TEKNOLOGI PENGOLAHAN
KOMODITI PERKEBUNAN HILIR
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL
PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
COKLAT
Nama
NIM
: 141710101011
Kelas/ Kelompok
: THP B / 1
Tanggal praktikum
: 29 Maret 2016
Tanggal laporan
: 15 April 2016
Asisten
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Coklat adalah sebutan untuk hasil olahan makanan atau minuman yang
berasal dari biji kakao. Pada umumnya coklat disukai oleh kalangan anak-anak,
namun tidak hanya kalangan anak-anak saja yang dapat mengkonsumsi coklat
melainkan juga dapat dikonsumsi oleh semua kalangan. Dengan bentuk, corak dan
rasa yang unik, coklat sering digunakan sebagai hadiah atau bingkisan di hari
raya, ungkapan terima kasih, simpati atau perhatian bahkan juga digunakan
sebagai pernyataan cinta dan sayang pada seseorang.
Secara umum coklat dikonsumsi dalam bentuk coklat batangan, namun
selain itu coklat juga menjadi salah satu rasa yang paling populer di dunia.
Cokelat mengandung alkaloid-alkaloid seperti teobromin, fenetilamina, dan
anandamida, yang memiliki efek fisiologis untuk tubuh. Kandungan ini banyak
dihubungkan dengan tingkat serotonin dalam otak.
Menurut ilmuwan cokelat yang dimakan dalam jumlah normal secara teratur
dapat menurunkan tekanan darah. Cokelat hitam akhir-akhir ini banyak
mendapatkan promosi karena menguntungkan kesehatan bila dikonsumsi dalam
jumlah sedang, termasuk kandungan antioksidannya yang dapat mengurangi
pembentukan radikal bebas dalam tubuh.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukan praktikum ini adalah:
1. Memahami perubahan yang terjadi selama penyangraian
2. Mengetahui efisiensi pemisahan kulit
3. Mengetahui ukuran partikel pasta hasil pemastaan dibandingkan dengan
pasta komersial
4. Mengetahui ukuran partikel adonan coklat selama pelembutan dan
mengetahui sifat coklat yang dihailkan dengan suhu akhir tempering
berbeda
Kakao dibagi tiga kelompok besar yaitu Criollo, Forestero, dan Trinitario.
Sifat kakao Criollo adalah pertumbuhannya kurang kuat, daya hasil lebih rendah
daripada Forestero, relatif gampang terserang hama dan penyakit, permukaan kulit
buah Criollo kasar, berbenjol dan alurnya jelas.
sehingga mudah dipecah. Kadar lemak dalam biji lebih rendah daripada Forestero
tetapi ukuran bijinya besar, bulat, dan memberikan citarasa khas yang baik. Lama
fermentasi bijinya lebih singkat daripada tipe Forestero. Berdasarkan tata niaga,
kakao Criollo termasuk kelompok kakao mulia (fine flavoured), sementara itu
kakao Forestero termasuk kelompok kakao lindak (bulk). Kelompok kaka
Trinitario merupakan hibrida Criollo dengan Forestero.
fisiologinya sangat beragam demikian juga daya dan mutu hasilnya (Wood, 1975
dalam Prawoto dan Sulistyowati. 2001).
Biji kakao mengandung berbagai macam komponen kimia, zat gizi, dan
senyawa bioaktif di dalamnya. Komposisi kimia ini bervariasi setelah mengalami
proses pengolahan menjadi produk. Komposisi kimia bubuk kakao berbeda
dengan lemak kakao dan pasta coklat. Komposisi kimia bubuk kakao (natural) per
100 gram adalah mengandung kalori 228,49 Kkal, lemak 13,5 g, karbohidrat
53,35 g, serat 27,90 g, protein 19,59 g, air 2,58 g, dan kadar abu 6,33, yang
meliputi :kalium 1495,5 mg, natrium 8,99 mg, kalsium 169,45 mg, besi 13,86 mg,
seng 7,93 mg, tembaga 4,61 mg, dan mangan 4,73 mg. Komponen senyawa
bioaktif dalam bubuk kakao adalah senyawa polifenol yang berfungsi sebagai
antioksidan. Kandungan polifenol total dalam bubuk kakao lebih tinggi
dibandingkan dalam anggur maupun teh. Kelompok senyawa polifenol yang
banyak terdapat pada kakao adalah flavonoid yaitu senyawa yang mengandung 15
atom karbon yang terdiri dari dua cincin benzene yang dihubungkan oleh rantai
karbon (Wahyudi et al. 2008).
2.2 Coklat
Coklat merupakan produk hasil olahan kakao memiliki sifat yang spesial
dari pangan lainnya, bukanlah karena rasa dan nutrisinya yang baik, tetapi lebih
karena sifatnya yang tidak dimiliki oleh pangan lain yaitu bersifat padat di
suhu ruang, rapuh saat dipatahkan dan meleleh sempurna pada suhu tubuh
(Lip & Anklam,
berbentuk padat pada suhu kamar, cepat meleleh di mulut, menjadi cair dan terasa
lembut di lidah. Karakteristik produk cokelat ini dipengaruhi oleh karakteristik
kristal lemak cokelat yang terbentuk (Susanto, 1994).
Salah satu cara untuk memperbaiki mutu cokelat adalah dengan cara
tempering yaitu proses yang melibatkan serangkaian tahapan pemanasan,
pendinginan, dan pengadukan dengan kecepatan rendah. Proses tempering
dapat meningkatkan titik leleh, beberapa studi tentang proses pembuatan cokelat
telah diteliti tentang efek pergeseran kristal pada lemak kakao
dan
olahan
rumah tangga, yakni oleh pengecer-pengecer yang akan digunakan sebagai bahan
baku pembuatan kue rumah tangga (Wahyudi dkk, 2008).
2.3.2
pencampuran susu cair dengan susu kental atau krim bubuk, atau susu hasil
pencampuran susu cair dengan susu kental atau susu bubuk, yang telah
dipasteurisasi dan melalui proses pengeringan. Susu jenis ini kadar lemak susunya
tidak kurang dari 26% dan kadar airnya tidak lebih dari 5%.
2.3.3 Fine Sugar
Fine sugar pada pembuatan coklat berfungsi sebagai pemanis, memperkeras
tekstur, dan sebagai pengawet alami. Fine sugar yang digunakan harus memenuhi
syarat seperti bermutu tinggi, kering dan bebas gula invert. Fine sugar yang
digunakan harus kering dan bebas gula invert bertujuan agar tidak menggangu
proses pelembutan (conching).
2.3.4 Lesitin
Lesitin merupakan salah satu emulsifier yang berperan secara aktif
menurunkan tegangan permukaan dalam pembuatan emulsi. Lesitin kasar
biasanya diperoleh dari kedelai dan kuning telur. Lesitin ini merupakan campuran
dari lipida (fosfolipida) dengan fosfatidilkolin, etanolamina, dan inositol sebagai
komponen utama (Van der Meeren et al. dalam Nollet, 1992).
Lesitin mempunyai struktur seperti lemak tetapi mengandung asam fosfat.
Lesitin mempunyai struktur polar dan non polar. Gugus polar yang terdapat pada
ester fosfatnya bersifat hidrofilik dan mempunyai kecenderungan larut dalam air,
sedangkan gugus nonpolar yang terdapat pada ester asam asam lemaknya adalah
lipofilik yang mempunyai kecenderungan untuk larut dalam lemak atau minyak.
2.3.4
Soda Kue
Natrium bikarbonat atau soda kue adalah senyawa kimia dengan rumus
Natrium bikarbonat larut dalam air. Senyawa ini digunakan dalam roti atau kue
karena bereaksi dengan bahan lain membentuk gas karbon dioksida, yang
menyebabkan roti "mengembang" (Tobing, 2010).
Fungsi soda kue yaitu merupakan komponen pembuat baking powder.
Bikarbonat soda sendiri sifatnya basa. Soda kue akan mengeluarkan gelembung
udara jika bertemu dengan cairan dan bahan yang sifatnya asam. Jadi untuk resepresep yang adonannya bersifat asam, biasanya memakai soda kue untuk bahan
pengembangnya. Sifat bahan ini mengeluarkan gas (CO2) sehingga kue akan
mengembang. Untuk membuat cake, penggunaannya biasanya bersamaan dengan
baking powder. Bikarbonat Soda menghasilkan tekstur yang berpori besar dan
tidak beremah, tetapi jika dipakai tanpa baking powder, rasanya sedikit pahit.
Rasa pahit ini akan hilang jika soda kue bercampur dengan bahan yang sifatnya
asam itu. Untuk kue kering, soda kue memberikan efek tekstur kering, garing, dan
renyah. Untuk membuat cake, menggunakan baking powder saja sebenarnya
sudah cukup. Soda kue dan Baking powder ini tidak bisa saling menggantikan
(Tobing, 2010).
2.3.6 Lemak Kakao
Lemak merupakan komponen termahal dari biji kakao. Biji kakao yang
berasal dari pembuatan musim hujan umumnya mempunyai kadar lemak tinggi
(Mulato, 2002 dalam Nur, 2012). Selain oleh bahan tanam dan musim, kandungan
lemak dipengaruhi oleh perlakuan pengolahan, jenis bahan tanaman dan faktor
musiman, sedangkan karakteristik fisik biji kakao pasca pengolahan seperti kadar
air, tingkat fermentasi dan kadar kulit berpengaruh pada rendemen lemak biji
kakao (Mulato, 2002 dalam Nur, 2012).
Lemak kakao berwarna putih
menunjukkan retakan nyata pada suhu dibawah 20C. Titik leleh yang sangat
tajam adalah pada suhu 35C dengan peleburan atau pelunakan pada suhu sekitar
30C-32C. Lemak kakao terdiri atas sejumlah gliserida dari asam-asam lemak
lemak stearat, palmitat dan oleat serta sedikit linoleat. Lemak kakao mempunyai
sifat penting, yaitu volumenya berkurang pada saat pemadatan yang
memungkinkan pencetakan blok-blok coklat menjadi lebih mudah. Berkurangnya
volume tergantung seeding yang tepat pada lemak cair atau tempering coklat.
Nib
yang
dihasilkan
selanjutnya
dikecilkan
ukurannya
dengan
selama 23-25
dinaikkan kembali hingga torque lemak kakao konstan (torque lemak kembali
seperti kondisi awal). Selama proses ini berlangsung, lemak kakao diaduk dengan
kecepatan pengadukan 6 pm.
3. Pembuatan Cokelat Batang
Pembuatan cokelat batang dilakukan dengan kategori jenis cokelat susu
yang dapat dikonsumsi langsung. Prosedur pembuatan cokelat batang adalah
sebagai berikut: untuk pembuatan cokelat batang digunakan lemak kakao, pasta
kakao, gula, susu skim dan emulsifier (lesitin soya), bahan dicampur dan diaduk
kecuali lesitin soya dengan peralatan mixer selama 120 menit, kemudian
diconching selama 72 jam, dimasukkan lesitin soya setelah conching 2 jam.
Setelah conching, adonan dibagi dalam dua perlakuan yaitu perlakuan satu
dilakukan proses tempering akhir, selanjutnya dilakukan pencetakan dan
disimpan dalam refrigerator. Perlakuan kedua yaitu langsung dicetak tanpa
dilakukan proses tempering dan disimpan di dalam refrigerator.
Kriteria Uji
Keadaan
Bau
Rasa
Warna
Kadar lemak (b/b)
Kadar air (b/b)
Kehalusan (lolos ayakan mesh
200) (b/b)
Kadar abu dari bahan kering
tanpa lemak (b/b)
Kulit (shell) dihitung dari alkali
free nibs (b/b)
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Kadmium (Cd)
Timah (Sn)
Cemaran arsen (As)
Cemaran mikroba
Angka Lempeng Total
Bakteri bentuk coli
Escherichia coli
Salmonella
Kapang
Khamir
Satuan
Persyaratan
%
%
%
maks. 14
maks. 1,75
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
maks. 2,0
maks. 1,0
maks. 40
maks. 1,0
koloni/g
APM/g
per g
per 25 g
koloni/g
koloni/g
maks. 5 x 103
<3
negatif
negatif
maks.
maks.
Kakao Biji
Biji kakao sangrai
Pasta Komersial
Lemak kakao
Susu full cream
Fine Sugar
Lesitin
Vanili
Soda kue
Proses
penyangraian diawali dengan penimbangan biji kakao 100 gram sebanyak 3 kali
pengulangan. Masing masing biji kakao seberat 100 gram di sangrai dengan
suhu 110-115 selama 10 menit dengan menggunakan mesin roaster. Biji kakao
yang sudah mencapai suhu dan waktu yang diinginkan dikeluarkan dari mesin
roaster yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kegosongan pada biji.
Selanjutnya dilakukan pendinginan yang bertujuan untuk menurunkan suhu biji
kakao. Kemudian dilakukan penimbangan biji kakao yang telah disangrai, hal ini
bertujuan untuk mengetahui penyusutan bobot biji kakao. Setelah itu dilakukan
pengamatan warna, aroma dan tekstur yang bertujuan untuk membadingkan
warna, aroma, dan tekstur pada biji kakao setelah disangrai dan sebelum
disangrai.
Nib
Kulit
Penimbangan
Penimbangan
Penimbangan 50 gram
Pemisahan kulit terikut
Penimbangan kulit
Pemisahan kulit biji kakao pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui
efisiensi pemsahan kulit biji. Hal yang dilakukan adalah menimbang biji kakao
sangrai sebanyak 100 gram selanjutnya dimasukkan ke mesin winnowing yang
bertujuan untuk memisahkan kulit dengan nib sehingga di dapatkan kulit dan nib.
Kulit yang diperoleh kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kulit yang
dihasilkan. Nib yang didapatkan juga ditimbang untuk mengetahui berat nib yang
dihasilkan. Selanjutnya dari nib yang diperoeh di ambil sebanyak 50 gram dan
dilakukan pemisahan kulit lagi. Kemudian kulit yang didapatkan ditimbang. Hal
ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi pemisahan kulit biji.
3.2.3 Pemastaan
Nib
Pemastaan
Pasta
Pengukuran partikel
Pembandingan ukuran partikel
terbentuk.
pembandingan.
Setelah
itu
ukuran
pasta
yang
dihasilkan
dilakukan
Pemasukan dalam ball mill refiner dengan suhu 60C, selama 8 jam
Penambahan lesitin, vanili, soda kue 0,5 jam sebelum conching berakhir
Tempering
Pendinginan dengan
pengadukan sampai
suhu 28C
Pendinginan tanpa
pengadukan sampai
suhu 28
Pendinginan dengan
pengadukan sampai
28C dinaikkan 33C
Pencetakan
Penyimpanan selama 1 minggu
Pengamatan tekstur, kenampakan, dan kecepatan meleleh dimulut
Berat awal
Berat Akhir
n
1
2
3
(gr)
100,01
100,81
100,16
(gr)
95,96
96,98
98,1
Biji
Utuh
Kakao Sangrai
Warna
Lebih gelap
Aromanya lebih
Sangrai
Kurang gelap
Tidak Terlalu
Tajam
Rapuh
Coklat Kemerahan
Sangat Rapuh
Tajam
Cukup Rapuh
Coklat gelap
Cukup Rapuh
Aroma
Tekstur
Warna
Tekstur
Dibelah
Kakao Tidak
Pembeda
(gr)
145
146
Berat awal
(gr)
50
50
Efisiensi
(%)
1,02
0,96
4.1.3 Pemastaan
Pemisahan ke-
Berat pasta
(gram)
Ukuran partikel
()
Ukuran partikel
pasta komersial
()
1
2
92,02
95,86
88
68,5
11
Ukuranpartikel (m)
23
17
13
B. Parameter Tekstur
No
.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Nama Panelis
Nur Yanti
Citra Wahyu
Lailatul N
Nofal Ilhami
Nurul Ummah
Fiska Fibi
Hasna Amalia
Dwi Tari W
Rina Dias
Hujjah
Esthi
Sri Dewi
Dwi Putri W
Rahmawati Indah
Novila Tri Hardini
Maisaroh
Dewi Ruhael
Oriza Krisnata W
Angga Setiawan
M. Dwi Nur
Cahyo
Hernindo
Rata rata
Parameter Tekstur
68
191 715
1
3
6
1
6
5
3
4
5
2
6
7
5
2
1
5
1
5
1
9
3
8
2
3
1
8
5
1
2
3
1
2
4
1
1
7
1
7
8
2
2
8
9
2
1
8
7
1
9
3
3
9
8
8
6
2
5
7
179
247
513
2
8
3
4
3
3
6
5
7
5
7
8
3
3
6
5
7
4
3
5
2
9
6
7
7
7
8
4
7
6
9
6
2
3
4
4
1
4
7
7
1
1
4
4
4
6
6
6
8
4
5
4
5
3
1
9
6
1
4,6
1
4
5,2
4
2
4,5
2
3
4,6
2
4,2
91
6
4
4
6
9
8
6
5
2
3
2
3
3
5
5
9
8
5
5
1
42
7
8
1
7
8
9
8
9
4
8
4
5
6
4
6
7
6
2
7
8
8
4,5
7
4,8
5
6,2
4
831
9
9
8
3
2
9
2
7
9
9
9
5
7
1
4
7
8
2
9
C. Parameter Kenampakan
No
.
Nama Panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Nur Yanti
Citra Wahyu
Lailatul N
Nofal Ilhami
Nurul Ummah
Fiska Fibi
Hasna Amalia
Dwi Tari W
Rina Dias
Hujjah
Esthi
Sri Dewi
Dwi Putri W
Rahmawati Indah
Novila Tri Hardini
Maisaroh
Dewi Ruhael
Oriza Krisnata W
Angga Setiawan
M. Dwi Nur
20 Cahyo
21 Hernindo
Rata - rata
Parameter Kenampakan
68
71
513
191
916
1
5
3
2
5
9
8
2
1
4
9
6
3
1
2
9
8
3
1
2
8
9
5
2
6
9
8
2
1
5
9
6
3
4
8
5
7
3
1
7
9
8
6
1
8
9
2
2
1
7
9
8
2
1
6
9
7
4
2
7
1
3
2
1
7
8
6
2
1
7
8
6
1
2
9
7
8
3
8
2
9
6
1
7
3
9
5
7
1
4
9
8
7
4
6
8
9
179
247
1
8
7
5
7
8
6
5
4
4
3
8
3
3
5
5
6
6
2
6
3
5
7
3
3
2
2
7
3
4
9
5
5
4
4
4
3
1
1
4,7
1
7
4,3
8
2
3,1
9
8
5,6
2
2,4
8,1
427
831
7
7
6
4
4
4
9
6
5
6
5
6
4
4
3
1
2
2
5
4
5
4
6
1
7
1
4
3
5
8
5
6
6
6
7
8
5
3
4
6,7
6
3
4,6
2
5
5,0
1
Nama Panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Nur Yanti
Citra Wahyu
Lailatul N
Nofal Ilhami
Nurul Ummah
Fiska Fibi
Hasna Amalia
Dwi Tari W
Rina Dias
Hujjah
Esthi
Sri Dewi
Dwi Putri W
Rahmawati Indah
Novila Tri Hardini
Maisaroh
Dewi Ruhael
Oriza Krisnata W
Angga Setiawan
M. Dwi Nur Cahyo
Hernindo
Rata - rata
179
15
4
14
8
15
12
23
17
21
17
17
19
28
14
14
27
21
36
92
80
58
26,
3
831
8
5
16
11
20
18
16
15
20
23
15
16
26
13
17
12
17
34
103
114
75
28,
3
4.2 Pembahasan
4.2.1 Penyangraian
Berdasarkan data hasil praktikum dapat diketahui bahwa pada berat awal
kakao sebelum disangrai pada pengulangan 1, 2, 3 berturut-turut sebesar 100,01
gram, 100,81 gram dan 100,16 gram. Setelah dilakukan penyangraian berat
masing-masing pengulangan mengalami penyusutan yaitu pengulangan 1, 2, 3
berturut turut sebesar 95,96 gram, 96,98 gram dan 98,1 gram. Berat biji kakao
setelah penyangraian mengalami penurunan, hal ini dikarenakan berkurangnya
kadar air pada biji kakao selama proses penyangraian sehingga menyebabkan
berat biji kakao mengalami penurunan.
Pada uji deskriptif pengamatan warna, aroma dan tekstur biji kakao sangrai
dan tidak sangrai diperoleh data bahwa pada biji kakao utuh yang diberi
perlakuaan penyangraian memiliki warna lebih gelap, beraroma lebih tajam, dan
teksturnya rapuh. Biji kakao utuh yang tidak diberi perlakuan penyangraian
memiliki warna kurang gelap, beraroma tidak terlalu tajam, dan teksturnya cukup
rapuh. Pada biji kakao belah yang diberi perlakuan penyangraian memiliki warna
coklat kemerahan dan teksturnya sangat rapuh. Biji kako belah yang tidak diberi
perlakuan penyanraian memiliki warna coklat gelap dan teksturnya cukup rapuh.
Biji kakao yang diberi perlakuan penyangraian memiliki warna, aroma dan tekstur
yang lebih baik. Hal ini dikarenakan proses penyangraian dapat mengembangkan
warna, aroma, dan tekstur pada biji kakao. Selama proses penyangraian terjadi
degradasi asam amino pada biji kakao yang menyebabkan terbentuknya prekursor
warna coklat namun tidak terjadi perubahan total senyawa N dan hampir semua
gula reduksi pada biji kakao mengalami degradasi sehingga biji kakao yang sudah
disangrai memiliki warna yang lebih gelap daripada biji kakao yang tidak
disangrai. Selain itu selama proses penyangraian juga terjadi penguapan aroma
volatil sehingga menyebabkan aroma biji kakao yang sudah disangrai menjadi
lebih tajam daripada biji kakao yang tidak disangrai.
4.2.2 Pemisahan Kulit
Berdasarkan data praktikum yang diperoleh diketahui bahwa berat awal biji
kakao berturut-turut sebesar 145 gram dan 146 gram. Setelah dilakukan
pemisahan kulit , berat kulit biji yang terpisah berturut-turut sebesar 34,02 gram
dan 33,74 gram, berat Nib yang diperoleh berturut-turut sebesar 95,93 gram dan
98,79 gram. Sehingga diperoleh nilai efisiensi pemisahan kulit pada pengulangan
ke-1 sebesar 1,02% dan pada pengulangan ke-2 sebesar 0,96%. Efisiensi
pemisahan kulit yang diperoleh memiliki nilai kurang dari 1,75% sehingga dapat
dikatakan baik.
4.2.3 Pemastaan
(refiner 6 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah 4,57. Pada kode 916 yaitu
suhu tempering 28C dengan pengadukan (refiner 6 jam), rata-rata penilaian
panelis adalah 4,8. Pada kode 427 yaitu suhu tempering 28C tanpa pengadukan
(refiner 6 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah 6. Pada kode 831 yaitu suhu
tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C (refiner 10 jam), nilai rata-rata
penilaian panelis adalah 6,24. Dari uraian data diatas diketahui bahwa rata-rata
penilaian panelis yang menduduki ranking tertinggi adalah pada kode 831 yaitu
suhu tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C (refiner 10 jam) dan rata-rata
penilaian panelis ranking terendah adalah pada coklat kode 681 yaitu suhu
tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C (refiner 8 jam). Rata-rata penilaian
panelis terhadap pareameter tekstur memiliki nilai yang berbeda-beda, perbedaan
penilaian ini dikarenakan adanya perlakuan yang dilakukan berbeda-beda
sehingga menyebabkan tekstur coklat yang dihasilkan berbeda-beda pula. Tekstur
coklat ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, Salah satunya adalah refinning.
Refinning merupakan faktor utama yang mempengaruhi tekstur coklat, perbedaan
waktu refinning yang dilakukan akan menyebabkan coklat yang dihasilkan
memiliki tekstur yang berbeda-beda pula. Lama waktu refinning akan sangat
berpengaruh terhadap tekstur coklat.
C. Parameter Kenampakan
Berdasarkan data praktikum uji organoleptik coklat pada parameter
kenampakan diperoleh nilai rata-rata penilaian panelis pada coklat kode 179 yaitu
suhu tempering 28C dengan pengadukan (refiner 10 jam) adalah 4,71. Pada kode
247 yaitu suhu tempering 28C tanpa pengadukan (refiner 10 jam) nilai rata-rata
penilaian panelis adalah 4,38. Pada kode 513 yaitu suhu tempering 28C tanpa
pengadukan (refiner 8 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah 3,19. Pada
kode 681 yaitu suhu tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C (refiner 8 jam),
nilai rata-rata penilaian panelis adalah 2,4. Pada kode 191 yaitu suhu tempering
28C dengan pengadukan (refiner 8 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah
5,62. Pada kode 715 yaitu suhu tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C
(refiner 6 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah 8,1. Pada kode 916 yaitu
suhu tempering 28C dengan pengadukan (refiner 6 jam), rata-rata penilaian
panelis adalah 6,76. Pada kode 427 yaitu suhu tempering 28C tanpa pengadukan
(refiner 6 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah 4,62. Pada kode 831 yaitu
suhu tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C (refiner 10 jam), nilai rata-rata
penilaian panelis adalah 5,81. Dari uraian data diatas diketahui bahwa rata-rata
penilaian panelis adalah yang menduduki ranking terendah yaitu pada kode 681
yaitu suhu tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C (refiner 8 jam), hal ini
dikarenakan pada perlakuan ini tempering dilakukan pada suhu 28C kemudian
dinaikkan suhu 33C yang menyebabkan viskositas coklat menurun tetapi masih
mempertahankan inti kristal yang terbentuk agar lemak kakao membentuk kristal
yang stabil sehingga dapat meningkatkan kecenderungan membenruk kristal .
Bentuk kristal ini merupakan bentuk kristal yang paling stabil dan mantap.
Rata-rata penilaian panelis terhadap pareameter kenampakan memiliki nilai yang
berbeda-beda, perbedaan penilaian ini dikarenakan adanya perlakuan yang
dilakukan berbeda-beda sehingga menyebabkan kenampakan coklat yang
dihasilkan berbeda-beda pula. Kenampakan coklat ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, Salah satunya adalah tempering. Tempering merupakan faktor
utama yang mempengaruhi kenampakan coklat, perbedaan perlakuan tempering
yang dilakukan akan menyebabkan coklat yang dihasilkan memiliki kenampakan
yang berbeda-beda pula. Pengadukan akan sangat berpengaruh pada kenampakan
coklat, apabila tidak dilakukan pengadukan maka tidak dihasilkan inti kristal
sehingga coklat yang dihasilkan kenampakannya tidak baik.
D. Parameter Kecepatan Leleh
Berdasarkan dataa praktikum uji organoleptik coklat pada parameter
kecepatan leleh diperoleh nilai rata-rata penilaian panelis pada coklat kode 179
yaitu suhu tempering 28C dengan pengadukan (refiner 10 jam) adalah 26,3
sekon. Pada kode 247 yaitu suhu tempering 28C tanpa pengadukan (refiner 10
jam) nilai rata-rata penilaian panelis terhadap kecepatan leleh adalah 31,11 sekon.
Pada kode 513 yaitu suhu tempering 28C tanpa pengadukan (refiner 8 jam), nilai
rata-rata penilaian panelis terhadap kecepatan leleh adalah 28,6 sekon. Pada kode
681 yaitu suhu tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C (refiner 8 jam), nilai
rata-rata penilaian panelis terhadap kecepatan leleh adalah 13 sekon. Pada kode
191 yaitu suhu tempering 28C dengan pengadukan (refiner 8 jam), nilai rata-rata
penilaian panelis adalah 29,1 sekon. Pada kode 715 yaitu suhu tempering 28C
terus dinaikkan suhu 33C (refiner 6 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah
8,54 sekon. Pada kode 916 yaitu suhu tempering 28C dengan pengadukan
(refiner 6 jam), rata-rata penilaian panelis adalah 25,8 sekon. Pada kode 427 yaitu
suhu tempering 28C tanpa pengadukan (refiner 6 jam), nilai rata-rata penilaian
panelis adalah 27,4 sekon. Pada kode 831 yaitu suhu tempering 28C terus
dinaikkan suhu 33C (refiner 10 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah 28,3
sekon. Dari uraian data diatas diketahui bahwa rata-rata penilaian panelis terhadap
kecepatan leleh coklat yang paling cepat meleleh adalah pada kode 715 yaitu suhu
tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C (refiner 6 jam) yaitu kecepatan
lelehnya sebesar 8,54 sekon. Hal ini dikarenakan titik leleh cokelat berupa
kisaran suhu tertentu saat cokelat mencair seluruhnya (Beckett, 2008). Proses
tempering merupakan proses untuk pengaturan ikatan kristal pada lemak
kakao. Setelah pemanasan lemak struktur ikatan masing terlepas sesuai
dengan jenis kristal lemak dan akan membentuk ikatan polimorphis dan .
Bentuk , adalah bentuk yang paling diinginkan oleh industri kakao karena
memiliki titik leleh 29,5-36C dan paling stabil pada suhu ruang (Talbot, 1999).
Karakter kristal lemak pada cokelat batang juga dipengaruhi oleh komponen
lain selain lemak yang terdapat campuran (J.F., Toro-Vazquez et al., 2000).
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Proses penyangraian dapat mengembangkan warna, aroma, dan tekstur biji
kakao menjadi lebih baik.
2. Efisiensi pemisahan kulit yang diperoleh memiliki nilai kurang dari 1,75%
sehingga dapat dikatakan baik.
3. Ukuran partikel pasta hasil pemastaan lebih besar dibandingkan dengan
pasta komersial.
4. Semakin lama waktu refinning ukuran partikel adonan coklat semakin
kecil dan coklat yang dihasilkan memiliki sifat dan karakteristik yang
berbeda-beda.
5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya, sebaiknya masing-masing mahasiswa
melakukan praktikum dalam setiap acara karena ilmu dari praktikum akan lebih
mudah terserap dan mudah di ingat.
DAFTAR PUSTAKA
Beckett, T. S. 2008. The Science of Chocolate. Second Edition. Formerly Nestle
Product Technology Center. York, United Kingdom.
Bolliger, S.,
Compositional
Data.
Journal
of
Food
2003. Orientation and phase transition of fat crystal under shear Crystal
Growth and Design, 3(5) 721-725.
Mulato S., Widyotomo S., Misnawi, Suharyanto E., 2005. Petunjuk Teknis
Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Jember: Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia.
Mulato, S., Widyotomo, S., dan Handaka., 2002. Desain teknologi pengolahan
pasta, lemak, dan bubuk cokelat untuk kelompok tani dalam Nur, Z. 2012.
Studi Pembuatan Permen Cokelat (Chocolate Candy) Berbasis Gula
Berkalori Rendah. Unhas. Makasar. Hlm 4-24.
Nollet, Leo M. L., (2004), Handbook of Food Analysis: Physical Characterization
and Nutrient Analysis, Marcell Dekker Inc., New York
Prawoto, A dan Sulistyowati. 2001. Sifat-sifat Fisika Kimia Lemak Kakao dan
Faktor-faktor yang Berpengaruh. Jember: Pusat Penelitian Perkebunan.
Stapley, A.G.F., Twekesburry, H., & Fyer, P.J., 1999. The effect of shear and
temperature history of the
crystallization
of
chocolate
Journal
of
chocolate
manufacture and use (3rd ed.) Oxford; Blackwell Science. (pp 218-230)
Tobing, A. Hayatinufus, L. 2010. Modern Indonesian Chef. Jakarta: Dian Rakyat
Toro-Vazquez J.F., Perez-Martinez, D., DibildoxAlfarado,E., Charo Alonso, M.,
& Reyes Hernandez, J,. 2004. Rheometry and Polymorphism of Cocoa
Butter during static and stirring condition . Journal of American Oil
Chemist Society. 73 (6). 193-202.
LAMPIRAN GAMBAR
A. Penyangraian
B. Pemisahan Kulit
C. Pembuatan Coklat