Anda di halaman 1dari 11

Konsep Imunisasi Halalan Thoyiban

Ditulis oleh imamtriyanto


Wednesday, 31 January 2007

HalalGuide--Memang kalo kita telaah lebih lanjut, masih banyak vaksin yang
dibuat dari bahan haram. Beberapa vaksin seperti vaksin polio dibuat dari campuran ginjal kera,
sel kanker manusia, serta cairan tubuh hewan tertentu termasuk serum dari sapi, bayi kuda,
ekstrak mentah lambung babi, bahkan janin bayi yang diaborsi.
Berikut disampaikan beberapa prinsip dalam pemberian vaksin atau imunisasi yang Halalan
Thoyiban:
1.
2.

3.
4.

5.

6.
7.

Memberikan asupan nutrisi atau zat gizi atau makanan tertentu yang memaksimalkan
pembangunan dan pemeliharaan sistem imun tubuh atau kekebalan tubuh manusia.
Memberikan asupan nutrisi atau zat gizi atau makanan tertentu yang meminimalkan dan
menghilangkan zat yang bersifat menurunkan kerja sistem imun atau kekebalan
manusia.
menjauhkan dan menghentikan asupan nutrisi yang bersifat menurunkan pembangunan
dan pemeliharaan sistem imun atau kekebalan tubuh manusia.
Tidak memberikan vaksinasi yang mengandung toksin/racun bahan berbahaya yang
menjadi ancaman manusia, seperti bahan kimiawi sintetis, logam berat (heavy metal),
hasil metabolit parsial, toksin bakteri, dan komponen dinding sel.
Tidak memeberikan vaksinasi dan obat-obatan yang mengandung bahan yang haram
secara syariat.
a. Alkohol dan turunannya, yang bersifat seperti alkohol, yaitu apabila dikonsumsi
memabukkan.
b. Tidak mengandung darah, daging babi, dan hewan yang ketika disembelih tidak
menyebut nama Allah.
c. Tidak menggunakan daging yang diharamkan menurut syariat, seperti hewan
buas, bertaring, bangkai, dll.
d. Tidak dikembangbiakkan dalam darah hewan apapun, daging babi, dan dalam
makhluk hidup yang diharamkan menurut syariat.
Membiasakan untuk mengkonsumsi menu makanan sehari-hari yang bersifat
membangun sistem kekebalan tubuh manusia.
Membiasakan untuk tidak mengkonsumsi menu makanan sehari-hari yang bersifat
menurunkan sistem kekebalan tubuh manusia.(kit)

Sumber Jurnal LPPOM MUI

Vaksin Antara Ya dan Tidak


Ditulis oleh imamtriyanto
Thursday, 05 July 2007

HalalGuide-Alasan pertama; yang sering diungkapkan adalah tujuan dan


filosofi imunisasi itu sendiri. Kaum naturalis menilai bahwa secara alamiah tubuh manusia sudah
memiliki mekanisme pembentukan kekebalan sendiri yang mampu mencegah berbagai penyakit.
Penggunaan vaksin justru bisa menimbulkan efek samping yang membahayakan si anak, antara
lain mereka akan rentan dan lebih mudah terkena penyakit lain.
Masalah lain yang sering menjadi alasan penolakan adalah penggunaan bahan-bahan dalam
proses pembuatan vaksin yang memang tidak sepenuhnya halal. Dalam proses pembuatan
vaksin tersebut banyak melibatkan bahan penolong atau media yang bersumber dari zat-zat yang
haram atau subhat. Masalah inilah yang lebih rasional dan semestinya dilakukan kajian
mendalam. Kalau memang harus dilakukan imunisasi menggunakan vaksin, maka sebaiknya ia
diproduksi secara halal dengan bahan baku, bahan penolong dan media yang benar-benar halal.
Tidak Sepenuhnya Halal
Sampai saat ini diakui oleh pakar kedokteran dan produsen obat bahwa proses pembuatan dan
produksi vaksin ini tidak sepenuhnya halal. Misalnya penggunaan media tumbuh dalam proses
produksi virus yang dilemahkan yang menggunakan media dari ginjal gera, ginjal babi, bahkan
juga janin manusia yang digugurkan. Selain itu pada tahapan tertentu dalam proses produksi
vaksin juga digunakan enzim tripsin yang bisa bersumber dari babi.
Sebagai contoh dalam proses pembuatan Vaksin Polio Inaktif (IVP), Virus Polio
dikembangbiakkan menggunakan sel vero (berasal dari ginjal kera) sebagai media. Proses
produksi vaksin ini melalui tahapan sebagai berikut:
1. Penyiapan medium (sel vero) untuk pengembangbiakan virus
2. Penanaman/inokulasi virus
3. Pemanenan virus
4. Pemurnian virus
5. Inaktivasi/atenuasi virus
Penyiapan media (sel vero) untuk pengembangbiakan virus dilakukan dengan menggunakan
mikrokarier, yaitu bahan pembawa yang akan mengikat sel tersebut. Bahan tersebut adalah N,N
diethyl amino ethyl (DEAE). Pada proses selanjutnya sel vero ini harus dilepaskan dari
mikrokarier menggunakan enzim tripsin yang berasal dari babi.
Tahap selanjutnya adalah pembuangan larutan nutrisi. Hal ini dilakukan dengan proses
pencucian menggunakan larutan PBS buffer. Larutan ini kemudian dinetralkan dengan
menggunakan larutan serum anak sapi (calf serum). Larutan yang tidak digunakan tersebut
dibuang atau menjadi produk samping yang digunakan untuk keperluan lain.

Sel-sel vero yang sudah dimurnikan dan dinetralisasi itu kemudian ditambahkan mikrokarier yang
baru dan ditempatkan di bioreactor yang lebih besar. Di dalamnya ditambahkan zat nutrisi yang
sedikit berbeda untuk menumbuhkan sel vero dalam jumlah yang lebih besar. Sel vero yang
sudah bertambah jumlahnya ini kemudian dilepaskan lagi dari mikrokariernya dengan tripsin babi
lagi. Proses ini berlangsung secara berulang-ulang sampai dihasilkan sel vero dalam jumlah yang
diinginkan.
Titik kritis ditinjau dari sudut kehalalan dalam pembuatan sel vero ini adalah penggunaan
enzim tripsin. Tripsin digunakan dalam proses pembuatan vaksin sebagai enzim proteolitik
(enzim yang digunakan sebagai katalisator pemisahan sel / protein). Tripsin dipakai dalam proses
produksi OPV (Oral Polio Vaccine) dan IPV (Inactivated Polio Vaccine). Masalahnya, enzim
tripsin ini merupakan unsur derivat (turunan) dari pankreas babi.
Sebenarnya dalam setiap tahapan amplifikasi sel, tripsin harus dicuci bersih oleh karena Tripsin
akan menyebabkan gangguan pada saat sel vero menempel pada mikrokarier. Hal ini
menyebabkan produk akhir vaksin yang dihasilkan tidak akan terdeteksi lagi unsur babinya.
Namun karena digunakan sebagai bahan penolong dalam proses pembuatannya, inilah yang
memerlukan kejelasan status kehalalannya.
Tahap selanjutnya dalam proses pembuatan vaksin ini adalah perbiakan sel vero menjadi produk
bulk yang siap digunakan. Dalam tahap ini dilakukan proses amplifikasi (pembiakan sel dengan
mikrokarier), pencucian sel vero dari tripsin, inokulasi virus, panen virus, filtrasi, pemurnian dan
inaktivasi. Pada proses pencucian hingga inaktivasi tersebut sebenarnya sudah tidak melibatkan
unsur babi lagi.
Dari keterangan tersebut dapat diketahui bahwa proses pembuatan vaksin folio masih melibatkan
unsur haram dalam proses pembuatannya sebagai bahan penolong, yaitu penggunaan enzim
tripsin. Sebenarnya pada tahap selanjutnya enzim ini akan mengalami proses pencucian,
pemurnian dan penyaringan, hingga pada produk akhirnya tidak terdeteksi lagi. Namun karena
sudah tersentuh unsur haram dan najis, maka hal ini masih menimbulkan keraguan pada status
kehalalannya.
Sementara ini memang ada keringanan jika ditinjau dari aspek darurat dan demi kepentingan
yang lebih besar. Namun dari keterangan pihak Biofarma sebagai salah satu produsennya,
sedang diupayakan agar bahan-bahan yang berasal dari babi itu bisa dihilangkan. Dengan
demikian kejelasan status halalnya bisa lebih bisa dipertanggungjawabkan. Pihak Biofarma
meminta waktu sekitar 3 tahun untuk melakukan riset guna mengganti bahan babi
tersebut. Nah, kita tunggu saja hasilnya, agar masyarakat bisa lebih tenang dalam
menggunakan faksin tersebut.
Sumber:halalmui

Kehalalan Vaksin
Ditulis oleh imamtriyanto
Wednesday, 31 January 2007

HalalGuide--Vaksinasi adalah suatu aktivitas yang bertujuan membentuk


kekebalan tubuh dan biasanya dilakukan pada bayi, balita, dan ibu hamil. Tapi apakah selama ini
kita mengetahui dari bahan apa vaksin itu dibuat? Selama ini kita lebih sering memperhatikan
reaksi yang timbul setelah pemberian suatu vaksin ke dalam tubuh kita.

Apa itu Vaksin?


Vaksin adalah sebuah senyawa antigen yang berfungsi untuk meningkatkan imunitas atau sistem
kekebalan pada tubuh terhadap virus. Terbuat dari virus yang telah dilemahkan dengan
menggunakan bahan tambahan seperti formaldehid, dan thymerosal.
Jenis vaksinasi yang ada antara lain vaksin hepatitis, polio, rubella, BCG, DPT, Measles Mumps
Rubella (MMR). Di Indonesia sendiri praktik vaksinasi yang dilakukan terutama pada bayi dan
balita adalah hepatitis B, BCG, Polio, dan DPT. Selebihnya seperti vaksinasi MMR bersifat tidak
wajib. Sedangkan, vaksinasi terhadap penyakit cacar air (smallpox) termasuk vaksinasi yang
tidak dilakukan di Indonesia.
Vaksin dan Tinjauan Kehalalannya
Pekan Imunisasi Nasional (PIN) yang dilakukan bulan agustus tahun kemarin sempat
bermasalah di beberapa wilayah seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, dan Banten yang
menolak pemberian vaksin karena diragukan kehalalannya.
Memang kalau kita telaah lebih lanjut, masih banyak jenis vaksin yang bersumber dari bahanbahan yang diharamkan. Seorang pakar dari Amerika mengatakan bahwa vaksin polio
dibuat dari campuran ginjal kera, sel kanker manusia, serta cairan tubuh hewan tertentu
termasuk serum dari sapi, bayi kuda, dan ekstrak mentah lambung babi. Selain itu,
beberapa vaksin juga diperoleh dari aborsi janin manusia yang sengaja digugurkan.
Vaksin untuk cacar air, Hepatitis A, dan MMR diperoleh dengan menggunakan fetall cell
line yang diaborsi, MRC-5, dan WI-38. Vaksin yang mengandung MRC-5 dan WI-38 adalah
beberapa vaksin yang mengandung cell line diploid manusia.
Penggunaan janin bayi yang sengaja digugurkan ini bukan merupakan suat hal yang
dirahasiakan pada publik. Sel line yang biasa digunakan untuk keperluan vaksin biasanya
diambil dari bagian paru-paru, kulit, otot, ginjal, hati, thyroid, thymus, dan hati yang
diperoleh dari aborsi terpisah. Penamaan isolat biasanya dikaitkan dengan sumber yang
diperoleh misalnya WI-38 adalah isolat yang diperoleh dari paru-paru bayi perempuan
berumur 3 bulan.

Usul Fiqh
Ada kaidah usul fiqh yang mengatakan bahwa mencegah kemudharatan lebih didahulukan
daripada mengambil manfaatnya. Demikian alasan yang dijadikan dasar hukum pengambilan
keputusan terhadap kehalalan vaksin polio sekalipun diketahui bahwa vaksin tersebut disediakan
dari bahan yang tidak diperkenankan dalam Islam.
Namun demikian kita tidak boleh hanya bertahan pada kondisi darurat, melainkan juga
melakukan usaha untuk perbaikan. Sudah sekian banyak Pharmacist muslim lahir di Indonesia
dan kita sudah memiliki pabrik vaksin sendiri di Bandung yaitu Biofarma tentunya sudah tidak ada
hal yang menjadikan kita senantiasa pada kondisi darurat. Jumlah balita di Indonesia pada tahun
2005 sebesar 24 juta jiwa, di mana 90% adalam muslim yang butuh vaksinasi yang halal dan
aman dari sisi syari. Tentunya kita tidak ingin dalam tubuh dan aliran darah balita kita mengalir
unsur-unsur haram.(kit)
Sumber Jurnal LPPOM MUI

Vaksin Masih Perlukah?


Ditulis oleh imamtriyanto
Thursday, 05 July 2007

HalalGuide-Sehubungan dengan adanya penyakit-penyakit yang berkembang


saat ini dan telah beredarnya pemahaman metode kedokteran yang disebar luaskan oleh metode
kedokteran barat maka sebagai umat muslim sangat prihatin sekali dengan kondisi ini.
<!--[endif]-->
Metode kesehatan ala modern dengan teori trial and error mengatakan bahwa, penyakit itu bisa
disembuhkan bila disuntikkan virus dan bakteri yang bersumber dari penyakit, agar manusia
kebal. Sehingga manusia dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum Allah,
tetapi tidak terkena penyakitnya.
<!--[if !supportLineBreakNewLine]-->Contohnya, agar anak-anak tidak terkena penyakit
kelamin/HIV atau penyakit kelamin lainnya ketika mereka melakukan sex bebas, maka
disuntikkan vaksin HIV pada usia anak-anak. Itulah yang dikutip dari buku What your doctor may
not tell you about childrens vaccination, oleh Stephanie Cave & Deborah Mitchell, keduanya
dokter dari Amerika. Sentra pengendalian penyakit di AS, pada februari 1997 (ACIP) dari CDL,
berkumpul untuk membuat kebijakan vaksin bagi AS. Neal Haley MD, ketua komite penyakit
menular dari Akademi AS untuk dokter spesial anak, mengajukan topik vaksin HIV.
Ia mengatakan kami sungguh-sungguh melihat bahwa usia 11 s/d 12 tahun sebagai usia target
vaksin guna pencegahan penyakit seksual. Jadi orang tua dari para bayi, balita atau anak kecil
akan segera menghadapi kemungkinan mendapat vaksin HIV untuk anak-anak. Vaksin ini
dimaksudkan untuk mencegah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, seperti
khlamidia, herpessimpleks, neisseria gonorhea, HIV/AIDS dll.
Jadi pemikiran mereka, jika tubuh manusia disuntikkan virus yang dilemahkan, maka tubuh akan
melakukan anti body terhadap virus tadi. Virus yang disuntikkan ke tubuh itu adalah virus yang
diambil dari cairan darah orang yang terkena penyakit AIDS/HIV, Hepatitis B, Herpes, dll, yang
melakukan sex bebas, peminum alkohol, narkotika dan perbuatan-perbuatan yang melanggar
hukum Allah. Lalu dibiakkan di media-media seperti ginjal kera, lambung babi, ginjal anjing, sapi
anthrax, menggunakan jaringan janin manusia yang digugurkan, ditambahkan
merkuri/timerosal/air raksa atau logam berat sebagai bahan pengawetnya. Vaksin-vaksin yang
dihasilkan antara lain adalah vaksin polio, MNR, rabies, cacar air dll.
Celakanya bayi-bayi tak berdosa yang tidak melakukan kerusakan, pelanggaran terhadap hukum
Allah, sengaja diberikan virus-virus itu, dengan pemikiran agar anak-anak itu kebal. Sehingga
ketika melanggar hukum allah, dimungkinkan tidak terkena azab-Nya. Celakanya pula, ini
diberikan kepada anak-anak muslim.

Sebenarnya vaksin-vaksin ini juga telah banyak memakan korban anak-anak Amerika sendiri,
sehingga banyak terjadi penyakit kelainan syaraf, anak-anak cacat, autis, dll. Tetapi penjualan
vaksin tetap dilakukan walau menimba protes dari rakyat Amerika. Hanya saja satu alasan yang
negara Amerika pertahankan, yaitu bahwa vaksin adalah bisnis besar. Sebuah badan peneliti
teknologi tinggi internasional yaitu Frost & Sullivan, memperkirakan bahwa pangsa pasar vaksin
manusia dunia akan menguat dari 2,9 miliar USD tahun 1995, melonjak menjadi lebih dari 7
miliar USD tahun 2001.
Ini diambil dari ideologi kapitalis yang mereka emban, hingga membunuh bayi, anak-anak atau
manusia lain, mereka lakukan demi uang dan kekuasaan.
Ketika anak-anak terimunisasi, mulailah jerat obat-obatan produk AS membanjiri negeri-negeri
muslim yang tunduk pada AS dan membiarkan rakyatnya sendiri teracuni akibat pemikiran
kapitalis AS. Obat-obat beracun yang mahal harganya ini praktis menguras keuangan orangorang muslim, teracuni obat-obat kimia sintetis termasuk benda-benda haram, agar doa-doa
orang miskin tertolak oleh Allah swt. Ini semua akibat kebodohan orang-orang muslim, yang tidak
percaya kepada metode kesehatan menurut Rasulullah SAW, yaitu Atibunabawy.
Dalam hal obat-obatannya, pengobatan atibunabawy yang murni alami, tidak boleh dicampur
adukkan dengan pengobatan yang menggunakan bahan kimia sintetis (QS. 2:42). Tetapi dalam
hal teknologi misalnya alat-alat radiologi, stetoskop, bladpressure (alat pengecekan tekanan
darah) dll, boleh saja kita gunakan. Jadi Indonesia membutuhkan rumah sakit dengan peralatan
canggih, tetapi obat-obatan menggunakan yang alami dan bukan dari barang/benda haram.
Jemaah haji Indonesi juga diwajibkan divaksin dengan vaksin miningitis. Dimana keharusan ini
adalah dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI, yang berada dibawah naungan WHO dan
PBB. Menurut informasi yang di dapatkan dari Departemen Kesehatan RI bahwa vaksin
miningitis ini adalah salah satu syarat untuk melaksanakan ibadah haji. Jadi setiap calon jemaah
haji akan mendapatkan sertifikat telah tervaksin/terimunisasi. Kalau tidak maka tidak
diberangkatkan. Apakah ini tidak berlebihan?
Apakah vaksin miningitis? Vaksin ini diberikan dengan maksud (menurut mereka) untuk
melindungi jemaah haji indonesia dari penyakit meninglokal, yang disebabkan oleh organisme
Neisseria meningitis yang menyebabkan infeksi pada selaput otak dan meningokomeia atau
infeksi darah atau keracunan darah, yang penyebarannya melalui bersin batuk dan bicara.
Vaksin yang disuntikan ke tubuh calon jemaah haji ini adalah bakteri meningokokus yang
awalnya diambil dari cairan darah orang amerika yang terkena meningitis. Bakteri ini timbul
karena pola kebiasan meminum alkohol dan perokok aktif dan kehidupan malam yang serba
bebas. Vaksin ini tidak juga memberikan perlindungan utuh. Vaksin ini hanya mengurangi resiko
penyakit meningokal yang disebabkan oleh Serogroup A, C, Y dan W 135. Sehingga 30%
perkiraan kasus penyakit tetap terkena pada seluruh kelompok usia.
Vaksin efektif hanya untuk 3 s/d 5 tahun. Vaksin ini mengandung timerosal/air raksa sebagai
bahan pengawet serta merupakan salah satu bahan pencetus kanker (karsinogen) dan kelainankelainan syarat, sehingga berdampak buruk pada sel-sel otak dan organ-organ tubuh jemaah
haji. Beberapa jamaah haji Indonesia mengalami gejala-gejala seperti biru-biru di seluruh tubuh,
jantung berdebar-debar, nyawa seperti melayang, rasa ketakutan, pusing, mual, setelah divaksin.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah vaksinasi merupakan rukun haji? Kini vaksin tersebut
dapat menyebabkan seseorang batal berangkat haji. Kedudukannya sudah melebihi rukun dan
wajib haji. Ada apa sebenarnya di balik itu semua?
Sumber: halalmui

Vaksin Polio
Ditulis oleh Administrator
Thursday, 13 April 2006
Pekan Imunisasi Nasional

Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang penggunaan vaksin polio khusus


(IPV).
Menimbang
1. Bahwa anak bangsa, khususnya Balita, perlu diupayakan agar terhindar dari penyakit Polio, antara lain melalui
pemberian vaksin imunisasi;
2. Bahwa dalam program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) tahun 2002 ini terdapat sejumlah anak Balita yang
menderita immunocompromise (kelainan sistim kekebalan tubuh) yang memerlukan vaksin khusus yang diberikan
secara injeksi (vaksin jenis suntik, IPV);
3. Vaksin khusus tersebut (IPV) dalam proses pembuatannya menggunakan enzim yang berasal dari porcine
(babi), namun dalam hasil akhir tidak terdeteksi unsur babi, dan belum ditemukan IPV jenis lain yang dapat
menggantikan vaksin tersebut
4. Bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang status hukum
penggunaan IPV tersebut, sebagai pedoman bagi pemerintah, umat Islam dan pihak-pihak lain yang
memerlukannya.
Mengingat
1. Hadis-hadis Nabi. antara lain:
"Berobatlah, karena Allah tidak membuat penyakit kecuali membuat pula obatnya selain satu penyakit,
yaitu pikun" (HR. Abu Daud dari Usamah bin Syarik).
"Allah telah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan obat bagi setiap penyakit; maka,
berobatlah dan janganlah berobat dengan berzdat yang haram" (HR. Abu Daud dari Abu Darda ).
"Sekelompok orang dari sukcu 'Ukl atau 'Urainah datang dan tidak cocok dengan udara Madinah
(sehingga mereka jatuh sakit); maka Nabi s.a.w. memerintahkan agar mereka diberi unta perah dan (agar mereka)
meminum air kencing dari unta tersebut... "(HR. al-Bukhari dari Anas bin Malik).
"Allah tidak menurunkan suatu penyakit kecuali menurunkan (pula) obatnya. " (HR. al-Bukhari dari Abu
Hurairah).
Sabda Nabi s.a.w. yang melarang penggunaan benda yang terkena najis sebagaimana diungkapkan
dalam hadis tentang tikus yang jatuh dan mati (najis) dalam keju : "Jika keju itu keras (padat), buanglah tikus itu
dan keju sekitarnya, dan makanlah (sisa) keju tersebut: namun jika keju itu cair, tumpahkanlah (HR alBukhari,
Ahmad, dan Nasa'i dari Maimunah isteri Nabis.a.w.)
2. Kaidah-kaidah fiqh :
"Dharar (bahaya) harus dicegah sedapat mungkin."
"Dharar (bahaya) harus dihilangkan."
"Kondisi hajah menempati kondisi darurat."
"Darurat membolehkan hal-hal yang dilarang."

"Sesuatu yang dibolehkan karena darurat dibatasi sesuai kadar (kebutuhan)-nya."


3. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga MUI periode 2000-2005.
4. Pedoman Penetapan Fatwa MUI.
Memperhatikan :
Pendapat para ulama; antara lain : Imam Zuhri (w. 124 H) berkata , Tidak halal meminum air seni
manusia karena suatu penyakit yang diderita , sebab itu adalah najis ; Allah berfirman :...Dihalalkan bagimu yang
baik-baik (suci)...... (QS. Al-Matidah [5]: S); dan Ibnu Masud (w 32 H) berkata tentang sakar (minuman keras) ,
Allah tidak menjadikan obatmu sesuatu yang diharamkan atasmu (Riwayat Imam al-Bukhori)
Surat Menteri Kesehatan RI nomor: 11 92/MENKES/IX/2002, tanggal 24 September 2002, serta
penjelasan Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman
Departemen Kesehatan, Direktur Bio Farma, Badan POM, LP. POM-MUI, pada rapat Komisi Fatwa, Selasa, 1
Sya'ban 1423/8 Oktober 2002; antara lain :

1.
Enzim berasal dari Babi digunakan dalam pembuatan vaksin

Pemerintah saat ini sedang berupaya melakukan pembasmian penyakit Polio dari masyarakat secara
serentak di seluruh wilayah tanah air melalui program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dengan cara
pemberian dua tetes vaksin Polio oral (melalui saluran pencernaan).
2.
3.
4.

5.
6.

1.

Penyakit (virus) Polio, jika tidak ditanggulangi, akan menyebabkan cacat fisik (kaki pincang)
pada mereka yang menderitanya.
Terdapat sejumlah anak Balita yang menderita immunocompromise (kelainan sistim kekebalan
tubuh) yang memerlukan vaksin khusus yang diberikan secara injeksi (vaksin jenis suntik, IPV).
Jika anak-anak yang menderita immunocompromise tersebut tidak diimunisasi, mereka akan
menderita penyakit Polio serta sangat dikhawatirkan pula mereka akan menjadi sumber penyebaran
virus.
Vaksin khusus tersebut (IPV) dalam proses pembuatannya menggunakan enzim yang berasal
dari porcine (babi), namun dalam hasil akhir tidak terdeteksi unsur babi.
Sampai saat ini belum ada IPV jenis lain yang dapat menggantikan vaksin tersebut dan jika
diproduksi sendiri, diperlukan investasi (biaya, modal) sangat besar sementara kebutuhannya sangat
terbatas.
Pendapat peserta rapat Komisi Fatwa tersebut, antara lain:
Sejumlah argumen keagamaan (adillah diniyyah: al-Qur'an, hadits, dan qawa'id fiqhiyyah) dan
pendapat para ulama mengajarkan; antara lain :
Setiap penyakit dan kecacatan yang diakibatkan penyakit adalah dharar (bahaya)
yang harus dihindarkan (dicegah) dan dihilangkan (melalui pengobatan) dengan cara yang tidak
melanggar syari'ah dan dengan obat yang suci dan halal;
Setiap ibu yang baru melahirkan, pada dasarnya, wajib memberikan air susu yang
pertama keluar (colostrum, al-liba'-- kepada anaknya dan dianjurkan pula memberikan ASI sampai
dengan usia dua tahun. Hal tersebut menurut para ahli kesehatan dapat memberikan kekebalan (imun)
pada anak;
Dalam proses pembuatan vaksin tersebut telah terjadi persenyawaan/persentuhan
(ihtilath antara porcine yang najis dengan media yang digunakan untuk pembiakan virus bahan vaksin
dan tidak dilakukan penyucian dengan cara yang dibenarkan syari'ah (tathhir syar'an) Hal itu
menyebabkan media dan virus tersebut menjadi terkena najis (mutanadjis).
Kondisi anak-anak yang menderita immunocompromise, jika tidak diberi vaksin IPV,

dipandang telah berada pada posisi hajah dan dapat pula menimbulkan dharar bagi pihak lain.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
FATWA TENTANG PENGGUNAAN VAKSIN POLIO KHUSUS
Pertama : Ketentuan Hukum
Pada dasarnya, penggunaan obat-obatan, termasuk vaksin, yang berasal dari --atau
mengandung--benda najis ataupun benda terkena najis adalah haram.
Pemberian vaksin IPV kepada anak-anak yang menderita immunocompromise, pada saat ini,
dibolehkan, sepanjang belum ada IPV jenis lain yang suci dan halal.
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Kedua : Rekomendasi (Taushiah)
Pemerintah hendaknya mengkampanyekan agar setiap ibu memberikan ASI, terutama
colostrum secara memadai (sampai dengan dua tahun).
Pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal, serta melalui WHO dan negaranegara berpenduduk muslim, agar memperhatikan kepentingan umat Islam dalam hal kebutuhan akan obatobatan yang suci dan halal.
Ditetapkan di : Jakarta Pada Tanggal : 0 1 Sya'ban 1423 H / 08 Oktober 2002 M.
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua,

Sekretaris,

K.H. MA'RUF AMIN

HASANUDIN

Anda mungkin juga menyukai