Makalah Diabetes Melitus
Makalah Diabetes Melitus
Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6411414086
6411414094
6411414097
6411414099
6411414105
Sukendra selaku dosen mata kuliah Dasar Epidemiologi yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai penyakit noninfeksius mulai dari perjalan alamiah suatu
penyakit hingga sampai kontrol penyakit tersebut.. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar
................................................................................... i
Daftar Isi
................................................................................... ii
Bab I pendahuluan
1.1 Latar belakang
........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan
........................................................................2
Bab II Pembahasan
2.1 Penyakit Noninfeksius 3
2.2 Perjalanan alamiah DM.. 3
2.3 Critical Point 5
Program Pencegahan. 7
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencegahan.12
Kriteria keberhasilan pencegahan.... 17
Kontrol Penyakit...... 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit ataugangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat
insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau
defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan
oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).
Seseorang dikatakan menderita Diabetes jika kadar glukosa dalam darahnya di atas
120mg/dl (dalam kondisi berpuasa) dan di atas 200mg/dl (dua jam setelah makan).Tanda
utama lain seseorang menderita Diabetes adalah air seninya mengandung gula.Karena
itu,penyakit ini di sebut juga kencing manis atau penyakit gula. Penderita diabetes disebut
diabetesi.
Ada berbagai macam jenis diabetes, namun yang sering terjadi terdapat 2 macam,
yaitu diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2. Pada tipe 1 ialah diabetes yang tergantung pada
insulin (IDDM), sedangkan pada diabetes tipe 2 ialah diabetes yang tidak tergantung pada
insulin (NIDDM).
Menurut data WHO,Indonesia menempati urutan keempat jumlah penderita
Diabetes terbesar di Dunia.Pada tahun 2000 terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia
yang mengidap Diabetes .Jumlah penderita Diabetes di derah perkotaan Indonesia pada
tahun 2003 adalah 8,2 juta orang,sedangkan di pedesaan 5,5 juta orang.Diperkirakan,1 dari
8 orang di Jakarta mengidap Diabetes.Tingginya jumlah penderita di daerah perkotaan
antara lain disebabkan gaya hidup,(dr Prapti utami,2009). Adapun, pada tahun 2000
diperkirakan sekitar 150 juta orang di dunia mengidap diabetes mellitus. Jumlah ini
diperkirakan akan meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun 2005, dan sebagian besar
peningkatan itu akan terjadi di negaranegara
yang sedang berkembang seperti Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah itu penyakit noninfeksius?
2. Bagaimana Perjalanan ilmiah penyakit diabetes?
3. Bagaimana Progam Pencegahan Terhadap penyakit DM?
4. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencegahan penyakit DM?
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penyakit Noninfeksius
Penyakit noninfeksius merupakan suatu penyakit yang disebabkan bukan dari
invansi mikroorganisme. Penyakit ini tidak disebabkan oleh pathogen dan tidak dapat
dibagi dari satu orang ke orang lain. Penyakit ini terjadi karena interaksi antara agent(non
living agent) dengan host dalam hal ini manusia dan lingkungan sekitar (source and vehicle
9
of agent). Agent (non living agent) dapat berupa kimiawi, fisik, mekanik, dan psikis. Pada
penyakit noninfeksi dari agent adalah benda mati dan orang yang terpapar dengan agent
tidak berpotensi sebagai reservoir tidak ditularkan. Salah satu penyakit noninfeksius adalah
Diabetes Melitus.
2.2 Perjalanan alamiah DM
Perjalanan alamiah penyakit diabetes melitus umumnya dibagi menjadi 2 proses,
yaitu Prepatogenesis dan Patogenesis. Pada proses prepatogenesis, terjadi rangsangan yang
menimbulkan penyakit dan individu tersebut belum dinyatakan diabetes. Yang dimaksud
dalam tahap ini yaitu host yang mempunyai faktor genetik diabetes melitus, nutrisi (intake)
karbohidrat yang berlebih, kegemukan, kegiatan jasmani kurang, resistensi insuli, dan
hiperinsulinemia.
Faktor
yang
menyebabkan
terjadinya
resistensi
insulin
dan
hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas,
faktor lingkungan dan faktor makanan (Tjekyan, 2007). Resistensi insulin merupakan
sindrom yang heterogen, dengan faktor genetik dan lingkungan berperan penting pada
perkembangannya. Selain resistensi insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk
di perut, sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk. Faktor lain
seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung lemak, juga dinyatakan berkaitan
dengan perkembangan terjadinya kegemukan dan resistensi insulin (Indraswari, 2010).
Pada proses patogenesis, individu mulai merasakan adanya keluhan keluhan dan
terlihat gejala diabetes. Proses patogenesis bersamaan dengan rusaknya autoimun pada sel
beta di pankreas yang menyebabkan berkurangnya produksi insulin hingga menjadi
abnormal.
yang menghasilkan resistensi terhadap kerja insulin. Dasar dari ketidaknormalan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein pada penderita diabetes merupakan akibat dari
berkurangnya kerja insulin pada jaringan. Berkurangnya hasil kerja insulin adalah dari tidak
cukupnya sekresi insulin dan / atau kurangnya respon jaringan terhadap insulin dalam jalur
kompleks kerja hormon. Penurunan sekresi insulin dan resistensi kerja insulin sering terjadi
pada pasien yang sama, dan itu menjadi tidak jelas apa kelainannya, jika hanya salah satu
saja, penyebabnya adalah hiperglikemia.
Proses patogenesis dapat dibagi lagi ke beberapa fase, yaitu:
9
a. Fase Subklinis
Pada fase ini, bisa dikatakan timbulnya gejala masih merupakan gejala yang umum
yang belum dapat dikatakan sakit. Terjadi perubahan kondisi tubuh namun perubahan itu
belum dirasakan oleh individu. Tetapi jika dilakukan pemeriksaan dengan alat alat
kesehatan, maka akan ditemukan kelainan tersebut. Gejala dalam fase ini yaitu
hiperglikemia dan hipertensi.
Gejala hiperglikemia meliputi poluiria, polidipsia, penurunan berat badan, kadang
dengan polipagia, dan penglihatan kabur. Melambatnya pertumbuhan dan kerentanan
terhadap infeksi tertentu juga dapat menyertai penderita hiperglikemia kronik. Bahayanya,
ancaman hidup dari akibat diabetes adalah hiperglikemia dengan ketoasidosis atau sindrom
hiperosmolar nonketotik.
Komplikasi jangka panjang dari diabetes meliputi retinopati dengan potensi
hilangnya penglihatan; nefropati yang menyebabkan gagal ginjal; neuropati perifer dengan
risiko ulkus kaki, amputasi, dan sendi Charcot, dan neuropati otonom yang menyebabkan
gejala gastrointestinal, Genitourinari, kardiovaskuler dan disfungsi seksual. Glikasi protein
jaringan dan makromolekul lainnya serta kelebihan produksi senyawa poliol dari glukosa
adalah salah satu mekanisme berpikir untuk menghasilkan kerusakan jaringan dari
hiperglikemia kronis. Pasien dengan diabetes memiliki peningkatan komplikasi
atherosklerosis, pembuluh darah perifer, dan penyakit serebrovaskular. Hipertensi,
kelainan metabolisme lipoprotein, dan penyakit periodontal sering ditemukan pada
penderita diabetes. Dampak emosional dan sosial diabetes dan tuntutan terapi dapat
menyebabkan disfungsi psikososial yang signifikan pada pasien dan keluarganya.
Hipertensi merupakan salah satu faktor dalam resistensi insulin.
b. Fase Klinis
Pada tahap ini, gejala yang muncul semakin besar dan berat. Dan biasanya individu
baru menyadari penyakitnya dan baru melakukan pengobatan. Beberapa gejala dalam fase
ini yaitu retinopati, neuropati, aterosklerosis, dan netropati.
c. Fase Penyembuhan
Setelah menjalani perawatan dan pengobatan, individu bisa memasuki fase
penyembuhan ataupun meninggal dunia. Untuk penyakit diabetes mellitus, kita tahu bahwa
penyakit ini belum dapat disembuhkan, penyakit ini hanya dapat dikontol dan diberi
pengawasan khusus. Namun, biasanya individu dengan diabetes yang disertai komplikasi
akan mengalami kecacatan, misalnya pada diabetes dengan komplikasi stroke. Sedangkan
sisanya tetap akan menjadi carier atau pembawa sifat penyakit dan dapat menularkan
kepada keturunannya. Diabetes Melitus juga dapat menyebabkan buta, gagal ginjal,
penyakit jantung koroner, dan amputasi. Amputasi biasanya dilakukan karena penderita
Diabetes Melitus dengan kadar gula dalam darah tinggi terdapat luka di salah satu bagian
dari tubuhnya, luka tersebut akan susah untuk sembuh dan bisa menyebabkan pembusukan.
Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya pembusukan pada bagian tubuh maka cara
terakhir yang harus dipilih adalah amputasi.
2.3 Critical Point
Pada penyakit Diabetes Melitus critical point terdapat pada proses patogenesis fase
klinis. Karena pada fase klinis gejala yang muncul semakin besar dan berat. Beberapa
gejala dalam fase klinis meliputi retinopati, neuropati, aterosklerosis, dan netropati.
Sehingga menyadarkan individu akan adanya suatu penyakit dan melakukan pengobatan.
Manifestasi Klinis
a. Poliuria Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam
sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau
hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan
intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti
dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria) ( Bare & Suzanne, 2002).
b. Polidipsia Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel.
Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi
menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia) ( Bare &
Suzanne, 2002).
c. Poliphagia Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa
lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan
(poliphagia) ( Bare & Suzanne, 2002). d. Penurunan berat badan Karena glukosa
tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu
mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh
jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis (Bare &
Suzanne, 2002). e. Malaise atau kelemahan ( Bare & Suzanne, 2002)
d. Remisi partial atau periode honey moon Berlangsung setelah dilakukan terapi
insulin fenomena ini dianggap fase penyembuhan, padahal keadaan ini hanya
bersifat sementara sebelum memasuki periode ketergantungan insulin.
e. 3. Periode ketergantungan terhadap insulin
f.
tapi bisa dipercepat dengan adanya penyakit lain. Terapi insulin merupkan satusatunya pengobatan untuk pengobatan DM tipe 1.
g.
h. 2.5 Periode Laten
i.
baru setelah beberapa bulan atau tahun kemudian. Adapun gejala kronik yang sering
timbul adalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kesemutan
Mudah lelah dan mudah mengantuk
Mata kabur biasanya sering ganti kacamata
Gatal gatal sekitar kemaluan
Kemampuan seksual menurun
Gigi mudah goyah
Ibu hamil sering mengalami keguguran/kematian janin dalam kandungan atau
berat lahir lebih dari 4 kg.
j.
kepada
masyarakat
kerja)
dimana
kegiatan-kegiatan
kegiatan jasmani yang kurang, yang juga mengidap penyakit yang sering timbul
bersamaan dengan diabetes, seperti tekanan darah tinggi dan kegemukan.
v.
1. Penyuluhan
w. Edukasi DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan
mengenai DM. Disamping kepada pasien DM, edukasi juga diberikan kepada
anggota keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak
perencana kebijakan kesehatan Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien
DM adalah definisi penyakit DM, faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya
DM dan upaya-upaya menekan DM, pengelolaan DM secara umum, pencegahan
dan pengenalan komplikasi DM.
2. Latihan jasmani
x. Latihan jasmani yang teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30
menit) memegang peran penting dalam pencegahan primer. Orang yang tidak
berolah raga memerlukan insulin 2 kali lebih banyak untuk menurunkan kadar
glukosa dalam darahnya dibandingkan orang yang berolah raga.
y. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada penderita DM antara lain:
-
darah,
Meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan jumlah pengangkut glukosa,
Membantu menurunkan berat badan,
Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri dan mengurangi
penyakir kardiovaskuler
z.
jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan
status kesegaran jasmani.
3. Perencanaan pola makan
aa. Perencanaan pola makan yang baik dan sehat merupakan kunci sukses
manajemen DM. Seluruh penderita harus melakukan diet dengan pembatasan kalori,
terlebih untuk penderita dengan kondisi kegemukan dapat mempertahankan perilaku
makan sehari-hari yang sehat dan seimbang dengan meningkatkan konsumsi
sayuran dan buah, membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
sehingga mampu mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur dan
tinggi badan.
ab.
c. Pencegahan sekunder
ac.
a. Skrinning
ae. Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah puasa,
dan GIT. Skrinning direkomendasikan untuk :
- Orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes
- Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal pada saat hamil
- Orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuler
- Orang-orang yang gemuk
-
dengan mendeteksi dini pengidap diabetes. Karena itu dianjurkan untuk pada setiap
kesempatan, terutama untuk mereka yang beresiko tinggi agar dilakukan
pemeriksaan penyaringan glukosa darah. Dengan demikian, mereka yang memiliki
resiko tinggi diabetes dapat terjaring untuk diperiksa dan kemudian yang dicurigai
diabetes akan dapat ditindaklanjuti, sampai diyakinkan benar mereka mengidap
diabetes. Bagi mereka dapat ditegakkan diagnosis dini diabetes kemudian dapat
dikelola dengan baik, guna mencegah penyulit lebih lanjut.
b. Pengobatan
Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan diet dan
pengobatan bila diperlukan. Kalau masih bisa tanpa obat, cukup dengan
menurunkan berat badan sampai mencapai berat badan ideal. Untuk itu perlu
dibantu dengan diet dan bergerak badan.
Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi
medik masih merupakan pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini bersama
latihan jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal maka diperlukan penambahan obat
oral. Obat hipoglikemik oral hanya digunakan untuk mengobati beberapa
individu dengan DM tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel
beta pancreas atau pengambilan glukosa oleh jaringan perifer. Dan terapi insulin
untuk DM tipe I Pada DM tipe 1, sel-sel Langerhans kelenjar pankreas
penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai
penggantinya, maka penderita DM tipe 1 harus mendapat insulin eksogen untuk
membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan
normal.
c. Diet
-
makanan yang masuk harus dibagi merata sepanjang hari. Ini harus konsisten
dari hari kehari.
Adalah sangat penting bagi pasien yang menerima insulin
dikordinasikan antara makanan yang masuk dengan aktivitas insulin lebih jauh
orang dengan DM tipe II, cenderung kegemukan dimana ini berhubungan
dengan resistensi insulin dan hiperglikemia. Toleransi glukosa sering membaik
dengan penurunan berat badan. (Hendrawan,2002).
1) Modifikasi dari faktor-faktor resiko
- Menjaga berat badan
- Tekanan darah
- Kadar kolesterol
- Berhenti merokok
- Membiasakan diri untuk hidup sehat
- Biasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga adalah aktivitas fisik yang
terencana dan terstruktur yang memanfaatkan gerakan tubuh yang berulang
-
Pencegahan tersier yaitu usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih
lanjut walaupun sudah terjadi komplikasi. Untuk mencegah terjadinya kecacatan harus
dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar komplikasi DM tersebut dapat
dikelola dengan baik.
-
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap.
Sebagai
-
contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin
bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati. Pada upaya
pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi
penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas
hidup yang optimal . Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan
terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi
yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi,
bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatrist, dll.) sangat diperlukan
dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier (Konsensus,2006).
2.7 Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencegahan penyakit DM
1. Pengertian kepatuhan
Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap
intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan ,
baik
diet,
latihan,
pengobatan
atau
menepati
janji
pertemuan
dengan
dalam
mendorong
gairah
kerja,
semangat
kerja
dan
terwujudnya
tujuan
yang dilakukan oleh penderita untuk melaksanakan terapi diit diabetes melitus yang
dianjurkan oleh tenaga kesehatan yang dapat memperbaiki keadaan sesuai dengan
penyakit yang dideritanya antara lain dengan pengendalian asupan nutrisi /diit dan
berolahraga secara teratur. Perilaku kepatuhan adalah perilaku yang harus dilakukan
seorang pasien untuk melaksanakan cara pengobatn atau nasehat yang ditentukan
oleh yang dapat memperbaiki keadaan sesuai dengan penyakit Diabetes Melitus
yang dideritanya.Terbentuknya perilaku kepatuhan dan ditentukan pengetahuan,
sikap, keyakinan, nilai-nilai yang dimiliki pasien diabetes melitus
-
Menurut Feuer Stein ada beberapa faktor yang mendukung sikap patuh
pasien diantaranya ;
1) Pendidikan
- Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha manusia meningkatkan kepribadian
atau proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan
kehidupan manusia dengan jalan membina dan mengembangkan potensi
kepribadiannya yang berupa rohani (cipta, rasa, karsa) dan jasmani.
- Domain pendidikan dapat diukur dari:
a) Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan.
Pengetahuan pasien yang rendah tentang pengobatan dapat
menimbulkan kesadaran yang rendah yang akan berdampak dan berpengaruh
pada pasien dalam mengikuti cara pengobatan, kedisiplinan pemeriksaan yang
akibatnya dapat terjadi komplikasi berlanjut.Upaya pendidikan kesehatan pada
pasien diabetes melitus akan meningkatkan pengetahuan tentang penyakit yang
dideritanya, pendidikan kesehatan yang efektif pada pasien diabetes melitus
merupakan dasar dari kontrol metabolisme yang baik dimana dapat
meningkatkan hasil klinis dengan jalan meningkatkan pengertian dan
kemampuan pengelolaan penyakit diabetes melitus.
Pengetahuan diit diabetes melitus merupakan pengetahuan yang
dimiliki oleh penderita diabetes melitus mengenai diit diabetes melitus yang
9
meliputi kebutuhan kalori, daftar bahan makanan penukar, pola diit dan
olahraga.Dengan penderita mempnyai pengetahuan tersebut maka akan dapat
memperbaiki keadaannya.
b) Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan (attitude)
Sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan,
identifikasipetugas tanpa kerelaan untuk memberikan tindakan dan sering
menghindar, hukuman jika pasien tidak patuh.Kepatuhan pasien dalam
melaksanakan program pengobatan dapat ditingkatkan dengan mengikuti cara
sehat yang berkaitan dengan nasehat, aturan pengobatan yang
ditetapkan, mengikuti jadwal pemeriksaan dan rekomendasi hasil penyelidikan.
Sikap pasien terhadap penyakit yang dideritanya akan meningkat
cukuo berarti setelah pemberian intervensi pendidikan kesehatan yang
berpengaruh pada program untuk menjalankan terapi diit.Pasien saat interaksi
dengan orang lain ada mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk
pandangan, mewarnai perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan
perilaku terhadap dirinya.Pandangan dan perasaan seseorang sangat dipengaruhi
oleh ingatannya pada masa lalu tentang apa yang diketahui dan kesannya
tentang apa saja yang dihadapi.Pengalaman seseorang pada masa lalu membawa
sikap dan perilaku terhadap dorongan dari orang lain.
c) Praktek atau tindakan sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan.
2. Akomodasi :Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien
yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang mandiri harus dilibatkan secara
aktif dalam program pengobatan.
3. Modifikasi faktor lingkunga dan social
Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat
penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami
kepatuhan terhadap program pengobatan. Keberadaan dukungan keluarga yang
adekuat secara spesifik saling berhubungan dengan status kesehatan yaitu terjadinya
perubahan perilaku sehingga menurunnya mortalitas dan lebih mudah sembuh dari
sakit.Jadi dengan adanya dukungan dari keluarga maka status kesehatan penderita
lebih meningkat. Dari berbagai strategi untuk meningkatkan kepatuhan dalam
keperawatan yang salah satunya adalaha adnya keterlibatan dalam keluarga dan
Menurut Dinicola
menaati peraturan .
-
FPG > 126 mg/dL (7 mmol/L), puasa didefinisikan tidak adanya ambilan kalori
sedikitnya selama 8 jam
2 jam glukosa plasma > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) selama OGTT dengan asupan
glukosa sebanding dengan 75 glukosa anhydrous yang dilarutkan
pada setiap usia jika berat badan berlebih atau obesitas (BMI > 25 kg/m2) dan dengan
satu atau lebih faktor risiko diabetes lainnya. Jika tanpa risiko pemeriksaan dapat
dimulai pada usia 45 tahun.
Pemeriksaan deteksi diabetes asimtomatik adalah A1C, FPG atau OGTT 2 jam (75
g).
(SMBG) harus dilakukan 3 atau beberapa kali sehari pada pasien yang menggunakan
injeksi suntikan multipel atau pompa terapi insulin.
Pada pasien yang menggunakan insulin dengan masa kerja panjang, terapi non
insulin atau terapi nutrisi tunggal, SMBG menjadi alat untuk menilai keberhasilan
terapi.
Untuk mencapai target glukosa darah postprandial, pemeriksaan SMBG
AIC
Lakukan pemeriksaan A1C sedikitnya 2 x/tahun pada pasien dengan tujuan terapi
digunakan
Menurunkan kadar A1C di bawah atau sekitar 7 %, kadar tsb telah menurunkan
komplikasi mikrovaskuler dan neuropati pada diabetes tipe 1 dan 2, sehingga target
A1C pada pasien dewasa nonpregnant untuk mencegah mikrovaskuler adalah < 7 %
Pada diabetes tipe 1 dan 2 dalam masa uji klinik yang dilakukan secara acak,
kontrol glikemik standar atau intensif tidak secara bermakna menurunkan risiko CVD
(cerebrovascular disease), tetapi dalam follow up jangka panjang, mencapai target
A1C di bawah atau sekitar 7% segera setelah diagnosis diabetes menurunkan risiko
CVD. Hingga didapatkan bukti lebih lanjut, tujuan A1C di bawah 7% menjadi alasan
rasional menurunkan risiko komplikasi makrovasular.
Pengendalian DM
ADA
ACE
and
90-130
AACE
<110
mg/dL
<180
mg/dL
<140
mg/dL
mg/dL
HbA1c (%)
<7%
<6,5%
AACE, American Assocoation of Clinical Endocrinologist; ACE, American College
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA