KUH Perdata, menyebutkan :

Mereka yang akan melakukan jawatan negara berada diluar Indonesia.


Anggota tentara darat dan laut dalam menunaikan tugasnya.
Mereka yang akan melakukan jabatan umum yang terus menerus atau

untuk suatu waktu tertentu harus berada di luar propinsi.


Mereka yang telah berusia di atas 60 tahun.
Mereka yang terganggu oleh suatu penyakit yang lama akan sembuh.

Mereka yang tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda


dengan anak yang dimaksud, padahal dalam daerah hukum tempat
perwalian itu ditugaskan atau diperintahkan masih ada keluarga sedarah
atau semenda yang mampu menjalankan tugas perwalian itu.

Mulainya Perwalian
Dalam pasal 331 a KUHPerdata, disebutkan
1.

Jika seorang wali diangkat oleh hakim, dimulai dari saat pengangkatan jika
ia hadir dalam pengangkatan itu. Bila ia tidak hadir maka perwalian itu

2.

dimulai saat pengangkatan itu diberitahukan kepadanya.


Jika seorang wali diangkat oleh salah satu orang tua, dimulai dari saat
orang tua itu meninggal dunia dan sesudah wali dinyatakan menerima

3.

pengangkatan tersebut.
Bagi wali menurut undang-undang dimulai dari saat terjadinya peristiwa
yang menimbulkan perwalian itu, misalnya kematian salah seorang orang
tua.

Wewenang Wali
-

Pengawasan atas diri pupil (orang yang menentukan perwalian).


Dalam pasal 383 (1) KUH Perdata,
Setiap wali harus menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan
terhadap pribadi si belum dewasa sesuai dengan harta kekayaannya dan
ia harus mewakilinya dalam segala tindakan-tindakan.
Artinya wali bertanggung jawab atas semua tindakan anak yang menjadi
perwaliannya. Dalam ayat 2 pasal tersebut ditentukan , si belum dewasa
harus menghormati walinya. Artinya si anak yang memperoleh perwalian
berkewajiban menghormati si walinya.

Pengurusan dari Wali


Pasa1383 (1) KUH Perdata juga menyebutkan :
pun ia harus mewakilinya dalam segala tindakan-tindakan perdata.
Namun demikian pada keadaan tertentu pupil dapat bertindak sendiri atau
didampingi oleh walinya, misalnya dalam hal pupil itu akan menikah.
Barang-barang yang termasuk pengawasan wali.
Menurut pasal 385 (2) KUH Perdata, barang-barang tersebut adalah
berupa barang-barang yang dihadiahkan atau diwariskan kepada pupil

dengan ketentuan barang tersebut akan diurus oleh seorang pengurus


atau beberapa pengurus.

Kewajiban wali adalah :


Kewajiban memberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan.
Pasal 368 KUH Perdata apabila kewajiban ini tidak dilaksanakan wali
maka ia dapat dikenakan sanksi berupa wali dapat dipecat dan dapat
diharuskan membayar biaya-biaya dan ongkos-ongkos.
Kewajiban mengadakan inventarisasi mengenai harta si anak yang
diperwalikannya (pasal 386 ayat 1 KUH Perdata).
Kewajiban-kewajiban untuk mengadakan jaminan

(pasa1335

KUH

Perdata).
Kewajjban menentukan jumlah yang dapat dipergunakan tiap-tiap tahun
oleh anak tersebut dan biaya pengurusan. (pasal 338 KUH Perdata).
Menjual perabotan rumah tangga dan semua barang bergerak dan tidak
memberikan buah atau hasil atau keuntungan kecuali barang-barang yang
diperbolehkan disimpan innatura dengan izin Weeskamer. (pasal 389 KUH
Perdata)
Kewajiban untuk mendaftarkan surat-surat piutang negara jika ternyata
dalam harta kekayaan minderjarigen ada surat piutang negara. (pasal 392
KUH Perdata)
Kewajiban untuk menanam (belegen) sisa uang milik menderjarigen
setelah dikurangi biaya penghidupan tersebut.

Berakhirnya Perwalian
Berakhirnya perwalian dapat ditinjau dari dua keadaan,yaitu :
1.

dalam hubungan dengan keadaan si anak, dalam hal ini perwalian berakhir

2.

karena :
Si anak telah menjadi dewasa (meerderjarig).
Matinya si anak.
Timbulnya kembali kekuasaan orang tuanya.
Pengesahan seorang anak di luar kawin yang diakui.
Dalam hubungan dan tugas wali, dalam hal ini perwalian dapat berakhir
karena :
Ada pemecatan atau pembebasan atas diri si wali.
Ada alasan pembebasan dan pemecatan dari perwalian (pasal 380
KUHP Perdata).
Syarat utama untuk pemecatan adalah .karena lebih mementingkan
kepentingan anak minderjarigen itu sendiri.

Alasan lain yang dapat memintakan pemecatan atas wali didalam


pasal 382 KUHPerdata menyatakan :
a. Jika wali berkelakuan buruk.
b. Jika dalam melaksanakan tugasnya wali tidak cakap atau
menyalahgunakan kecakapannya.
c. Jika wali dalam keadaan pailit.
d. Jika wali untuk dirinya sendiri atau keluarganya melakukan
perlawanan terhadap si anak tersebut.
e. Jika wali dijatuhi hukuman pidana yang telah berkekuatan
hukum tetap.
f.

Jika wali alpa memberitahukan terjadinya perwalian kepada


Balai Hart Peninggalan (pasal 368 KUHPerdata).

g. Jika wali tidak memberikan pertanggung jawaban kepada Balai


Hart Peninggalan (pasal 372 KUHPerdata).
Ketentuan perwalian menurut UU No.1 tahun 1974.
Menurut ketentuan UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, pada pasal 50
disebutkan :
1.

Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan
perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah

2.
3.

kekuasaan wali.
Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.
Syarat-syarat Perwalian
Syarat-syarat untuk anak yang memperoleh perwalian adalah :

Anak laki-laki dan perempuan yang belum berusia 18 tahun.

Anak-anak yang belum kawin.

Anak tersebut tidak berada dibawah kekuasaan orang tua.

Anak tersebut tidak berada dibawah kekuasaan wali.

Perwalian menyangkut pemeliharaan anak tersebut dan harta


bendanya.

Menurut UU No.1 tahun 1974 pasal 51, perwalian terjadi karena :


1. Wali dapat ditunjuk oleh salah seorang orang tua yang menjalankan
kekuasaan orang tua sebelum ia meninggal dengan surat wasiat
atau dengan lisan dengan dua orang saksi.
2. Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau
orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan
berkelakuan baik.
3. Kewajiban Wali
Menurut pasal 51 Undang-undang No.1 tahun 1974 menyatakan:
a.

Wali

wajib

mengurus

anak

yang

berada

dibawah

kekuasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya dengan


b.

menghormati agama kepercayaan anak itu.


Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada
dibawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan
mencatat semua peru bahan-perubahan harta benda anak

c.

tersebut .
Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang
berada dibawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan

d.

kesalahan dan kelalaiannya.


Larangan Bagi Wali
Pasal. 52 UU No.1 tahun 1974 menyatakan terhadap wali
berlaku pasal 48 Undang-undang ini, yakni orang tua dalam hal
ini

wali

tidak

diperbolehkan

memindahkan

hak

atau

menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang


belum berumur 18 tahun atau belum melakukan perkawinan
kecuali apabila kepentingan anak tersebut memaksa.

Perwalian menurut KHI


Pasal 107
(1) Perwalian hanya terhadap anak yang belum mencapai umur 21 tahun dan
atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
(2) Perwalian meliputi perwalian terhadap diri dan harta kekayaanya.

(3) Bila

wali

tidak

mampu

berbuat

atau

lalai

melaksanakan

tugas

perwaliannya, maka Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang


kerabat untuk bertindak sebagai wali atas permohonan kerabat tersebut.
(4) Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau oranglain
yang sudah dewasa, berpiiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik, atau
badan hukum.
Pasal 108
Orang tua dapat mewasiatkan kepada seseorang atau badan hukum untuk
melakukan perwalian
atas diri dan kekayaan anak atau anak-anaknya sesudah ia meninggal dunia.
Pasal 109
Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian seseorang atau badan hukum
dan
menindahkannya kepada pihak lain atas permohonan kerabatbya bila wali
tersebut pemabuk, penjudi,
pemboros,gila dan atau melalaikan atau menyalah gunakan hak dan
wewenangnya sebagai wali demi
kepentingan orang yang berada di bawah perwaliannya.
Pasal 110
(1) Wali berkewajiban mengurus diri dan harta orang yang berada di bawah
perwaliannya dengan sebaik-baiknya dan berkewajiban memberikan
bimbingan agama, pendidikan dan keterampilan lainnya untuk masa depan
orang yang berada di bawah perwaliannya.
(2) Wali dilarang mengikatkan, membebanni dan mengasingkan harta orang
yang berada dibawah perwaliannya, kecuali bila perbuatan tersebut
menguntungkan bagi orang yang berada di bawah perwaliannya yang
tidak dapat dihindarkan.
(3) Wali bertanggung jawab terhadap harta orang yang berada di bawah
perwaliannya, dan mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat
kesalahan atau kelalaiannya.
(4) Dengan tidak mengurangi kententuan yang diatur dalam pasal 51 ayat (4)
Undang-undang No.1 tahun 1974, pertanggungjawaban wali tersebut ayat
(3) harus dibuktikan dengan pembukuan yang ditutup tiap satu tahun satu
kali.
Pasal 111

(1) Wali berkewajiban menyerahkan seluruh harta orang yang berada di


bawah perwaliannya, bila yang bersangkutan telah mencapai umur 21
tahun atau telah menikah.
(2) Apabila perwalian telah berakhir, maka Pengadilan Agama berwenang
mengadili perselisihan antara wali dan orang yang berada di bawah
perwaliannya tentang harta yang diserahkan kepadanya.
Pasal 112
Wali dapat mempergunakan harta orang yang berada di bawah perwaliannya,
sepanjang diperlukan untuk kepentingannya menurut kepatutan atau bil ma`ruf
kalau wali fakir.
C. PENDEWASAAN
Istilah "kedewasaan" menunjuk kepada keadaan sesudah dewasa, yang memenuhi
syarat hukum. Sedangkan istilah "Pendewasaan" menunjuk kepada keadaan belum
dewasa yang oleh hukum dinyatakan sebagai dewasa.Hukum membeda-bedakan hal
ini karena hukum menganggap dalam lintas masyarakat menghendaki kematangan
berfikir dan keseimbangan psikis yang pada orang belum dewasa masih dalam taraf
permulaan sedangkan sisi lain dari pada anggapan itu ialah bahwa seorang yang
belum dewasa dalam perkembangan fisik dan psikisnya memerlukan bimbingan
khusus. Karena ketidakmampuannya maka seorang yang belum dewasa harus
diwakili oleh orang yang telah dewasa sedangkan perkembangan orang kearah
kedewasaan ia harus dibimbing.
Menurut konsep Hukum Perdata
Pendewasaan ada 2 macam, yaitu pendewasaan penuh dan pendewasaan untuk
beberapa perbuatan hukum tertentu (terbatas). Keduanya harus memenuhi syarat
yang ditetapkan undang-undang. Untuk pendewasaan penuh syaratnya telah berumur
20 tahun penuh. Sedangkan untuk pendewasaan terbatas syaratnya ialah sudah
berumur 18 tahun penuh (pasal 421 dan 426 KUHPerdata).

Untuk pendewasaan penuh, prosedurnya ialah yang bersangkutan mengajukan


permohonan kepada Presiden RI dilampiri dengan akta kelahiran atau surat
bukti lainnya. Presiden setelah mendengar pertimbangan Mahkamah Agung,
memberikan keputusannya. Akibat hukum adanya pernyataan pendewasaan
penuh ialah status hukum yang bersangkutan sama dengan status hukum orang
dewasa. Tetapi bila ingin melangsungkan perkawinan ijin orang tua tetap
diperlukan.

Untuk

pendewasaan

terbatas,

prosedurnya

ialah

yang

bersangkutan

mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang


dilampiri akta kelahiran atau surat bukti lainnya. Pengadilan setelah mendengar
keterangan orang tua atau wali yang bersangkutan, memberikan ketetapan
pernyataan dewasa dalam perbuatan-perbuatan hukum tertentu saja sesuai
dengan yang dimohonkan, misalnya perbuatan mengurus dan menjalankan
perusahaan, membuat surat wasiat. Akibat hukum pernyataan dewasa terbatas
ialah status hukum yang bersangkutan sama dengan status hukum orang
dewasa untuk perbuatan-perbuatan hukum tertentu.
Dalam hukum Perdata, belum dewasa adalah belum berumur umur 21 tahun dan
belum pernah kawin. Apabila mereka yang kawin belum berumur 21 tahun itu bercerai,
mereka tidak kembali lagi dalam keadaan belum dewasa. Perkawinan membawa serta
bahwa yang kawin itu menjadi dewasa dan kedewasaan itu berlangsung seterusnya
walaupun perkawinan putus sebelum yang kawin itu mencapai umur 21 tahun (pasal
330 KUHPerdata).
Hukum perdata memberikan pengecualian-pengecualian tentang usia belum dewasa
yaitu, sejak berumur 18 tahun seorang yang belum dewasa, melalui pernyataan
dewasa, dapat diberikan wewenang tertentu yang hanya melekat pada orang dewasa.
Seorang yang belum dewasa dan telah berumur 18 tahun kini atas permohonan, dapat
dinyatakan dewasa harus tidak bertentangan dengan kehendak orang tua.
MENURUT KHI
Pasal 98
(1) Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun,
sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah
melangsungkan perkawinan.
(2) Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di
dalam dan di luar Pengadilan.
(3) Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang
mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidak
mampu.

D. PUTUSNYA PERKAWINAN ( PERCERAIAN )


Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Pada dasarnya dilakukannya suatu perkawinan adalah bertujuan untuk selamalamanya. Tetapi ada sebab-sebab tertentu yang mengakibatkan perkawinan tidak
dapat diteruskan.
Putusnya perkawinan serta akibatnya di atur dalam Bab VIII, Pasal 38 sampai dengan
Pasal 41 Undang-undang Perkawinan. Diatur juga dalam Bab V Peraturan Pemerintah
No. 9 tahun 1975 tentang Tata Cara Perceraian, Pasal 14 sampai dengan Pasal 36.
Menurut Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan perkawinan dapat putus dikarenakan
tiga hal, yaitu :
1. Kematian.
2. Perceraian, dan
3. Atas Keputusan Pengadilan
Sementara menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai putusnya
perkawinan diatur dalam Pasal 199, 200-206b, 207-232a dan 233-249.
Pasal 199 menerangkan putusnya perkawinan disebabkan:
a.
b.

Karena meninggal dunia,


Karena keadaan tidak hadirnya salah seorang suami isteri selama sepuluh tahun
diikuti dengan perkawinan baru sesudah itu suami atau isterinya sesuai dengan

c.

ketentuan-ketentuan dalam bagian ke lima bab delapan belas,


Karena putusan hakim setelah adanya perpisahan meja dan tempat tidur dan
pendaftaran putusnya perkawinan itu dalam register catatan sipil, sesuai dengan

d.

ketentuan-ketentuan bagian kedua bab ini,


Karena perceraian sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam bagian ketiga bab
ini

Menurut KHI
PUTUSNYA PERKAWINAN
Pasal 113 Perkawinan dapat putus karena :
a. Kematian,
b. Perceraian, dan
c. atas putusan Pengadilan.
Pasal 114 Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi
karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.

Pasal 115 Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama
setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak.Pasal 116 Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
a. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa
izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuannya;
c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain;
e. sakah satu pihak mendapat cacat badab atau penyakit dengan akibat tidak dapat
f.

menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;


antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan

tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
g. Suami melanggar taklik talak;
h. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan
dalam rumah tangga.
Pasal 117
Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah
satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal
129, 130, dan 131.

Pasal 118
Talak Raj`I adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujujk selamaisteri
dalam masa iddah.
E. PENGANGKATAN ANAK
Secara etimologi yaitu, pengangkatan anak berasal dari kata adoptie bahasa
Belanda atau adopt bahasa Inggris. Pengertian dalam bahasa Belanda menurut
kamus hukum, berarti pengangkatan seorang anak untuk sebagai anak kandungnya
sendiri. Secara terminologi, yaitu dalam kamus umum bahasa Indonesia dijumpai arti
anak angkat, yaitu anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan anaknya
sendiri. Dalam ensiklopedia umum disebutkan bahwa pengangkatan anak adalah

suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orangtua dan anak yang diatur dalam
pengaturan perundangundangan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) memberikan pengertian anak angkat sebagai anak yang
dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya
beralih tanggungjawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya
berdasarkan putusan pengadilan.

DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Abdul Ghofur. 2005.Filsafat Hukum Kewarisan Islam, Konsep Kewarisan Bilateral,
Yogyakarta : UII Press
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijke Wetboek / BW)
Mochtar, Kamal. 1974. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta : Penerbitan
Bulan Bintang
Soemiyati. 2004. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Yogyakarta :
Liberty
Soimin, Soedaryo. 1992. Hukum Orang dan Keluarga, Jakarta : Sinar Grafika

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Anda mungkin juga menyukai