Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN
KOMODITI PERKEBUNAN HILIR
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL
PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER

COKLAT

Nama

: Icha Atika Putri

NIM

: 141710101011

Kelas/ Kelompok

: THP B / 1

Tanggal praktikum

: 29 Maret 2016

Tanggal laporan

: 15 April 2016

Asisten

: Anis Shabrina Hanifa


Riri Nur Lutfian Sari
Aji Dwi Waskito
Mochammad Ichsan

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Coklat adalah sebutan untuk hasil olahan makanan atau minuman yang
berasal dari biji kakao. Pada umumnya coklat disukai oleh kalangan anak-anak,
namun tidak hanya kalangan anak-anak saja yang dapat mengkonsumsi coklat
melainkan juga dapat dikonsumsi oleh semua kalangan. Dengan bentuk, corak dan
rasa yang unik, coklat sering digunakan sebagai hadiah atau bingkisan di hari
raya, ungkapan terima kasih, simpati atau perhatian bahkan juga digunakan
sebagai pernyataan cinta dan sayang pada seseorang.
Secara umum coklat dikonsumsi dalam bentuk coklat batangan, namun
selain itu coklat juga menjadi salah satu rasa yang paling populer di dunia.
Cokelat mengandung alkaloid-alkaloid seperti teobromin, fenetilamina, dan
anandamida, yang memiliki efek fisiologis untuk tubuh. Kandungan ini banyak
dihubungkan dengan tingkat serotonin dalam otak.
Menurut ilmuwan cokelat yang dimakan dalam jumlah normal secara teratur
dapat menurunkan tekanan darah. Cokelat hitam akhir-akhir ini banyak
mendapatkan promosi karena menguntungkan kesehatan bila dikonsumsi dalam
jumlah sedang, termasuk kandungan antioksidannya yang dapat mengurangi
pembentukan radikal bebas dalam tubuh.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukan praktikum ini adalah:
1. Memahami perubahan yang terjadi selama penyangraian
2. Mengetahui efisiensi pemisahan kulit
3. Mengetahui ukuran partikel pasta hasil pemastaan dibandingkan dengan
pasta komersial
4. Mengetahui ukuran partikel adonan coklat selama pelembutan dan
mengetahui sifat coklat yang dihailkan dengan suhu akhir tempering
berbeda

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kakao
Biji kakao merupakan salah satu komoditi perdagangan yang mempunyai
peluang untuk dikembangkan dalam rangka usaha memperbesar/meningkatkan
devisa negara serta penghasilan petani kakao. Produksi biji kakao di Indonesia
secara signifikan terus meningkat, namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan
beragam, antara lain kurang terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak
seragam, kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, cita rasa sangat beragam dan tidak
konsisten. Hal tersebut tercermin dari harga biji kakao Indonesia yang relatif
rendah dan dikenakan potongan harga dibandingkan harga produk sama dari
negara produsen lain (Haryadi dan Supriyanto, 2001). Komposisi pulp kakao
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Pulp Biji Kakao
Komponen
Air
Albuminoid, Astringents dsb
Glukosa
Sukrosa
Pati
Asm non-volatil
Besi oksida
Garam-garam
Sumber: Haryadi dan Supriyanto (2001)

Kandungan Rata-rata (%)


80-90
0,5-0,7
8-13
0,4-1,0
0,2-0,4
0,03
0,4-0,45

Kakao dibagi tiga kelompok besar yaitu Criollo, Forestero, dan Trinitario.
Sifat kakao Criollo adalah pertumbuhannya kurang kuat, daya hasil lebih rendah
daripada Forestero, relatif gampang terserang hama dan penyakit, permukaan kulit
buah Criollo kasar, berbenjol dan alurnya jelas.

Kulit ini tebal tetapi lunak

sehingga mudah dipecah. Kadar lemak dalam biji lebih rendah daripada Forestero
tetapi ukuran bijinya besar, bulat, dan memberikan citarasa khas yang baik. Lama
fermentasi bijinya lebih singkat daripada tipe Forestero. Berdasarkan tata niaga,
kakao Criollo termasuk kelompok kakao mulia (fine flavoured), sementara itu
kakao Forestero termasuk kelompok kakao lindak (bulk). Kelompok kaka
Trinitario merupakan hibrida Criollo dengan Forestero.

Sifat morfologi dan

fisiologinya sangat beragam demikian juga daya dan mutu hasilnya (Wood, 1975
dalam Prawoto dan Sulistyowati. 2001).
Biji kakao mengandung berbagai macam komponen kimia, zat gizi, dan
senyawa bioaktif di dalamnya. Komposisi kimia ini bervariasi setelah mengalami
proses pengolahan menjadi produk. Komposisi kimia bubuk kakao berbeda
dengan lemak kakao dan pasta coklat. Komposisi kimia bubuk kakao (natural) per
100 gram adalah mengandung kalori 228,49 Kkal, lemak 13,5 g, karbohidrat
53,35 g, serat 27,90 g, protein 19,59 g, air 2,58 g, dan kadar abu 6,33, yang
meliputi :kalium 1495,5 mg, natrium 8,99 mg, kalsium 169,45 mg, besi 13,86 mg,
seng 7,93 mg, tembaga 4,61 mg, dan mangan 4,73 mg. Komponen senyawa
bioaktif dalam bubuk kakao adalah senyawa polifenol yang berfungsi sebagai
antioksidan. Kandungan polifenol total dalam bubuk kakao lebih tinggi
dibandingkan dalam anggur maupun teh. Kelompok senyawa polifenol yang
banyak terdapat pada kakao adalah flavonoid yaitu senyawa yang mengandung 15
atom karbon yang terdiri dari dua cincin benzene yang dihubungkan oleh rantai
karbon (Wahyudi et al. 2008).
2.2 Coklat
Coklat merupakan produk hasil olahan kakao memiliki sifat yang spesial
dari pangan lainnya, bukanlah karena rasa dan nutrisinya yang baik, tetapi lebih
karena sifatnya yang tidak dimiliki oleh pangan lain yaitu bersifat padat di
suhu ruang, rapuh saat dipatahkan dan meleleh sempurna pada suhu tubuh
(Lip & Anklam,

1998). Cokelat memiliki cita rasa yang khas, teksturnya

berbentuk padat pada suhu kamar, cepat meleleh di mulut, menjadi cair dan terasa
lembut di lidah. Karakteristik produk cokelat ini dipengaruhi oleh karakteristik
kristal lemak cokelat yang terbentuk (Susanto, 1994).
Salah satu cara untuk memperbaiki mutu cokelat adalah dengan cara
tempering yaitu proses yang melibatkan serangkaian tahapan pemanasan,
pendinginan, dan pengadukan dengan kecepatan rendah. Proses tempering
dapat meningkatkan titik leleh, beberapa studi tentang proses pembuatan cokelat
telah diteliti tentang efek pergeseran kristal pada lemak kakao

dan

olahan

cokelat tempering pada sejumlah aliran geometri yang berbeda (Bolliger, et


al., 1999), aliran geometri pada cokelat susu ( Stapley, et al., 1999) pada lemak
kakao (Mazzanti, et al., 2003), sistem cone and plate dengan lemak cokelat
(Dhonsi & Stapley, 2006; MacMillan et al., 2002), parallel plate viscometer
dengan cokelat susu (Briggs & Wang, 2004) dan helical ribbon device dengan
lemak cokelat (Toro-Vazquez, et al., 2004).
2.3 Fungsi Bahan Pembuatan Coklat
2.3.1 Pasta Kakao
Pasta kakao atau cocoa mass dibuat dari biji kakao kering melalui beberapa
tahapan proses untuk mengubah biji kakao yang semula padat menjadi semi cair
atau cair. Setiap ton pasta kakao membutuhkan 1,20 - 1,25 ton biji kakao kering.
Pasta kakao dapat diproses lebih lanjut menjadi lemak dan bubuk kakao yang
merupakan bahan baku utama berbagai produk makanan atau minuman coklat.
Untuk dapat digunakan sebagai bahan baku makanan dan minuman, nib
yang semula berbentuk butiran padat kasar harus dihancurkan sampai ukuran
tertentu (<20m ) dan menjadi bentuk pasta cair kental. Proses pemastaan atau
penghalusan nib kakao umumnya dilakukan dengan cara penghancuran untuk
merubah biji kakao padat menjadi pasta dengan kehalusan butiran 40 m dengan
menggunakan mesin silinder (Mulato, 2005).
Lebih dari setengah berat nib adalah lemak, efek dari penghalusan
(pemastaan), bersama dengan panas yang terbentuk dari proses penghalusan,
menyebabkan nib yang padat menjadi cair, dan akan memadat jika temperatur
turun dibawah titik lelehnya. Derajat kehalusan ukuran partikel sangat penting.
Liquor yang digunakan untuk pembuatan lemak kakao dan bubuk, jika terlalu
halus akan sulit untuk dipress. Namun, jika terlalu kasar pengeperesan tidak akan
sempurna dikarenakan sejumlah lemak masih terjebak dalam struktur sel.
(Mulato, 2005)
Pasta kakao dikenal sebagai chocolate paste atau chocolate mass yang
merupakan hasil setengah jadi. Produk pasta kakao ini biasa dipasarkan dalam
skala besar, baik dari pabrikan ke pabrikan makanan coklat atau dalam skala

rumah tangga, yakni oleh pengecer-pengecer yang akan digunakan sebagai bahan
baku pembuatan kue rumah tangga (Wahyudi dkk, 2008).
2.3.2

Susu Full Cream


Produk susu berbentuk bubuk yang diperoleh dari susu cair, atau susu hasil

pencampuran susu cair dengan susu kental atau krim bubuk, atau susu hasil
pencampuran susu cair dengan susu kental atau susu bubuk, yang telah
dipasteurisasi dan melalui proses pengeringan. Susu jenis ini kadar lemak susunya
tidak kurang dari 26% dan kadar airnya tidak lebih dari 5%.
2.3.3 Fine Sugar
Fine sugar pada pembuatan coklat berfungsi sebagai pemanis, memperkeras
tekstur, dan sebagai pengawet alami. Fine sugar yang digunakan harus memenuhi
syarat seperti bermutu tinggi, kering dan bebas gula invert. Fine sugar yang
digunakan harus kering dan bebas gula invert bertujuan agar tidak menggangu
proses pelembutan (conching).
2.3.4 Lesitin
Lesitin merupakan salah satu emulsifier yang berperan secara aktif
menurunkan tegangan permukaan dalam pembuatan emulsi. Lesitin kasar
biasanya diperoleh dari kedelai dan kuning telur. Lesitin ini merupakan campuran
dari lipida (fosfolipida) dengan fosfatidilkolin, etanolamina, dan inositol sebagai
komponen utama (Van der Meeren et al. dalam Nollet, 1992).
Lesitin mempunyai struktur seperti lemak tetapi mengandung asam fosfat.
Lesitin mempunyai struktur polar dan non polar. Gugus polar yang terdapat pada
ester fosfatnya bersifat hidrofilik dan mempunyai kecenderungan larut dalam air,
sedangkan gugus nonpolar yang terdapat pada ester asam asam lemaknya adalah
lipofilik yang mempunyai kecenderungan untuk larut dalam lemak atau minyak.
2.3.4

Soda Kue
Natrium bikarbonat atau soda kue adalah senyawa kimia dengan rumus

NaHCO3. Dalam penyebutannya kerap disingkat menjadi bicnat. Senyawa ini


termasuk kelompok garam dan telah digunakan sejak lama. Senyawa ini disebut
juga baking soda (soda kue), Sodium bikarbonat, natrium hidrogen karbonat, dan
lainlain. Senyawa ini merupakan kristal yang sering terdapat dalam bentuk serbuk.

Natrium bikarbonat larut dalam air. Senyawa ini digunakan dalam roti atau kue
karena bereaksi dengan bahan lain membentuk gas karbon dioksida, yang
menyebabkan roti "mengembang" (Tobing, 2010).
Fungsi soda kue yaitu merupakan komponen pembuat baking powder.
Bikarbonat soda sendiri sifatnya basa. Soda kue akan mengeluarkan gelembung
udara jika bertemu dengan cairan dan bahan yang sifatnya asam. Jadi untuk resepresep yang adonannya bersifat asam, biasanya memakai soda kue untuk bahan
pengembangnya. Sifat bahan ini mengeluarkan gas (CO2) sehingga kue akan
mengembang. Untuk membuat cake, penggunaannya biasanya bersamaan dengan
baking powder. Bikarbonat Soda menghasilkan tekstur yang berpori besar dan
tidak beremah, tetapi jika dipakai tanpa baking powder, rasanya sedikit pahit.
Rasa pahit ini akan hilang jika soda kue bercampur dengan bahan yang sifatnya
asam itu. Untuk kue kering, soda kue memberikan efek tekstur kering, garing, dan
renyah. Untuk membuat cake, menggunakan baking powder saja sebenarnya
sudah cukup. Soda kue dan Baking powder ini tidak bisa saling menggantikan
(Tobing, 2010).
2.3.6 Lemak Kakao
Lemak merupakan komponen termahal dari biji kakao. Biji kakao yang
berasal dari pembuatan musim hujan umumnya mempunyai kadar lemak tinggi
(Mulato, 2002 dalam Nur, 2012). Selain oleh bahan tanam dan musim, kandungan
lemak dipengaruhi oleh perlakuan pengolahan, jenis bahan tanaman dan faktor
musiman, sedangkan karakteristik fisik biji kakao pasca pengolahan seperti kadar
air, tingkat fermentasi dan kadar kulit berpengaruh pada rendemen lemak biji
kakao (Mulato, 2002 dalam Nur, 2012).
Lemak kakao berwarna putih

kekuningan, berbentuk padat, dan

menunjukkan retakan nyata pada suhu dibawah 20C. Titik leleh yang sangat
tajam adalah pada suhu 35C dengan peleburan atau pelunakan pada suhu sekitar
30C-32C. Lemak kakao terdiri atas sejumlah gliserida dari asam-asam lemak
lemak stearat, palmitat dan oleat serta sedikit linoleat. Lemak kakao mempunyai
sifat penting, yaitu volumenya berkurang pada saat pemadatan yang
memungkinkan pencetakan blok-blok coklat menjadi lebih mudah. Berkurangnya
volume tergantung seeding yang tepat pada lemak cair atau tempering coklat.

Pemadatan lemak kakao untuk mencapai volume yang diinginkan dan


mendapatkan kristal padat lembut yang stabil tanpa perubahan warna, tergantung
pada produksi bentuk polimorfik lemak yang mantap selama pendinginan dan
pencetakan. Bentuk polimorfik yang menghasilkan kristal lemak kakao yang
paling stabil adalah bentuk yang mempunyai titik leleh sekitar 34C-35C
(Haryadi dan Supriyanto, 2001).
2.3.7 Vanili
Penambahan vanili biasanya digunakan untuk menambah citarasa dan flavor
dari coklat yang dihasilkan. Penmabahan vanili ini tergantung dari resep coklat
yang dibuat , biasanya kadarnya sangat kecil jika dibandingkan degan komponen
lainnya.
2.4 Proses Pembuatan Coklat
Menurut Indarti (2013) peroses pembuatan coklat yaitu biji kakao kering
disangrai pada suhu 80C selama 15 menit. Kemudian biji kakao dipisahkan
dari kulitnya secara manual sehingga dihasilkan daging biji kakao tanpa kulit
(nib).

Nib

yang

dihasilkan

selanjutnya

dikecilkan

ukurannya

dengan

menggunakan pemasta dan disaring dengan ayakan ukuran 120 mesh,


sehingga dihasilkan pasta halus berbentuk cairan kental dan mengkilap berwarna
cokelat gelap (pada tahap ini diperoleh pasta kakao). Gula dan susu juga
diayak dengan ayakan 120 mesh.
1. Persiapan Peralatan Tempering
Peralatan yang digunakan yaitu modifikasi heater and low circulation
temperature (Eyela, Japan) dengan alat viskometer berpengaduk (Brookfield)
yang dilengkapi pemanas dibagian bawahnya wadah sampel. Alat viskometer
digunakan untuk memaksimalkan shear rate yang seragam dengan menggunakan
pengaduk type spindle silinder
2. Tempering Lemak Kakao dan Campuran Cokelat Batang (Indarti et al,
2010)
Sebanyak 100 ml lemak kakao cair dimasukkan ke dalam wadah gelas
temper dengan volume 100 ml yang ditempatkan didalam water bath untuk siap

mengalami proses pemanasan dan pendinginan. Pemanasan dilakukan dengan


menaikkan suhu pada water bath, sedangkan pendinginan dilakukan dengan
mensirkulasi air dengan (water cooler circulation system). 100 ml lemak kakao
cair dimasukkan dalam wadah gelas yang ditempatkan di water bath. Spindle
diletakkan pada bagian tengah lemak kakao dengan kecepatan 6 rpm. Lemak
kakao dipanaskan hingga suhu 50C dengan menggunakan hot plate. Selanjutnya
suhu dipertahankan selama 15 menit sampai seluruh kristal lemak meleleh
sempurna, Pendinginan lemak dilakukan dengan menggunakan low circulator
temperature sebagai tempat sirkulator air, sehingga suhu air pada wadah sirkulasi
konstan. Penurunan suhu dari 50C hingga 22C dilakukan selama 8 menit
dengan laju penurunan suhu 3,5C/menit (suhu air pada wadah 14C). Untuk
mendapatkan lemak kakao yang beku dilakukan penurunan suhu hingga 18C
selama 8 menit dengan laju penurunan suhu 0.5C/menit (suhu air pada wadah
11C dan suhu 18C dipertahankan

selama 23-25

menit). Kemudian suhu

dinaikkan kembali hingga torque lemak kakao konstan (torque lemak kembali
seperti kondisi awal). Selama proses ini berlangsung, lemak kakao diaduk dengan
kecepatan pengadukan 6 pm.
3. Pembuatan Cokelat Batang
Pembuatan cokelat batang dilakukan dengan kategori jenis cokelat susu
yang dapat dikonsumsi langsung. Prosedur pembuatan cokelat batang adalah
sebagai berikut: untuk pembuatan cokelat batang digunakan lemak kakao, pasta
kakao, gula, susu skim dan emulsifier (lesitin soya), bahan dicampur dan diaduk
kecuali lesitin soya dengan peralatan mixer selama 120 menit, kemudian
diconching selama 72 jam, dimasukkan lesitin soya setelah conching 2 jam.
Setelah conching, adonan dibagi dalam dua perlakuan yaitu perlakuan satu
dilakukan proses tempering akhir, selanjutnya dilakukan pencetakan dan
disimpan dalam refrigerator. Perlakuan kedua yaitu langsung dicetak tanpa
dilakukan proses tempering dan disimpan di dalam refrigerator.

2.5 SNI Pasta Kakao


Tabel 2. Syarat mutu kakao massa
No
.
1
1.1
1.2
1.3
2
3
4
5
6
7
7.1
7.2
7.3
8
9
9.1
9.2
9.3
9.4
9.5
9.6

Kriteria Uji
Keadaan
Bau
Rasa
Warna
Kadar lemak (b/b)
Kadar air (b/b)
Kehalusan (lolos ayakan mesh
200) (b/b)
Kadar abu dari bahan kering
tanpa lemak (b/b)
Kulit (shell) dihitung dari alkali
free nibs (b/b)
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Kadmium (Cd)
Timah (Sn)
Cemaran arsen (As)
Cemaran mikroba
Angka Lempeng Total
Bakteri bentuk coli
Escherichia coli
Salmonella
Kapang
Khamir

Satuan

Persyaratan

%
%
%

Khas kakao massa


Khas kakao massa
Coklat
min. 48
maks. 2
min. 99,0

maks. 14

maks. 1,75

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

maks. 2,0
maks. 1,0
maks. 40
maks. 1,0

koloni/g
APM/g
per g
per 25 g
koloni/g
koloni/g

maks. 5 x 103
<3
negatif
negatif
maks.
maks.

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Roaster
2. Pisau
3. Timbangan
4. Tempat Sampel
5. Mesin Winnowing
6. Pinset
7. Mesin Pemasta
8. Thickness meter
9. Ball mil refiner
10. Mesin conching
11. Wadah stainless steel
12. Panci
13. Termometer
14. Spatula
15. Cetakan
3.1.2 Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Kakao Biji
Biji kakao sangrai
Pasta Komersial
Lemak kakao
Susu full cream
Fine Sugar
Lesitin
Vanili
Soda kue

3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan


3.2.1 Penyangraian
Biji Kakao

Penimbangan 100 gram


Penyangraian dengan suhu 110-115C, selama 10 menit

Pengeluaran dari mesin penyangraian (roaster)


Pengamatan Penimbangan
warna,
Pendinginan
aroma, dan tekstur

Penyangraian biji kakao bertujuan untuk mengetahui dan memahami


perubahan yang terjadi pada biji kakao selama proses penyangraian.

Proses

penyangraian diawali dengan penimbangan biji kakao 100 gram sebanyak 3 kali
pengulangan. Masing masing biji kakao seberat 100 gram di sangrai dengan
suhu 110-115 selama 10 menit dengan menggunakan mesin roaster. Biji kakao
yang sudah mencapai suhu dan waktu yang diinginkan dikeluarkan dari mesin
roaster yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kegosongan pada biji.
Selanjutnya dilakukan pendinginan yang bertujuan untuk menurunkan suhu biji
kakao. Kemudian dilakukan penimbangan biji kakao yang telah disangrai, hal ini
bertujuan untuk mengetahui penyusutan bobot biji kakao. Setelah itu dilakukan
pengamatan warna, aroma dan tekstur yang bertujuan untuk membadingkan
warna, aroma, dan tekstur pada biji kakao setelah disangrai dan sebelum
disangrai.

3.2.2 Pemisahan Kulit Biji


Biji Kakao Sangrai

Penimbangan 100 gram

Pemasukan ke dalam mesin Winnowing

Nib

Kulit

Penimbangan

Penimbangan

Penimbangan 50 gram
Pemisahan kulit terikut

Penimbangan kulit
Pemisahan kulit biji kakao pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui
efisiensi pemsahan kulit biji. Hal yang dilakukan adalah menimbang biji kakao
sangrai sebanyak 100 gram selanjutnya dimasukkan ke mesin winnowing yang
bertujuan untuk memisahkan kulit dengan nib sehingga di dapatkan kulit dan nib.
Kulit yang diperoleh kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kulit yang
dihasilkan. Nib yang didapatkan juga ditimbang untuk mengetahui berat nib yang
dihasilkan. Selanjutnya dari nib yang diperoeh di ambil sebanyak 50 gram dan
dilakukan pemisahan kulit lagi. Kemudian kulit yang didapatkan ditimbang. Hal
ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi pemisahan kulit biji.

3.2.3 Pemastaan
Nib

Penimbangan 100 gram

Pemasukan ke dalam mesin Pemastaan

Pemastaan

Pasta

Pengukuran partikel
Pembandingan ukuran partikel

Pemastaan pada praktiku ini bertujuan untuk mengetahui ukuran partikel


pasta hasil pemastaan dibandingkan dengan pasta komersial. Pemastaan diawali
dengan penimbangan nib sebanyak 100 gram selanjutnya dimasukkan ke dalam
mesin pemastaan untuk dilakukan pemastaan supaya terbentuk pasta sehingga
dihasilkan pasta. Pasta yang dihasilkan kemudian dilakukan pengukuran partikle
dengan alat thickness meter yang bertujua untuk mengetahui ukuran partikel pasta
yang

terbentuk.

pembandingan.

Setelah

itu

ukuran

pasta

yang

dihasilkan

dilakukan

3.2.4 Pembuatan Coklat


Pasta Kakao, Lemak Kakao, Susu full cream, Fine sugar

Pemanasan di atas kompor


Larutan coklat cair

Pemasukan dalam ball mill refiner dengan suhu 60C, selama 8 jam

Pemindahan ke mesin conching

Perlakuan conching selama 4 jam pada suhu 60-70C

Penambahan lesitin, vanili, soda kue 0,5 jam sebelum conching berakhir
Tempering

Pendinginan dengan
pengadukan sampai
suhu 28C

Pendinginan tanpa
pengadukan sampai
suhu 28

Pendinginan dengan
pengadukan sampai
28C dinaikkan 33C

Pencetakan
Penyimpanan selama 1 minggu
Pengamatan tekstur, kenampakan, dan kecepatan meleleh dimulut

Pembuatan coklat pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui ukuran


partikel adonan coklat selama pelembutan dan mengetahui sifat coklat yang
dihasilkan dengan suhu akhir tempering yang berbeda. Pembuatan coklat ini di
awali dengan persiapan bahan-bahan yang akan digunakan yaitu pasta kakao
sebanyak 500 gram yang merupakan bahan utama dalam pembuatan coklat,
lemak kakao 550 gram, susu full cream sebanyak 450 gram, dan fine sugar
sebanyak 500 gram. Lemak kakao yang digunakan biasanya lemak kakao yang
memiliki flavor ringan. Penggunaan lemak kakao ini bertujuan untuk membentuk
coklat supaya berbentuk padat pada suhu kamar dan supaya cepat meleleh
dimulut. Susu yang digunakan adalah susu full cream, hal ini bertujuan????. Gula
yang digunakan dalam pembuatan coklat ini harus gula yang bermutu tinggi, hal
ini bertujuan gula yang bermutu tinggi bersifat kering dan bebas gula invert
karena dalam pembuatan coklat tidak dikehendaki adanya air apabila terdapat
sedikit air atau gula invert maka dapat mengganggu proses pelembutan. Bahanbahan tersebut dipanaskan diatas kompor yang bertujuan untuk membentuk cairan
sehingga dihasilkan larutan coklat cair. Larutan coklat cair yang dihasilkan
kemudian di masukkan ke dalam ball mill refiner pada suhu 60C selama 8 jam
yang bertujuan untuk menghasilkan coklat dengan tekstur yang lembut. Setelah 8
jam kemudian dipindahkan ke mesin conching dan dilakukan conching selama 4
jam dengan suhu 60-70C yang bertujuan untuk mengembangkan flavor dan
tekstur coklat. 0,5 jam sebelum conching berakhir ditambahan lesitin sebanyak 6
gram, vanili sebanyak 2 gram dan soda kue sebanyak 6 gram. Penambahan lesiti
ini berfungsi untuk mengurangi kekentalan sehingga lemak bisa lebih meresap.
Selain itu lesitin juga berfungsi sebagai emulsifier untuk menyatukan lemak dan
air yang ada pada gula, dimana gugus hidrofilik berikatan dengan gula dan gugus
lipofilik berikatan dengan lemak. Penambahan vanili bertujuan sebagai penambah
flavor dan aroma pada coklat. Penambahan oda kue bertujuan untuk ???? .
Selanjutnya dilakukan tempering dengan 3 perlakuan suhu yang berbeda, hal ini
bertujuan untuk mengetahui sifat coklat yang dihasilkan dengan suhu akhir
tempering yang berbeda. Tempering perlakuan ke-1 dilakukan pendinginan dan
pengadukan sampai suhu 28C. Perlakuan ke-2 dilakukan dengan pndinginan

tanpa pengadukan sampai suhu 28C. Perlakuan ke-3 dilakukan dengan


pendinginan dan pengadukan sampai suhu 28C kemudian suhunya dinaikkan lagi
sampai 33C. Setelah dilakukan tempering kemudian dilakukan pencetakan yang
bertujuan untuk membentuk coklat sesuai dengan keinginan. Selanjutnya
dilakukan penyimpanan selama satu minggu yang bertujuan untuk????. Kemudian
dilakukan pengamatan tekstur, kenampakan, dan kecepatan meleleh dimulut dan
dibandingkan dengan setiap perlakuan.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
4.1.1 Penyangraian
Pengulanga

Berat awal

Berat Akhir

n
1
2
3

(gr)
100,01
100,81
100,16

(gr)
95,96
96,98
98,1

Biji

Utuh

Kakao Sangrai

Warna

Lebih gelap
Aromanya lebih

Sangrai
Kurang gelap
Tidak Terlalu

Tajam
Rapuh
Coklat Kemerahan
Sangat Rapuh

Tajam
Cukup Rapuh
Coklat gelap
Cukup Rapuh

Aroma
Tekstur
Warna
Tekstur

Dibelah

Kakao Tidak

Pembeda

4.1.2 Pemisahan Kulit


Berat Awal

Berat Akhir (gr)


Kulit biji
Nib
34,02
95,93
33,74
98,79

(gr)
145
146
Berat awal
(gr)
50
50

Kulit Biji yang Terikut


0,51
0,48

Efisiensi
(%)
1,02
0,96

4.1.3 Pemastaan
Pemisahan ke-

Berat pasta
(gram)

Ukuran partikel
()

Ukuran partikel
pasta komersial
()

1
2

92,02
95,86

88
68,5

11

4.1.4 Uji Sensoris Coklat


A. Ukuran partikel
Waktu Ball Mill (jam)
4
6
8

Ukuranpartikel (m)
23
17
13

B. Parameter Tekstur
No
.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Nama Panelis
Nur Yanti
Citra Wahyu
Lailatul N
Nofal Ilhami
Nurul Ummah
Fiska Fibi
Hasna Amalia
Dwi Tari W
Rina Dias
Hujjah
Esthi
Sri Dewi
Dwi Putri W
Rahmawati Indah
Novila Tri Hardini
Maisaroh
Dewi Ruhael
Oriza Krisnata W
Angga Setiawan
M. Dwi Nur
Cahyo
Hernindo
Rata rata

Parameter Tekstur
68
191 715
1
3
6
1
6
5
3
4
5
2
6
7
5
2
1
5
1
5
1
9
3
8
2
3
1
8
5
1
2
3
1
2
4
1
1
7
1
7
8
2
2
8
9
2
1
8
7
1
9
3
3
9
8
8
6
2
5
7

179

247

513

2
8
3
4
3
3
6
5
7
5
7
8
3
3
6
5
7
4
3

5
2
9
6
7
7
7
8
4
7
6
9
6
2
3
4
4
1
4

7
7
1
1
4
4
4
6
6
6
8
4
5
4
5
3
1
9
6

1
4,6
1

4
5,2
4

2
4,5
2

3
4,6
2

4,2

91
6
4
4
6
9
8
6
5
2
3
2
3
3
5
5
9
8
5
5
1

42
7
8
1
7
8
9
8
9
4
8
4
5
6
4
6
7
6
2
7
8

8
4,5
7

4,8

5
6,2
4

831
9
9
8
3
2
9
2
7
9
9
9
5
7
1
4
7
8
2
9

C. Parameter Kenampakan
No
.

Nama Panelis

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Nur Yanti
Citra Wahyu
Lailatul N
Nofal Ilhami
Nurul Ummah
Fiska Fibi
Hasna Amalia
Dwi Tari W
Rina Dias
Hujjah
Esthi
Sri Dewi
Dwi Putri W
Rahmawati Indah
Novila Tri Hardini
Maisaroh
Dewi Ruhael
Oriza Krisnata W
Angga Setiawan
M. Dwi Nur
20 Cahyo
21 Hernindo
Rata - rata

Parameter Kenampakan
68
71
513
191
916
1
5
3
2
5
9
8
2
1
4
9
6
3
1
2
9
8
3
1
2
8
9
5
2
6
9
8
2
1
5
9
6
3
4
8
5
7
3
1
7
9
8
6
1
8
9
2
2
1
7
9
8
2
1
6
9
7
4
2
7
1
3
2
1
7
8
6
2
1
7
8
6
1
2
9
7
8
3
8
2
9
6
1
7
3
9
5
7
1
4
9
8
7
4
6
8
9

179

247

1
8
7
5
7
8
6
5
4
4
3
8
3
3
5
5
6
6
2

6
3
5
7
3
3
2
2
7
3
4
9
5
5
4
4
4
3
1

1
4,7
1

7
4,3
8

2
3,1
9

8
5,6
2

2,4

8,1

427

831

7
7
6
4
4
4
9
6
5
6
5
6
4
4
3
1
2
2
5

4
5
4
6
1
7
1
4
3
5
8
5
6
6
6
7
8
5
3

4
6,7
6

3
4,6
2

5
5,0
1

D. Parameter Kecepatan Leleh


No
.

Nama Panelis

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Nur Yanti
Citra Wahyu
Lailatul N
Nofal Ilhami
Nurul Ummah
Fiska Fibi
Hasna Amalia
Dwi Tari W
Rina Dias
Hujjah
Esthi
Sri Dewi
Dwi Putri W
Rahmawati Indah
Novila Tri Hardini
Maisaroh
Dewi Ruhael
Oriza Krisnata W
Angga Setiawan
M. Dwi Nur Cahyo
Hernindo
Rata - rata

179
15
4
14
8
15
12
23
17
21
17
17
19
28
14
14
27
21
36
92
80
58
26,
3

Parameter Kecepatan Leleh (Sekon)


68
247 513
191 715 916 427
1
20
13 10 11
5
12
22
3
7
4
6
2
5
3
13
9
8
6
5
10
12
9,5
6
7
8
4
6
7
13
10
5
7
3
8
9
15
9
6
8
5
10
10
20
23 20 30
20
25
50
24
22 11 15
8
17
12
24
15
5
12
7
20
12
24
25
5
14
7
17
16
22
17 13 16
7
17
20
18
15
9
20
4
21
12
31
33 34 28
12
43
34
18
9
7
13
6
16
12
16
15 11 12
6
18
13
30
25 10 41
5
20
23
17
12 17 14
10
15
14
29
45
9
40
8
30
56
101
95 19 105 30
79 133
133 119 36 122
9
81
14
73
76 24 83
16
72
90
28,
29, 8,5 25, 27,
31,11
13
6
1
4
8
4

831
8
5
16
11
20
18
16
15
20
23
15
16
26
13
17
12
17
34
103
114
75
28,
3

4.2 Pembahasan
4.2.1 Penyangraian
Berdasarkan data hasil praktikum dapat diketahui bahwa pada berat awal
kakao sebelum disangrai pada pengulangan 1, 2, 3 berturut-turut sebesar 100,01
gram, 100,81 gram dan 100,16 gram. Setelah dilakukan penyangraian berat
masing-masing pengulangan mengalami penyusutan yaitu pengulangan 1, 2, 3
berturut turut sebesar 95,96 gram, 96,98 gram dan 98,1 gram. Berat biji kakao
setelah penyangraian mengalami penurunan, hal ini dikarenakan berkurangnya

kadar air pada biji kakao selama proses penyangraian sehingga menyebabkan
berat biji kakao mengalami penurunan.
Pada uji deskriptif pengamatan warna, aroma dan tekstur biji kakao sangrai
dan tidak sangrai diperoleh data bahwa pada biji kakao utuh yang diberi
perlakuaan penyangraian memiliki warna lebih gelap, beraroma lebih tajam, dan
teksturnya rapuh. Biji kakao utuh yang tidak diberi perlakuan penyangraian
memiliki warna kurang gelap, beraroma tidak terlalu tajam, dan teksturnya cukup
rapuh. Pada biji kakao belah yang diberi perlakuan penyangraian memiliki warna
coklat kemerahan dan teksturnya sangat rapuh. Biji kako belah yang tidak diberi
perlakuan penyanraian memiliki warna coklat gelap dan teksturnya cukup rapuh.
Biji kakao yang diberi perlakuan penyangraian memiliki warna, aroma dan tekstur
yang lebih baik. Hal ini dikarenakan proses penyangraian dapat mengembangkan
warna, aroma, dan tekstur pada biji kakao. Selama proses penyangraian terjadi
degradasi asam amino pada biji kakao yang menyebabkan terbentuknya prekursor
warna coklat namun tidak terjadi perubahan total senyawa N dan hampir semua
gula reduksi pada biji kakao mengalami degradasi sehingga biji kakao yang sudah
disangrai memiliki warna yang lebih gelap daripada biji kakao yang tidak
disangrai. Selain itu selama proses penyangraian juga terjadi penguapan aroma
volatil sehingga menyebabkan aroma biji kakao yang sudah disangrai menjadi
lebih tajam daripada biji kakao yang tidak disangrai.
4.2.2 Pemisahan Kulit
Berdasarkan data praktikum yang diperoleh diketahui bahwa berat awal biji
kakao berturut-turut sebesar 145 gram dan 146 gram. Setelah dilakukan
pemisahan kulit , berat kulit biji yang terpisah berturut-turut sebesar 34,02 gram
dan 33,74 gram, berat Nib yang diperoleh berturut-turut sebesar 95,93 gram dan
98,79 gram. Sehingga diperoleh nilai efisiensi pemisahan kulit pada pengulangan
ke-1 sebesar 1,02% dan pada pengulangan ke-2 sebesar 0,96%. Efisiensi
pemisahan kulit yang diperoleh memiliki nilai kurang dari 1,75% sehingga dapat
dikatakan baik.
4.2.3 Pemastaan

Berdasarkan data hasil praktikum yang diperoleh dapat diketahui bahwa


pada pemastaan ke-1 diperoleh pasta dengan berat sebesar 92,02 gram dan ukuran
partikel sebesar 88 . Pada pemastaan ke-2 diperoleh pasta dengan berat sebesar
95,86 gram dan ukuran partikelnya sebesar 68,5 . Nilai ukuran partikel pasta
komersial sebesar 11 . Ukuran partikel pasta yang diperoleh memiliki nilai yang
lebih besar dibandingkan nilai ukuran partikel pasta komersial. Hal ini disebabkan
pada praktikum pemastaan tidak dilakukan proses alkalisasi sehingga ukuran
partikel yang dihasilkan besar-besar dan kasar. Pada pasta komersial
dimungkinkan pada proses pembuatannya dilakukan proses alkalisasi sehingga
pasta yang dihasilnya partikelnya kecil-kecil dan lembut.
4.2.4 Uji Sensoris Coklat
A. Ukuran Partikel Refinning
Berdasarkan data prakikum yang diperoleh diketahui bahwa ukuran partikel
coklat pada refinning selama 4 jam sebesar 23 m, refinning selama 6 jam
ukuran partikelnya sebesar 17 m, dan refinning selama 8 jam ukuran partikelnya
sebesar 13 m. Dari uraian data diatas diketahui bahwa semakin lama waktu
refinning maka ukuran partikel coklat semakin kecil. Hal ini disebabkan karena
proses refinning ini merupakan proses pelembutan coklat yang menghasilkan
coklat dengan tekstur yang lembut.
B. Parameter Tekstur
Berdasarkan dataa praktikum uji organoleptik coklat pada parameter tekstur
diperoleh nilai rata-rata penilaian panelis pada coklat kode 179 yaitu suhu
tempering 28C dengan pengadukan (refiner 10 jam) adalah 4,61. Pada kode 247
yaitu suhu tempering 28C tanpa pengadukan (refiner 10 jam) nilai rata-rata
penilaian panelis adalah 5,24. Pada kode 513 yaitu suhu tempering 28C tanpa
pengadukan (refiner 8 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah 4,52. Pada
kode 681 yaitu suhu tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C (refiner 8 jam),
nilai rata-rata penilaian panelis adalah 4,2. Pada kode 191 yaitu suhu tempering
28C dengan pengadukan (refiner 8 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah
4,62. Pada kode 715 yaitu suhu tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C

(refiner 6 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah 4,57. Pada kode 916 yaitu
suhu tempering 28C dengan pengadukan (refiner 6 jam), rata-rata penilaian
panelis adalah 4,8. Pada kode 427 yaitu suhu tempering 28C tanpa pengadukan
(refiner 6 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah 6. Pada kode 831 yaitu suhu
tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C (refiner 10 jam), nilai rata-rata
penilaian panelis adalah 6,24. Dari uraian data diatas diketahui bahwa rata-rata
penilaian panelis yang menduduki ranking tertinggi adalah pada kode 831 yaitu
suhu tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C (refiner 10 jam) dan rata-rata
penilaian panelis ranking terendah adalah pada coklat kode 681 yaitu suhu
tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C (refiner 8 jam). Rata-rata penilaian
panelis terhadap pareameter tekstur memiliki nilai yang berbeda-beda, perbedaan
penilaian ini dikarenakan adanya perlakuan yang dilakukan berbeda-beda
sehingga menyebabkan tekstur coklat yang dihasilkan berbeda-beda pula. Tekstur
coklat ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, Salah satunya adalah refinning.
Refinning merupakan faktor utama yang mempengaruhi tekstur coklat, perbedaan
waktu refinning yang dilakukan akan menyebabkan coklat yang dihasilkan
memiliki tekstur yang berbeda-beda pula. Lama waktu refinning akan sangat
berpengaruh terhadap tekstur coklat.
C. Parameter Kenampakan
Berdasarkan data praktikum uji organoleptik coklat pada parameter
kenampakan diperoleh nilai rata-rata penilaian panelis pada coklat kode 179 yaitu
suhu tempering 28C dengan pengadukan (refiner 10 jam) adalah 4,71. Pada kode
247 yaitu suhu tempering 28C tanpa pengadukan (refiner 10 jam) nilai rata-rata
penilaian panelis adalah 4,38. Pada kode 513 yaitu suhu tempering 28C tanpa
pengadukan (refiner 8 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah 3,19. Pada
kode 681 yaitu suhu tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C (refiner 8 jam),
nilai rata-rata penilaian panelis adalah 2,4. Pada kode 191 yaitu suhu tempering
28C dengan pengadukan (refiner 8 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah
5,62. Pada kode 715 yaitu suhu tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C
(refiner 6 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah 8,1. Pada kode 916 yaitu
suhu tempering 28C dengan pengadukan (refiner 6 jam), rata-rata penilaian

panelis adalah 6,76. Pada kode 427 yaitu suhu tempering 28C tanpa pengadukan
(refiner 6 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah 4,62. Pada kode 831 yaitu
suhu tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C (refiner 10 jam), nilai rata-rata
penilaian panelis adalah 5,81. Dari uraian data diatas diketahui bahwa rata-rata
penilaian panelis adalah yang menduduki ranking terendah yaitu pada kode 681
yaitu suhu tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C (refiner 8 jam), hal ini
dikarenakan pada perlakuan ini tempering dilakukan pada suhu 28C kemudian
dinaikkan suhu 33C yang menyebabkan viskositas coklat menurun tetapi masih
mempertahankan inti kristal yang terbentuk agar lemak kakao membentuk kristal
yang stabil sehingga dapat meningkatkan kecenderungan membenruk kristal .
Bentuk kristal ini merupakan bentuk kristal yang paling stabil dan mantap.
Rata-rata penilaian panelis terhadap pareameter kenampakan memiliki nilai yang
berbeda-beda, perbedaan penilaian ini dikarenakan adanya perlakuan yang
dilakukan berbeda-beda sehingga menyebabkan kenampakan coklat yang
dihasilkan berbeda-beda pula. Kenampakan coklat ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, Salah satunya adalah tempering. Tempering merupakan faktor
utama yang mempengaruhi kenampakan coklat, perbedaan perlakuan tempering
yang dilakukan akan menyebabkan coklat yang dihasilkan memiliki kenampakan
yang berbeda-beda pula. Pengadukan akan sangat berpengaruh pada kenampakan
coklat, apabila tidak dilakukan pengadukan maka tidak dihasilkan inti kristal
sehingga coklat yang dihasilkan kenampakannya tidak baik.
D. Parameter Kecepatan Leleh
Berdasarkan dataa praktikum uji organoleptik coklat pada parameter
kecepatan leleh diperoleh nilai rata-rata penilaian panelis pada coklat kode 179
yaitu suhu tempering 28C dengan pengadukan (refiner 10 jam) adalah 26,3
sekon. Pada kode 247 yaitu suhu tempering 28C tanpa pengadukan (refiner 10
jam) nilai rata-rata penilaian panelis terhadap kecepatan leleh adalah 31,11 sekon.
Pada kode 513 yaitu suhu tempering 28C tanpa pengadukan (refiner 8 jam), nilai
rata-rata penilaian panelis terhadap kecepatan leleh adalah 28,6 sekon. Pada kode
681 yaitu suhu tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C (refiner 8 jam), nilai

rata-rata penilaian panelis terhadap kecepatan leleh adalah 13 sekon. Pada kode
191 yaitu suhu tempering 28C dengan pengadukan (refiner 8 jam), nilai rata-rata
penilaian panelis adalah 29,1 sekon. Pada kode 715 yaitu suhu tempering 28C
terus dinaikkan suhu 33C (refiner 6 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah
8,54 sekon. Pada kode 916 yaitu suhu tempering 28C dengan pengadukan
(refiner 6 jam), rata-rata penilaian panelis adalah 25,8 sekon. Pada kode 427 yaitu
suhu tempering 28C tanpa pengadukan (refiner 6 jam), nilai rata-rata penilaian
panelis adalah 27,4 sekon. Pada kode 831 yaitu suhu tempering 28C terus
dinaikkan suhu 33C (refiner 10 jam), nilai rata-rata penilaian panelis adalah 28,3
sekon. Dari uraian data diatas diketahui bahwa rata-rata penilaian panelis terhadap
kecepatan leleh coklat yang paling cepat meleleh adalah pada kode 715 yaitu suhu
tempering 28C terus dinaikkan suhu 33C (refiner 6 jam) yaitu kecepatan
lelehnya sebesar 8,54 sekon. Hal ini dikarenakan titik leleh cokelat berupa
kisaran suhu tertentu saat cokelat mencair seluruhnya (Beckett, 2008). Proses
tempering merupakan proses untuk pengaturan ikatan kristal pada lemak
kakao. Setelah pemanasan lemak struktur ikatan masing terlepas sesuai
dengan jenis kristal lemak dan akan membentuk ikatan polimorphis dan .
Bentuk , adalah bentuk yang paling diinginkan oleh industri kakao karena
memiliki titik leleh 29,5-36C dan paling stabil pada suhu ruang (Talbot, 1999).
Karakter kristal lemak pada cokelat batang juga dipengaruhi oleh komponen
lain selain lemak yang terdapat campuran (J.F., Toro-Vazquez et al., 2000).

BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Proses penyangraian dapat mengembangkan warna, aroma, dan tekstur biji
kakao menjadi lebih baik.
2. Efisiensi pemisahan kulit yang diperoleh memiliki nilai kurang dari 1,75%
sehingga dapat dikatakan baik.
3. Ukuran partikel pasta hasil pemastaan lebih besar dibandingkan dengan
pasta komersial.
4. Semakin lama waktu refinning ukuran partikel adonan coklat semakin
kecil dan coklat yang dihasilkan memiliki sifat dan karakteristik yang
berbeda-beda.
5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya, sebaiknya masing-masing mahasiswa
melakukan praktikum dalam setiap acara karena ilmu dari praktikum akan lebih
mudah terserap dan mudah di ingat.

DAFTAR PUSTAKA
Beckett, T. S. 2008. The Science of Chocolate. Second Edition. Formerly Nestle
Product Technology Center. York, United Kingdom.
Bolliger, S.,

Zeng, Y., & Windhab, E.J. 1999. In-line measurement of

tempered cocoa butter and chocolates by means of near-infrared


spectroscopy. Journal of American Oil Chemist Society 76 (6). 659-667
Briggs, J.L., & Wang, T,. 2004. Influencing of shearing and time on the
rheological properties of milk chocolate during tempering. Journal of
American Oil Chemist Society 81 (2). 117-12.
Dhonsi, D.,& Stapley, A.G.F,. 2006. The effect the shear rate, temperature,
sugar, and emulisifier, on the tempering of cocoa butter. Journal of Food
Engineering. 77 (936-942).
Haryadi dan Supriyanto. 2001. Teknologi Cokelat. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Indarti, E., and Arpi, N. 2010. Improved Stability Characteristics of Aceh
Cacao Butter by Tempering Process, Bioscience 2010 Conferences - the
7th IMT-GT UNINET and the 3rdJoint International PSU-UNS. Prince of
Songkla University.
Indarti, Eti., Arpi, Normalina., Budijanti, Slamet. 2013. Kajian Pembuatan Coklat
Batang Dengan Metode Tempering dan Tanpa Tempering. Jurnal Teknologi
dan Industri Pertanian Indonesia Vol. (5) No.1.
Lipp, M dan E. Anklam. 1998. Review of Cocoa Butter and Alternative Fats for
Use in Chocolate-Part A.

Compositional

Chemistry, Vol. 62, No. I, pp. 73 -97

Data.

Journal

of

Food

Mazzanti, G., Guthrie, S.E, Sirota,G.B.,

Mangaroni, A.G., & Idziak, S.H.J.

2003. Orientation and phase transition of fat crystal under shear Crystal
Growth and Design, 3(5) 721-725.
Mulato S., Widyotomo S., Misnawi, Suharyanto E., 2005. Petunjuk Teknis
Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Jember: Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia.
Mulato, S., Widyotomo, S., dan Handaka., 2002. Desain teknologi pengolahan
pasta, lemak, dan bubuk cokelat untuk kelompok tani dalam Nur, Z. 2012.
Studi Pembuatan Permen Cokelat (Chocolate Candy) Berbasis Gula
Berkalori Rendah. Unhas. Makasar. Hlm 4-24.
Nollet, Leo M. L., (2004), Handbook of Food Analysis: Physical Characterization
and Nutrient Analysis, Marcell Dekker Inc., New York
Prawoto, A dan Sulistyowati. 2001. Sifat-sifat Fisika Kimia Lemak Kakao dan
Faktor-faktor yang Berpengaruh. Jember: Pusat Penelitian Perkebunan.
Stapley, A.G.F., Twekesburry, H., & Fyer, P.J., 1999. The effect of shear and
temperature history of the

crystallization

of

chocolate

Journal

of

American Oil Chemist Society 76 (6). 677-685.


Susanto, T. dan B. Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian.
Surabaya: Bina Ilmu.
Talbot, G. 1999. Chocolate temper in S.T. Becket (Ed) Industrial

chocolate

manufacture and use (3rd ed.) Oxford; Blackwell Science. (pp 218-230)
Tobing, A. Hayatinufus, L. 2010. Modern Indonesian Chef. Jakarta: Dian Rakyat
Toro-Vazquez J.F., Perez-Martinez, D., DibildoxAlfarado,E., Charo Alonso, M.,
& Reyes Hernandez, J,. 2004. Rheometry and Polymorphism of Cocoa
Butter during static and stirring condition . Journal of American Oil
Chemist Society. 73 (6). 193-202.

Toro-Vazquez, J.F., M. Briceno-Montelongo., E. Dibildogs-Alfarado., M.


Charo-Alonso, and J. Reyes Hernandez. 2000. Crystalization kinetics of
Palm stearin in blends with sesame seed oil. Journal Am. Oil Chem Soc,
Vol 77. 297-310
Wahyudi, T., Pujiyanto, dan T. R. Panggabean, 2008. Panduan Lengkap Kakao.
Jakarta: Penebar Swadaya.

LAMPIRAN GAMBAR
A. Penyangraian

B. Pemisahan Kulit

C. Pembuatan Coklat

Anda mungkin juga menyukai