Anda di halaman 1dari 28

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Idiopathic Thombocytopenic Purpura (ITP) adalah suatu keadaan perdarahan yang
ditandai dengan (1) trombositopenia, dimana jumlah trombosit dibawah 100.000/uL sering
ditemukan; (2) normal atau meningkatnya jumlah megakariosit di sumsum tulang; dan (3) tidak
ditemukannya gangguan atau penyakit lain yang menimbulkan trombositopeni.
Purpura Trombositopenia Idiopatik (ITP) merupakan kelainan didapat yang berupa
gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia karena adanya penghancuran
trombosit secara dini dalam system retikuloendotel akibat adanya autoantibody terhadap
trombosit yang berasal dari Immunoglobulin G.
Berdasarkan etiologi ITP dibagi menjadi 2 yaitu: primer (idiopatik) dan sekunder.
Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6
bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umumnya terjadi
pada orang dewasa. Diperkiraan insidensi ITP terjadi pada 100 kasus per 1 juta penduduk per
tahun, kira-kira setengahnya terjadi pada anak-anak.
ITP pada anak umumnya bersifat benigna dan sebagian besar mengalami remisi spontan
dalam waktu kurang dari 6 bulan. Keadaan umum pasien bisa sangat baik, diagnosis klinis dapat
ditegakkan dengan melihat gejala klinis berupa manifestasi perdarahan di permukaan kulit dan
mukosa, serta hasil pemeriksaan darah lengkap khususnya jumlah trombosit.
Karena sifatnya yang sebagian besar remisi sempurna tidak semua anak dengan ITP
diberikan terapi medikamentosa. Pemberian obat-obatan pada ITP ialah berusaha untuk
mempertahankan ketahanan trombosit dalam sirkulasi. Bentuk terapi yang ada saat ini
diantaranya terapi kortikosteroid dan IVIG. Splenektomi dapat dipertimbangkan tergantung dari
usia dan sifat dari ITP yang diderita pasien.

1
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Tanggal Masuk RS

: An. H
: 13 tahun
: Laki Laki
: Marga Sakti, Arga Makmur, Bengkulu Utara
: Islam
: 04 Agustus 2016

2.2 ANAMNESIS (Alloanamnesis)


Keluhan Utama
: Keluar darah dari hidung dan Gusi
Riwayat Penyakit Sekarang
:
Pasien datang dibawa oleh kedua orang tuanya dengan keluhan keluar darah dari hidung
yang dialami os sejak 24 jam lalu. Selain itu os juga mengeluh gusi berdarah, Sebelumnya os
juga mengeluh demam tinggi yang dirasakan os + 5 hari ini. Demam bersifat naik turun, tidak
menggigil, tidak kejang. Selain itu os merasa timbul bintik bintik merah ditubuh. Muntah ( - ).
BAK dalam batas normal, warna kuning serta berbau khas. BAB dalam batas normal, konsistensi
padat serta berbau khas. Pasien masih mau makan dan minum.
Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
: Tidak ada
Riwayat Pengobatan
: Diberikan Parasetamol pada hari pertama demam
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Riwayat Antenatal
: Tidak ada informasi
ANC ke bidan
: Tidak ada informasi
Riwayat Persalinan
: Anak lahir ditolong bidan, cukup bulan, lahir spontan.
Riwayat Perkembangan
: Sesuai dengan anak seusianya

2
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


Riwayat Imunisasi

Jenis Vaksin

Hepatitis B
Polio

BCG

DPT

Campak
Keterangan = sudah dilakukan

Usia Pemberian Vaksin


Bulan
6
9
12 15 18 24

Tahun
5
6

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda Vital

: Baik
: Compos Mentis
: TD
: 100/60 mmHg
Nadi
: 70x/menit
Respirasi
: 20x/menit
Suhu
: 37,1oC
Status Gizi berdasarkan CDC 2000
Berat badan
: 38 kg
Tinggi badan
: 158 cm
BB/U
: -1 SD s/d 0 SD
TB/U
: +1 SMP s/d +2 SMP
BB/TB
: -1 SMP s/d 0 SMP
Status gizi
: Baik
Kulit
Warna
: Sawo matang
Sianosis
: Tidak ada
Turgor
: Kembali cepat
Kepala
Bentuk
: Normosefal
Rambut
: Warna hitam
Mata
Konjungtiva
: Anemis -/Sklera
: Tidak ikterik
Pupil
: Diameter 3mm/3mm, isokor, reflek cahaya +/+
Telinga
Bentuk simetris, secret tidak ada, membrane timpani utuh
Hidung
Pernapasan cuping hidung : Tidak ada
Epistaksis
: (+)
Sekret
: Tidak ada
Edema
: Tidak ada
Polip
: Tidak ada
3

Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


Mulut
Bentuk
: Normal
Bibir
: Mukosa bibir basah, sianosis tidak ada
Lidah
: lidah tepi tidak hiperemis, tidak ada tremor
Gusi
: Berdarah (+)
Faring
Hiperemis
: Tidak ada
Edema
: Tidak ada
Membran/pseudomembran : Tidak ada
Tonsil
: T1-T1 tidak hiperemis
Aksila
Tidak ada pembesaran Kelenjar Getah Bening
Thorak
Dinding dada (Paru)
Inspeksi
: Bentuk simetris dengan perbandingan anteroposterior : lateral
kanan kiri = 1:1, Tidak terdapat retraksi dinding dada, petekie (+/
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

+)
: steam fremitus sama pada kedua sisi kanan dan kiri
: Sonor pada kedua lapangan paru
: vesikuler seluruh lapang paru ronchi (-/-), wheezing (-/-)
: Iktus tidak terlihat
: Apeks tidak teraba, thrill tidak ada
: Batas kanan ICS IV LPS dekstra
Batas kiri ICS V LMK sinistra
Batas atas ICS II LPS sinsitra
: Irama regular, bising tidak ada

Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: Distensi tidak ada, petekie (+/+)
Palpasi
: Tidak teraba hati, lien, nyeri tekan epigastrium (-)
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Ekstremitas atas
: Petekie (+/+) Akral hangat, edema (-), sianosis (-). CRT
<2s
Ekstremitas bawah

: Petekie (+/+) Akral hangat, edema (-), sianosis (-). CRT

<2s

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Darah Rutin (04 Agustus 2016) jam 16.10 Wib
4
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


-

Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
CT
BT
Malaria
Diff. Count
Basophil
Eosinophil
N. Staaf
N. Segment
Limphosit
Limphosit
Monosit

: 12,6 g/dl
: 6000 sel/mm3
: 52.000 sel/mm3
: 38%
: 15 menit
: 10 menit
: (-)
:0%
: 0%
:0%
: 74 %
:
: 22 %
:4%

Pemeriksaan Darah Rutin (04 Agustus 2016) jam 16.10 Wib


-

Hemoglobin
Trombosit
Hematokrit

: 11,5 g/dl
: 43.000 sel/mm3
: 34%

Pemeriksaan Darah Rutin (05 Agustus 2016)


-

Hemoglobin
Trombosit
Hematokrit

: 12,0 g/dl
: 98.000 sel/mm3
: 36%

Pemeriksaan Darah Rutin (06 Agustus 2016)


-

Hemoglobin
Trombosit
Hematokrit

: 11,3 g/dl
: 51.000 sel/mm3
: 33%

Pemeriksaan Darah Rutin (05 Agustus 2016)


-

Hemoglobin
Trombosit
Hematokrit

: 12,0 g/dl
: 98.000 sel/mm3
: 36%

Pemeriksaan Darah Rutin (07 Agustus 2016)


5
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


-

Hemoglobin
Trombosit
Hematokrit

: 12,0 g/dl
: 54.000 sel/mm3
: 34%

Pemeriksaan Darah Rutin (08 Agustus 2016)


-

Hemoglobin
LED
Leukosit
Trombosit
Hematokrit

: 12,0 g/dl
: 19 mm/jam
: 10.700 sel/mm3
: 55.000 sel/mm3
: 35%

Pemeriksaan Darah Rutin (09 Agustus 2016)


-

Hemoglobin
Trombosit
Hematokrit

: 11,8 g/dl
: 50.000 sel/mm3
: 34%

2.5 DIAGNOSIS
Diagnosa kerja

: Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)

Diagnosa Banding

: DHF

2.6 PENATALAKSANAAN
-

IVFD RL 40gtt/menit
Ceftriaxone 2 x 1 gram
Asam tranexamat 3x amp
Dexamethasone 3 x 10 mg
Sanmol 3 x 1 tab
Ranitidine 3x1 tab

FOLLOW UP
Tanggal
05-08-2016

Vital Sign
T : 36 oC

Perjalanan Penyakit
Perdarahan seluhun tubuh (+)

Perintah Pengobatan
IVFD RL 40gtt/menit
6

Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


P : 68 x/menit

Demam (-)

Ceftriaxone 2 x 1 gram

R : 29 x/menit

Sakit kepala (+)

Asam tranexamat 3x tab

TD : 100/60 mmHg Mual dan muntah

Dexamethasone 3 x 10 mg

BB : 38 kg

(selama 2 hari)
Sanmol 3 x 1 tab (k/p)

06-08-2016

T : 36 C

Perdarahan seluhun tubuh (+)

Ranitidine 3x1 tab


IVFD RL 20gtt/menit

P : 72 x/menit

Demam (-)

Ceftriaxone 2 x 1 gram

R : 24 x/menit

Sakit kepala (+)

Asam tranexamat 3x tab

TD : 90/60 mmHg

Mual dan muntah

Dexamethasone 3 x 10 mg

BB : 38 kg

Buang air kecil ada

(selama 2 hari)

Sanmol 3 x 1 tab (k/p)


07-08-2016

T : 36 C

Perdarahan seluhun tubuh (-)

Ranitidine 3x1/2 amp


IVFD RL (stop)

P : 96 x/menit

Demam (-)

Ceftriaxone (stop)

R : 28 x/menit

Sakit kepala (-)

Asam tranexamat (stop)

TD : 110/80 mmHg Buang air kecil ada

Dexamethasone (stop) ganti

BB : 38 kg

prednisone 3 x 4 tab
Sanmol 3 x 1 tab (k/p)

08-08-2016

09-08-2016

T : 37 oC

Perdarahan seluhun tubuh (-)

Ranitidine 3x1 tab


Ranitidine 3x1 tab

P : 96 x/menit

Demam (-)

Prednison 3 x 4 tab

R : 24 x/menit

Sakit kepala (-)

Calk 1x1 tab

TD : 80/60 mmHg

Buang air kecil ada

BB : 38 kg
T : 37 oC

Perdarahan seluhun tubuh (-)

Ranitidine 3x1 tab

P : 94 x/menit

Demam (-)

Prednison 3 x 4 tab

R : 26 x/menit

Sakit kepala (-)

Calk 1x1 tab

TD : 100/60 mmHg Buang air kecil ada


BB : 38 kg

Pasien pulang atas perintah dokter pada tanggal 09 agustus 2016.


7
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


Terapi pulang :
-

Ranitidine 3x1 tab


Prednison 3 x 4 tab
Calk 1x1 tab

2.7 PROGNOSIS
Dubia ad bonam.

BAB III
Idiopathic/Immune Trombositopenic Purpura (ITP)
3.1 Definisi
Idiopathic/Immune Trombositopenic Purpura (ITP) ialah suatu gangguan autoimun akibat
auto antibodi yang mengikat antigen trombosit sehingga terjadi penghancuran trombosit yang
berlebihan dalam system retikuloendotelial (RES), ditandai dengan trombositopenia
(trombosit < 100.000/mm3), purpura, gambaran darah tepi yang umumnya normal, dan tidak
ditemukan penyebab trombositopeni lainnya.
8
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


Respon yang baik terhadap steroid dan splenektomi menunjukkan bahwa penyakit ini
disebabkan oleh adanya suatu antibodi antitrombosit. Karena etiologinya saat ini sudah
diketahui lewat mekanisme imun, maka ITP disebut juga Purpura Trombositopenik Imun
(PTI).

3.2 Epidemiologi
Perkiraaan insiden adalah 100 kasus per 1 juta orang per tahun, dan sekitar setengah dari
kasus-kasus ini terjadi pada anak-anak. Insiden PTI kronis dewasa adalah 58-66 kasus baru per 1
juta populasi per tahun (5,8-6,6 per 100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris.
Purpura trombositopenia idiopatik kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa
dengan median rata-rata usia 40-45 tahun. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada
pasien PTI akut, sedangkan pada PTI kronik adalah 2-3:1.
ITP merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan meningkatnya penghancuran
trombosit dalam sistem retikuloendotelial. Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau
imunisasi yang disebabkan oleh respon sistem imun yang tidak tepat (inappropriate).

3.3 Mortalitas / Morbiditas


Penyebab utama jangka panjang morbiditas dan kematian pada pasien dengan kekebalan
thrombocytopenic purpura (ITP) adalah perdarahan. Perdarahan intrakranial, yang paling sering
menjadi penyebab kematian berkaitan dengan kekebalan thrombocytopenic purpura (ITP) adalah
spontan atau disengaja intrakranial trauma akibat pendarahan. Sebagian besar kasus perdarahan
intrakranial terjadi pada pasien yang menghitung trombosit kurang dari 10 X 10 9 / L (<10 x 10 3
/ L). 4 situasi ini terjadi pada 0,5-1% anak-anak dan setengah fatal. Dalam sebuah studi , 17%
anak-anak mengalami pendarahan besar.
Morbiditas yang berhubungan dengan pengobatan: Untuk mempertahankan jumlah
platelet dalam kisaran yang aman pada pasien dengan pengobatan kronis resisten
thrombocytopenic kekebalan purpura (ITP), jangka panjang tentu saja dari kortikosteroid, obatobatan imunosupresif lainnya, atau mungkin diperlukan splenektomi. Pada pasien dengan

9
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


kekebalan thrombocytopenic purpura (ITP), morbiditas dan kematian dapat dikaitkan dengan
pengobatan, yang mencerminkan komplikasi terapi dengan kortikosteroid atau splenektomi.

3.4 Patofisiologi
Sebelum membahas ITP lebih jauh, sebaiknya seseorang harus memiliki pemahaman
mengenai perdarahan, pembekuan darah dan kelainan perdarahan (diatesis hemoragik) karena
manifestasi klinis gangguan perdarahan dapat hampir serupa satu dengan lainnya.
Trombosit
Trombosit disebut juga platelet atau keping darah. Sebenarnya trombosit tidak dapat
dipandang sebagai sel utuh karena ia berasal dari sel raksasa yang berada disumsum tulang, yang
dinamakan megakariosit. Dalam pematangannya, megakariosit ini pecah menjadi 3000 4000
serpihan sel yang dinamai trombosit. Trombosit mempunyai bentuk bicembung dengan garis
tengah 0.75 2.25 mm. Ciri-ciri trombosit adalah:
1

Tidak memiliki inti tetapi masih bila melakukan sintesa protein walaupun terbatas, karena
didaam sitoplasma masih ada sejumlah RNA.

Mempunyai mitokondria, butir glikogen yang mungkin berfungsi sebagai cadangan


energi dan 2 jenis granula yaitu granula yang berisi enzim hidrolase asam/ lisosom dan
granula yang padat yang berisi factor penggumpalan atau factor V, factor pertumbuhan
serta beberapa jenis glikoprotein.
Umur trombosit setelah pecah dari sel dan masuk ke dalam darah ialah antara 8 14 hari.

Konsentrasi trombosit didalam darah ialah antara 10 5 106/mL darah. Perubahan dalam jumlah
trombosit umumnya penurunan yang dihubungkan dengan fungsinya. Keadaan lain yang dapat
menyebabkan trombositopenia ialah kelainan yang disebabkan oleh mekanisme autoimun.
Dalam keadaan ini, tubuh membuat antibody terhadap trombosit yang dibuatnya sendiri.
Trombositopenia dapat pula disebabkan oleh berkurangnya produksi sel-sel megakariosit oleh
sumsum tulang.
Masa Hidup Trombosit

10
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


Masa hidup trombosit memendek pada ITP berkisar dari 2-3 hari sampai beberapa menit.
Pasien yang trombositopenia ringan sampai dengan mempunyai masa hidup terukur yang lebih
lama dibandingkan dengan pasien dengan trombositopenia berat.
Antibodi-anti Trombosit
Autoantibody yang berhubungan dengan trombositopenia ditemukan pada 75 % pasien ITP.
Autoantibody IgG antitrombosit ditemukan pada + 50 85 % pasien. Antibody antitrombosit
IgA serum ditemukan sesering IgG, dan hampir 50 % kasus, kedua serotype immunoglobulin
tersebut ditemukan pada pasien yang sama. Antibody IgM juga ditentukan pada sejumah kecil
pasien tetapi tidak pernah sebagai autoantibody tunggal. Peningkatan jumlah IgG telah tampak
di permukaan trombosit dan kecepatan destruksi trombosit pada ITP adalah proporsional
terhadap kadar yang menyerupai trombosit yang berhubungan dengan immunoglobulin.
Autoantibody dengan mudah ditemukan dalam plasma atau dalam elusi trombosit pada pasien
dengan penyakit yang aktif, tetapi jarang ditemukan pada pasien yang mengalami remisi.
Hilangnya antibody-antibodi berkaitan dengan kembalinya jumlah trombosit yang normal.

1. Perdarahan, Pembekuan Darah, dan Diatesis Hemoragik


Perdarahan ialah ke keluarnya darah dari salurannya yang normal (arteri, vena atau
kapiler) ke dalam ruangan ekstra vaskulus oleh karena hilangnya kontinuitas pembuluh darah.
Rangkaian peristiwa pada hemostasis pada lokasi jejas vaskular secara umum antara lain:
-

Setelah jejas awal terjadi , terjadi periode vasokonstriksi arteriol yang singkat, yang
sebagian besar disebabkan oleh mekasnisme neurogenik dan diperkuat oleh sekresi lokal
faktor, seperti endotelin (vasokonstriksi kuat yang berasal dari endotel). Namun efeknya
berlangsung sesaat dan perdarahan akan terjadi kembali karena efek ini tidak

dimaksudkan untuk mengaktitivasi trombosit dan sistem pembekuan


Jejas endotel juga membongkar matriks ekstraseluler (ECM) subendotel yang sangat
trombogenik yang memungkinkan trombosit menempel dan menjadi aktif yaitu
mengalami suatu perubahan bentuk dan melepaskan granula sekretoris. Dalam beberapa
menit , produk yang disekresikan telah merekrut trombosit tambahan (agregasi) untuk
membentuk sumbatan hemostatik; kejadian ini merupakan proses hemostasis primer.
11

Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


-

Faktor jaringan, suatu faktor prokoagulan dilapisi membran yang disintesis oleh endotel,
juga dilepaskan pada lokasi jejas. Faktor ini bekerja sam dengan faktor trombosit yang
disekresikan untuk mengaktifkan kaskade koagulasi dan berpuncak pada aktivasi
trombin. Selanjutnya trombin akan memecahkan fobronogen dalam sirkulasi menjadi
fibrin tidak terlarut, menghasilkan suatu deposisi anyaman fibrin. Trombin juga
menginduksi rekrutmen trombosit dan pelepasan granula lebih lanjut. Rangkaian
hemostasis sekunder ini memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan

pembentukan sumbatan trombosit awal.


Fibrin terpolimerasi dan agregat trombosit membentuk suatu sumbat permanen yang
keras untuk mencegah perdarahan lebih lanjut. Pada tahapan ini mekanisme kontraregulasi (misalnya aktivator plasminogen jaringan [t-PA]) digerakkan untuk membatasi

sumbatan hemostasik pada lokasi jejas


Selama hemostasis, pembuluh darah yang terluka akan menkonstriksikan dirinya agar
darah mengalir lebih lambat dan pembekuan darah dapat berlangsung. Pada saat yang
sama, penumpukan darah di luar pembuluh darah (hematoma) akan menekan balik
pembuluh darah sehingga membantu mencegah perdarahan lebih lanjut. Segera setelah
dinding pembuluh darah rusak, trombosit dalam darah akan teraktivasi (berubah bentuk
dan membentuk spina) dan melekat di tempat cedera.
Fungsi trombosit ialah:

Menutup luka dengan membentuk gumpalan trombosit pada tempat kerusakan pembuluh

darah.
Membuat faktor pembekuan yaitu faktor trombosit dan trombostenin untuk memperkuat

gumpalan trombosit di samping fibrin.


Mengeluarkan serotonin untuk kontraksi pembuluh darah dan ADP (adenosine
diphosphate) untuk mempercepat pembentukan gumpalan trombosit.
Lem yang mempertahankan trombosit dalam pembuluh darah ialah faktor von

Willebrand, suatu protein yang dihasilkan oleh sel-sel pada dinding pembuluh darah. Setelah
trombosit melekat di tempet cedera dan menumpuk membentuk suatu gumpalan trombosit yang
longgar, sebuah proses pembekuan bernama kaskade koagulasi darah terinisiasi. Mekanisme
pembekuan darah dibagi dalam 3 tahap dasar, yaitu :

12
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


1

Pembentukan tromboplastin plasma intrinsik (tromboplastogenesis), dimulai dengan


pekerjaan trombosit, terutama TF3 (faktor trombosit 3) dan faktor pembekuan lain (IV, V,
VIII, IX, X, XI, XII kemudian III dan VII) pada permukaan asing atau pada sentuhan

dengan kolagen.
Perubahan protrombin menjadi trombin yang dikatalisasi oleh tromboplasyin, faktor IV,
V, VII dan X. Trombin berperan pada tahap autokatalitik yang cepat, menyebabkan

trombosit labil sehingga mudah melepas TF dan meninggikan aktivitas tromboplastin.


Perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan katalisator trombin, TF1 dan TF2
Hemostasis sebenarnya merupakan proses yang dinamis sehingga setelah terbentuk

bekuan darah, faktor pembekuan tertentu akan teraktivasi agar memperlambat proses
pembekuan. Proses fibrinolisis mulai berlangsung sehingga bekuan darah lenyap saat daerah luka
sembuh. Fibrinolisis terjadi akibat aktivasi plasminogen menjadi plasmin oleh faktor XII.
Plasmin tidak terdapat dalam peredaran darah normal karena dengan cepat akan dinon-aktifkan
oleh inhibitor dalam plasma (antiplasmin). Substrat normal untuk plasmin ialah fibrin
degradation product (FDP) yang merupakan antikoagulansia dan akan menghambat reaksi
trombin-fibrinogen.
Gangguan atau kelainan perdarahan (diatesis hemoragik) ialah suatu kecenderungan
untuk mengalami pembekuan darah dan perdarahan yang abnormal. Gangguan perdarahan dapat
merupakan hasil dari (1) abnormalitas trombosit kualitatif ataupun kuantitatif, (2) abnormalitas
faktor pembekuan kualitatif maupun kuantitatif, (3) abnormalitas vaskuler, atau (4) fibrinolisis
yang dipercepat.
Perdarahan mukosa yang berlebihan sugestif ke gangguan trombosit, penyakit von
Willebrand, disfibrinogenemia atau vaskulitis. Perdarahan kedalam otot atau sendi dapat
dikaitkan dengan abnormalitas faktor pembekuan darah. Kelainan perdarahan ini dapat bersifat
kongenital atau didapat.

2.

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


Kerusakan trombosit pada ITP

melibatkan autoantibodi terhadap glikoprotein yang

terdapat pada membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti
13
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


antibodi (antibody-coated platelets) tersebut dilakukan oleh makrofag yang terdapat pada limfa
dan organ retikuloendotelial lainnya.

Gambar 1 : Mekanisme penghancuran platelet diperantarai antibodi.


Megakarosit dalam sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada ITP, sedangkan kadar
trombopoitin dalam plasma (progenitor proliferasi dan maturasi dari trombosit) mengalami
penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis.
Perbedaan secara klinis maupun epidemiologis antara ITP akut dan kronis, menimbulkan
dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi diantara keduanya. Pada ITP akut, telah
dipercaya bahwa penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibodi yang dibentuk saat
terjadinya respon imun terhadap infeksi bateri atau virus atau pada imunisasi, yang bereaksi
silang dengan antigen dari trombosit. Mediator-mediator lainnya yang meningkat selama
terjadinya respon imun terhadap infeksi, dapat berperan dalam terjadinya penekanan terhadap
produksi trombosit. Pada ITP kronis, mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun
seperti pada penyakit autoimun lainnya, yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik terhadap
trombosit.
Saat ini telah diidentifikasi beberapa jenis glikoprotein (GP) permukaan trombosit pada
ITP, diantaranya GP IIb-Iia, GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibodi antitrombosit
meningkat pada ITP, perbedaan secara pasti patofisiologi ITP akut dan kronis, serta komponen
yang terlibat dalam regulasinya masih belum diketahui. Hal ini menjelaskan mengapa beberapa
cara pengobatan terbaru yang digunakan dalam penatalaksanaan ITP memiliki efektifitas
14
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


terbatas. Ini akibat mereka gagal mencapai target spesifik jalur imunologis yang bertanggung
jawab pada perubahan produksi dan destruksi dari trombosit.
Mekanisme penghancuran trombosit dapat dilihat pada gambar 2. Dari gambar 2 dapat
menjelaskan bahwa, faktor yang memicu produksi autoantibodi tidak diketahui namun hal ini
sering dikaitkan dengan proses infeksi oleh virus. Kebanyakan pasien mempunyai antibodi
terhadap glikoprotein pada permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis.
Pada awalnya glikoprotein IIb/IIIa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan antibodi yang
mengenali glikoprotein Ib/IX belum terbentuk pada tahap ini (1). Trombosit yang diselimuti
autoantibodi akan berikatan dengan sel penyaji antigen (antigen presenting cell) seperti
makrofag atau sel dendritik melalui reseptor Fcg dan selanjutnya mengalami proses internalisasi
dan degradasi (2). Sel penyaji antigen tidak hanya merusak glikoprotein IIb/IIIa, tetapi juga
memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein trombosit yang lain (3) Sel penyaji antigen yang
teraktivasi (4) mengekspresi peptida baru pada permukaan sel dengan bantuan kostimulasi (yang
ditunjukkan oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang berfungsi memfasilitasi
proliferasi inisiasi CD4-positif T cell clone (T cell clone-1) dan spesifisitas tambahan (T cell
clone-2) (5). Reseptor sel imunoglobulin sel B yang mengenali anti trombosit (B cell clone-2)
akan menginduksi proliferasi dan sintesis antiglikoprotein Ib/IX antibodi dan juga meningkatkan
produksi antiglikoprotein IIb/IIIa antibodi oleh B cell-clone 1.

15
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)

Gambar 2 : Patogenesis penyebaran epitop pada purpura trombositopenia imun


(PTI)
.
2.4 Diagnosis
3.5 Etilogi
Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi dikemukakan berbagai kemungkinan
diantaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela dsb),
intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS, fenilbutason, diamox, kina, sedormid) atau bahan
kimia, pengarus fisis (radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan (misalnya nutrisi), DIC
(misal pada DSS, leukimia) dan terakhir dikemukakan bahwa ITP merupakan penyakit auto
imun.

3.6 Klasifikasi ITP


Ada dua tipe ITP berdasarkan kalangan penderita. Tipe pertama umumnya menyerang
kalangan anak-anak, sedangkan tipe lainnya menyerang orang dewasa. Anak-anak berusia 2
hingga 4 tahun yang umumnya menderita penyakit ini. Sedangkan ITP untuk orang dewsa,
sebagian besar dialami oleh wanita muda, tapi dapat pula terjadi pada siapa saja. ITP bukanlah
penyakit keturunan.
16
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


ITP juga dapat dibagi dua, yakni akut dan kronik. Batasan yang biasa dipakai adalah waktu
juka dibawah 6 bulan disebut akut dan di atas 6 bulan disebut kronik. Menurut perjalanan
klinisnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1

ITP akut

Pada anak anak dan dewasa muda


Tidak ada predileksi jenis kelamin
Riwayat infeksi virus atau bakteri 1 3 minggu sebelumnya
Gejala perdarahan bersifat mendadak
Lama penyakit 2 minggu 6 bulan, jarang lebih remisi spontan pada kasus 80 % kasus
Trombosit <20.000/mL

ITP kronis

Terjadi pada wanita muda sampai pertengahan


Jarang ada infeksi sebelumnya
Gejala perdarahan bersifat menyusup, pada wanita biasanya berupa menomethtroragi
Lama penyekit beberapa bulan sampai tahun
Jarang terjadi remisi spontan
Trombosit 30.000-100.000/Ml
Tabel 1. Perbandingan ciri ITP pada anak dan dewasa.
ITP
Umur paling sering (tahun)
Rasio jenis kelamin (M:F)
Mulainya penyakit
Infeksi sebelumnya
Platelet count (x 109/L)
Angka remisi spontan(%)
Durasi penyakit

Anak
2-6
1:1
Akut
Umum
sering < 20
>80
2-4 minggu

Dewasa
20-30
1:3
perlahan/kronik
jarang
sering > 20
< 20
bulan-tahun

3.7 Manifestasi Klinis


Bintik- bintik merah pada kulit seringnya bergeromol dan menyerupai rash. Bintik
tersebut dikenal dengan petekie, disebabkan oleh adanya perdarahan di bawah kulit. Memar atau
kebiruan pada kulit atau membran mukosa disebabkan oleh perdarahan bawah kulit. Memar
tersebut mungkin terjadi tanpa alasan yang jelas, yang di sebut dengan pupura.
17
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


Hidung mengeluarkan darah atau perdarahan pada gusi. Ada darah pada feses maupun
urin. Beberapa macam perdarahan yang sulit dihentikan dapat menjadi tanda ITP, termasuk
menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Perdarahan otak jarang terjadi, dan gejala
perdarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Jumlah trombosit yang
rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue, sulit berkonsentrasi atau gejala lain.
Manifestasi klinis ITP sangat bervariasi mulai dari perdarahan ringan sampai berat,
kadang juga asimtomatik. Perdarahan biasanya terjadi apabila jumlah trombosit <50.000/mL,
dan perdarahan spontan terjadi jika jumlah trombosit <10.000/mL.
ITP banyak terjadi pada masa anak-anak, tersering dipresipitasi oleh infeksi virus dan
biasanya dapat sembuh sendiri. Sebaliknya pada orang dewasa, biasanya menjadi kronik dan
jarang mengikuti suatu infeksi virus.

3.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium

Trombosit (sering < 20.000 - 30.000/mcL) dan sel-sel darah normal.


Masa Perdarahan (BT, Bleeding Time) memanjang
Masa Protrombin (PT, Prothrombin Time): normal
Masa Protrombin Partial (PTT, Partial PT): normal
Pemeriksaan penghapusan darah tepi:
o Lekosit, Hb dalam keadaan normal kecuali ada perdarahan.
o Trombosit lebih besar (lebih muda), tidak ada kumpulan trombosit

Pemeriksaan sumsum :
o Hasil: Megakariosit normal atau bertambah pada ITP akut
Pemeriksaan antibodi terhadap glikoprotein trombosit, misalnya dengan modified
antigen-capture enzyme linked immunosorbent assay (MACE) dan monoclonal antibodyspecific immobilization of platelet antigens (MAIPA).
Untuk kasus ITP kronis:
Trombosit biasanya 20.000 - 70.0000
Perlu memeriksa ANA, Anti DNA Ab, LED, tes Coombs & retikulosit
18
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)

3.9 Diagnosis
Gejala klinis berupa riwayat perdarahan secara akut atau spontan, baik pada kulit,
petekiae, purpura atau perdarahan mukosa hidung (epistaksis) dan perdarahan mukokutaneus
lainnya, biasanya gejala tersebut didahului dengan infeksi virus/ bakteri atau pasca imunisasi.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan adanya tanda tanda perdarahan seperti yang
disebutkan diatas, kadang didapatkan pembesaran splenomegali namun dalam hal kita harus
tetap memikirkan kemungkinan penyakit lain.
Dari pemeriksaan laboratorium berupa trombositopenia, retikulositosis ringan, anemia
bila terjadi perdaran kronis, waktu perdarahan memanjang, pada sumsum tulang dijumpai
banyak megakariosit agranuler atau tidak mengandung trombosit
Antibodi monoklonal untuk mendeteksi glikoprotein spesifik pada membran trombosit
mempunyai spesifitas 85 %, belum digunakan secara luas. Namun secara prinsip untuk
mendiagnosis PTI adalah kita harus menyingkirkan kemungkinan penyebab trombositopenia
yang lain.

Tabel 2.

Unsur-unsur dari Anamnesis, Pemeriksaaan Fisik dan Analisis Darah Perifer pada
orang dengan Suspek ITP

Anamnesis
Tanda Perdarahan
Tipe Perdarahan
Derajat parah perdarahan
Durasi perdarahan
Riwayat perdarahan sebelumnya

19
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


Tanda Sistemik
Khususnya infeksi yang terbaru (6 minggu terakhir), paparan atau vaksinasi
atau infeksi rekuren yang menunjukkan imunodefisiensi; tanda kelainan
autoimun
Pengobatan
Heparin, sulfonamid dan quinidine.quinine, yang bisa menyebabkan
trombositopenia, dan aspirin, yang bisa mengeksarsebasi perdarahan
Risiko Infeksi HIV, status HIV maternal
Riwayat keluarga adanya trobositopenia atau kelainan darah
Pada bayi <6 bulan, riwayat perinatal dan maternal
Kondisi ko-morbid, yang bisa meningkatkan risiko perdarahan
Gaya hidup, termasuk aktivitas traumatik yang potensial

Pemeriksaan Fisik
Tanda Perdarahan
Tipe perdarahan (termasuk perdarahan retina)
Keparahan dari perdarahan
Lien, hepar dan limfonodus
Bukti Infeksi
Adanya tanda dismorfik yang menunjukkan kelainan kongenital termasuk
anomali skeletal dan auditorik
Eksklusikan sindrom kongenital
Sindrom Fanconi
Trombositopenia dengan absen radii

20
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


Sindrom Wiskott-Aldrich
Sindrom Alport dan variannya
Sindrom Bernard-Soulir
Anomali May-Hegglin
Sindrom Platelet Abu-abu

Analisis Darah Perifer


Trombositopenia: trombosit normal dalam ukuran dan bisa lebih besar dari
normal, tetapi secara konsistem trombosit raksasa seharusnya tidak ada
Morfologi sel darah merah normal
Morfologi sel darah putih normal, hitung retikulosit normal
3.10 Diagnosis Banding
N
o
1.

Kelainan
Leukimia

Gambaran klinis

Laboratorium

Riwayat kelelahan, demam, berat

Leukosit meningkat

badan turun, pucat, nyeri tulang


Limfadenopati
Splenomegali
Hepatomegali

Anemia
Sel blas pada hapusan
darah tepi
(leukoeritroblastosis)

2.

3.

Anemia

Riwayat kelelahan, perdarahan atau

Pansitopenia

aplastik

infeksi berulang
Pemeriksaan fisik non spesifik
Tidak ada hepatomegali

Neurotropenia

Massa di abdomen
Sindrom pananeoplastik
Gejala neurolik dari korda spinalis

Trombositopenia karena

Riwayat nutrisi buruk atau diet

Anemia megaloblastik

Neuroblastom
a

4.

Defisiensi

Hitung retikulosit rendah

metastasis ke sumsum
tulang

21
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


nutrisi

khusus
Pucat lemah dan lelah
Defisit neurologi karena defisiensi
vitamin B12

5.

Purpura pasca

Riwayat transfusi trombosit dalam

transfusi
6.

Hipersegmentasi neutrofil
Retikulosit rendah
Kadar vit B12 dan asam
folat rendah
Trombositipenia akut

beberapa jam sebelumnya

Infeksi HIV

Gejala dan tanda infeksi sistemik HIV

Kelainan sebagian atau


seluruh deret sel
Konfirmasi diagnostik
serologi HIV

7.

DHF

Demam bifasik 2-7 hari


Rumple leed +
Ptekie +
Tanda plasma leakage (asites, efusi

Trombositopenia
Leukopenia
Peningkatan hematokrit

pleura, hemokonsentrasi)

3.11 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PTI pada anak meliputi tindakan suportif dan terapi farmakologis.
Tindakan suportif merupakan hal penting dalam penatalaksanaan PTI pada anak, diantaranya:
-

Membatasi aktifitas fisik


Mencegah perdarahan akibat trauma
Menghindari obat yang dapat menekan produksi trombosit atau merubah
fungsinya

Sebagian besar (80%) pasien biasanya dapat sembuh sempurna secara spontan dalam
waktu kurang dari 6 bulan. Pada beberapa kasus PTI pada anak didapatkan perdarahan kulit yang
menetap , perdarahan mukosa atau perdarahan internal yang mengancam jiwa yang memerlukan

22
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


tindakan atau pengobatan segera. Tranfusi trombosit jarang dilakukan dan biasanya tidak efektif
karena trombosit yang ditransfusikan langsung dirusak.
Tindakan farmakologis
1

Terapi Awal PTI (Standar)

Prednisolon.

Terapi awal prednisolon atau prednisone dosis 1.0 1.5

mg/KgBB/hari selama 2 minggu.

Respon terapi prednisone terjadi dalam 2

minggu dan pada umumnya terjadi dalam minggu pertama, bila respon baik
kortikosteroid dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering. Kriteria respon
awal adalah peningkatan AT < 30.000 /ml, AT > 50.000/ L setelah 10 hari terapi
awal, terhentinya perdarahan. Tidak berespon bila peningkatan AT < 30.000/ L,
AT 50.000/ L setelah terapi 10 hari. Respon menetap bila AT > 50.000/ L
setelah 6 bulan

follow up.

Pasien yang simptomatik persisten dan

trombositopenia berat (AT < 10.000/ L) setelah mendapat terapi prednisolon


perlu dipertimbangkan untuk splenektomi.

Immunoglobullin Intervena.

Immunogobullin intervena (Ig IV) dosis

1gr/Kg/hari selama 2 3 hari berturut-turut bila terjadi perdarahan interna, setelah


5000/ L meskipun telah mendapatkan kortikosteroid dalam beberapa hari atau
adanya purpura yang progresif. Hampir 80 % pasien berespon baik dengan cepat
meningatkan AT namun perlu pertimbangan biaya. Gagal ginjal dan insufisiensi
paru dapat terjadi serta syok anafilaktik pada pasien yang mempunyai defisiensi
IgA congenital. Mekanisme kerja IgIV pada PTI masih belum banyak diketahui,
namun meliputi blockade fc reseptor, anti-idiotype antibodies pada IgIV yang
menghambat ikatan autoantibodi dengan trombosit yang bersirkulasi dan
imunosupresi.

Splenektomi. Splenektomi untuk terapi PTI sudah digunakan sejak tahun 1916
dan digunakan sebagai pilihan terapi setelah steroid sejak tahun 1950-an.
Splenektomi pada PTI dewasa dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua yang
gagal berespon dengan terapi kortikosteroid atau yang perlu terapi trombosit
terus-menerus. Efek splenektomi pada kasus yang berhasil adalah menghilangkan
tempat-tempat antbodi yang tertempel trombosit yang bersifat merusak dan
23

Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


menghilangkan produksi antibody antitrombin.

Indikasi splenektomi sebagai

berkut: Bila AT < 50.000/ L setelah 4 minggu (satu studi menyatakan bahwa
semua pasien yang mengalami remisi komplit mempunyai AT >50.000/L dalam
4 minggu), angka trombosit tidak menjadi normal setelah 6 -8 minggu (karena
problem efek samping), angka trombosit normal tetapi menurun bila dosis
diturunkan (tapering off). Respon pasca splenektomi didefinisikan sebagai: tak
ada respon bila gagal mempertahankan > 50.000/ L beberapa waktu setelah
splenektomi. Relaps bila AT turun < 50.000/ L. Angka 50.000 dipilih karena
diatas batas ini, pasien tidak diberi terapi. Respon splenektomi bervariasi antara
50% sampai dengan 80%.

Penanganan Relaps Pertama


Splenektomi perlu bagi orang dewasa pada umumnya yang relaps atau yang tidak
berespon dengan kortikosteroid, IgIV dan Ig anti-D.
Bahwa lebih banyak spesialis menggunakan AT <30.000/L. Tidak ada consensus yang
menetapkan lama terapi kortikosteroid. Penggunaan terapi Ig anti-D sebagai terapi awal
masih dalam penelitian dan hanya cocok bagi pasien Rh-positif. Apakah penggunaan
IgIV atau Ig anti-D sebagai terapi awal tergantung pada beratnya trombositopenia dan
luasnya perdarahan mukokutaneus.

Untuk memutuskan apakah terapi pasien yang

mempunyai AT <30.000/L sampai 50.000/ L tergantung pada ada tidaknya factor


resiko perdarahan yang menyertai dan ada tidaknya resiko tinggi untuk truma. Pada AT
>50.000/ L perlu diberi IgIV sebelum pembedahan atau setelah trauma pada beberapa
pasien.

Pada pasien PTI kronik dan AT <30.000/L IgIV atau metilprednisolon

meningkatkan AT dengan segera sebelum splenektomi. Daftar untuk medikasi terapi PTI
kronik pada pasien yang mempunyai AT <30.000/ L dapat dipergunakan secara
individual, namun danazol atau dapson sering dikombinasikan dengan prednisone dosis
rendah untuk mencapai suatu AT hemostasis.

IgIV dan Ig anti-D umunya sebagai

cadangan untuk PTI yang berat yang tidak berespon dengan terapi oral. Untuk diteruskan
atau dosis diturunkan dan akhirnya terapi dihentikan pada pasien PTI kronik dengan AT
24
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


30.000/mL atau lebih, bergantung pada intensitas terapi yang diperlukan, toleransi efek
samping, risiko yang berhubungan dengan pembedahan dan pilihan pasien.
3

Terapi PTI Kronik Refrakter


Pasien refakter (+ 25 30 % pada PTI) didefinsikan sebagai terap kortikosteroid dosis
standar dan splenektomi serta lebih membutuhkan terapi lanjut karena AT yang rendah
atau terjadi perdarahan klinis.

Kelompok ini memiliki respon terapi yang rendah,

mempunyai morbiditas yang bermakna terhadap penyakit ini dan terapinya serta memiliki
mortalitas sekitar 16%. PTI refrakter kronik ditegakkan bila ditemukan 3 kriteria sebagai
berikut: PTI menetap lebih dari 3 bulan, pasien gagal berespon dengan splenektomi dan
AT < 30.000/ mL.
4

Pendekatan Terapi Konvensional Lini Kedua


Untuk pasien yang terapi standar kortikosteroid tidak membaik, ada beberapa pilihan
terapi yang dapat digunakan sebagai berikut:

Steroid dosis tinggi.

Terapi pasien PTI refrakter selain prednisolon dapat

digunakan deksametason oral dosis tinggi. Deksametason 40 mg/hari selama 4


hari, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus. Dari 10 pasien dalam penelitian kecil
ini semua memberi respon yang baik (dengan AT >100.000/mL) bertahan
sekurang-kurangnya selama 6 bulan.

Pasien yang tidak berespon dengan

deksametason dosis tinggi segera diganti obat lainnya.

Metilpednisolon. Steroid perenteral seperti metilprednisolon digunakan sebagai


terapi lini kedua dan ketiga pada PTI refrakter. Metilprednisolon pada dosis
tinggi dapat diberikan pada PTI anak dan dewasa yang resisten terhadap
prednisolon dosis konvensional.

Dari penelitian Weil pada pasien PTI berat

menggunakan dosis tinggi metilprednisolon 30 mg/kg iv kemudian dosis


diturunkan tiap 3 hari sampai 1 mg/kg/hari dibandingkan dengan pasien PTI klinis
ringan yang telah mendapat terapi prednisolon dosis konvensional. Pasien yang
mendapat terapi metilprednisolon dosis tinggi mempunyai respon lebih cepat (4.7
vs 8.4 hari) dan mempunyai angka respon (80% vs 53%).

Respon steroid

intravena bersifat sementara pada semua pasien dan memerlukan steroid oral
untuk menjaga agar AT tetap adekuat.
25
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)

IVIg dosis tinggi.

Immunoglobulin intravena dosis tinggi 1 mg/kgBB/hari

selama 2 hari berturut-turut sering dikombinasikan dengan kortikosteroid, akan


meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping terutama sakit kepala, namun jika
berhasil maka dapat diberikan secara intermitten atau substitusi dengan anti-D
intravena.

Anti-D intravena. Anti-D intravena telah menunjukkan peningatan AT 79-90%


pada orang dewasa. Dosis anti-D 50-75% mg/kg/hari IV. Mekanisme kerja antiD yakni destruksi sel darah merah rhesus D-positif yang secara khusus
dibersihkan oleh RES terutama dilien, jadi bersaing dengan autoantibody yang
menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade.

Alkaloid vinka.

Semua terapi golongan alkaloid vinka jarang digunakan

meskipun mungkin bernilai ketika terapi lainnya gagal dan ini diperlukan untuk
meningkatkan AT dengan cepat, misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin
5 - 10 mg, setiap minggu selama 4 6 minggu.

Danazol. Dosis danazol 200 mg p.o 4x sehari selama 6 bulan karena respon
sering lambat. Fungsi hati harus diperiksa setiap bulan. Bila respon terjadi, dosis
diteruskan sampai dosis maksimal sekuang-kurangnya 1 tahun dan kemudian
diturunkan 200 mg/hari selama 4 bulan.

Immunosupresif dan kemoterapi kombinasi. Immunosuprsif digunakan pada


pasien yang gagal berespon dengan terapi lainnya. Terapi dengan azatrioprin (2
mg/kg maksimal 150 mg/hari) atau siklofosfamid sebagai obat tunggal yang dapat
dipertimbangkan dan responya bertahan sampai 25%. Pada pasien yang berat,
simptomatik, PTI kronik refrakter terhadap berbagai terapi sebelumnya.
Pemakaian siklofosfamid, vinkristin dan prednisolon sebagai kombinasi telah
efektif digunakan seperti pada limfoma. Siklofosfamid 50 100 mg p.o bila 3
bulan tidak ada respon obat dihentikan, bila ada respon sampai 3 bulan turunkan
sampai dosis terkecil.

Dapsone. Dapson dosis 75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan. Pasienpasien harus diperiksa G6PD, karena pasien dengan kadar G6PD yang rendah
mempunyai risiko hemolisis yang serius.

Pendekatan Pasien yang Gagal Terapi Standard dan Terapi Lini Kedua
26

Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


Sekitar 25% PTI refrakter dewasa gagal berespon dengan terapi lini pertama atau kedua
dan memberi masalah besar. Beberapa diantaranya mengalami perdarahan aktif namun
lebih banyak yang berpotensi untuk perdarahan serta masalah penanganannya. Pada
umumnya PTI refrakter kronis bisa mentoleransi trombositopenia dengan baik dan bisa
mempunyai kualitas hidup normal atau mendekati normal. Bagi mereka yang gagal
dengan terapi lini pertama dan kedua hanya memilih terapi yang terbatas meliputi:
interferon-, anti-CD20, Campath-1H, mikofenolat mofetil, protein A columnd dan terapi
lainnya.

Rekomendasi Terapi PTI Yang Gagal Terapi Lini Pertama dan Kedua
Campatth-H dan Rituximab adalah obat yang mungkin bermanfaat pada pasien tidak
berespon dengan terapi lain dan dibutuhkan untuk meningkatkan AT (misalnya:
perdarahan aktif). Mikofenolat mofetil tampak efektif pada beberapa pasien PTI refrakter
tetapi studi lebih besar diperlukan untuk mengkonfirmasikan efikasi dan keamanannya.
Dalam hal pertimbangan resiko: rasio manfaat, terapi dengan interferon-, protein A
columns, plasmaferesis dan liposomal doksorubisin tidaklah direkomendasikan.

3.11 Komplikasi
Yang menjadi komplikasi dari penyakit ITP ini antara lain:

Perdarahan intrakranial (pada kepala). Ini penyebab utama kematian penderita ITP.
Kehilangan darah yang luar biasa
Efek samping dari kortikosteroid
Infeksi pneumococcal. Infeksi ini biasanya didapat setelah pasien mendapat terapi
splenektomi. Si penderita juga umumnya akan mengalami demam sekitar 38,8 C.

3.12 Prognosis
Anak-anak biasanya sembuh secara spontan, bahkan dari trombositopenia berat, dalam
beberapa minggu ke bulan. Pada orang dewasa, remisi spontan jarang terjadi. Namun, pada
27
Najariah Ulpah Lubis

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


beberapa orang memiliki penyakit ringan dan stabil (misalnya, menghitung trombosit di atas
30.000 L); kasus seperti itu mungkin lebih umum daripada yang diduga sebelumnya. penyakit
ini mula-mula dapat dikontrol dengan prednison, dan splenektomi menjadi terapi definitif.
Perhatian utama selama fase inisial adalah perdarahan serebral, yang merupakan suatu risiko jika
angka platelet kurang dari 5000/L. Pasien ini biasanya menunjukkan tanda perdarahan mukosa.
Meski demikian, walaupun angka platelet sangat rendah, perdarahan yang fatal jarang
ditemukan.

28
Najariah Ulpah Lubis

Anda mungkin juga menyukai