Anda di halaman 1dari 9

Implementasi Properti Investasi pada

PT Summarecon Agung Tbk. dan PT Garuda Indonesia (Persero)


Tbk.

Disusun oleh :
Kelompok 6 (Kelas 7 D Reguler)
Agam Reynaldy Reza Erlanda

(01)

Andy Prihasto

(05)

Anggit Pambudi

(06)

August F. Sebastian Pangaribuan

(09)

Galuh Chandra Adrianur

(19)

Virginia Dewi Iswandari

(37)

D-IV PKN STAN


Tahun 2016

A. Properti Investasi
1. Pengertian
Properti Investasi adalah properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu
bangunan atau kedua-duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau lessee melalui sewa
pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau keduanya, dan
tidak untuk:
a. digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan
administratif; atau
b. dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.
Apabila bagian properti tersebut dapat dijual secara terpisah atau dapat disewakan
kepada pihak lain secara terpisah melalui sewa pembiayaan, maka entitas harus mencatat
kedua bagian itu secara terpisah, yaitu bagian pertama sebagai investasi dan bagian kedua
sebagai aset tetap. Namun jika bagian tersebut tidak dapat dijual secara terpisah, maka
klasifikasi properti tersebut ditentukan oleh bagian yang jumlahnya signifikan. Misalkan
bagian yang digunakan dalam proses produksi atau persediaan barang-barang atau jasa
atau untuk tujuan administratif tidak signifikan, maka seluruh properti diklasifikasikan
sebagai properti investasi.
Entitas juga dapat menyediakan tambahan jasa kepada para penghuni properti yang
dimilikinya. Apabila jasa tersebut tidak signifikan terhadap keseluruhan perjanjian, maka
entitas memperlakukan properti tersebut sebagai properti investasi. Contohnya adalah
ketika pemilik bangunan suatu kantor menyediakan jasa keamanan dan pemeliharaan
bangunan kepada penyewa yang menghuni bangunan dalam jumlah yang tidak signifikan
dibandingkan uang sewa yang dibayarkan penghuni bangunan maka diakui sebagai
properti investasi.
2. Pengakuan
Kriteria suatu aset tetap diakui sebagai properti investasi adalah sebagai berikut:
a. Properti dapat menghasilkan arus kas secara independen dari aset yang lain (PSAK 13
Revisi 2014 paragraf 07)
b. Jasa tambahan yang diberikan terhadap penghuni properti tidak signifikan (PSAK 13
Revisi 2014 paragraf 11)
c. Properti dikuasai atau disewa dengan skema sewa pembiayaan (Pengertian Properti
Investasi menurut PSAK 13 Revisi 2014)
Berdasarkan paragraf 16, Properti investasi diakui sebagai aset jika dan hanya jika:

a. besar kemungkinan manfaat ekonomi masa depan yang terkait dengan properti
investasi akan mengalir ke entitas (probable); dan
b. biaya perolehan properti investasi dapat diukur secara andal (measurable).
3. Pengukuran Awal
Properti investasi pada awalnya diukur sebesar biaya perolehan, meliputi harga
pembelian dan setiap pengeluaran yang dapat diatribusikan secara langsung seperti biaya
jasa hukum, biaya pajak, dan biaya transaksi lainnya. Jika properti investasi dikuasai
melalui sewa pembiayaan maka harus diakui pada jumlah mana yang lebih rendah antara
nilai wajar dan nilai kini dari pembayaran sewa minimum.
4. Pengukuran Setelah Perolehan
Entitas harus memilih model nilai wajar atau model biaya sebagai kebijakan akuntansi
untuk pengukuran setelah perolehan. Model yang dipilih tersebut harus ditetapkan pada
seluruh properti investasi.
Model nilai wajar (Fair Value Model):
- Properti dikuasai dalam sewa operasi yang diklasifikasikan sebagai properti investasi
- Menggunakan nilai wajar
- Perubahan nilai wajar diakui dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya
- Tidak ada penyusutan
Model biaya (Revaluation model):
-

Properti investasi yang nilai wajarnya tidak dapat ditentukan secara andal
Perubahan nilai wajar diakui dalam laporan laba rugi (penurunan nilai) atau ekuitas

(surplus)
Dilakukan penyusutan

B. Biaya Perolehan berupa Biaya Hak Hukum atas Tanah


UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur Hak Menguasai oleh Negara, yang
merupakan hak tertinggi atas tanah di wilayah Indonesia. Namun demikian, dalam Pasal 4
UUPA disebutkan terdapat macam-macam hak yang dapat diberikan kepada dan dimiliki oleh
perseorangan maupun badan hukum, di antaranya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Sewa.
Dasar perlakuan akuntansi untuk hak-hak tersebut (selain Hak Milik) adalah mengikuti
kaidah substance over form yaitu terdapat substansi setara dengan kepemilikan dalam hakhak yang diperoleh secara tetap walaupun bukan berupa Hak Milik. Proses pemindahan hak

tersebut kepada pihak lain dinilai menggunakan nilai wajar seperti halnya transaksi jual beli
tanah jika:
-

perjanjian penggunaan tanah, HGU, HGB, dan Hak Pakai dapat diperpanjang secara

otomatis; dan
biaya perpanjangan tidak material

Biaya perolehan tanah HGU, HGB, Hak Pakai pada saat pertama kali diakui sebagai
bagian dari harga perolehan tanah sebagaimana diatur pada PSAK 16. Sedangkan biaya
perpanjangan atau pembaruan HGU, HGB, Hak Pakai diakui sebagai aset tak berwujud dan
diamortisasi selama yang mana yang lebih pendek antara umur hak hukum atau umur
ekonomis tanah.

C. Studi Kasus pada PT. Summarecon Agung Tbk (Cost Model)


Pada makalah ini, penulis mencoba untuk mencermati bagaimana perlakuan akuntansi
atas Properti Investasi pada PT. Summarecon Agung Tbk, yang selanjutnya disebut
Summarecon. Berdasarkan Informasi Umum pada Catatan atas Laporan Keuangannya,
Summarecon memiliki ruang lingkup usaha di bidang pembangunan real estate beserta
sarana penunjangnya serta menjalankan usaha di bidang jasa dan perdagangan. Saat ini,
ruang lingkup bisnis perusahaan bergerak di bidang penjualan atau penyewaan real estate,
pusat perbelanjaan, fasilitas perkantoran, beserta sarana penunjangnya.
Berikut adalah properti investasi Summarecon:

Pengakuan
Berdasarkan cuplikan tersebut, dapat dilihat bahwa dari sisi pengakuan dan tujuan dari
properti investasi Summarecon telah sesuai dengan PSAK 13. Yang berbeda adalah dari sisi
komponen dari properti investasi, yang mana pada PSAK 13 disebutkan bahwa yang
termasuk ke dalam properti investasi adalah tanah atau bangunan atau bagian dari suatu
bangunan atau kedua-duanya. Akan tetapi Summarecon mengakui juga mesin dan alat berat,
fasilitas hotel, serta peralatan dan perlengkapan kantor sebagai properti investasi. Sumarecon
mengakui bahwa mesin diakui sebagai properti investasi karena dianggap sebagai satu
kesatuan dengan bangunan yang digunakan sebagai properti investasi. Penulis berpendapat
bahwa Summarecon bisa menggunakan 2 opsi atas pengakuan mesin tersebut, yaitu:
- Nilai mesin, alat berat maupun peralatan digabungkan ke dalam nilai bangunan
property investasi jika mesin, alat berat maupun peralatan tersebut merupakan satu
-

kesatuan dengan bangunan tersebut; atau


Mesin, alat berat maupun peralatan dipisahkan menjadi asset tetap karena mesin, alat
berat maupun peralatan tidak termasuk dalam definisi property investasi, yaitu berupa
tanah, bangunan atau bagian dari bangunan.

Item dalam Properti Investasi yang dimiliki oleh Summarecon sebagian besar merupakan
fasilitas penunjang dalam perumahan yang kemudian disewakan dengan skema sewa operasi
kepada anak perusahaan maupun pihak ketiga.
Pengukuran

Summarecon menyajikan properti investasinya sebesar biaya perolehan termasuk biaya


transaksi dikurangi akumulasi penyusutan dan penurunan nilai jika ada. Biaya penggantian
dari bagian properti investasi dimasukkan kedalam biaya perolehan apabila meningkatkan
manfaat ekonomis masa depan terhadap properti investasi tersebut. Apabila tidak
meningkatkan manfaat ekonomis maka biaya tersebut diakui sebagai beban dalam laba rugi
pada saat terjadinya.
Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus selama umur manfaat
ekonomis untuk semua properti investasi. Summarecon mengubah taksiran umur manfaat
ekonomis bangunan dari 20 tahun menjadi 40 tahun karena mempertimbangkan pengaruh
pemeliharaan dan perbaikan bangunan.
Penyusutan atas properti investasi dibebankan kedalam beban pokok penjualan dan beban
langsung serta beban umum dan administrasi. Penyusutan dibebankan kedalam beban pokok
penjualan dan beban langsung dikenakan terhadap properti investasi yang sedang dalam

proses penyewaan, Untuk properti investasi yang sedang disewakan, karena menghasilkan
pendapatan, maka beban yang timbul terhadap aset tersebut dimasukkan kedalam beban
langsung sesuai dengan prinsip matching cost against revenue. Penyusutan dibebankan
kedalam beban umum dan administrasi dikenakan terhadap properti investasi yang belum
disewakan. Untuk properti investasi yang belum disewakan, karena belum menghasilkan
pendapatan, maka beban yang timbul dimasukkan kedalam beban umum dan administrasi.
Summarecon juga memiliki aset dalam penyelesaian yang dicatat sebesar biaya perolehan
dan akan direklasifikasi ke properti investasi jika tahap pembangunannya telah selesai
dikerjakan dan siap digunakan.

D. Studi Kasus Properti Investasi pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (Fair
Value Method)
Pada makalah ini, penulis mencoba untuk mencermati bagaimana perlakuan akuntansi
atas Properti Investasi pada PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk., yang selanjutnya disebut
Garuda. Penulis mengambil contoh studi kasus pada Laporan Keuangan Garuda tahun 2015.
Garuda memiliki ruang lingkup usaha di bidang angkutan udara niaga, reparasi dan
pemeliharaan pesawat udara, jasa penunjang operasional angkutan udara dan lain-lain
berdasarkan Informasi Umum pada Catatan atas Laporan Keuangannya. Berikut adalah
property investasi di Laporan Posisi Keuangan dan Catatan atas Laporan Keuangan Garuda
pada tanggal 31 Desember 2015:

Pengakuan Awal
Berdasarkan CaLK, Garuda menggunakan standar PSAK 13: Properti Investasi dalam
kebijakan Properti Investasi perusahaan. Properti investasi adalah property (tanah atau bangunan
atau bagian dari suatu bangunan atau keduanya) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan
nilai atau keduanya.
Properti investasi Garuda pada saat pengakuan dinilai sebesar biaya perolehan. Garuda
memiliki property investasi berupa tanah dan bangunan.
Pengukuran Setelah Pengakuan Awal
Setelah penilaian awal, property investasi Garuda dinilai dengan menggunakan nilai wajar
(Fair Value Method). Keuntungan atau kerugian yang timbul dari perubahan nilai wajar diakui
pada laporan laba rugi pada saat periode terjadinya. Pada tahun 2015 Garuda mengalami

kenaikan nilai wajar atas property investasinya sehingga selisih nilai wajar asset dengan nilai
tercatat dibukukan sebagai keuntungan atas revaluasi property investasi.
Penilaian nilai wajar property investasi Garuda dilakukan oleh penilai independen yang telah
teregristasi di OJK yaitu KJPP Iskandar & Rekan untuk tahun 2015 dan KJPP Fuadah, Rudi &
Rekan untuk tahun 2014. Penilaian property investasi masing-masing menggunakan laporan per
30 November 2015 dan 2014. Metode penilaian property investasi yang digunakan adalah
pendekatan nilai pasar dan biaya.
Berikut pengungkapan keuntungan revaluasi atas property investasi dalam CaLK:

Anda mungkin juga menyukai