Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Penyakit noninfeksius Diabetes Melitus


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Epidemiologi
Dosen Pengampu : drh. Dyah Mahendrasari Sukendra

Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.

Safira lie faradilah


Igadhini Vitriyana
Kiki indrayani
Maulinnatul Islamiyah
Urlinda risky

6411414086
6411414094
6411414097
6411414099
6411414105

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai
Penyakit noninfeksius. Dan juga kami berterimakasih kepada drh. Dyah Mahendrasari

Sukendra selaku dosen mata kuliah Dasar Epidemiologi yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai penyakit noninfeksius mulai dari perjalan alamiah suatu
penyakit hingga sampai kontrol penyakit tersebut.. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Semarang, November 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata pengantar

................................................................................... i

Daftar Isi

................................................................................... ii

Bab I pendahuluan
1.1 Latar belakang
........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan
........................................................................2
Bab II Pembahasan
2.1 Penyakit Noninfeksius 3
2.2 Perjalanan alamiah DM.. 3
2.3 Critical Point 5

2.4 Periode infeksius.. 5


2.5 Periode Laten....7
2.6
2.7
2.8
2.9

Program Pencegahan. 7
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencegahan.12
Kriteria keberhasilan pencegahan.... 17
Kontrol Penyakit...... 19

Bab III penutup

3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 20


Daftar Pustaka........................................................................................... 21

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit ataugangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat

insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau
defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan
oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).
Seseorang dikatakan menderita Diabetes jika kadar glukosa dalam darahnya di atas
120mg/dl (dalam kondisi berpuasa) dan di atas 200mg/dl (dua jam setelah makan).Tanda
utama lain seseorang menderita Diabetes adalah air seninya mengandung gula.Karena
itu,penyakit ini di sebut juga kencing manis atau penyakit gula. Penderita diabetes disebut
diabetesi.
Ada berbagai macam jenis diabetes, namun yang sering terjadi terdapat 2 macam,
yaitu diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2. Pada tipe 1 ialah diabetes yang tergantung pada
insulin (IDDM), sedangkan pada diabetes tipe 2 ialah diabetes yang tidak tergantung pada
insulin (NIDDM).
Menurut data WHO,Indonesia menempati urutan keempat jumlah penderita
Diabetes terbesar di Dunia.Pada tahun 2000 terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia
yang mengidap Diabetes .Jumlah penderita Diabetes di derah perkotaan Indonesia pada
tahun 2003 adalah 8,2 juta orang,sedangkan di pedesaan 5,5 juta orang.Diperkirakan,1 dari
8 orang di Jakarta mengidap Diabetes.Tingginya jumlah penderita di daerah perkotaan
antara lain disebabkan gaya hidup,(dr Prapti utami,2009). Adapun, pada tahun 2000
diperkirakan sekitar 150 juta orang di dunia mengidap diabetes mellitus. Jumlah ini
diperkirakan akan meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun 2005, dan sebagian besar
peningkatan itu akan terjadi di negaranegara
yang sedang berkembang seperti Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah itu penyakit noninfeksius?
2. Bagaimana Perjalanan ilmiah penyakit diabetes?
3. Bagaimana Progam Pencegahan Terhadap penyakit DM?
4. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencegahan penyakit DM?
1.3 Tujuan

1. Mengetahui apa arti dari penyakit noninfeksius.


2. Mengetahui perjalanan ilmiah penyakit diabetes mellitus.
3. Mengetahui program pencegahan terhadap penyakit DM.
4. Mengetahui factor yang berpengaruh pada keberhasilan pencegahan penyakit DM.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Penyakit Noninfeksius
Penyakit noninfeksius merupakan suatu penyakit yang disebabkan bukan dari
invansi mikroorganisme. Penyakit ini tidak disebabkan oleh pathogen dan tidak dapat
dibagi dari satu orang ke orang lain. Penyakit ini terjadi karena interaksi antara agent(non
living agent) dengan host dalam hal ini manusia dan lingkungan sekitar (source and vehicle
9

of agent). Agent (non living agent) dapat berupa kimiawi, fisik, mekanik, dan psikis. Pada
penyakit noninfeksi dari agent adalah benda mati dan orang yang terpapar dengan agent
tidak berpotensi sebagai reservoir tidak ditularkan. Salah satu penyakit noninfeksius adalah
Diabetes Melitus.
2.2 Perjalanan alamiah DM
Perjalanan alamiah penyakit diabetes melitus umumnya dibagi menjadi 2 proses,
yaitu Prepatogenesis dan Patogenesis. Pada proses prepatogenesis, terjadi rangsangan yang
menimbulkan penyakit dan individu tersebut belum dinyatakan diabetes. Yang dimaksud
dalam tahap ini yaitu host yang mempunyai faktor genetik diabetes melitus, nutrisi (intake)
karbohidrat yang berlebih, kegemukan, kegiatan jasmani kurang, resistensi insuli, dan
hiperinsulinemia.

Faktor

yang

menyebabkan

terjadinya

resistensi

insulin

dan

hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas,
faktor lingkungan dan faktor makanan (Tjekyan, 2007). Resistensi insulin merupakan
sindrom yang heterogen, dengan faktor genetik dan lingkungan berperan penting pada
perkembangannya. Selain resistensi insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk
di perut, sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk. Faktor lain
seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung lemak, juga dinyatakan berkaitan
dengan perkembangan terjadinya kegemukan dan resistensi insulin (Indraswari, 2010).
Pada proses patogenesis, individu mulai merasakan adanya keluhan keluhan dan
terlihat gejala diabetes. Proses patogenesis bersamaan dengan rusaknya autoimun pada sel
beta di pankreas yang menyebabkan berkurangnya produksi insulin hingga menjadi
abnormal.
yang menghasilkan resistensi terhadap kerja insulin. Dasar dari ketidaknormalan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein pada penderita diabetes merupakan akibat dari
berkurangnya kerja insulin pada jaringan. Berkurangnya hasil kerja insulin adalah dari tidak
cukupnya sekresi insulin dan / atau kurangnya respon jaringan terhadap insulin dalam jalur
kompleks kerja hormon. Penurunan sekresi insulin dan resistensi kerja insulin sering terjadi
pada pasien yang sama, dan itu menjadi tidak jelas apa kelainannya, jika hanya salah satu
saja, penyebabnya adalah hiperglikemia.
Proses patogenesis dapat dibagi lagi ke beberapa fase, yaitu:
9

a. Fase Subklinis
Pada fase ini, bisa dikatakan timbulnya gejala masih merupakan gejala yang umum
yang belum dapat dikatakan sakit. Terjadi perubahan kondisi tubuh namun perubahan itu
belum dirasakan oleh individu. Tetapi jika dilakukan pemeriksaan dengan alat alat
kesehatan, maka akan ditemukan kelainan tersebut. Gejala dalam fase ini yaitu
hiperglikemia dan hipertensi.
Gejala hiperglikemia meliputi poluiria, polidipsia, penurunan berat badan, kadang
dengan polipagia, dan penglihatan kabur. Melambatnya pertumbuhan dan kerentanan
terhadap infeksi tertentu juga dapat menyertai penderita hiperglikemia kronik. Bahayanya,
ancaman hidup dari akibat diabetes adalah hiperglikemia dengan ketoasidosis atau sindrom
hiperosmolar nonketotik.
Komplikasi jangka panjang dari diabetes meliputi retinopati dengan potensi
hilangnya penglihatan; nefropati yang menyebabkan gagal ginjal; neuropati perifer dengan
risiko ulkus kaki, amputasi, dan sendi Charcot, dan neuropati otonom yang menyebabkan
gejala gastrointestinal, Genitourinari, kardiovaskuler dan disfungsi seksual. Glikasi protein
jaringan dan makromolekul lainnya serta kelebihan produksi senyawa poliol dari glukosa
adalah salah satu mekanisme berpikir untuk menghasilkan kerusakan jaringan dari
hiperglikemia kronis. Pasien dengan diabetes memiliki peningkatan komplikasi
atherosklerosis, pembuluh darah perifer, dan penyakit serebrovaskular. Hipertensi,
kelainan metabolisme lipoprotein, dan penyakit periodontal sering ditemukan pada
penderita diabetes. Dampak emosional dan sosial diabetes dan tuntutan terapi dapat
menyebabkan disfungsi psikososial yang signifikan pada pasien dan keluarganya.
Hipertensi merupakan salah satu faktor dalam resistensi insulin.
b. Fase Klinis
Pada tahap ini, gejala yang muncul semakin besar dan berat. Dan biasanya individu
baru menyadari penyakitnya dan baru melakukan pengobatan. Beberapa gejala dalam fase
ini yaitu retinopati, neuropati, aterosklerosis, dan netropati.

c. Fase Penyembuhan
Setelah menjalani perawatan dan pengobatan, individu bisa memasuki fase
penyembuhan ataupun meninggal dunia. Untuk penyakit diabetes mellitus, kita tahu bahwa
penyakit ini belum dapat disembuhkan, penyakit ini hanya dapat dikontol dan diberi
pengawasan khusus. Namun, biasanya individu dengan diabetes yang disertai komplikasi
akan mengalami kecacatan, misalnya pada diabetes dengan komplikasi stroke. Sedangkan
sisanya tetap akan menjadi carier atau pembawa sifat penyakit dan dapat menularkan
kepada keturunannya. Diabetes Melitus juga dapat menyebabkan buta, gagal ginjal,
penyakit jantung koroner, dan amputasi. Amputasi biasanya dilakukan karena penderita
Diabetes Melitus dengan kadar gula dalam darah tinggi terdapat luka di salah satu bagian
dari tubuhnya, luka tersebut akan susah untuk sembuh dan bisa menyebabkan pembusukan.
Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya pembusukan pada bagian tubuh maka cara
terakhir yang harus dipilih adalah amputasi.
2.3 Critical Point
Pada penyakit Diabetes Melitus critical point terdapat pada proses patogenesis fase
klinis. Karena pada fase klinis gejala yang muncul semakin besar dan berat. Beberapa
gejala dalam fase klinis meliputi retinopati, neuropati, aterosklerosis, dan netropati.
Sehingga menyadarkan individu akan adanya suatu penyakit dan melakukan pengobatan.

2.4 Periode infeksius


Fase-fase atau tahap infeksius Diabetes melitus
1.Pre-diabetes
Diawali dengan genetik dan diakhiri dengan kerusakan sel beta pankreas yang
ditandai dengan menurunnya sekresi C-peptide
2.Manifestasi klinis diabetes.
Gejala klinis bervariasi dapat berupa gejala klasik atau dapat jatuh pada keadaan
KAD, akan tetapi pada Diabetes Prevention Trial menunjukan bahwa 73% yang didiagnosis
DM tipe-1 tidak menunjukan gejala klinis.
9

Manifestasi Klinis
a. Poliuria Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam
sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau
hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan
intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti
dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria) ( Bare & Suzanne, 2002).
b. Polidipsia Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel.
Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi
menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia) ( Bare &
Suzanne, 2002).
c. Poliphagia Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa
lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan
(poliphagia) ( Bare & Suzanne, 2002). d. Penurunan berat badan Karena glukosa
tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu
mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh
jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis (Bare &
Suzanne, 2002). e. Malaise atau kelemahan ( Bare & Suzanne, 2002)
d. Remisi partial atau periode honey moon Berlangsung setelah dilakukan terapi
insulin fenomena ini dianggap fase penyembuhan, padahal keadaan ini hanya
bersifat sementara sebelum memasuki periode ketergantungan insulin.
e. 3. Periode ketergantungan terhadap insulin
f.

Perjalanan dari periode honeymoon sampai fase ini biasanya lambat,

tapi bisa dipercepat dengan adanya penyakit lain. Terapi insulin merupkan satusatunya pengobatan untuk pengobatan DM tipe 1.
g.
h. 2.5 Periode Laten
i.

Kadang kadang penderita DM tidak menunjukan gejela gejalanya

baru setelah beberapa bulan atau tahun kemudian. Adapun gejala kronik yang sering
timbul adalah

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kesemutan
Mudah lelah dan mudah mengantuk
Mata kabur biasanya sering ganti kacamata
Gatal gatal sekitar kemaluan
Kemampuan seksual menurun
Gigi mudah goyah
Ibu hamil sering mengalami keguguran/kematian janin dalam kandungan atau
berat lahir lebih dari 4 kg.
j.

k. 2.6 Program Pencegahan


l. a. Penecegahan primordial
m.

Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention) adalah usaha

mencegah terjadinya resiko atau mempertahankan keadaan resiko rendah dalam


masyarakat terhadap penyakit secara umum. Pencegahan ini meliputi usaha
memelihara dan mempertahankan kebiasaan atau perilaku hidup yang sudah ada
dalam masyarakat yang dapat mencegah resiko terhadap penyakit dengan
melestarikan perilaku atau kebutuhan hidup sehat yang dapat mencegah atau
mengurangi tingkat resiko terhadap suatu penyakit tertentu atau terhadap berbagai
penyakit secara umum. Umpamanya memelihara cara masyarakat pedesaan yang
kurang mengonsumsi lemak hewani dan
n.
banyak mengonsumsi sayuran, kebiasaan berolahraga dan kebiasaan
lainnya dalam usaha mempertahankan tingkat resiko yang rendah terhadap penyakit
(Noor, 2002).
o.
Pencegahan primordial yaitu pencegahan kepada orang-orang yang
masih sehat agar tidak memiliki faktor risiko untuk terjadinya DM. Edukasi sangat
penting
p. peranannya dalam upaya pencegahan primordial. Pencegahan primordial
q. ditujukan kepada masyarakat yang sehat untuk berperilaku positif mendukung
kesehatan umum dan upaya menghindarkan diri dari risiko DM.
r.
Tindakan yang perlu dilakukan dalam pencegahan primordial:
a. Intervensi terhadap pola makan dengan tetap mempertahankan pola makan
masyarakat yang masih tradisional dengan tidak membudayakan pola makan
cepat saji yang tinggi lemak,
b. Membudayakan kebiasaan puasa senin dan kamis

c. Intervensi terhadap aktifitas fisik dengan mempertahankan kegiatan-kegiatan


masyarakat sehubungan dengan aktivitas fisik berupa olahraga teratur (lebih
mengarahkan

kepada

masyarakat

kerja)

dimana

kegiatan-kegiatan

masyarakat yang biasanya aktif secara fisik seperti kebiasaan berkebun


sekalipun dalam lingkup kecil namun dapat bermanfaat sebagai sarana
olahraga fisik.
d. Menanamkan kebiasaan berjalan kaki kepada masyarakat
e. berperilaku hidup sehat, tidak merokok, memakan makanan yang bergizi dan
seimbang, diet,
f. membatasi diri dengan makanan tertentu ataupun kegiatan jasmani yang
memadai. menjaga badan agar tidak terlalu gemuk dan menghindari obat
yang bersifat diabetagenik.
b. Pencegahan Primer
s.
Tingkat pertama (primary prevention) merupakan upaya yang ditujukan
pada orang-orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum
menderita tetapi berpotensi untuk menderita DM. Sasaran dari pencegahan primer
adalah orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang
t.

belum terkena DM, tetapi berpotensi untuk terkena DM.


Faktor yang berpengaruh pada terjadinya diabetes adalah faktor keturunan, Faktor
keturunan jelas berpengaruh pada terjadinya diabetes mellitus. Keturunan orang
yang mengidap diabetes (apalagi kalau kedua orangtuanya mengidap diabetes, jelas
lebih besar kemungkinannya untuk mengidap diabetes daripada orang normal).
Demikian pula saudara kembar identik pengidap diabetes hampir 100% dapat
dipastikan akan juga mengidap diabetes pada nantinya (Sidartawan, 2001). Selain
fakto keturunan, yang berpengaruh terhadap terjadinya diabetes mellitus adalah
factor kegiatan jasmani yang kurang, factor kegemukan, faktor nutrisi berlebih,
factor hormon, dan faktor lain seperti obat-obatan..
u.
Usaha pencegahan ini dilakukan menyeluruh pada masyarakat tapi
diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan dengan baik pada mereka yang
beresiko tinggi untuk kemudian mengidap diabetes. Orang-orang yang mempunyai
resiko tinggi untuk mengidap diabetes adalah orang-orang yang pernah terganggu
toleransi glukosanya, yang mengalami perubahan perilaku/gaya hidup ke arah

kegiatan jasmani yang kurang, yang juga mengidap penyakit yang sering timbul
bersamaan dengan diabetes, seperti tekanan darah tinggi dan kegemukan.
v.

Tindakan yang dilakukan untuk pencegahan primer meliputi:

1. Penyuluhan
w. Edukasi DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan
mengenai DM. Disamping kepada pasien DM, edukasi juga diberikan kepada
anggota keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak
perencana kebijakan kesehatan Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien
DM adalah definisi penyakit DM, faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya
DM dan upaya-upaya menekan DM, pengelolaan DM secara umum, pencegahan
dan pengenalan komplikasi DM.
2. Latihan jasmani
x. Latihan jasmani yang teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30
menit) memegang peran penting dalam pencegahan primer. Orang yang tidak
berolah raga memerlukan insulin 2 kali lebih banyak untuk menurunkan kadar
glukosa dalam darahnya dibandingkan orang yang berolah raga.
y. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada penderita DM antara lain:
-

Memperbaiki metabolisme yaitu menormalkan kadar glukosa darah dan lipid

darah,
Meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan jumlah pengangkut glukosa,
Membantu menurunkan berat badan,
Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri dan mengurangi
penyakir kardiovaskuler
z.

Latihan jasmani yang dimaksud dapat berupa jalan, bersepeda santai,

jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan
status kesegaran jasmani.
3. Perencanaan pola makan
aa. Perencanaan pola makan yang baik dan sehat merupakan kunci sukses
manajemen DM. Seluruh penderita harus melakukan diet dengan pembatasan kalori,
terlebih untuk penderita dengan kondisi kegemukan dapat mempertahankan perilaku
makan sehari-hari yang sehat dan seimbang dengan meningkatkan konsumsi

sayuran dan buah, membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
sehingga mampu mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur dan
tinggi badan.
ab.
c. Pencegahan sekunder
ac.

Pencegahan sekunder yaitu mencegah agar tidak terjadi komplikasi

walaupun sudah terjadi penyakit. Pencegahan sekunder merupakan upaya


pencegahan dan menghambat timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan
memberikan pengobatan sejak awal. Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan
sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit
atau penderita yang beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah
penyakit.
ad.

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara:

a. Skrinning
ae. Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah puasa,
dan GIT. Skrinning direkomendasikan untuk :
- Orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes
- Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal pada saat hamil
- Orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuler
- Orang-orang yang gemuk
-

Upaya pencegahan tingkat kedua pada penyakit diabetes adalah dimulai

dengan mendeteksi dini pengidap diabetes. Karena itu dianjurkan untuk pada setiap
kesempatan, terutama untuk mereka yang beresiko tinggi agar dilakukan
pemeriksaan penyaringan glukosa darah. Dengan demikian, mereka yang memiliki
resiko tinggi diabetes dapat terjaring untuk diperiksa dan kemudian yang dicurigai
diabetes akan dapat ditindaklanjuti, sampai diyakinkan benar mereka mengidap
diabetes. Bagi mereka dapat ditegakkan diagnosis dini diabetes kemudian dapat
dikelola dengan baik, guna mencegah penyulit lebih lanjut.
b. Pengobatan
Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan diet dan
pengobatan bila diperlukan. Kalau masih bisa tanpa obat, cukup dengan

menurunkan berat badan sampai mencapai berat badan ideal. Untuk itu perlu
dibantu dengan diet dan bergerak badan.
Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi
medik masih merupakan pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini bersama
latihan jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal maka diperlukan penambahan obat
oral. Obat hipoglikemik oral hanya digunakan untuk mengobati beberapa
individu dengan DM tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel
beta pancreas atau pengambilan glukosa oleh jaringan perifer. Dan terapi insulin
untuk DM tipe I Pada DM tipe 1, sel-sel Langerhans kelenjar pankreas
penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai
penggantinya, maka penderita DM tipe 1 harus mendapat insulin eksogen untuk
membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan
normal.
c. Diet
-

Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe DM.

makanan yang masuk harus dibagi merata sepanjang hari. Ini harus konsisten
dari hari kehari.
Adalah sangat penting bagi pasien yang menerima insulin
dikordinasikan antara makanan yang masuk dengan aktivitas insulin lebih jauh
orang dengan DM tipe II, cenderung kegemukan dimana ini berhubungan
dengan resistensi insulin dan hiperglikemia. Toleransi glukosa sering membaik
dengan penurunan berat badan. (Hendrawan,2002).
1) Modifikasi dari faktor-faktor resiko
- Menjaga berat badan
- Tekanan darah
- Kadar kolesterol
- Berhenti merokok
- Membiasakan diri untuk hidup sehat
- Biasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga adalah aktivitas fisik yang
terencana dan terstruktur yang memanfaatkan gerakan tubuh yang berulang
-

untuk mencapai kebugaran.


Hindari menonton televisi atau menggunakan komputer terlalu lama, karena
hali ini yang menyebabkan aktivitas fisik berkurang atau minim.

Jangan mengonsumsi permen, coklat, atau snack dengan kandungan. garam


yang tinggi. Hindari makanan siap saji dengan kandungan kadar karbohidrat

dan lemak tinggi.


Konsumsi sayuran dan buah-buahan.
d. Pencegahan Tersier
-

Pencegahan tersier yaitu usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih

lanjut walaupun sudah terjadi komplikasi. Untuk mencegah terjadinya kecacatan harus
dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar komplikasi DM tersebut dapat
dikelola dengan baik.
-

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang

telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap.
Sebagai
-

contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin

bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati. Pada upaya
pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi
penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas
hidup yang optimal . Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan
terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi
yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi,
bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatrist, dll.) sangat diperlukan
dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier (Konsensus,2006).
2.7 Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencegahan penyakit DM
1. Pengertian kepatuhan
Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap
intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan ,
baik

diet,

latihan,

pengobatan

atau

menepati

janji

pertemuan

dengan

dokter.Kepatuhan adalah suatu perilaku dalam menepati anjuran sesuatu terhadap


kebiasaaan sehari-harinya dan dapat dinilai dengan score penelitian.Suatu

kepatuhan dipengaruhi olehbtingkat pendidikan, dimana pendidikan merupakan


dasar utama dalam keberhasilan pencegahan ataupun pengobatan.
Tujuan pendidikan yaitu meningkatkan kepatuhan

dalam

keperawatan Diabetes Melitus dalam meningkatkan status kesehatan.Kepatuhan


merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan dan
norma-norma sosial yang berlaku.Kepatuhan yang baik mencerminkan besarnya
rasa tanggungjawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal
ini

mendorong

gairah

kerja,

semangat

kerja

dan

terwujudnya

tujuan

masyarakat.Kepatuhan perawatan Diabetes Melitus dalam hal ini penderita harus


melaksanakan program perawatan Diabetes Melitus seperti melakukan hidup sehat,
melakukan pengobatan secara rutin, aturan pengobatan yang ditetapkan, mengikuti
jadwal pemeriksaan dan rekomendasi hasil penyelidikan.
- Pola hidup sehat pada penderita Diabetes Melitus perlu diajaga dalam hal ini
meliputi :
a) Perencanaan makan dengan menjaga asupan makanan yang seimbang yaitu diet
Diabetes Melitus untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal,
mencegah komplikasi akut,dan kronik dengan memperhatikan 3 J yaitu jumlah
kalori yang dibutuhkan, jadwal makan yang harus diikuti dan jenis makanan yang
harus diperhartikan, mengkonsumsi aneka ragam makanan agar terpenuhi
kecukupan seumber zat tenaga (beras, jagung, tepung), zat pembangun (kacangkacangan, tempe, tahu) dan zat pengatur (sayuran dan buah- buahan).Selain itu,
membatasi konsumsi lemak,minyak, dan santan yang menyebabkan penyempitan
pembuluh darah arteri, dan penyakit jantung koroner
b) Bagi penderita Diabetes Melitus untuk selalu rutin mengontrol gula darah normal
maupun sewaktu dan melakukan pengobatan yaitu pemakaian abat-obatan meliputi
obat hipoglikemi oral (OHO) dan insulin.Tablet atau suntikan anti Diabetes Melitus
diberikan dimana diit tidak boleh dilupakan dan pengobatan penyulit lain yang
menyertai suntikan insulin
c) Melakukan aktivitas fisik secara teratur yaitu 3-4 kali selama seminggu kurang lebih
30 menit yang bersifat continues,rithmical, interval, progresive, endurance training
yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.

Faktor-faktor yang mendukung kepatuhan pasien :


-

Kepatuhan penderita Diabetes Melitus merupakan suatu perilaku

yang dilakukan oleh penderita untuk melaksanakan terapi diit diabetes melitus yang
dianjurkan oleh tenaga kesehatan yang dapat memperbaiki keadaan sesuai dengan
penyakit yang dideritanya antara lain dengan pengendalian asupan nutrisi /diit dan
berolahraga secara teratur. Perilaku kepatuhan adalah perilaku yang harus dilakukan
seorang pasien untuk melaksanakan cara pengobatn atau nasehat yang ditentukan
oleh yang dapat memperbaiki keadaan sesuai dengan penyakit Diabetes Melitus
yang dideritanya.Terbentuknya perilaku kepatuhan dan ditentukan pengetahuan,
sikap, keyakinan, nilai-nilai yang dimiliki pasien diabetes melitus
-

serta ketersediaan atau keterjangkauan fasilitas kesehatan dan

dorongan dari petugas atau dari keluarga pasien.


-

Menurut Feuer Stein ada beberapa faktor yang mendukung sikap patuh
pasien diantaranya ;

1) Pendidikan
- Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha manusia meningkatkan kepribadian
atau proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan
kehidupan manusia dengan jalan membina dan mengembangkan potensi
kepribadiannya yang berupa rohani (cipta, rasa, karsa) dan jasmani.
- Domain pendidikan dapat diukur dari:
a) Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan.
Pengetahuan pasien yang rendah tentang pengobatan dapat
menimbulkan kesadaran yang rendah yang akan berdampak dan berpengaruh
pada pasien dalam mengikuti cara pengobatan, kedisiplinan pemeriksaan yang
akibatnya dapat terjadi komplikasi berlanjut.Upaya pendidikan kesehatan pada
pasien diabetes melitus akan meningkatkan pengetahuan tentang penyakit yang
dideritanya, pendidikan kesehatan yang efektif pada pasien diabetes melitus
merupakan dasar dari kontrol metabolisme yang baik dimana dapat
meningkatkan hasil klinis dengan jalan meningkatkan pengertian dan
kemampuan pengelolaan penyakit diabetes melitus.
Pengetahuan diit diabetes melitus merupakan pengetahuan yang
dimiliki oleh penderita diabetes melitus mengenai diit diabetes melitus yang
9

meliputi kebutuhan kalori, daftar bahan makanan penukar, pola diit dan
olahraga.Dengan penderita mempnyai pengetahuan tersebut maka akan dapat
memperbaiki keadaannya.
b) Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan (attitude)
Sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan,
identifikasipetugas tanpa kerelaan untuk memberikan tindakan dan sering
menghindar, hukuman jika pasien tidak patuh.Kepatuhan pasien dalam
melaksanakan program pengobatan dapat ditingkatkan dengan mengikuti cara
sehat yang berkaitan dengan nasehat, aturan pengobatan yang
ditetapkan, mengikuti jadwal pemeriksaan dan rekomendasi hasil penyelidikan.
Sikap pasien terhadap penyakit yang dideritanya akan meningkat
cukuo berarti setelah pemberian intervensi pendidikan kesehatan yang
berpengaruh pada program untuk menjalankan terapi diit.Pasien saat interaksi
dengan orang lain ada mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk
pandangan, mewarnai perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan
perilaku terhadap dirinya.Pandangan dan perasaan seseorang sangat dipengaruhi
oleh ingatannya pada masa lalu tentang apa yang diketahui dan kesannya
tentang apa saja yang dihadapi.Pengalaman seseorang pada masa lalu membawa
sikap dan perilaku terhadap dorongan dari orang lain.
c) Praktek atau tindakan sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan.
2. Akomodasi :Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien
yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang mandiri harus dilibatkan secara
aktif dalam program pengobatan.
3. Modifikasi faktor lingkunga dan social
Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat
penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami
kepatuhan terhadap program pengobatan. Keberadaan dukungan keluarga yang
adekuat secara spesifik saling berhubungan dengan status kesehatan yaitu terjadinya
perubahan perilaku sehingga menurunnya mortalitas dan lebih mudah sembuh dari
sakit.Jadi dengan adanya dukungan dari keluarga maka status kesehatan penderita
lebih meningkat. Dari berbagai strategi untuk meningkatkan kepatuhan dalam
keperawatan yang salah satunya adalaha adnya keterlibatan dalam keluarga dan

lingkungan sosial.Perawatan kesehatan penting untuk mendapatkan informasi


mengenai praktek kesehatan keluarga untuk membantu keluarga dalam memelihara,
meningkatkan kesehatan, serta dapat memenuhi fungsi perawatan kesehatan dengan
baik dengan menggunakan pelayanan perawatan kesehatan profesional, tingkat
pengetahuan dalam bidang kesehatan dan sikap terhadap yang menderita Diabetes
Melitus , karena
dari segi fisik dan mental lansia terjadi penurunan fungsi sehingga
sangat membutuhkan keperawatan dan dukungan keluarga sepenuhnya.
4. Perubahan model terapi
Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien
terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.
5. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien.
- uatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pasien setelah
memperoleh informasi diagnosa.Meningkatnya interaksi tenaga kesehatan
melalui komunikasi dengan pasien,adalah suatu hal penting untuk
memberikan umpan nbalik pada pasien dalam memperoleh informasi.Pasien
membutuhkan penjelasan tentang kondisinya, apa penyebabnya dan apa
yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. Informasi yang
diperoleh pasien untuk lebih memahami kondisi mereka dan tindakan
pengobatan yang sedang mereka jalani dalam hal ini cara penggunaan obat
yang benar.
-

2. Pendekatan praktis untuk meningkatkan kepatuhan pasien.

Menurut Dinicola

menyebutkan ada beberapa pendekatan yang

dapat dilakukan dalam meningkatkan kepatuhan pasien, yaitu :


1) Buat intruksi tertulis yang mudah diinterpretasikan
2) berikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal lain
3) Jika seseorang memberi daftar tertulis tentang hal-hal yang harus diingat maka akan
ada ditulis.
4) Intruksi-intruksi harus ditulis dengan bahasa umum dalam hal yang perlu
ditekankan.

Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku yang tidak

menaati peraturan .
-

Perilaku kesehatan merupakan kepatuhan,menurut Lawrence Green dalam


Notoatmojo (2003) faktor mempengaruhi perilaku kesehatan adalah sebagai
berikut :

1) Faktor-faktor predisposing yaitu faktor-faktor yang mempermudah terjadinya


perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai
tradisi.
2) Faktor-faktor pemungkin adalah faktor- faktor yang memungkinkan atau
memfasilitasi perilaku atau tindakan.Yang dimaksud dengan faktor pemungkin
adalah sarana dan prasarana atau fasilita untuk terjadinya perilaku kesehtan.
3) Faktor-faktor penguat adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya
perilaku.Meskipun seorang tahun dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak
melakukannya.Perlu adanya contoh-contoh perilaku sehat dari para tokoh
masyarakat.
4)
2.8 Kriteria Keberhasilan Penyakit Diabetes Melitus
5) Pada awal tahun 2010 ini ADA (American Diabetes Association)
mengumumkan standar terbaru kriteria dan monitoring penyakit diabetes.
Berdasarkan Standards of Medical Care in Diabetes 2010, berikut ini adalah
ringkasan beberapa kriteria dan monitoring untuk diabetes tersebut sbb:

A1C > 6,5 %

FPG > 126 mg/dL (7 mmol/L), puasa didefinisikan tidak adanya ambilan kalori
sedikitnya selama 8 jam

2 jam glukosa plasma > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) selama OGTT dengan asupan
glukosa sebanding dengan 75 glukosa anhydrous yang dilarutkan

Pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan


glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
6) Pemeriksaan diabetes pada pasien asimtomatik

Pemeriksaan untuk mendeteksi diabetes tipe 2 pada pasien asimtomatik dilakukan

pada setiap usia jika berat badan berlebih atau obesitas (BMI > 25 kg/m2) dan dengan
satu atau lebih faktor risiko diabetes lainnya. Jika tanpa risiko pemeriksaan dapat
dimulai pada usia 45 tahun.

Jika pemeriksaan normal, pemeriksaan kembali dilakukan dalam interval 3 tahun.

Pemeriksaan deteksi diabetes asimtomatik adalah A1C, FPG atau OGTT 2 jam (75
g).

Deteksi dan Diagnosis Diabetes Gestasional

Skrining diabetes gestasional dengan analisa faktor risiko dan OGTT

Pasien diabetes gestasional dilakukan skrining diabetes 6-12 minggu pasca


kelahiran dan dilakukan pemeriksaan berkelanjutan sebagai skrining diabetes.

Monitoring kadar glukosa


Monitoring kadar gula darah secara mandiri/self monitoring of blood glucose

(SMBG) harus dilakukan 3 atau beberapa kali sehari pada pasien yang menggunakan
injeksi suntikan multipel atau pompa terapi insulin.
Pada pasien yang menggunakan insulin dengan masa kerja panjang, terapi non

insulin atau terapi nutrisi tunggal, SMBG menjadi alat untuk menilai keberhasilan
terapi.
Untuk mencapai target glukosa darah postprandial, pemeriksaan SMBG

postprandial perlu dilakukan.

AIC
Lakukan pemeriksaan A1C sedikitnya 2 x/tahun pada pasien dengan tujuan terapi

yang telah dicapai


Lakukan pemeriksaan A1C setiap 3 bulan pada pasien yang mengalami perubahan

terapi atau tujuan glikemik tidak tercapai


Gunakan hasil pemeriksaan A1C untuk menentukan perubahan terapi yang

digunakan

Tujuan terapi glikemik pada pasien dewasa

Menurunkan kadar A1C di bawah atau sekitar 7 %, kadar tsb telah menurunkan

komplikasi mikrovaskuler dan neuropati pada diabetes tipe 1 dan 2, sehingga target
A1C pada pasien dewasa nonpregnant untuk mencegah mikrovaskuler adalah < 7 %
Pada diabetes tipe 1 dan 2 dalam masa uji klinik yang dilakukan secara acak,

kontrol glikemik standar atau intensif tidak secara bermakna menurunkan risiko CVD
(cerebrovascular disease), tetapi dalam follow up jangka panjang, mencapai target
A1C di bawah atau sekitar 7% segera setelah diagnosis diabetes menurunkan risiko
CVD. Hingga didapatkan bukti lebih lanjut, tujuan A1C di bawah 7% menjadi alasan
rasional menurunkan risiko komplikasi makrovasular.

Pengendalian DM

Diperlukan pengendalian yang baik untuk mencegah terjadinya komplikasi

kronik. Kriteria keberhasilan pengendalian DM dapat dilihat pada tabel I. Keberhasilan


pengendalian diabetes melitus dapat dilihat dari beberapa parameter yaitu kadar gula darah,
tekanan darah, kadar kolesterol dan kadar trigiserid darah.

Tabel I. Kriteria Keberhasilan Pengendalian

ADA

Diabetes MelitusADA (2015) Parameter

ACE
and

Glukosa Darah Puasa (mg/dL)

90-130

AACE
<110

Glukosa Darah 2 jam PP (mg/dL)

mg/dL
<180

mg/dL
<140

mg/dL
mg/dL
HbA1c (%)
<7%
<6,5%
AACE, American Assocoation of Clinical Endocrinologist; ACE, American College

of Endocrinology; ADA, American Diabetes Association

2.9 Kontrol Penyakit


1. Memberikan pendidikan atau pengetahuan dan wawasan mengenai diabetes militus
kepada penderita dan keluarga yang memiliki resiko memiliki penyakit menurun
diabetes militus.

2. Memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat sehingga masyarakat leboih


mudah mengakses dan dapat mengontrol kesehatan seperti melakukan cek kadar gula
darah.
3. Diet untuk diabetes , ini dilakukan untuk selalu mengontrol pola makan terutama bagi
individu yang sudah terdiagnosa menderita penyakit diabetes.
4. Untuk mengontrol kadar gula darah dapat dilakukan dengan olah raga secara teratur.
Berguna untuk membakar banyak kalori termasuk glukosa.
5. Tidur yang cukup dapat membantu tubuh dalam memproduksi insulin oleh pankreas .
istirahat diperlukan untuk mencegah berbagai kegagalan fungsi organ-organ tubuh
6. Kontrol berat badan adalah sebuah gaya hidup sehat yang dapat membantu
menurunkan berat badan obesitas/ kegemukan yang merupakan faktor risiko umum
penyebab pengembangan diabetes.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit noninfeksius merupakan suatu penyakit yang disebabkan bukan


dari invansi mikroorganisme. Penyakit ini tidak disebabkan oleh pathogen dan tidak
dapat dibagi dari satu orang ke orang lain. Perjalanan alamiah penyakit diabetes melitus
umumnya dibagi menjadi 2 proses, yaitu Prepatogenesis dan Patogenesis. Pada proses
prepatogenesis, terjadi rangsangan yang menimbulkan penyakit dan individu tersebut
belum dinyatakan diabetes , Pada proses patogenesis, individu mulai merasakan adanya
keluhan keluhan dan terlihat gejala diabetes. Untuk program pencegahan pada
penyakit DM ini terbagi menjadi pencegahan primordial, primer, sekunder, dan tersier.
Sedangkan factor yang mempengaruhi keberhasilan pencegahan DM melalui kepatuhan
dalam berpendidikan, akomodasi, dan Modifikasi faktor lingkunga dan social

DAFTAR PUSTAKA

Noor, Nur Nasry.2008.Epidemiologi.jakarta:Rineka Cipta


Murti, Bhisma.2003. prinsip dan metode riset epidemiologi.Yogyakarta:Gadjah

Mada University Press


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21460/4/Chapter%20II.pdf (diakses

pada tanggal 3 Oktober 2015)


http://www.majalahfk.uki.ac.id/assets/majalahfile/artikel/2010-02-artikel-02.pdf

(diakses pada tanggal 3 Oktober 2015)


http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/115/jtptunimus-gdl-desiindahs-5731-2-

babii.pdf (diakses pada tanggal 3 Oktober 2015)


https://forbetterhealth.wordpress.com/2008/12/18/kehamilan-dengan-diabetes-

mellitus/ (diakses pada tanggal 3 Oktober 2015)

Anda mungkin juga menyukai