Anda di halaman 1dari 9

Kata Pengantar

Pertama-tama kami panjatkan puja & Puji syukur atas rahmat & ridho Allah
SWT, karena tanpa Rhmat & RidhoNya, kita tidak dapat menyelesaikan mekalah ini
dengan baik dan selesai tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Mulyadi Guli sekalu dosen
pengampu kewarganegaraan yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas
makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang
selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan
makalah ini. Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang individu dan masyarakat.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami
ketahui. Maka dari itu kami mohon saran & kritik dari teman-teman maupun dosen.
Demi tercapainya makalah yang sempurna.

Enrekang,

Agustus 2016
Huslin. B Ralla

BAB I
Pendapat tentang substansi, landasan dan tujuan pendidikan
kewarganegaraan penting di pelajari di PT ( Perguruan Tinggi )
Pendidikan kewarga negaraan di dirikan di PT di daarkan pada tingkat
perkembangan kepribadian mahasiswa yang secara kualitas dapat di amati dalam
kehidupan mereka. Apabila di lihat dari pola pemikirannya, pemuda memiliki daya
kritis namun sifat kekritisannya berbeda. Sifat kritis seorang pelajar masih nampak
cenderung kearah kritis emosional, sedangkan mahasiswa telah mampu
menampilkan pola pikir yang bersifat rasional.
Pendidikan hakekatnya adalah usaha sadar dan rencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan keagamaan,pengendalian
diri,kepribadian,kecerdasan,ahlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya
masyarakat bangsa dan negara.

BAB II
Pendapat mengenai keseimbangan dalam penyelenggaraan
pemerintah negara sebagai ciri demokratis antar cabang kekuasaan
yang ada (Legislatif,Eksekutif Dan Yudikatif)
Demokrasi Liberal
Demokrasi liberal atau sering disebut juga demokrasi parlementer diterapkan di
Indonesia sejak dikeluarkan maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945.
System Parlemen adalah suatu system pemerintahan yang menteri-menterinya
bertanggung jawab kepada parlemen (badan perwakilan rakyat/DPR). Penerapan
system ini sebenarnya tidak sesuai dengan UUD 1945, karena berdasarkan UUD
1945 sistem pemerintah yang harus diterapkan di Indonesia adalah system kabinet
presidensial. System kabinet presidensial adalah system pemerintahan dimana
system kabinetnya (menteri-menterinya) bertanggung jawab kepada presiden.
Dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 memiliki
makna pula bahwa mulai tanggal tersebut, demokrasi yang diterapkan Indonesia
yaitu demokrasi liberal. Dalam system demokrasi liberal, kedudukan presiden hanya
sebagai kepala Negara, sedangkan kepala pemerintah dipegang oleh perdana
menteri. Hal ini berbeda dengan system presidensial, di mana presiden disamping
sebagai kepala Negara juga berperan sebagai kepala pemerintahan.
System parlementer semakin dikukuhkan dengan berubahnya bentuk Negara
Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan UUD yang digunakan
diganti dengan konstitusi RIS. Ini berlangsung sejak tanggal 27 Desember 1949
sampai dengan tanggal 17 Agustus 1950 saat berlakunya UUDS 1950.

Bentuk Negara RIS tidak bertahan lama karena pada dasarnya jiwa bangsa
Indonesia sejak perjuangan merebut kemerdekaan adalah kesatuan. Gerakan dan
upaya-upaya untuk kembali bersatu menuju Negara Kesatuan Republik Indonesia
bermunculan. Upaya tersebut berhasil, karena sejak berlakunya UUDS tahun 1950,
Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Berdasarkan UUDS 1950,system pemerintahan dan demokrasi yang diterapkan
di Indonesia tetap system parlementer dan demokrasi liberal. Dalam masa
demokrasi liberal pemerintah banyak memberikan kebebasan berpolitik sehingga
banyak partai yang bermunculan.
Namun, penerapan UUDS 1950 hanya bertahan beberapa tahun saja karena
sejak dikeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 negara kita kembali ke UUD
1945. Kembalinya penerapan UUD 1945 juga menjadi tanda berakhirnya demokrasi
liberal di Indonesia.
Demokrasi Terpimpin
Demokrasi terpimpin dimulai sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli
1959. Dekrit Presiden tersebut berisikan 3 poin berikut.
Pembubaran Konstituante.
Berlakunya kembali UUD 1945.
Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dengan demikian, system pemerintahan pun berubah dari system parlementer
menjadi system presidesial seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945.
Dalam system presidensial diterangkan 2 poin penting.
Kedudukan presiden yaitu sebagai kepala Negara sekaligus kepala
pemerintahan.
Menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden.
Dari kedua poin tersebut dapat diketahui bahwa demokrasi terpimpin tidaklah
sama dengan demokrasi liberal. Perbedaan itu terlihat dengan kuatnya peran dan
kendali presiden dalam pemerintahan, sehingga peran partai politik yang menjadi
sangat kurang.
Demokrasi terpimpin berakhir seiring berakhirnya kepemimpinan Ir. Soekarno
sebagai Presiden Republik Indonesia. Selanjutnya, digantikan oleh pemerintah Orde
Baru pimpinan Soeharto.
Demokrasi Pancasila
Di samping demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin, terdapat pula demokrasi
Pancasila. Berdasarkan kata dasarnya, kita sudah bisa menebak bahwa demokrasi
Pancasila merupakan demokrasi yang berdasarkan Pancasila. Maksudnya,
demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang bersumber dari tata nilai dan
kepribadian bangsa Indonesia yaitu nilai-nilai Pancasila.
Oleh sebab itu, penerapan demokrasi Pancasila harus dijiwai oleh sila-sila yang
ada dalam Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Demokrasi Pancasila inilah yang sekarang dianut dan dijalankan oleh Negara
Indonesia.
Berikut dasar hukum pelaksanaan demokrasi Pancasila.
1) Sila ke 4 Pancasila, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan.
2) Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 ..disusunlah Kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD Negara Indonesia,yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat
3) Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945,Kedaulatan berada ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut UUD.
4) Pasal 2 Ayat (1) ,Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota
Dewan Pewakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih
melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan UUD.

BAB III
Pelaksanaan HAM dalam sistem pemerintahan negara republik
Indonesia yang berkaitan dengan hak dan kewajiban warga negara.
Hak dan Kewajiban
Hak adalah kekuasaan seseorang untuk melakukan sesuatu yang telah
ditentukan oleh undang-undang. Misalnya, hak mendapat pendidikan dasar, hak
mendapat rasa aman dsb.
Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerjakan. Misalnya, wajib
mematuhi rambu-rambu lalulintas dan wajib membayar pajak.
Kewajiban merupakan hal yang harus dikerjakan atau dilaksanankan. Jika tidak
dilaksanankan dapat mendatangkan sanksi bagi yang melanggarnya. Sedangkan
hak adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Namun, kekuasaan tersebut
dibatasi oleh undang-undang. Pembatasan ini harus dilakukan agar pelaksanaan
hak seseorang tidak sampai melanggar hak orang lain. Jadi pelaksanaan hak dan
kewajiban haruslah seimbang. Dengan hak yang dimilikinya, seseorang dapat
mewujudkan apa yang menjadi keinginan dan kepentingannya. Sebagai warga
Negara, kita memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Dengan pendidikan, kita
akan
mewujudkan
cita-cita
kita.
Antara hak dan kewajiban harus berjalan seimbang. Artinya, kita tidak boleh terus
menuntut hak tanpa memenuhi kewajiban. Sebaliknya, Negara juga tidak boleh
berlaku sewenang-wenang dengan menuntut warga Negara menjalankan
kewajibannya tanpa pernah memenuhi hak-hak mereka.

BAB IV

Sistem penyelenggaraan organisasi negara dalam pelaksanaan


otonomi daerah dalam kerangka NKRI

Tatanan organisasi negara adalah sejumlah organisasi lembaga yang di


bentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara berepa keorganisasi
kenegaraan dan organisasi pemerintahan.
Tatanan organisasi pemerintahan juga di pengaruhi oleh tatanan lain yang di
anut berupa filsafat, cita-cita dan tujuan bernegara serta perkembangan lingkungan
yang strategis.
Adapun prinsip-prinsip organisasi kenegaraan:
1. Prinsip kesatuan pemerintahan
2. Prinsip kedaulatan rakyat
3. Prinsip presidensial
4. Prinsip pembagian daerah
5. Prinsip desentralisasi
6. Prinsip supremasi hukum

7. Prinsip pertanggung jawaban


Adapun organisasi dan lembaga negara
1. MPR
2. Presiden
3. DPR
4. DPD
5. BPK
6. MA
7. MK
8. BI

BAB V

Pancasila sebagai ideologi nasional bangsa, dasar negara, jati diri


bangsa dan pandangan hidup

1) Pancasila sebagai idiologi nasional bangsa


Secara umum adalah idiologi sebagai suatu kumpulan, gagasan, ide,
keyakinan, serta kepercayaan yang bersipat sistematis yang mengarahkan
tingkah laku seseorang di dalam sebagai bidang kehidupan.
2) Pancasila sebagai dasar negara
Berarti pancasila di jadikan dasar dari berdirinya NKRI dan mengatur
kenegaraan pemerintahan negara sebagai dasar negara, maka pancasila
memiliki sifat inforatip artinya sebagai norma-norma hukum yang tidak boleh
di persampingkan atau di langgar dan apabila di langgar dapat di kena hukum
atau dapat sangsi.

3) Pancasila sebagai identitas nasional


Kata identitas berasal dari bahasa Ingris yaitu Identity yang berarti ciriciri,tanda-tanda,atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang
membedakannya dari orang lain.

BAB VI

Sistem politik, dukungan sangat di perlukan untuk memberikan


legitimasi sementara legitimasi adalah merupkan subjek seuatu
kekuasaan

Secara umum alasan utama mengapa legitimasi menjadi penting bagi pemimpin
pemerintahan.[3] Pertama, legitimasi akan mendatangkan kestabilan politik dari
kemungkinan-kemungkinan untuk perubahan sosial. Pengakuan dan dukungan
masyarakat terhadap pihak yang berwenang akan menciptakan pemerintahan yang
stabil sehingga pemerintah dapat membuat dan melaksanakan keputusan yang
menguntungkan masyarakat umum. Pemerintah yang memiliki legitimasi akan lebih
mudah mengatasi permasalahan daripada pemerintah yang kurang mendapatkan
legitimasi.
Adanya pengakuan seseorang terhadap keunggulan orang lain pada hakekatnya
menunjukkan adanya keabsahan atas keunggulan yang dimiliki fihak yang disebut
belakangan. Pengakuan tersebut murni diperlukan karena tanpa adanya pengakuan
tersebut, maka keunggulan yang dimiliki seseorang tidak mempunyai makna
apapun. Menurut Gaetano Mosca, pengakuan terhadap keberadaan elit yang dapat
dinyatakan sebagai suatu legitimasi ini diistilahkan sebagai suatu political formula
yang maksudnya adalah terdapatnya suatu keyakinan yang menunjukkan mengapa
the rullers dipatuhi kepemimpinannya.[4]
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Max Weber menyatakan pendapatnya
bahwa terdapat tiga macam legitimate domination yang menunjukkan dalam
kondisi seperti apa sehingga seseorang atau sekelompok orang mampu
mendominasi sejumlah besar orang lainnya.[5] Ketiga macam legitimate domination
tersebut adalah: (a) traditional domination, (b) charismatic domination, dan (c) legalrational domination.
a.
Traditional Domination (Dominasi Tradisional)
Dominasi ini mendasarkan pada tradisi yang ada dan berlaku di tengah-tengah
masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian legitimasi yang diperoleh elit
tentu saja didasarkan pada tradisi yang ada dan berlaku. Dalam dominasi tradisional
dapat diketemukan massa dengan kepercayaan yang mapan terhadap kesucian
tradisi yang ada. Sehingga pada gilirannya individu-individu yang terpilih sebagai

pemimpin yang berkuasa bukan dilihat dari kharisma atau kemampuan yang
dimilikinya, tetapi semata-mata atas dasar kesepakatan bersama anggota-anggota
masyarakat yang sudah mentradisi.
Dalam dominasi tradisional ini hubungan yang terjadi antara elit dan massa tidak
jarang merupakan sebuah hubungan yang lebih bernuansa personal. Kesempatan
massa untuk direkrut sebagai staf administrasi dilihat berdasarkan pada
pertimbangan loyalitas pribadi bukan berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Hal ini
menunjukkan bahwa massa mempunyai kesetian yang tinggi terhadap penguasa,
dan sebaliknya penguasa juga mempunyai kewajiban untuk memenuhi segala
kebutuhan massa. Akan tetapi walaupun terdapat ikatan yang sangat kuat antara
massa dan elit penguasa, masih saja terdapat keleluasaan bagi penguasa secara
pribadi mempergunakan otoritasnya sesuai dengan kehendaknya.
b.
Charismatic Domination (Dominasi Karismatik)
Merupakan dominasi yang mendasarkan pada kharisma yang melekat pada diri
seseorang. Perihal kharisma, Weber memberi pengertian sebagai suatu sifat
tertentu dari suatu kepribadian seorang individu berdasarkan mana orang itu
dianggap luar biasa dan diperlakukan sebagai seseorang yang mempunyai sifat
unggul atau paling sedikit dengan kekuatan-kekuatan yang khas dan luar biasa.[6]
Elit atau penguasa yang kemunculannya didasarkan pada kharisma yang dimiliki,
pada umumnya akan berupaya menunjukkan bukti tentang keelitannya dengan cara
menunjukkan kemampuannya untuk melakukan hal-hal yang tidak mampu dilakukan
oleh orang awam, pada umumnya merupakan hal-hal yang bersifat ajaib. Semakin
mampu seorang individu menunjukkan bukti-bukti yang hebat dan relatif langka,
maka akan semakin tinggi pula legitimasi yang akan diperolehnya sebagai elit yang
berkuasa.
c.
Legal-Rational Domination
Dominasi ini pada hakekatnya didasarkan pada kesepakatan anggota
masyarakat terhadap seperangkat peraturan yang diundangkan secara resmi.
Individu yang berperan sebagai elit di masyarakat yang memberlakukan dominasi
tipe ini diakui keberadaanya atas kemampuan yang dimilikinya dan persyaratan
menurut peraturan yang berlaku. Demikian pula dengan seleksi bagi individuindividu yang dapat menduduki posisi elit ini juga diatur secara tegas oleh peraturan
yang secara resmi berlaku. Persyaratan-persyaratan yang diajukan untuk
menduduki posisi tertentu belum tentu sama dengan posisi lain yang dibutuhkan,
karena semakin tinggi posisi yang dituju, persyaratan yang harus dipenuhi juga
semakin tinggi pula begitu pula dengan kemampuan yang dimiliki juga harus
semakin besar. Sebagai akibat dari kesepakatan-kesepakatan tersebut, maka
individu-individu yang tidak memiliki kemampuan akan sulit untuk dapat menduduki
posisi tertentu sebagai elit. Hanya individu-individu yang mempunyai kemampuan
dan dipandang telah memenuhi persyaratan yang bisa mendapatkan legitimasi.

BAB VII
Konsebsi ketahanan nasional dalam geostrategi nasional dan
kaitanya dengan pancasila dan UUD 1945

Geostrategi atau ketahanan nasional adalah perumusan strategi nasional


dengan memperhitungkan kondisi dan konstalasi yaitu konstalasi geografis sebagai
faktor utamanya, juga memperhatikan kondisi sosial, budaya, penduduk, sumber
daya alam, lingkungan regional, dan internasional.
Bagi bangsa Indonesia, geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan
cita-cita proklamasi, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, melalui
proses pembangunan nasional. Karena tujuan itulah maka hal itu sebagai pegangan
atau bahkan doktrin pembangunan dan hal ini lazim disebut sebagai suatu
ketahanan nasional. Dalam Pembukaan UUD 1945 dijelaskan setelah alinea III
tentang pernyataan proklamasi,."Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum
mencerdsasan kehidupan bangsa.." pernyataan dalam Pembukaan UUD 1945
tersebut sebagai landasan fundamental geostrategi Indonesia. Hal ini sejalan
dengan kedudukan Pembukaan UUD 1945 dakam Negara Indonesia merupakan
suatu dasar fundamental Negara, atau dalam ilmu hokum disebut sebagai
"staatsfundamentalnorm" ,atau pokok kaidah Negara yang fundamental, yang
merupakan sumber hokum dasar Negara. Berdasarkan pengertian geostrategi
tersebut maka berkembangnya geostrategi Indonesia sangat terkait erat dengan
terbentuknya bangsa Indonesia yang terbentuk dari berbagai macam etrnis, suku,
ras, golongan, agama, bahkan dalam territorial yang terpisah karena adanya proses
sejarah, nasib, serta tujuan untuk mencapai martabat kehidupan yang lebih baik.
Dengan lain perkataan menurut Notonagoro terbentuknya bangsa Indonesia
merupakan proses persatuan "monopluralis". Oleh karena itu prinsip-prinsip
nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut: kesatuan sejarah kesatuan nasib
kesatuan budaya kesatuan wilayah kesatuan asas kerohanian maka, geostrategi
Indonesia diperlukan dan dikembangkan untuk mewujudkan dan mempertahankan
integritas bangsa dan wilayah tumpah darah Negara Indonesia, mengingat
kemajemukan bangsa Indonesia serta sifat khas wilayah tumpah darah Negara
Indonesia, maka geostrategi Indonesia dirumuskan dalam bentuk Ketahanan
Nasional.

Anda mungkin juga menyukai