Pengertian hutang
Hutang adalah kewajiban suatu perusahaan atau badan usaha kepada pihak lain (kreditur)
yang harus dipenuhi dengan cara menyerahkan aset atau jasa dalam jangka waktu tertentu.
Hutang timbul akibat dari transaksi dimasa lalu (pembelian barang/jasa secara kredit).
B. Ciri-ciri atau Kriteria Hutang
a. Kewajiban itu ada dan merupakan transaksi di masa lalu (pembelian barang/jasa secara
kredit),
b. Ada kewajiban untuk menyertakan aktiva yang dapat diterima oleh yang bersangkutan atau
pihak ketiga di masa yang akan datang,
c. Kewajiban itu dapat diukur / dinyatakan dalam satuan mata uang dengan jumlah yang pasti
atau dapat ditaksir jumlahnya,
d. Kreditur dan tanggal jatuh tempo dapat diketahui atau ditentukan,
e. Tidak ada hak untuk membatalkan atau melepaskan diri dari hutang tersebut.
C. Hutang Jangka Pendek
Menurut
jangka
PSAK
pendek,
No.1
jika:
(a)
suatu
kewajiban
diperkirakan
akan
diklasifikasikan
diselesaikan
sebagai
dalam
kewajiban
jangka
waktu
siklus normal operasi perusahaan; atau (b) jatuh tempo dalam jangka waktu
dua belas bulan dari tanggal neraca.
D. Jenis Hutang Jangka Pendek
1. Hutang Pajak (Tax Payable), yaitu kewajiban setoran pajak dari perusahaan ke kas Negara
atau Daerah.
Hutang
Pajak
Penghasilan
(pph
badan
maupun
Pph
OP)
Penaksiran pajak penghasilan biasanya dihitung berdasarkan laba yang diperoleh pada tahun
yang bersangkutan dikalikan dengan tarif pajak.
2. Hutang dagang atau hutang usaha (accounts Payable) adalah kewajiban perusahaan
kepada pihak ketiga atas transaksi dimasa lalu (pembelian barang dagang/jasa secara kredit),
dimana kewajiban tersebut tidak disertai surat perjanjian formal tetapi atas dasar kekayaan
dan kepercayaan. Hutang dagang ini timbul secara berulang-ulang dalam suatu periode.
Hutang Dagang (Accounts Payable), yaitu hutang yang timbul karena transaksi berupa
pembelian barang dan jasa secara kredit.
3. Wesel bayar adalah hutang atau pinjaman yang didukung dengan surat pengakuan hutang
atau surat pernyataan kesanggupan membayar.
4. Hutang deviden adalah jumlah uang yang harus dibayar perusahaan kepada pemegang
saham akibat adanya pengumuman pembagian deviden. Pada umumnya, pembayaran atas
deviden yang telah diumumkan akan dilakukan segera setelah tanggal pengumumannya. Oleh
karena itu, hutang deviden termasuk dalam hutang lancar.
5. Uang
Muka
dan
Jaminan
yang
dapat
diminta
kembali
Uang muka (Down Payment) disini merupakan pembayaran dimuka untuk barang-barang
yang dipesan. Sebelum barang yang dipesan diserahkan kepada pembeli, uang muka tersebut
merupakan hutang jangka pendek. Jaminan yang diminta dari pelanggan/konsumen juga
merupakan hutang jangka pendek karena dapat ditarik sewaktu-waktu.
6. Beban-beban yang harus dibayar ( Expense payable) adalah suatu kewajiban yang telah
menjadi beban (seharusnya sudah di bayar) tetapi belum dibayar karena belum saat
pembayarannya.
7. Pendapatan diterima Dimuka adalah penghasilan dari penjualan barang atau penyerahan
jasa yang diterimanya telah terjadi dimuka sebelum transaksi penjualan atau penyerahan jasa
berlangsung.
Hasil yang diterima dimuka (Defered Income), adalah penerimaan yang telah dipeperoleh
perusahaan dengan diikuti adanya kewajiban untuk menyerahkan barang atau jasa pada
periode mendatang. Hasil yang diterima dimuka dicatat di sebelah kredit neraca, dan baru
benar benar dinyatakan sebagai pendapatan perusahaan setelah kewajibannya diselesaikan.
E. Akuntansi Hutang
1. Utang Dagang
Utang dagang adalah utang yang terjadi dari transaksi pembelian barang dan jasa yang
diperlukan dalam kegiatan usaha normal. Jadi perkiraan hutang dagang mencakup kewajiban
karena perolehan bahan baku, peralatan, prasarana, reparasi dan banyak lagi jenis barang dan
jasa lainnya yang telah diterima sebelum akhir tahun.
Hutang dagang tidak dicatat pada waktu pemesanan dilakukan, tetapi hanya pada saat hak
pemilikan atas barang-barang tersebut beralih kepada pembeli.Apabila terdapat potongan
pembelian secara tunai, maka hutang dagang harus dilaporkan sebesar jumlah hutang dagang
setelah dikurangi potongan tunai.Selain itu apabila dalam pembelian terdapat PPN (Pajak
Pertambahan Nilai) maka Hutang dagang dilaporkan termasuk nilai PPN.
Utang dagang dapat dihitung menggunakan:
Metode Brutto
Metode Netto
Contoh:
Tanggal 15 Januari 2000 dibeli barang kena pajak Rp. 10.000.000.Tanggal 10 Pebruari 2000
hutang itu dilunasi.
Pencatatan berdasarkan metode brutto:
15 Januari 2000:
Pembelian
PPN Masukan
10.000.000
1.000.000
Hutang Dagang
11.000.000
10 Pebruari 2000:
Hutang Dagang
Kas
11.000.000
11.000.000
Jika ada potongan tunai maka utang dagang diukur dan diakui sebesar harga beli netto setelah
dikurangi potongan tunai yang diharapkan akan direalisasi.
Contoh:
PT Ritelindo tanggal 26 Desember 2004 membeli barang dagangan Rp 500.000.000,- dengan
syarat pembayaran 2/10, n/30, jurnal yang dibuat sebagai berikut:
Netto: Persediaan barang dagang
Utamg dagang
Bruto: Persediaan barang dagang
Utang Dagang
Rp 490.000.000
Rp 490.000.000
Rp 500.000.000
Rp 500.000.000
2. Utang Wesel
Utang wesel adalah kewajiban kepada pihak lain yang dibuktikan dengan janji tertulis tanpa
syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu pada tanggal yang telah ditentukan. Utang
wesel dapat dijual oleh pemegangnya. Sekalipun wesel ini dapat dijual oleh pemegangnya,
namun jumlah utang yang harus dibayar tidak berubah.
Utang wesel ada dua yaitu:
Utang wesel yang tidak berbunga, yaitu utang wesel yang pada tanggal jatuh tempo
pelunasannya hanya sebesar nilai nominal wesel.
Utang wesel yang berbunga, yaitu utang wesel yang pada tanggal jatuh tempo
pelunasannya sebesar nilai nominal wesel ditambah dengan bunga.
Contoh:
PT Ritelindo pada tanggal 2/1/2004 membeli barang dagangan sebesar Rp 500.000.000,dengan menyerahkan promes 6 bulan, bunga 15%.
2 Januari 2004:
Persediaan Barang Dagang
Rp 500.000.000
Utang Wesel
Rp 500.000.000
2 Juli 2004:
Utang Wesel
Rp 500.000.000
Biaya Bunga
Rp 37.500.000
Kas
Rp 537.000.000
3. Utang Dividen
Utang deviden timbul jika pembagian laba diumumkan oleh perseroan.Pembagian laba yang
tidak diumumkan tidak menimbulkan utang.Menurut ketentuan pajak, pajak telah terutang
pada saat pengumuman pembagian laba bukan pada saat pembayaran.Karena itu pembayar
deviden
wajib
menyetor
pajak
atas
deviden
kepada
negara
pada
saat
yang
ditentukan.Ketentuan pemungutan pajak diatur dalam Pasal 23 dan 26 UU No. 7 Tahun 1983.
Contoh:
Tanggal 20 Desember 2001 PT Radithya mengumumkan akan membayar deviden tunai Rp
10.000.000 pada 10 Januari 2002.
20 Desember 2001:
Laba ditahan
Rp 10.000.000
Hutang deviden
Rp 8.500.000
Rp 1.500.000
10 Januari 2002:
Hutang deviden
Kas
Rp 8.500.000
Rp 8.500.000
Rp 7.500.000
Rp 7.500.000
5. Utang Pajak
Penyajian ikhtisar utang pajak yang baik dan teratur akan mempermudah penelitian atas
kewajiban pajak dan pemenuhannya. Utang pajak yang dimaksud dapat mencakup hal-hal
sebagai berikut:
Utang pajak penghasilan yang dibayar sendiri (PPh Pasal 25 dan 29)
Utang pajak penghasilan yang dipungut atau dipotong dari pihak ketiga (PPh Pasal
21, 22, dan 23)
Utang pajak yang wajib dipungut atau dipotong dari pihak ketiga (PPh Pasal 21, 22,
23 dan 26)
Utang PBB
Rp 1.500.000
Utang PPh
Rp 150.000
Kas
Rp 1.350.000
Rp 25.000.000
Utang PPN
Rp 2.500.000
Penjualan
Rp 22.500.000
6. Utang Bonus
a. Dihitung dari laba sebelum dikurangi bonus dan pajak penghasilan
b. Dihitung dari laba sesudah dikurangi pajak penghasilan sebelum dikurangi bonus
c. Dihitung dari laba sesudah dikurangi bonus dan pajak penghasilan
Contoh:
PT RS memberikan bonus untuk kepala bagian penjualan sebesar 10% dari laba.Laba tahun
2004 Rp 1.000.000.PPh 15% dari laba bersih.
a. Dihitung dr laba sblm dikurangi bonus & PPh
B
= 0,10 x Rp 1.000.000
= Rp 100.000
PPh
PPh
B =0,10 ( Rp 1.000.000 P)
P = 0,15 (Rp 1.000.000 B)
B = 0,10 {1.000.000 0,15(Rp 1.000.000 B)}
B = 0,10 (1.000.000 150.000 + 0,15B)
B 0,015B
0,985B
= 85.000
= 85.000
B = Rp 86.294,40
P = 0,15 (1.000.000 Rp 86.294,40)
P = 0,15 x 913.705,60
P = Rp 137.055,84
c. Dihitung dr laba sesudah dikurangi PPh dan bonus
B = 0,10 ( Rp 1.000.000 B P)
P = 0,15 (Rp 1.000.000 B)
B = 0,10{1.000.000B-0,15(Rp 1.000.000 B)}
B = 0,10 (1.000.000 B 150.000 + 0,15B)
B = 100.000 0,10B 15.000 + 0,015B
B + 0,10B 0,015B
1,0985B
= 85.000
= 85.000
B = Rp 77.378
P = 0,15 (1.000.000 77.378)
P = 0,15 x 922.622
P = Rp 138.393
F. Analisa Hutang
Dalam menentukan apakah sebuah perusahaan memiliki utang yang besar atau kecil, cara
yang paling umum digunakan adalah dengan membandingkannya dengan modalnya.
Contohnya, jika A tercatat memiliki total utang hingga Rp10 trilyun, tapi modalnya masih
lebih besar lagi yaitu Rp20 trilyun, maka A belum bisa dikatakan memiliki utang yang besar.
Sementara jika B memiliki utang Rp10 milyar saja, tapi modalnya lebih kecil yaitu Rp5
milyar, maka utang B sudah cukup banyak sehingga sahamnya menjadi kurang ideal secara
fundamental.
Dalam perhitungan analisis fundamental, perbandingan antara utang (debt) dengan modal
(equity) dikenal dengan istilah debt to equity ratio (DER). Cara menghitungnya gampang
yaitu total utang dibagi total modal, lalu dikali 100%. Ada juga yang membaliknya menjadi
equity to debt ratio (EDR), sehingga cara menghitungnya menjadi total modal dibagi total
utang, lalu dikali 100%. Kalau DER atau EDR ini menunjukkan bahwa jumlah utang sebuah
perusahaan masih wajar, maka sahamnya mungkin masih ideal, jika poin-poin fundamental
lainnya juga mendukung.
Utang yang wajar tersebut tentunya jika jumlahnya lebih kecil dari modalnya, alias DERnya dibawah 100% (kalau pake EDR maka berlaku kebalikannya yaitu EDR-nya diatas
100%). Namun itu bukan berarti perusahaan yang utangnya lebih besar dari modalnya, maka
utangnya tersebut sudah pasti tidak wajar, dengan catatan utang-utang tersebut bukan
merupakan utang-utang yang berbahaya, melainkan utang yang memang mendukung
perusahaan untuk berkembang.
Yang dimaksud dengan utang yang berbahaya adalah utang yang mengharuskan perusahaan
untuk membayar bunga, atau denda jika terlambat membayar. Utang seperti itu misalnya
utang bank dan utang obligasi. Utang seperti itu simpelnya bisa kita sebut sebagai utang
finansial. Kenapa berbahaya? karena bunga tersebut bisa menggerogoti laba bersih
perusahaan. Sementara utang yang tidak berbahaya adalah utang operasional, seperti utang
usaha, beban yang masih harus dibayar, uang pelanggan yang diterima dimuka, dan
seterusnya. Utang-utang tersebut biasanya tidak mengandung bunga atau denda, sehingga
tidak
akan
berpengaruh
terhadap
perolehan
laba
bersih
perusahaan.
Namun, utang bank pun belum tentu berbahaya, dengan catatan beban bunga yang harus
dibayar perusahaan sepadan dengan keuntungan yang bisa dihasilkan perusahaan, jika
perusahaan memperoleh tambahan modal usaha untuk berekspansi dari utang tersebut.
Sehingga tidak selamanya yang namanya berhutang ke bank bersifat negatif, melainkan justru
bisa menguntungkan perusahaan.
Perusahaan memiliki opsi untuk meminjam ke bank, untuk modal usaha meubel. Katakanlah
bank kemudian ngasih anda 5 milyar, dengan bunga 16% per tahun, alias 1.3% per bulan
(sebenarnya bunga segitu agak kegedean, tapi kita asumsikan saja). Setelah bekerja untuk
memenuhi pesanan selama 3 bulan, anda kemudian bisa membayar lunas pinjaman bank
tersebut, dan memperoleh laba bersih 1 milyar. Laba bersih 1 milyar tersebut kemudian
dikurangi bunga pinjaman, sebesar 1.3% x 3 bulan x 5 milyar = Rp200 juta, sehingga laba
bersih yang benar-benar anda dapatkan adalah Rp800 juta.
Jadi yang menjadi concern dalam hal ini adalah, berapa nilai bunga yang harus dibayar
perusahaan ke bank? Apakah cukup besar hingga berpengaruh negatif terhadap laba bersih,
atau tidak? Kalau bunganya 20% per tahun, misalnya, maka beban bunga yang harus anda
bayar dalam tiga bulan adalah 5% x 5 milyar = Rp250 juta. Berarti laba bersih anda menjadi
lebih kecil yaitu Rp750 juta. Kalau ternyata perolehan laba bersih anda gak nyampe 1 milyar,
melainkan jauh lebih kecil yaitu 200 juta, maka anda akan rugi 50 juta
Selain bunga, yang juga penting untuk diperhatikan adalah jangka waktu pelunasan hutang,
dimana semakin pendek waktunya maka itu semakin baik. Kalau kita pakai contoh diatas,
dimana jika anda membutuhkan waktu 1 tahun untuk melunasi utang sebesar 5 milyar dengan
bunga 16%, maka anda harus mengeluarkan 800 juta untuk membayar bunganya. Tapi jika
anda bisa melunasinya dalam waktu 3 bulan saja, maka anda hanya perlu membayar 200 juta.
Karena itulah, perusahaan yang bagus adalah perusahaan yang bisa menemukan alternatif
pembiayaan yang murah, dengan bunga yang rendah, dan jangka waktu pembayaran yang
fleksibel, sehingga utang tersebut menjadi menguntungkan bagi perusahaan, bukan malah
merugikannya. Biasanya para perusahaan terutama perusahaan besar bisa bernegosiasi
dengan bank mengenai dua hal tersebut (bunga dan deadline pelunasan). Semakin besar nilai
pinjaman, maka biasanya semakin kecil bunganya. Selain utang ke bank, penerbitan obligasi
bisa menjadi alternatif, terutama untuk pinjaman jangka panjang, katakanlah 5 tahun, karena
biasanya bunganya lebih rendah yaitu 8 12% per tahun, sehingga tidak jadi masalah
meskipun deadline pelunasannya lama.