Anda di halaman 1dari 18

TEKNIK PEMBEDAHAN HEWAN

Pembedahan hewan dilakukan secara hati-hati dengan keterampilan yang tinggi,


agar selama pembedahan hewan tidak mengalami kesakitan, tidak kehilangan
banyak cairan dan tidak kehilangan banyak darah.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembedahan hewan percobaan
seperti :
Teknik pembiusan
Teknik kanulasi
Teknik penyiapan larutan fisiologis
Teknik isolasi organ
Teknik mengorbankan hewan

A. Teknik pembiusan
Pembiusan terhadap hewan yang akan dioperasi harus disesuaikan dengan tujuan
operasi, seperti operasi ringan hanya doperlukan pembiusan lokal sedangkan untuk
operasi berat diperlukan pembiusan total (anestesi umum)
Untuk anesteri lokal biasa digunakan suntikan prokain atau lidokain HCl, sedangkan
untuk anestesi umum biasa digunakan injeksi pentobarbital sodium, urethane.
Kloralhidrat, Ketamin, Xylazin dan senyawa yang bersifat hipnotik. Secara inhalasi
dapat pula dipakai dietileter, CHCl3, fluothane. Pembiusan secara inhalasi dapat
dilakukan secara openfield atau dengan half openfield. Teknik openfield dapat
dilakukan dengan memberikan zat penganestesi melalui kapas yang didekatkan
dengan saluran pernafasan (hidung) hewan percobaan, sedangkan teknik half open
field dapat dilakukan dengan pembiusan hewan percobaan dalam suatu kaleng,
atau botol yang mengandung uap penganestesi.

B. Teknik kanulasi pada tikus


Untuk memberi keselesaan pernafasan spontan pada hewan percobaan, dilakukan
tracheotomi dengan cara berikut: Sedikit kulit dibahagian leher dibuang dan otot di
atas trakea disingkirkan sehingga jelas kelihatan 2 cm trakea. Trakea dipotong
setengahnya dan kanula berukuran garis tengah bagian dalam 1.77 mm dan garis
tengah bagian luar 2.80 mm (PE 260) dimasukkan ke dalamnya, dan diikat dengan
benang supaya tidak mudah lepas.

Vena femoral kanan dikanulasi dengan cara sebagai berikut: Sedikit kulit bahagian
lipat paha kanan tikus dibuang, kemudian vena femoral 1.5 sm dibersihkan secara
hati-hati dan dipisahkan dari jaringan penghubung. Bahagian distal vena femoral
diikat dengan seutas benang dan bahagian proksimal diangkat dengan forsep agar
darah tertahan mengalir. Sebahagian vena dipotong, kemudian kanula bersaiz garis
pusat dalam 0.58 mm dan garis pusat luar 0.95 mm (PE 50) yang berisi larutan salin
dimasukkan ke dalam vena dan diikat dengan seutas benang. Infusi salin (NaCL
0.9%) diberikan melalui vena, untuk pengekalan pembiusan dilanjutkan dengan
pemberian campuran kloralos/ uretan (12 mg dan 180 mg/ml), 0.1 ml setiap 5 min
(6-7 kali pemberian), kemudian dilanjutkan dengan 0.05 ml setiap 30 minit sesuai
dengan keperluan. Semasa percubaan berlangsung, tikus diberikan infus salin
melalui vena femoral kanan dengan kecepatan 3 ml/jam.
Arteri femoral yang berada berjajaran dengan vena femoral kanan dikanulasi
dengan cara berikut: Arteri femoral dibersihkan secara hati-hati dan diasingkan
daripada tisu-tisu penghubung, Bahagian distal arteri femoral diikat dengan seutas
benang dan bahagian proksimal pula diangkat dengan pinset agar darah tertahan
mengalir. Dipotong sebahagian arteri, kemudian kanula PE 50 berisi campuran
larutan salin dan heparin (60 U/ml) dimasukkan ke dalam arteri dan diikat dengan
seutas benang.
Untuk memberi keselesaan pengeluaran urin spontan pada tikus percubaan, pundi
kencing (bladder) juga dikanulasikan dengan cara berikut: Sebahagian pundi
kencing dipotong untuk memasukkan kanula bersaiz garis pusat dalam 0.86 mm
dan garis pusat luar 1.52 mm, kemudian diikat dengan benang. Urin yang dihasilkan
ditampung dengan sebuah tiub.

C. Teknik Penyiapan/Penyediaan larutan fisiologis


Larutan fisiologis dapat dipersiapkan/dibuat sesuai dengan kebutuhan/keperluan
pembedahan. Larutan fisiologis yang umum digunakan adalah larutan NaCl 0.9%
atau disebut juga dengan larutan sline.
Biasanya larutan saline selalu dibuat segar, namun bila larutan ini disimpan di
dalam suasana dingin (lemari es) maka dapat digunakan dalam seminggu.
Penggunaan salin untuk langsung pada hewan hendaklah pada suhu tubuh, namun
kalau digunakan untuk mempertahankan kehidupan organ/jaringan maka
pemakaiannya disamping pada suhu tubuh juga harus diaerasi (diberi gas O2/CO2
95/5%).

D. Teknik Isolasi Organ

Isolasi organ dapat dilakukan segera setelah hewan di bius atau dimatikan agar
organ yang diperoleh masih hidup dan segera dimasukkan ke dalam larutan
fisiologis dengan aerasi dan pengadukan yang cukup.
Isolasi organ biasa digunakan untuk percobaan in-vitro untuk menentukan sifat
kontraksi atau relaksasi suatu organ, ataupun untuk menentukan tempat kerja
(reseptor) dari suatu calon obat.
Berikut adalah salah satu bentuk pembedahan hewan yang bertujuan untuk
menidentifikasi dan mengisolasi saraf ginjal pada tikus percobaan untuk keperluan
evaluasi aktivitas saraf tersebut.
Pembedahan dilakukan pada bahagian punggun (retroperitoneal) tikus yang
dilakukan dengan cara berikut : Bahagian epidermis belakang kiri tikus (yang sudah
dibuang bulunya) digunting sejajar tulang belakang sepanjang 6-7 sm. Kemudian
diasingkan bahagian otot belakang tikus dari tisu-tisu penghubung secara hati-hati
hingga ginjal, vena dan arteri ginjal terlihat dengan jelas. Bahagian perut diasingkan
daripada otot belakang tikus menggunakan alat tisu spreader (Weitlaner BV 76).
Saraf simpatetik ginjal (dilihat dengan bantuan mikroskop) dibersihkan daripada
tisu-tisu penghubung secara hati-hati, kemudian diasingkan. Saraf simpatetik ginjal
yang telah terasing dikait dengan bantuan spatel gelas yang tumpul, lalu diletakkan
di atas elektroda perak, dan dilekatkan dengan Wacker Sil Gel 604 (Wacker-Chemie,
Munich, Germany). Pelekat Wacker Sil Gel 604 dibuat segera dengan cara
mencampurkan 9.9 ml Wacker RTV-2E 604 A dengan 0.1 ml Wacker RTV-E 604 B
dalam tiub, dipanaskan dengan suhu 600 C sambil diaduk sampai jernih, kemudian
dibiarkan sampai suhu badan untuk dapat digunakan.
Setelah hewan dibiarkan selama 1-2 jam untuk menghilangkan stres akibat
pembedahan, maka pesrlakuan siap untuk dimulai.

Untuk organ-organ yang terdapat di dalam rongga dada atau rongga perut dapat
dilakukan dengan membuka terlebih dahulu bagian kulit pada dada dan perut
hewan percobaan. Kemudian dengan pertolongan gunting yang tajam dapat
dilakukan pembedahan bahagian perut dan dada hewan sehingga organ-organ yang
akan diisolasi dapat terpapar ke luar tubuh. Segera dibasahi dengan larutan
fisiologis agar organ tersebut tidak mati.

F. Tekni mengorbankan hewan


Hewan percobaan dapat dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher (hewan
yang ukuran kecil), memberikan secara injeksi obat-obat hipnotik sedativ dengan
dosis tinggi, atau dengan menyuntuikan sejumlah volume udara melalui i.p. atau i.v.

Dalam pengorbanan hewan harus dijaga agar seminimal mungkin menimbulkan


perasaan nyeri atau sakit dan secepat mungkin dapat dimatikan.
Hewan-hewan yang sudah dimatikan harus dibungkus dan dikubur pada tempattempat tertentu untuk menghindari polusi udara, air maupun lingkungan.Hidari
membuang hewan-hewan yang sudah dikorbankan ke dalam tong sampah atau
selokan, sebab akan dapat mencemari lingkungannya.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keandalan pengamatan manusia terhadap suatu subyek dalam suatu pengamatan sangat
terbatas. Oleh karena itu diperlukannya suatu alat atau obyek tertentu untuk dapat membantunya
dan yang dapat pula dipergunakan sebagai subyek dalam penelitian, di antaranya adalah dengan
mempergunakan hewan-hewan percobaan.
Penggunaan hewan percobaan terus berkembang hingga kini. Kegunaan hewan
percobaan tersebut antara lain sebagai pengganti dari subyek yang diinginkan, sebagai model, di
samping itu di bidang farmasi juga digunakan sebagai alat untuk mengukur besaran kualitas dan
kuantitas suatu obat sebelum diberikan kepada manusia.
Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian, harus dipilih mana
yang sesuai dan dapat memberikan gambaran tujuan yang akan dicapai. Hewan sebagai model
atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain
persyaratan genetis/keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di samping
faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang
mirip kejadiannya pada manusia. Oleh karena itu, kita dapat dan lebih mudah menggunakan
hewan coba sebagai hewan percobaan.
B. Maksud Dan Tujuan Percobaan
1. Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara-cara perlakuan pada hewan coba.
2.

Tujuan Percobaan
Dapat mengetahui cara-cara penanganan dan perlakuan terhadap hewan coba mencit
(Mus musculus)

C. Prinsip Percobaan
Penanganan hewan coba mencit (Mus musculus) dengan memegang ekor mencit dengan jari,
sedangkan tangan kanan memegang bagian leher mencit selanjutnya diberi perlakuan pada
hewan coba (Mus musculus).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum
Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup,
lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran senyawa tersebut disebut
obat, dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan resiko penggunaan obat.
Karena itu dikatakan farmakologi merupakan seni menimbang (the art of weighing). Obat
didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis
penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu, misalnya membuat seseorang
infertil, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan hewan coba. Farmakologi
mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu cara membuat, menformulasi,
menyimpan dan menyediakan obat (Marjono,2011:76).
Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan
sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek teraupetis obat
berhubungan erat dengan efek dosisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup
tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme (Tjay,2007:172).
Pada dasarnya hewan percobaan dapat merupakan suatu kunci dalam mengembangkan
suatu penelitian dan telah banyak berjasa bagi ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan tentang
berbagai macam penyakit seperti: malaria, filariasis, demam berdarah, TBC, gangguan jiwa dan
semacam bentuk kanker. Hewan percobaan tersebut oleh karena sebagai alternatif terakhir
sebagai animal model. Setelah melihat beberapa kemungkinan peranan hewan percobaan, maka
dengan berkurangnya atau bahkan tidak tersedianya hewan percobaan, akan berakibat penurunan
standar keselamatan obat-obatan dan vaksin, bahkan dapat melumpuhkan beberapa riset medis
yang sangat dibutuhkan manusia (Sulaksono,1992:318).
Hewan coba/hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang
khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan percobaan digunakan untuk

penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Peranan hewan percobaan dalam
kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan sejak puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola
kebijaksanaan pembangunan nasional bahkan internasional, dalam rangka keselamatan umat
manusia di dunia adalah adanya Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini berisi tentang segi etik
percobaan yang menggunakan manusia (1964) antara lain dikatakan perlunya diakukan
percobaan pada hewan, sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset lainnya dilakukan
atau diperlakukan terhadap manusia, sehingga dengan demikian jelas hewan percobaan
mempunyai mission di dalam keikutsertaannya menunjang program keselamatan umat manusia
melalui suatu penelitian biomedis (Sulaksono,1992:321).
Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di mana faktor
keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang terlihat/karakteristik hewan
1)
2)
3)

percobaan, maka ada 4 golongan hewan, yaitu :


Hewan liar.
Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka
Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistim

4)

barrier (tertutup).
Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistem
isolator.
Sudah barang tentu penggunaan hewan percobaan tersebut di atas disesuaikan dengan
macam percobaan biomedis yang akan dilakukan. Semakin meningkat cara pemeliharaan,
semakin sempurna pula hasil percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu
percobaan dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila
menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman
(Sulaksono,1987 :323)
Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan
berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif dengan hewan
percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain (Malole,1989:475) :

1.

Faktor internal pada hewan percobaan sendiri: umur, jenis kelamin, bobot badan, keadaan

2.

kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.


Faktorfaktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana kandang, populasi dalam
kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan, pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai
oksigen dalam ruang pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.

3.

Keadaan faktorfaktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan
terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan
percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping
itu cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon
hewan terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara
pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang akan
digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat
mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu.
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk ke dalam tubuh,
sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang
merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal dan parenteral (Priyanto, 2008:127).
Semua jenis hewan percobaan harus ditempatkan dalam lingkungan yang stabil dan sesuai
dengan keperluan fisiologis, termasuk memperhatikan suhu, kelembaban dan kecepatan
pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari. Kebanyakan hewan coba tidak dapat
berkembangbiak dengan baik pada kamar lebih tinggi dari suhu 30 0C. Mencit, tikus dan marmut

a.

maksimum perkembangbiakannya pada suhu 300C, kelinci pada suhu 2500C (Malole,1989:481).
Pengawasan status kesehatan
Standar kebersihan hewan percobaan yang diperlukan sama dengan manusia harus dijaga agar
dapat hidup sehat. Dinding dan lantai misalnya harus tahan air dan mudah dicuci. Lantai harus
dibuat sedemikian rupa agar air dapat mengalir dan cepat kering sesudah dicuci. Bahan bangunan

b.

yang dipakai untuk membangun gedung harus kuat dan tahan lama.
Pengawasan orang yang akan merawat hewan percobaan
Jumlah pengunjung yang masuk ke dalam kamar penelitian/ pemeliharaan harus dibatasi karena
semakin banyak yang masuk dapat menyebabkan jumlah mikroorganisme patogen dan dapat

c.

saling mengkontaminasi.
Pengawasan makanan dan minuman
Kualitas makanan baik dapat diperoleh jika nilai komponen ransum telah diketahui. Misalnya,
tikus dan mencit memerlukan ransum yang mengandung 20% protein sedangkan kelinci dan

d.

marmut hanya memerlukan 14-15% protein.


Pengawasan sistem pengolahan dan pembiakan
Dalam keadaan ideal, semua harus ideal. Misalnya, kandang hewan coba harus diketahui batas
masimalnya, makanan dan minuman yang harus selalu diperhatikan. Kebanyakan pemberian

e.

makanan/minuman bisa mencemari kandang dan memberi lingkungan tidak sehat.


Pengawasan kualitas hewan

Kualitas genetik hewan coba penting dalam penelitian dasar. Sering bahwa hewan coba inbreed
mempunyai kualitas genetik lebih tinggi dan lebih bermanfaat dibandingkan hewan percobaan
outbreed. Tetapi itu tidak selalu benar.
Adapun tujuan penggunaan hewan percobaan sejalan dengan arah bidang ilmu ialah sebagai
berikut: (Malole.1989:482-483)
1. Bidang Toksikologi
Pengujian toksikologi dengan menggunakan hewan percobaan yang dilakukan di lingkungan
industri bertujuan agar bahan kimia yang dibubuhkan pada bahan makanan tepat dalam arti aman
buat konsumen, efektif daya kerjanya dan masih mendatangkan keuntungan bagi perusahaan.
Status kesehatan berdasarkan pemeriksaan yaitu :
a.
Ektoparasit dan endoparasit
b. Patologi
c.
Profil hematologi dan kimia darah
d. Penyakit menular
2. Bidang Patologi
Para ahli patologi memakai hewan percobaan terutama untuk meneliti atau mengamati
a.

adanya perubahan-perubahan patologik jaringan tubuh yang disebabkan oleh :


Terjadinya kontak antar spesies (infeksi mikroorganisme atau invasi parasit pada hewan atau

menusia).
b.
Stress karena faktor lingkungan (suhu, kelembaban, sanitasi, ventilasi, kepadatan dan lainc.
d.

lain).
Keracunan makanan
Defisiensi makanan (defisiensi vit. A, defisiensi vit. E)
Hewan percobaan juga dimanfaatkan oleh ahli patolgi untuk penelitian tentang tumor dan kanker
bahkan hewan percobaan juga dimanfaatkan sebagai lahan untuk menanam dan menghasilkan
selsel tumor ini dapat dimanfaatkan oleh ahli mikrobiologi untuk membuat biakan jaringan
guna membiakkan virus, selain itu dapat juga digunakan untuk mendeterminasi penyakit
berdasarkan perubahan-perubahan jaringan dan organ tubuh yang terjadi setelah hewan
percobaan tersebut mendapat perlakuan (keracunan karena mengisap chloroform, keracunan

aflatoksin melalui ransum).


3. Bidang Parasitologi
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian parasitologi dikehendaki berkualitas
baik, sebelum melangkah untuk melakukan penelitian dalam bidang parasitologi, kita perlu
mengetahui interaksi antar parasit sendiri.misalnya pada hewan mencit yang diberi antibiotik
4.

untuk mengusir mikroflora dalam usus dan kemudian diganti oleh mikroorganisme tertentu.
Bidang Imunologi

Respon imun pada hewan percobaan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu termasuk
perihal infeksi oleh bakteri, virus maupun parasit, stress, faktor diet / ransum dan peradangan
non spesifik.
Tabel 1.1 Ukuran dan alat yang digunakan untuk pemberian obat pada hewan percobaan.
Hewan
Mencit

Tikus

Kelinci

Marmut

Kucing

IV
Jarum

IP
Jarum

SC
Jarum

IM
Jarum

Oral
Ujung tumpul

27,5 g

25 g

25 g

25 g

15 g/16 g

/2inci
Jarum

inci
Jarum

inci
Jarum

inci
Jarum

2 inci
Ujung tumpul

25 g

25 g

25 g

25 g

15 g/16 g

Jarum

1 inci
Jarum

1 inci
Jarum

1 inci
Jarum

2 inci
Kateter karet

25 g

21 g

25 g

25 g

no. 9

1 inci
-

1 inci
Jarum

1 inci
Jarum

1 inci
Jarum

25 g

25 g

25 g

1 inci
Jarum

1 inci
Jarum

inci
Jarum

21 g

25 g

25 g

1 inci

1 inci

1 inci

(Harmita,2008: 64)
Tabel 1.2 Konversi perhitungan dosis untuk berbagai jenis hewan dan manusia.
Hewan

Menci

Tikus Marmu

Kelinc

Kucin

Ker

Anjin

Manusi

percobaa

200 g t

n
Mencit

20 g
1,0

7,0

400 g
12,25

1,5 kg
27,8

2 kg
29,7

4 kg
64,1

12 kg
124,2

70 kg
387,9

20 g
Tikus

0,14

1,0

1,74

3,9

4,2

9,2

17,8

56,0

200 g
Marmut

0,08

0,57

1,0

2,25

2,4

5,2

10,2

31,5

400 g
Kelinci

0,04

0,25

0,44

1,0

1,08

2,4

4,5

14,2

1,5 kg
Kucing

0,03

0,23

0,41

0,92

1,0

2,2

4,1

13,2

2 kg
Kera

0,016

0,11

0,19

0,42

0,45

1,0

1,9

6,1

4 kg
Anjing

0,008

0,06

0,10

0,22

0,24

0,52

1,0

3,1

12 kg
Manusia

0,0026 0,018 0,031

0,07

0,076

0,16

0,32

1,0

70 kg
(Harmita,2008: 66)
Tabel 1.3 Volume maksimum larutan/padatan yang dapat diberikan pada hewan
Volume maksimum (ml) sesuai jalur pemberian
IV
IM
IP
SC
PO
Mencit 20-30 g) 0,5
0,05
1,0
0,5-1,0
1,0
Tikus (100 g)
1,0
0,1
2-5,0
0,5-5,0
5,0
Hamster (50 g) 0,1
1-2,0
2,5
2,5
Marmut (250 g) 0,25
2-5,0
5,0
10,0
Merpati (300 g) 2,0
0,5
2,0
2,0
10,0
Kelinci (2,5 kg) 5-10,0
0,5
10-20,0
5-10,0
20,0
Kucing (3 kg)
5-10,0
1,0
10-20,0
5-10,0
50,0
Anjing (5 kg)
10-20,0
5,0
20-50,0
10,0
100,0
(Harmita,2008: 67)
Hewan

Tabel 1.4 Data anastesi umum pada hewan percobaan.


Hewan

Anastetik

Kepekatan

Dosis

Rute

percobaan

larutan

pemberian

Mencit

dan pelarut
2% dalam
300 mg/kg

Inhalasi

NaCl

i.p

Eter kloralose uretan

Dan tikus

1-1,25 g/kg

fisiologis

i.p

10-25%
Nembutal

dalam NaCl
65 mg/ml

40-60 mg/kg

i.p

(kerja singkat)
80-100 mg/kg
Pentobarbital

Na heksobarbital

4,5-6%

(kerja lama)
45-60 mg/kg

i.p

dalam NaCl

35 mg/kg

i.v

fisiologis
7,5% dalam

75 mg/kg

i.p

NaCl

47 mg/kg

i.v

100 mg/kg

Inhalasi

fisiologis
4,7% dalam
Kelinci

Eter

NaCl
1% dalam

(kloralose+nembutal

NaCl

fisiologi

Uretan

65 mg/ml
10% dalam

i.v

19 g/kg

i.p/i.v

5% dalam

22 mg/kg

i.v

NaCl

(kerja lama)

fisiologis

11 mg/kg

5% dalam

(kerja singkat)
10-20 mg/kg

air suling

(menurut

NaCl
fisiologis
Pentobarbital

Pentotal

i.v

jangka waktu
Morfin

5% dalam

kerja)
100 mg/kg

s.c

air suling
Marmut

Eter

Inhalasi

Kloroform

Inhalasi

Uretan

10% dalam

19 g/kg

i.p

i.p

NaCl
fisiologis
hangat
Kloralose

2% dalam

150 mg/kg

Pentobarbital

NaCl

28 mg/kg

Nembutal

fisiologis
Seperti pada
tikus

(Harmita,2008: 67)

B. Uraian Hewan
1.
Karakteristik Hewan Coba
Mencit merupakan salah satu hewan pengerat dan mudah berkembang biak yang
memiliki karakteristik sebagai berikut :
a.

Mencit (Mus musculus ).


Lama Hidup

: 1- 2 tahun, bisa sampai 3 tahun

Lama Bunting

: 19 - 21 hari

Umur Disapih

: 21 hari

Umur Dewasa

: 35 hari

Siklus Kelamin

: poliestrus

Siklus Estrus

: 4-5 hari

Lama Estrus

: 12-24 jam

Berat Dewasa

: 20-40 g jantan;18-35 g betina

Berat Lahir

: 0,5-1,0 gram

Jumlah anak

: rata-rata 6, bisa 15

Suhu ( rektal )

: 35-39C( rata-rata 37,4C )

Perkawinan Kelompok : 4 betina dengan 1 jantan


Aktivitas

: Nokturnal (malam)

Sifat sifat mencit :


1. pembauannya sangat peka yang memiliki fungsi untuk mendeteksi akan, deteksi predator dan
deteksi signal (feromon).
2. penglihatan jelek karena sel konus sedikit sehingga tidak dapat melihat warna.
3. Sistem sosial: berkelompok
4. Tingkah laku:
* jantan dewasa + jantan dewasa akan berkelahi
* Betina dewasa + jantan dewasa damai
* Betina dewasa + betina dewasa damai
b.

Tikus putih (Rattus norvegicus)

Lama hidup

: 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun.

Lama Bunting

: 20-22 hari.

Kawin sesudah beranak : 1 sampai 24 jam.

c.

Umur disapih

: 21 hari.

Umur dewasa

: 40-60 hari.

Umur dikawinkan

: 10 minggu (jantan dan betina).

Siklus estrus (birahi)

: 4-5 hari.

Lama estrus

: 9-20 jam.

Perkawinan

: Pada waktu estrus.

Ovulasi

: 8-11 jam sesudah timbul estrus.

Jumlah anak

: Rata-rata 9-20.

Perkawinan kelompok

: 3 betina dengan 1 jantan

Kelinci (Oryctolagus cuniculus)


Masa hidup

: 5 - 10 tahun

Masa produksi

: 1 - 3 tahun

Masa bunting

: 28-35 hari (rata-rata 29 - 31 hari)

Masa penyapihan

: 6-8 minggu

Umur dewasa

: 4-10 bulan

Umur dikawinkan

: 6-12 bulan

Siklus kelamin

: Poliestrus dalam setahun 5 kali hamil

Siklus berahi

: Sekitar 2 minggu

Ovulasi

2.

: Terjadi kawin (9 - 13 jam kemudian)

Fertilitas

: 1 - 2 jam sesudah kawin

Jumlah kelahiran

: 4 - 10 ekor (rata-rata 6 - 8)

Volume darah

: 40 ml/kg berat badan

Bobot dewasa

: tergantung pada ras, jenis kelamin.

Klasifikasi Hewan Coba


Mencit ( MusMusculus )
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Chordata

Sub Phylum

: Vertebrata

Class

: Mamalia

Sub Class

: Rodentia

Family

: Muridae

Genus

: Mus

Spesies

: MusMusculus

Tikus putih (Rattusnorvegicus)


Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Mamalia

Ordo

: Rodentia

Sub ordo

: Odontoceti

Familia

: Muridae

Genus

: Rattus

Spesies

: RattusNorvegicus

Marmut (Caviaparcellus)
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Mamalia

Ordo

: Rodentia

Sub ordo

: Odontoceti

Familia

: Cavidae

Genus

: Cavia

Spesies

: Caviaparcellus

Kera(Hylobatesagilis)
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Mamalia

Ordo

: Primata

Familia

: Hylobadae

Genus

: Hylobathes

Spesies

: Hylobatesagilis

Kucing (Felixdomestica)
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Mamalia

Ordo

: Karnivora

Familia

: Felidae

Genus

: Felix

Spesies

: Felixdomestica

Anjing(Canislupus)
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Mamalia

Ordo

: Karnivora

Familia

: Canidae

Genus

: Canis

Spesies

: Canislupus
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Mencit adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan di dalam
laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan. Hewan ini mudah ditangani dan
bersifat penakut fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi. Aktivitasnya di
malam hari lebih aktif. Kehadiran manusia akan mengurangi aktivitasnya.
Mula-mula hewan coba Dipegang ujung ekor dengan tangan kanan dan dibiarkan kaki
depan terpaut pada kawat kasa kandang. Kulit kepala dipegang sejajar dengan telinga hewan
coba dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri. Ekor dijepit dari pada jari
kelingking kiri supaya mencit itu dapat dipegang dengan sempurna. Hewan coba siap untuk
diberikan perlakuan.
Metode yang biasa dilakukan dalam penanganan hewan coba mencit :
1.

Handling:

Ekor dipegang di daerah tengah ekor dengan tangan kiri, lalu Leher dipegang dengan
tangan kanan, dan jangan terlalu menggencet.Telunjuk dan ibu jari memegang kulit leher, jari
2.

kelingking menjepit ekor.


Per oral
Mencit atau tikus diletakkan di atas ram kawat, ekor ditarik. Jarum suntik yang sudah
disolder dimasukkan ke dalam mulut mencit namun harus diperhatikan proses masuknya jarum
agar tidak melukai organ dalam mencit. Setelah selesai, tarik kembali jarum tersebut secara

3.

perlahan.
Intramuskular
Pembantu memegang paha, penyuntik memegang paha kiri dari depan dengan tangan
kiri.Jarum ditusukkan dari balik dengan sudut tegak lurus terhadap permukaan kulit

kira-kira

ditengah paha sehingga tusukan sampai ke otot bicep femoris.Lalu suntikkan bahan perlakuan,
tarik jarum, tempat suntikan dipijat pelan-pelan.
4.

5.

Intraperitoneal
Mencit dihandling dengan benarTusukkan jarum disisi dekat umbilicus / kira-kira 5mm
disamping garis tengah antara 2 puting susu paling belakangTarik jarum lalu lepaskan mencit.
Subkutan
Obat/bahan disuntikkan di bawah kulit di daerah punggung, terasa longgar bila jarum digerakgerakkan, berarti suntikan sudah benar.
Pada praktikum dilakukan perlakuan pada hewan coba mencit dengan cara, pertama-tama
ekor mencit dipegang dan diangkat dengan tangan kanan, mencit dibiarkan mencengkram alas
penutup kandang ( kawat rang), sehingga frekuensi gerak mencit dapat diminimalkan. Cengkram
kulit punggung mencit sebanyak-banyaknya dan seerat mungkin dengan tangan kiri, hingga
kepala mencit tidak dapat digerakkan ke kanan dan kekiri. Jari tengah dan jari manis
mencengkram perut mencit dan ekor mencit dililitkan pada jari kelingking.
Pemberian secara oral mencit pada umumnya berat 20-30 gram maksimal pemberian
maksimal 1cc. Sebelum digunakan, hewan coba terlebih dahulu dipuasakan makan selama 8 jam
dengan maksud untuk mengurangi variasi biologis dan efek-efek lainnya. Dalam hal ini mencit
jantan lebih bagus digunakan karena siklus hormonnya lebih homogen dibandingkan hewan yang
betina dan waktu tidur hewan betina empat kali lebih lama dari hewan jantan bila diberi obat.
Mencit harus diberikan penomoran sehingga dapat memberikankemudahan untuk
mengetahui perbedaan hewan satu dengan yang lainnya, dapat menggunakan asam pikrat atau

dengan spidol permanen. Untuk penggunaan di laboratorium yang hanya menggunakan sekitar
20-30 ekormencit, yang biasanya diberi kode pada badan atau bagian paha kaki mencit.
Cara-cara euthanasia pada mencit dan tikus dilakukan dengan anestetik over dosis.
Perlakuan euthanasia dengan obat anestetika umum yaitu eter, alkohol dan kloroform.
Pada percobaan juga dilakukan pembedahan mencit untuk pengenalan organ tubuh bagian
dalam mencit. Pembedahan dilakukan mula-mula dengan mengeuthanasia mencit dengan
menggunakan eter kemudian mencit dibedh perlahan dan hati hati. Organ tubuh bagian dalam
mencit memiliki struktur anatomi yang sama dengan manusia mulai dari jantung, ginjal, paruparu dan organ tubuh lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM. 1976. Farmakope Indonesia, Edisi Ke-III. Jakarta. Departemen Kesehatan RI
Gan Gunawan, Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: FK-UI.
(http://hannahanipeh.blogspot.com/2013/10/laporan-praktikum-biologi-perilaku-hewanuji.html)
(http://dindamaritoo.blogspot.com/)
(http://alfinharjuno.blogspot.com/2011/02/taksonomi-tikus.html/)
(http://nutritionandhalalfood.blogspot.com/2012/01/anatomi-dan-fisiologi-tikus.html)
Malole, M.M.B, Pramono. 1989. Penggunaan Hewan Hewan Percobaan Laboratorium. Bogor :
IPB. DitJen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi.
Nazir M. 1988. Metode Penelitian Edisi ke-3. Jakarta : Ghalia Indonesia.
[Pdf. Andriani,Anisa.2011.pengaruh pemberian ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia).Bali:
Universitas Udayana]
[pdf.Muliani,Hirawati.2011.Pertumbuhan Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Biji Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.).Semarang: UNDIP]
[pdf.Widyaningrum,trianik.dkk.2008. Pengaruh dosis ekstrak air kangkung (Ipomoea reptans poir.)
Terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin mencit (Mus musculus).Solo:UNS]

Rauf,Afrisusnawati.2014.Penuntun praktikum anatomi fisiologi manusia. Makassar:UIN


Raven, P. 2005. Atlas Anatomi. Jakarta : Djambatan.
Sudjadi, Bagad. 2007. Biologi kelas 2 SMA. Jakarta: Yudistira

Anda mungkin juga menyukai