Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1.
2.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
DEFINISI
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera
(Sjamsuhidayat, 1998).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak
diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk
Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu :
A. Trauma penetrasi
Luka tembak
Luka tusuk
B. Trauma non-penetrasi
Kompres
Hancur akibat kecelakaan
Sabuk pengaman
Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
Kontusio
dinding
abdomen
disebabkan
trauma
non-penetrasi
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan
terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat
menyerupai tumor.
Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen
harus
di
eksplorasi.
Atau
terjadi
karena
trauma
penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri
dari:
1.
2.
3.
4.
5.
MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul
di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh
iritasi.
Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat
pasien dalam posisi rekumben.
Mual dan muntah
Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan diagnostik
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang
melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan
cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi
menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus.
Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal
dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang
jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada
ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut.
Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada
keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
1. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
o Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
o Trauma pada bagian bawah dari dada
o Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
o Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
o Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
o Patah tulang pelvis
2. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
o Hamil
o Pernah operasi abdominal
o Operator tidak berpengalaman
o Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
B. Pemeriksaan khusus
1. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya
perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam
larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100200 ml
larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya.
3. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
C. Penatalaksanaan Medis
1. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk
laparotomi.
2. Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
3. Pemasangan NGT
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut
dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
4. Imobilisasi pasien.
5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7. Kirim ke rumah sakit.
B. Hospital
1. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang
berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya
luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang
berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen
abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara
retroperitoneum.
b. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
c. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
d. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing,
contohnya pada :
o fraktur pelvis
o trauma non-penetrasi
2. Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit :
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium
rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah
lengkap, potasium, glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah
pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin
berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara
bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
c. Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau
decendens dan dubur (Hudak & Gallo, 2001).
PATHWAY
Trauma
(kecelakaan)
Motilitas usus
Kelemahan fisik
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Dasar pemeriksaan fisik head to toe harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh
dari
bagian
kepala
ke
ujung
kaki.
Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah :
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera
(trauma).
2. Sirkulasi
1.
2.
3.
4.
5.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.
Intervensi
:
Kaji tanda-tanda vital
R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan
Kaji tetesan infus
R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.
Tranfusi darah
perdarahan
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
2. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan
berikan penanganan
R/ mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan untuk
memberikan penjelasan kepada klien.
3. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit
R/ apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien
mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
4. Pertahankan
lingkungan
yang
tenang
dan
tanpa
stres
R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi
5. Dorong dan dukungan orang terdekat
R/ memotifasi klien
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Dapat bergerak bebas
Intervensi
:
1. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
2. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
R/ meminimalisir pergerakan kien
3. Berikan latihan gerak aktif pasif
R/ melatih otot-otot klien
4. Bantu kebutuhan pasien
R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan
Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI : Jakarta
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC
http://www.primarytraumacare.org/ptcmam/training/ppd/ptc_indo.pdf/
10,17,2009,13.10am
dan
TRAUMA ABDOMEN
Disusun oleh:
Lutfy Nooraini
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam era Modernisasi kemajuan dibidang
semakin
berkembangnya
mobilitas
manusia
di
jalan
raya,
semakin tinggi. Salah satu kematian akibat kecelakaan adalah diakibatkan trauma
abdomen.
Kecelakaan
laulintas
merupakan
penyebab
kematian
75
pihak dokter
maupun perawat sebagai mitra kerja ataupun merupakan Team Work dalam
melaksanakan tindakan pembedahan sekaligus memberikan Asuhan Keperawatan.
Perawat merupakan ujung tombak dan berperan aktif dalam memberikan pelayanan
membantu klien
B.
TUJUAN
a)
Memahami
pengertian,
penyebab,
klasifikasi,
anatomi
fisiologi,
perjalanan
c)
BAB II
KONSEP DASAR
B.
DEFINISI
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2002).
Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen
yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama
organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus,
usus besar, pembuluh pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur
abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli 2000).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau
tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih
bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ (Sjamsuhidayat, 1997).
2.
KLASIFIKASI
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1.
2.
Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus
di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri
dari:
1.
D. PATHOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor
faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang
terjadi berhubungan
dapat
melewati
dipertimbangkan
ketahanan
jaringan.
Komponen
lain
yang
harus
permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme :
Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan
dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar
dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae
atau struktur tulang dinding thoraks.
Pohon masalah:
Trauma
(kecelakaan)
Motilitas usus
kebutuhan tubuh
Kelemahan fisik
(Sumber : Mansjoer,2001)
E.
MANIFESTASI KLINIS
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut
Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi
abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh,
nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus
tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual,
muntah, dan BAB hitam (melena).
Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding
abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
Penanganan
yang
kurang
tepat
biasanya
memperbanyak
perdarahan/memperparah keadaan.
Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1.
Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di
bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2.
3.
4.
5.
F.
KOMPLIKASI
Segera
Lambat
G. PENATALAKSANAAN
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2.
melebihi
20.000/mm
tanpa
terdapatnya
infeksi
menunjukkan
adanya
4.
5.
VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.
6.
1)
Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
2)
Hamil
7.
1)
Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi
untuk laparotomi.
2)
Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
3)
Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
4)
Pemberian antibiotik
Mencegah infeksi.
5)
Laparotomi
Penatalaksanaan keperawatan:
1)
2)
Pertahankan
menyebabkan
pasien
pada
fragmentasi
brankar
bekuan
atau
pada
tandu
pada
papan
pembuluh
gerakkan
darah
dapat
besar
dan
Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
b)
Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
c)
d)
e)
3)
4)
5)
6)
Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah
untuk mencegah kekeringan visera.
7)
8)
Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan
darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.
BAB III
A. Pengkajian
1.
Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera
(trauma)
2.
Sirkulasi
Data
Obyektif:
kecepatan
(bradipneu,
takhipneu),
polanapas(hipoventilasi,hiperventilasi, dll).
3.
Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
4.
Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi.
5.
6.
Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7.
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8.
Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
9.
Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif.
Gangguan rentang gerak.
B.
Diagnosa Keperawatan
a.
b.
c.
d.
e.
C. Perencanaan
a)
Defisit
Volume
cairan
dan
elektrolit
Intervensi
berhubungan
dengan
perdarahan
1.
2.
3.
4.
5.
Tranfusi darah
R/ menggantikan darah yang keluar.
b)
Nyeri berhubungan
dengan
adanya
trauma
abdomen
atau
abdomen.
Tujuan : Nyeri teratasi
K.H
Intervensi :
1.
2.
3.
4.
luka
penetrasi
c)
Intervensi :
1.
2.
infeksi.
3.
4.
infeksi.
5.
d)
K.H
1.
Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil
Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan
berikan penanganan
R/ mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan
untuk memberikan penjelasan kepada klien.
3.
penyakit
R/ apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan,
klien mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
4.
e)
3.
4.
5.
1.
Kesimpulan
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga
abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen,
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus
halus, usus besar, pembuluh pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan
ruptur abdomen. Trauma abdomen disebabkan oleh Kecelakaan lalu lintas,
penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.
2.
Saran
Banyak faktor yang bisa menyebabkan terjadinya trauma abdomen, faktor
tertinggi
biasanyadisebabkan
oleh
kecelakaan
lalu
lintas,
kemudian
karena
penganiayaan, kecelakaan olahraga dan jatuh dari ketinggian. Agar tidak terjadi hal-
hal yang tidak dikehendaki, hendaknya kita harus selalu berhati-hati dalam
melakukan aktivitas, agar terhindar dari bahaya trauma maupun cedera.
DAFTAR PUSTAKA
Aesculapius
2009. Primarytraumacare.(http
EGC
://www.primarytraumacare.org/
rongga panggul.
Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan membran serosa yang dikenal dengan sebagai peritoneum
parietalis. Membran ini juha membungkus organ yang ada di abdomen dan menjadi peritoneum visceralis.
Pada vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti sebagian besar organ sistem pencernaan,
sistem perkemihan. Berikut adalah organ yang dapat ditemukan di abdomen: komponen dari saluran cerna: lambung
(gaster), usus halus, usus besar (kolon), caecum, umbai cacing atau appendix; Organ pelengkap dai saluran cerna seperti:
hati (hepar), kantung empedu, dan pankreas; Organ saluran kemih seperti: ginjal, ureter, dan kantung kemih (vesica
urinaria); Organ lain seperti limpa (lien).
Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan dirongga abdomen yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang
sering beru tindakan beda, misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan
cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga
terjadilah peritonitis.
Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak jelas pada area lain yang
terkait. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan
velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas
tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel.
Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk terkena injury yang bisa saja merusak keutuhan
integritas kulit, selama ini kita mungkin hanya mengenal luka robek atau luka sayatan saja namun ternyata di luar itu
masih banyak lagi luka/trauma yang dapat terjadi pada daerah abdomen.
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen
dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun
trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara
optimal.
Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma, gejala dan tanda yang ditimbulkannya kadangkadang lambat sehingga memerlukan tingkat kewaspadaan yang tinggi untuk dapat menetapkan diagnosis.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum:
Mengetahui lebih lanjut tentang perawatan luka yang dimungkinkan karena trauma, luka insisi bedah, kerusakan
integritas jaringan.
2. Tujuan Khusus:
a. Mengetahui Pengertian Trauma Abdomen.
b. Mengetahui Etiologi Trauma Abdomen.
c. Mengetahui Patofisiologi Trauma Abdomen.
d. Mengetahui Manifestasi Klinis Trauma Abdomen.
e. Mengetahui Penatalaksanaan Trauma Abdomen.
f. Mengetahui Komplikasi Trauma Abdomen.
g. Mengetahui Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen.
1) Mengetahui tindakan keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen
2) Mengetahui masalah yang mungkin timbul pada pasien dengan trauma abdomen
3) Memenuhi tugas pembuatan makalah pada mata kuliah dalam program S1 Keperawatan
C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan penjabaran masalah-masalah yang
ada dan menggunakan studi kepustakaan dari literatur yang ada, baik di perpustakaan maupun di internet.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini terdiri dari lima bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I: Pendahuluan, terdiri dari : latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II: Membahas tinjauan teoritis dan asuhan keperawatan yang terdiri dari: pengertian Trauma Abdomen, penyebab
Trauma Abdomen, patofisiologi Trauma Abdomen, manifestasi klinis Trauma Abdomen, penatalaksanaan Trauma Abdomen,
pengkajian, diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan pada pasien dengan Trauma Abdomen
BAB III: asuhan keperawatan pada pasien trauma abdomen kasus
BAB IV: Terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja
atau tidak disengaja, (Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana
pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi, (FKUI, 1995).
B. ETIOLOGI
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh :
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh :
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
C. PATOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan
olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktorfaktor fisik
dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis
(yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan
tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga
penting.
Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk
kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun
ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang
terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang
harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut
dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme:
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir
atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ
berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding
thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
Patoflow:
Trauma
(kecelakaan)
Motilitas usus
Gangguan cairan
Nutrisi kurang dari
dan eloktrolit
kebutuhan tubuh
Kelemahan fisik
terjadi dilokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda
lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak
berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik head tilt chin lift atau menengadahkan
kepala dan mengangkat dagu,periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara lihat dengar rasakan tidak lebih
dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas
dapatdilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan
bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul) :
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya
tim medis.
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk
memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh,
kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
d. Imobilisasi pasien.
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g. Kirim ke rumah sakit.
2. Hospital
a. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa
lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka
keluar yang berdekatan.
b. Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan
adanya udara intra peritonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya
udara retro peritoneum.
c. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
d. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
e. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada :
1) Fraktur pelvis
2) Traumanon penetrasi
3. Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit :
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan
laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada
penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retro peritoneum atau udara
bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
c. Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan dubur.
Sumber : (Hudak & Gallo, 2001).
G.
1.
2.
3.
4.
KOMPLIKASI
Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
Lambat : infeksi
Trombosis Vena
Emboli Pulmonar
5.
6.
7.
8.
9.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Dasar pemeriksaan fisik head to toe harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Brunner & Suddart (2001), adalah :
a. Aktifitas / istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala,nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
b. Sirkulasi
Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku / kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
d. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
f. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara,vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan statusmental, kesulitan dalam menentukan posisi
tubuh
g. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas
i. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
f. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang
tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit. infeksi tidak terjadi / terkontrol.
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
a. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.
Kriteria hasil: Kebutuhan cairan terpenuhi
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda vital
Rasional: untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
2) Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
Rasional: mengidentifikasi keadaan perdarahan
3) Kaji tetesan infus
Rasional: awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
4) Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
Rasional: cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.
5) Kolaborasi Tranfusi darah
Rasional: menggantikan darah yang keluar.
b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
Tujuan : Nyeriteratasi
Intervensi :
1) Kaji karakteristik nyeri
Rasional: mengetahui tingkat nyeri klien.
2) Beri posisi semi fowler.
Rasional: mengurngi kontraksi abdomen
3) Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
Rasional: membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian
4) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional: analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.
5) Managemant lingkungan yang nyaman
Rasional: lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
Tujuan : Ansietas teratasi
Intervensi :
1) Perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu
Rasional: koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.
2) Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan berikan penanganan
Rasional: mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan untuk memberikan penjelasan kepada
klien.
3) Jelaskan prosedur dan tindakan dan beripenguatan penjelasan mengenai penyakit
Rasional: apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klienmengerti dan diharapkan ansietas
berkurang
4) Pertahankan lingkungan yang tenang dantanpa stres
Rasional: lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi
5) Dorong dan dukungan orang terdekat
Rasional: memotifasi klien
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Dapat bergerak bebas
Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
Rasional: mengidentifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
2) Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
Rasional: meminimalisir pergerakan kien
3) Berikan latihan gerak aktif pasif
Rasional: melatih otot-otot klien
4) Bantu kebutuhan pasien
Rasional: membantu dalam mengatasi kebutuhan dasarklien
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional: terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
Tujuan: Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
1) tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
2) luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi:
1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui tingkat kerusakan kulit klien
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
Rasional : mengkaji resiko terjadinya infeksi
3) Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional : mengontrol tanda-tanda infeksi
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasional : membantu proses penyembuhan luka dan menjaha agar luka kering dan bersih
5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
Rasional : memperbaiki keutuhan integritas kulit secara cepat
6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional : menjaga luka agar tidak terpapar mikroorganisme
7) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : membunuh mikroba penyebab infeksi
f.
Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN TRAUMA TUMPUL ABDOMEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT
HARAPAN BUNDA JAKARTA TIMUR
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Nama: Tn. M
b. Umur: 50 tahun
c. Jenis Kelamin: laki-laki
d. No. RM: 098834-1023456
e. Pendidikan: SMA
f. Pekerjaan: Karyawan swasta
g. Agama: Islam
h. Alamat: Jl. Raya Bogor. Gg.Suci RT 09/02 No.2
Tanggal masuk: 17 November 2013
Jam Masuk: pukul 20.00 WIB
Tanggal&Jam Pengkajian: 17 November 2013 jam 21.00 WIB
2. Type rujukan: datang sendiri, tidak memakai ambulance. Diantar anak klien.
3. Jenis kasus: kecelakaan. Tidak perlu visum.
4. Identitas Penanggung Jawab
Nama
: Tn. E
Umur
: 25 tahun
Alamat
: Jl.Raya Bogor. Gg.Suci RT 09/02 No.2
Hubungan dengan klien : anak
5. Diagnosa Medis: ruptur limfa e.c trauma tembus abdomen
6. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan sakit pada perut sebelah kiri.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk Rumah Sakit 1,5 jam yang lalu ( pukul 20.00 WIB). Kronologis klien: ketika sedang mengendarai sepeda
motor, klien mengalami kecelakaan. Sepeda motor klien ditabrak mobil angkot yang ada di belakangnya saat pulang kerja
dan melaju di Jalan Raya Pondok Gede. Klien terjatuh membentur aspal, tertancap paku 10 cm dan sempat pingsan.
Klien langsung dibawa ke rumah sakit dengan dijemput anaknya. Klien merasa perut sebelah kiri sakit, mual.
c. Riwayat Keluarga
Keluarga dan klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa.
7. Pemeriksaan Fisik:
a. Umum:
TD: 140/80 mmHg
N: 82 x/ menit
S: 37o C
RR: 24 x/ menit
Keadaan umum: baik, kesadaran: Compos mentis.
Perdarahan: minimal di abdomen kiri atas.
b. Kepala
Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala dapat digerakkan kesegala arah, pupil isokor,
sklera tidak ikhterik, konjungtiva anemis. Hidung simetris tidak ada secret.
c. Leher
Tidak ada kaku kuduk.
d. Paru
1) Inspeksi
: bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama
2) Palpasi
: fremitus vokal kanan dan kiri sama
3) Perkusi
: sonor
4) Auskultasi : vesikuler
e. Abdomen
1) Inspeksi
: terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
2) Auskultasi : peristaltik usus 5x/menit
3) Palpasi
: ada pembesaran hati
4) Perkusi
: pekak
f. Ekstremitas
Ekstermitas atas dan bawah tidak ada oedem, turgor kulit baik. Kekuatan otot ektermitas atas dan bawah dalam batas
normal.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil laboratorium tanggal 17-11-2013 pukul 09.30 WIB:
1) Hemoglobin
: 10,5 g/dl
(n : 14-17,5 g/dl)
2) Eritrosit
: 5,00 105/ul
(n : 4,5-5,9 106/ul)
3) Leukosit
: 12,5 104/ul
(n : 4,0-11,3 103/ul)
4) Hematokrit
: 41,8%
(n : 40-52%)
5) Trombosit
: 208
6) Gol darah
:A
7) HBSAG
: - (negatif)
b. Hasil USG Abdomen tanggal 17-11-2013 pukul 09.45 WIB:
Gambaran: ruptur dan perdarahan pada limfa anterior. terdapat luka tembus namun tidak mengenai organ dalam
abdomen.
9. Primary Survay
a. Airway
Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret.
b. Breathing
Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 4 liter/ menit
Frekuensi napas: 24 x/ menit, pernafasan reguler.
c. Circulasi
TD : 140/ 80 mmHg
N : 82 x/ menit
Capillary reffil: < 3 detik
d. Disability
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E= 4, M= 5, V= 6
e. Exposure
Terdapat luka tembus disertai sedikit perdarahan, jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kiri atas.
10. Secondary Survay
1) AMPLE
a) Alergi :
Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik makanan ataupun obat-obatan.
b) Medicasi :
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit mengkonsumsi obat sakit kepala.
c) Pastillnes :
Klien pernah di rawat di Rumah Sakit Harapan Bunda.
d) Lastmeal :
Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas teh.
e) Environment
Klien tinggal di daerah yang padat penduduknya dan perkotaan yang penuh kesibukan (Jakarta Timur).
B. Analisis Data
No.
Data (Sign & Symptom)
Etiologi
Problem
1.
Data Subjektif :
a. Klien mengatakan perut sebelah kanan sakit
b. P : bila bergerak dan bernafas
c. Q : seperti tertusuk-tusuk
d. R : perut sebelah kanan
e. S : 7
f. T : hilang timbul
Data Objektif :
a. Klien tampak mengerang-erang menahan sakit.
b. Terdapat luka lecet dan jejas pada abdomen sebelah kanan
c. Trauma abdomen
d. Nyeri akut Adanya trauma abdomen atau luka tembus abdomen. Nyeri
2.
Data Subjektif : Data Objektif :
a. Terdapat luka lecet pada perut kanan
b. Terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
c. Hb : 10,5 g/dl
d. Leukosit : 12,5 104/ul
e. Luka non-penetrasi abdomen
Kontaminasi bakteri, luka tembus abdomen Resiko tinggi infeksi
3. Data Subjektif: Data Objektif:
a. Hasil USG: Terdapat ruptur dan perdarahan pada limfa anterior
b. Konjungtiva anemis
c. Kulit pucat
d. Turgor kulit elastis Perdarahan intra abdomen Defisit volume cairan dan elektrolit
C.
1.
2.
3.
Diagnosa Keperawatan
Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan intra abdomen.
Nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka tembus abdomen.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi bakteri dan luka tembus abdomen
3)
4)
5)
6)
2)
3)
4)
5)
6)
3)
4)
5)
2)
3)
4)
5)
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi bakteri dan luka tembus abdomen
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 20 menit, tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi
b. Tidak ada perdarahan
c. Suhu tubuh normal : 36-37oC
d. Tidak terjadi tetanus
Rencana keperawatan Rasional
1) Monitoring tanda-tanda infeksi
2) Anjurkan perawatan luka dengan prinsip aseptik
3) Monitor hasil laboratorium terutama Hb, leukosit
4) Kolaborasi pemberian antibiotik
5) Kolaborasi pemberian suntik anti tetanus (TT)
1) Mengetahui tanda infeksi pada pasien
2) Mencegah infeksi karena port de entry kuman.
3) Mengetahui perkembangan klien
4) Mencegah infeksi
5)
17 November 2013
Perencanaan:
lanjutkan intervensi di bangsal syukron
2. Nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka tembus abdomen. 17 November 2013
Jam: 21.00 WIB a. Mengkaji tingkat nyeri
b. Memberikan injeksi ketorolak 2ml
c. Mengajarkan nafas dalam bila nyeri timbul
Subjektif:
klien mengatakan nyeri sedikit berkurang
Objektif:
klien masih gelisah
klien masih tampak merintih kesakitan
Analisa:
masalah teratasi sebagian
Perencanaan:
lanjutkan intervensi di bangsal
syukron
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi bakteri dan luka tembus abdomen 17 November 2013
Jam: 21.00 WIB a. Memasang kateter
b. Memasang NGT
c. Mengambil sample darah
d. Memasang trail tempat tidur
e. Memonitor NGT
f. Memberikan injeksi cefotaxim 1g Subjektif: Objektif:
a. urine jernih tidak ada perdarahan.
b. Volume urine 200cc
c. Keluaran NGT cairan bersih
d. Hb : 9,5 g/dl
Analisa :
Masalah teratasi sebagian
Perencanaan:
lanjutkan intervensi di bangsal
syukron
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja
atau tidak disengaja.
Prioritas keperawatan tertuju pada menghentikan perdarahan, menghilangkan/ mengurangi nyeri, menghilangkan cemas
pasien, mencegah komplikasi dan memberikan informasi tentang penyakit dan kebutuhan pasien. Prinsipprinsip
pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan A (Airway), B (Breathing), C (Circulation).
Pada kasus di atas Tn. M mengalami Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi ke dalam rongga peritonium) akibat
luka akibat tusukan. Masalah keperawatan yang timbul pada klien antara lain: defisit volume cairan dan elektrolit
berhubungan dengan perdarahan intra abdomen; nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka tembus abdomen;
resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi bakteri dan luka tembus abdomen.
B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah masi terdapat banyak kesalahan,
kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Utnuk itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pmbaca
mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeon Committee of Trauma. 2004. Advanced Trauma Life Support Seventh Edition. Indonesia: Ikabi
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan, Edisi 31. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Jual. 1998. Buku Saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta: EGC
Catherino, Jeffrey M. 2003. Emergency Medicine Handbook. USA: Lipipincott Williams
Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC
ENA (Emergency Nurse Association). 2000. Emergency Nursing Core Curiculum, 5th. USA: W.B. Saunders Company
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. FKUI: Media
Aesculapius
EGC
1.
1. DEFINISI
1.
Laserasi, memar,ekimosis
Hipotensi
Tidak adanya bising usus
Hemoperitoneum
Mual dan muntah
Adanya tanda Bruit (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah, biasanya pd arteri
karotis),
Nyeri
Pendarahan
Penurunan kesadaran
Sesak
Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh
perdarahanlimfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal
Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada perdarahan
retroperitoneal .
Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada fraktur pelvis
Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas ketika
dilakukan perkusi pada hematoma limfe
(Scheets, 2002 : 277-278)
1.
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalu
lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya
trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor faktor fisik dari kekuatan tersebut
dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek
statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya
perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal
ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga
tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah
kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi
tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang
terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan
jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi
tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra
abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
1.
2.
3.
Pohon masalah
1. 5. KL
ASIFI
KASI
a) Trauma tumpul
Biasanya disebabkan karena kecelakaan kendaraan bermotor.
Faktor lainnya seperti jatuh dan trauma secara mendadak
Hasil dari crush injury dan trauma deselerasi mengenai organ padat (karena
perdarahan) atau usus (karena perforasi dan peritonitis)
Limfe dan hati adalah organ yang paling sering dilibatkan
Gambar 2: Trauma Tumpul
b) Trauma tajam
Biasanya disebabkan karena tusukan, tikaman atau tembakan senapan.
Mungkin dihubungkan dengan dada, diafragma dan cedera pada system retroperitoneal.
Hati dan usus kecil adalah organ yang paling tersering mengalami kerusakan.
Luka tusukan mungkin akan menenbus dinding peritoneum dan seringkali merusak
secara konservatif, bagaimanapun luka akibat tembakan senapan selalu membutuhkan
pembedahan dan penyelidikan lebih awal untuk mengendalikan cedera intraperitoneal.
(Catherino, 2003 : 251)
Gambar
3:
Trauma
Tajam
Akibat
Tusukan
Gambar 4: Trauma Tajam Akibat Tembakan Senapan
1.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan Diagnostik
a) Trauma Tumpul
1.
DPL adalah prosedur invasive yang bisa cepat dikerjakan yang bermakna merubah rencana
untuk pasien berikutnya ,dan dianggap 98 % sensitive untuk perdarahan
intraretroperitoneal. Harus dilaksanakan oleh team bedah untuk pasien dengan trauma
tumpul multiple dengan hemodinamik yang abnormal, terutama bila dijumpai :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
DPL juga diindikasikan pada pasien dengan hemodinamik normal nilai dijumpai hal seperti
di atas dan disini tidak memiliiki fasilitas USG ataupun CT Scan. Salah satu kontraindikasi
untuk DPL adalah adanya indikasi yang jelas untuk laparatomi. Kontraindikasi relative
antara lain adanya operasi abdomen sebelumnya, morbid obesity, shirrosis yang lanjut, dan
adanya koagulopati sebelumnya. Bisa dipakai tekhnik terbuka atau tertutup (Seldinger ) di
infraumbilikal oleh dokter yang terlatih. Pada pasien dengan fraktur pelvis atau ibu hamil,
lebih baik dilakukan supraumbilikal untuk mencegah kita mengenai hematoma pelvisnya
ataupun membahayakan uterus yang membesar. Adanya aspirasi darah segar, isi
gastrointestinal, serat sayuran ataupun empedu yang keluar, melalui tube DPL pada pasien
dengan henodinamik yang abnormal menunjukkan indikasi kuat untuk laparatomi. Bila
tidak ada darah segar (>10 cc) ataupun cairan feses ,dilakukan lavase dengan 1000cc Ringer
Laktat (pada anak-anak 10cc/kg). Sesudah cairan tercampur dengan cara menekan
maupun melakukan rogg-oll, cairan ditampung kembali dan diperiksa di laboratorium
Individu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan USG untuk mendeteksi adanya
hemoperitoneum. Dengan adanya peralatan khusus di tangan mereka yang berpengalaman,
ultrasound memliki sensifitas, specifitas dan ketajaman untuk meneteksi adanya cairan
intraabdominal yang sebanding dengan DPL dan CT abdomen Ultrasound memberikan
cara yang tepat, noninvansive, akurat dan murah untuk mendeteksi hemoperitorium, dan
dapat diulang kapanpun. Ultrasound dapat digunakan sebagai alat diagnostik bedside
dikamar resusitasi, yang secara bersamaan dengan pelaksanaan beberapa prosedur
diagnostik maupun terapeutik lainnya. Indikasi pemakaiannya sama dengan indikasi
DPL. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 150)
3. Computed Tomography (CT)
Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang mengalami kerusakan dan
tingkat kerusakannya, dan juga bisa untuk mendiagnosa trauma retroperineal maupun
pelvis yang sulit di diagnosa dengan pemeriksaan fisik, FAST, maupun DPL. (American
College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151)
b) Trauma Tajam
1.
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada diafragma dan struktur abdomen
bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun thorax foto berulang, thoracoskopi,
laparoskopi maupun pemeriksaan CT scan.
1.
2.
Untuk pasien yang asimptomatik ada opsi diagnostik antara lain pemeriksaan fisik serial,
CT dengan double atau triple contrast, maupun DPL. Dengan pemeriksaan diagnostic serial
untuk pasien yang mula-mula asimptomatik kemudian menjadi simtomatik, kita peroleh
ketajaman terutama dalam mendeteksi cedera retroperinel maupun intraperineal untuk
luka dibelakang linea axillaries anterior. (American College of Surgeon
Committee of Trauma, 2004 : 151)
Pemeriksaan Radiologi
1.
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP dan pelvis AP dilakukan
pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto abdomen tiga posisi
(telentang, setengah tegak dan lateral decubitus) berguna untuk melihat adanya udara
bebas dibawah diafragma ataupun udara di luar lumen diretroperitoneum, yang kalau ada
pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan laparatomi. Hilangnya bayangan psoas
menunjukkan kemungkinan cedera retroperitoneal
1.
Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak memerlukan pemeriksaan XRay pada pasien luka tusuk diatas umbilicus atau dicurigai dengan cedera
thoracoabdominal dengan hemodinamik yang abnormal, rontgen foto thorax tegak
bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorax, ataupun untuk
dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal. Pada pasien yang hemodinamiknya
normal, pemasangan klip pada luka masuk maupun keluar dari suatu luka tembak dapat
memperlihatkan jalannya peluru maupun adanya udara retroperitoneal pada rontgen foto
abdomen tidur.
1.
2.
Urethrografi
Sistografi
CT Scan/IVP
Bilamana ada fasilitas CT Scan, maka semua pasien dengan hematuria dan hemodinamik
stabil yang dicurigai mengalami sistem urinaria bisa diperiksa dengan CT Scan dengan
kontras dan bisa ditentukan derajat cedera ginjalnya. Bilamana tidak ada fasilitas CT Scan,
alternatifnya adalah pemeriksaan Ivp.
Disini dipakai dosis 200mg J/kg bb kontras ginjal. Dilakukan injeksi bolus 100 cc larutan
Jodine 60% (standard 1,5 cc/kg, kalau dipakai 30% 3,0 cc/kg) dengan 2 buah spuit 50 cc
yang disuntikkan dalam 30-60 detik. 20 menit sesudah injeksi bila akan memperoleh
visualisasi calyx pada X-Ray. Bilamana satu sisi non-visualisasi, kemungkinan adalah
agenesis ginjal, thrombosis maupun tertarik putusnya a.renalis, ataupun parenchyma yang
mengalami kerusakan massif. Nonvisualisasi keduanya memerlukan pemeriksaan lanjutan
dengan CT Scan + kontras, ataupun arteriografi renal atau eksplorasi ginjal; yang mana
yang diambil tergantung fasilitas yang dimiliki.
1.
Gastrointestinal
Pemeriksaan Laboratorium
Penurunan hematokrit/hemoglobin
Koagulasi : PT,PTT
MRI
CT Scan
Scan limfa
Ultrasonogram
Penigkatan WBC
Elektrolit serum
AGD
(ENA,2000:49-55)
1.
7. KOMPLIKASI
Trombosis Vena
Emboli Pulmonar
Pneumonia
Tekanan ulserasi
Atelektasis
Sepsis
Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan trauma
intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free
air, evisceration) harus segera dilakukan pembedahan
Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan
status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
Pemberian O2 sesuai indikasi
1. PENGKAJIAN
1) Data subyektif
1.
Riwayat medis :
intervension / vital sign : Tanda vital : hipotensi, takikardi, pasang monitor jantung,
pulse oksimetri, catat hasil lab abnormal
Hasil lab :
Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
Penurunan hematokrit/hemoglobin
Koagulasi : PT,PTT
MRI
CT Scan
Scan limfa
Ultrasonogram
Penigkatan WBC
Elektrolit serum
AGD
Nyeri yang dirasakan sifatnya akut dan terjadi secara mendadak bisa diakibatkan oleh
trauma tumpul atau trauma tajam.
H : Head to toe :
Inspeksi :
Adanya ekimosis
Adanya hematom
Auskultasi :
Menurun/tidak adanya suara bising usus
Palpasi :
Pembengkakan pada abdomen
Adanya spasme pada abdomen
Adanya masa pada abdomen
Nyeri tekan
Perkusi :
Suara dullness
I : Inspeksi posterior surface : Dikaji jika ada yang mengalami cedera pada bagian
punggung (spinal)
1.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
PK Perdarahan
2.
3.
Nyeri akut b/d agen cedera fisik( Trauma tumpul / tajam) ditandai dengan
keluhan nyeri, diaphoresis, dispnea, takikardia
4.
5.
Pola napas tidak efektif b/d hiperventilasi ditandai dengan sesak, dispnea,
penggunaan otot bantu napas, napas cupung hidung
6.
7.
1.
Dx 1 : PK Perdarahan
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 4 jam diharapkan perdarahan
dapat dihentikan/teratasi
Kriteria hasil :
Akral hangat
Intervensi :
Mandiri :
1) Pantau TTV
Mengidentifikasi kondisi pasien.
2) Pantau tanda-tanda perdarahan.
Mengidentifikasi adanya perdarahan, membantu dalam pemberian intervensi
yang tepat.
3) Pantau tanda-tanda perubahan sirkulasi ke jaringan perifer (CRT dan sianosis).
TTV dalam batas normal (TD 140-90/90-60 mmHg, nadi 60-100 x/menit,
RR : 16-24 x/menit, suhu 36, 5 37, 50 C)
Intervensi :
Mandiri :
1.
Intervensi :
Mandiri :
1.
Indetifikasi tingkat kecemasan dan persepsi klien seperti takut dan cemas
serta rasa kekhawatirannya.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Dispnea (-)
Intervensi :
Mandiri :
1.
4. EVALUASI
Dx 1 : Perdarahan dapat dihentikan/teratasi
Dx 2 : Nyeri pasien terkontrol
Dx 3 : Cemas pasien berkurang
Dx 4 : Pola napas pasien kembali efektif
DAFTAR PUSTAKA
Dorland,2002,Kamus Saku Kedokteran .Jakarta :EGC
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC : Jakarta
American College of Surgeon Committee of Trauma,2004.Advanced Trauma Life
Support Seventh Edition.Indonesia: Ikabi
(Scheets,Lynda J.2002.Panduan Belajar Keperawatan Emergency.Jakarta: EGC
(ENA (Emergency Nurse Association )2000.Emergency Nursing Core Curiculum ,
5th,USA:W.B.Saunders Company
Catherino ,Jeffrey M.2003.Emergency Medicine Handbook.USA: Lipipincott Williams
Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC : Jakarta
Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi 2005 -2006.
Editor : Budi Sentosa. Jakarta : Prima Medika
Lynda Jual Carpenito-Moyet. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
Testa,A.Paul.2008.AbdominalTrauma.(Online)
(http://emedicine.medscape.com/article/822099-overview diakses pada tanggal 28
Juli 2008)
askep kegawatdaruratan pada trauma abdomen
SUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEGAWATDARURATAN TRAUMA ABDOMEN
A. DEFINISI
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001 : 2476 )
Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah abdomen yang meliputi
daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal.
Trauma
perutmerupakanlukapadaisironggaperutdapatterjadidenganatautanpatembusnyadindi
ngperutdimanapadapenanganan/penatalaksanaanlebihbersifatkedaruratandapat pula
dilakukantindakanlaparatomi (FKUI, 1995).
Trauma abdomen adalahterjadinyacederaataukerusakanpada organ abdomen yang
menyebabkanperubahanfisiologisehinggaterjadigangguanmetabolisme
,kelainanimunologidangangguanfaalberbagai organ.
Trauma adalah cedera atau rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
( Dorland, 2002 : 2111 )
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001 : 2476 )
B. ETIOLOGI
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Trauma tumpul
- Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu mobil yang
melesak ke dalam karena tabrakan.
- Kecelakaan kendaraan bermotor
- Jatuh dan trauma secara mendadak
b) Trauma tajam
- Tusukan, tikaman atau tembakan senapan. (American College of Surgeon Committee
of Trauma, 2004 : 145).
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Laserasi, memar,ekimosis
2. Hipotensi
3. Penurunan bising usus
4. Hemoperitoneum
5. Mual dan muntah
6. Adanya tanda Bruit
7. Nyeri
8. Pendarahan
9. Penurunan kesadaran
10. Sesak
11. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan
limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent. Tanda Cullen adalah ekimosis
periumbulikal pada perdarahan peritoneal
12. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada perdarahan
retroperitoneal.
13. Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada fraktur
pelvis
14. Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas
ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe. (Scheets, 2002 : 277-278)
Pada hakikatnya gejala dan tanda yang ditimbulkan dapat karena 2 hal:
a. Pecahnya organ solid
Hepar atau lien yang pecah akan menyebabkan perdarahan yang dapat bervariasi dari
ringan sampai berat, bahkan kematian.
Gejala dan tandanya adalah :
1. Gejala perdarahan secara umum
Penderita tampak anemis (pucat). Bila perdarahan berat akan timbul gejala dan tanda
syok hemoragik.
2. Gejala adanya darah intra-peritonial
a. Penderita akan merasa nyeri abdomen, bervariasi dari ringan sampai nyeri hebat
b. Pada auskultasi biasanya bising usus menurun
c. Pada pemeriksaan abdomen nyeri tekan, ada nyeri lepas dan defans muscular
(kekakuan otot) seperti pada peritonitis
d. Pada perkusi akan dapat ditemukan pekak isi yang meninggi.
3. Pecahnya organ berlumen
Pecahnya gaster, usus halus atau kolon akan menimbulkan peritonitis yang dapat
timbul cepat sekali atau lebih lambat.
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1. Pemeriksaan Diagnostik
b. Trauma Tumpul
1. Diagnostik Peritoneal Lavage
DPL adalah prosedur invasive untuk perdarahan intraretroperitoneal. Harus
dilaksanakan oleh team bedah untuk pasien dengan trauma tumpul multiple dengan
hemodinamik yang abnormal, terutama bila dijumpai :
a. Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol, kecanduan obat-obatan.
b. Perubahan sensasi trauma spinal
c. Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis.
Salah satu kontraindikasi untuk DPL adalah adanya indikasi yang jelas untuk
laparatomi. Kontraindikasi relative antara lain adanya operasi abdomen sebelumnya,
morbid obesity, shirrosis yang lanjut, dan adanya koagulopati sebelumnya.(American
College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 150).
2. Computed Tomography (CT)
Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang mengalami
kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan mendiagnosa trauma retroperineal maupun
(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151).
c. Trauma Tajam
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada diafragma dan struktur
abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun thorax foto berulang,
thoracoskopi, laparoskopi maupun pemeriksaan CT scan.
Untuk pasien yang asimptomatik ada opsi diagnostik antara lain pemeriksaan fisik
serial, CT dengan double atau triple contrast, maupun DPL.
Dengan pemeriksaan diagnostic serial untuk pasien yang mula-mula asimptomatik
kemudian menjadi simtomatik, terutama deteksi cedera retroperinel maupun
intraperineal untuk luka dibelakang linea axillaries anterior. (American College of
Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151).
2. Pemeriksaan Radiologi
1. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP dan pelvis AP
dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto abdomen
tiga posisi (telentang, setengah tegak dan lateral decubitus) berguna untuk melihat
adanya udara bebas dibawah diafragma ataupun udara di luar lumen
diretroperitoneum, yang kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan
laparatomi. Hilangnya bayangan psoas menunjukkan kemungkinan cedera
retroperitoneal.
2. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
Rontgen foto thorax tegak bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
pneumothorax, ataupun untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal.
3. Pemeriksaan dengan kontras yang khusus
a. Urethrografi
Urethrografi dilakukan sebelum pemasangan kateter urine bila curigai adanya ruptur
urethra.
b. Sistografi
Rupture buli-buli intra- ataupun ekstraperitoneal terbaik ditentukan dengan
pemeriksaan sistografi ataupun CT-Scan sistografi.
c. CT Scan/IVP
CT Scan untuk semua pasien dengan hematuria dan hemodinamik stabil yang dicurigai
mengalami sistem urinari.Alternatif lain adalah pemeriksaan IVP.
3. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
2. Penurunan hematokrit/hemoglobin
3. Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
4. Koagulasi : PT,PTT
5. MRI
6. Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
7. CT Scan
8. Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan
pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X.
9. Scan limfa
10. Ultrasonogram
11. Peningkatan serum atau amylase urine
12. Peningkatan glucose serum
13. Peningkatan lipase serum
14. DPL (+) untuk amylase
15. Penigkatan WBC
16. Peningkatan amylase serum
17. Elektrolit serum
18. AGD. (ENA,2000:49-55)
E. KOMPLIKASI
1. Trombosis Vena
2. Emboli Pulmonar
3. Stress Ulserasi dan perdarahan
4. Pneumonia
5. Tekanan ulserasi
6. Atelektasis
7. Sepsis (Paul, direvisi tanggal 28 Juli 2008)
8. Pankreas : Pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pancreas-duodenal, dan
perdarahan.
9. Limfa : perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin, diaphoresis,
dan syok.
10. Usus : obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok.
11. Ginjal : Gagal ginjal akut (GGA) (Catherino, 2003 : 251-253)
F. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN DAN TERAPI PENGOBATAN
Pengelolaan primary survery yang cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey
dan akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABC nya trauma dan berusaha
untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan
berpatokan pada urutan berikut:
A: Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervikal spine control)
B: Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi control (ventilation control)
sendirinya dengan hasil otot perut dari ketakutan akan rasa sakit dan mungkin tidak
mewakili cedera yang signifikan. Otot tak sadar menjaga, di sisi lain adalah tanda
yang dapat diandalkan iritasi peritoneal . nyeri yang berat yang tegas menunjukkan
didirikan peritonitis.
5. pemeriksaan rektal
Pemeriksaan dubur digital merupakan komponen penting dari penilaian perut. Tujuan
penilaian utama untuk luka penetrasi adalah untuk mencari darah yang banyak
perforasi usus yang ditunjukkan dan untuk memastikan integritas sfingter tulang
belakang. Setelah trauma tumpul, dinding rektum juga harus dipalpitasi untuk
mendeteksi unsur-unsur tulang retak dan posisi prostat. Sebuah prostat tinggi
mungkin menunjukkan gangguan uretra posterior.
6. pemeriksaan vagina
Laserasi pada vagina dapat terjadi karena luka tembus atau fragmen tulang dari
patah tulang panggul.
Implikasi dari perdarahan vagina pada pasien yang sedang hamil dapat dilihat pada
trauma kehamilan
7. penis pemeriksaan
Laserasi uretra harus dicurigai jika darah hadir pada meatus uretra. Pemeriksaan
positif adalah tanda klinis yang paling dapat diandalkan trauma intra abdomen yang
signifikan.
kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
2. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD 140-90/90-60 mmHg, nadi 60-100
x/menit,
RR : 16-20 x/menit, suhu 36,50 37,50 oC)
intervensi :
Mandiri :
1. Pantau tanda-tanda vital
rasional : Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutamabila suhu tubuh
meningkat
2. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
rasional : Mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
3. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, darinase luka,
dll.
rasional : Untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial.
Kolaborasi :
1. Pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
rasional : Penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi
akibat terjadinya proses infeksi.
2. Pemberian antibiotik
rasional : Antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
3. Nyeri akut b.d trauma / diskontinui-tas jaringan.
tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 10 menit diharapkan
nyeri yang dialami pasien terkontrol
kriteria hasil :
1. Pasien melaporkan nyeri berkurang
2. Pasien tampak rileks
3. TTV dalam batas normal (TD 140-90/90-60 mmHg, nadi 60-100 x/menit,
RR :
16-20 x/menit, suhu 36, 5 37, 50 OC)
intervensi :
Mandiri :
1. Kaji nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
qualitas.
rasional : Mempengaruhi pilihan/ pengawasan keefektifan intervensi.
2. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya perubahan posisi, masase.
rasional : Tindakan alternative untuk mengontrol nyeri
3. Ajarkan menggunakan teknik non-analgetik (relaksasi progresif, latihan napas
dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan terapeutik, akupresure)
rasional : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat
meningkatkan kekuatan otot; dapat meningkatkan harga diri dan kemampuan koping.
4. Berikan lingkungan yang nyaman.
rasional : Menurunkan stimulus nyeri.
Kolaborasi :
1. Berikan obat sesuai indikasi : relaksan otot, misalnya : dantren; analgesik
rasional : Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme/nyeri otot.
4. Pola napas tidak efektif b.d hiperventi-lasi ditandai dengan sesak, dispnea,
penggunaan otot bantu napas, napas cuping hidung
tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1 x 10 menit diharapkan pola nafas pasien
kembali efektif
kriteria hasil :
1. Pasien melaporkan sesak berkurang
2. Dispnea (-)
3. Penggunaan otot bantu napas (-)
4. Napas cuping hidung (-)
intervensi :
Mandiri