Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
.3. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi di Indonesia semakin pesat selama beberapa
dekade belakangan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi bisnis dari berbagai sektor.
Apalagi dengan masuknya Indonesia sebagai negara yang menyetujui pasar bebas,
maka penghasilan masyarakat Indonesia tidak hanya terpaku pada bisnis local
saja.Sebagaimana kita ketahui, penghasilan yang diperolehdarimasyarakat yang
masihberstatusWarga Negara Indonesia, merupakan objek dari pajak penghasilan,
khususnya PPh Pasal 24.
Masih banyak masyarakat Indonesia yang enggan melaporkan dengan
jujur laba bisnisnya terutama bisnis diluar negeri. Alasan utamanya adalah karena
para pelaku bisnis tersebut takut dikenai pajak penghasilan yang tinggi didalam
negeri, sedangkan mereka telah membayar pajak juga diluar negeri tempat
usahanya dijalankan.
Oleh karena itu muncullah pajak penghasilan pasal 24 yang mengatur agar
wajib pajak tidak dikenakan pajak berganda yang memberatkan. Namun masih
masyarakat yang ragu untuk melaporkan laba usahanya secara jujur.
.3. RumusanMasalah
1. Apa pengertian dan bunyi undang-undang dari pajak penghasilan
menurut Pasal 24 ?
2. Apa saja yang termasuk objek dan subjek pajak penghasilan Pasal
24 ?
3. Apa mekanisme pengkreditan pajak penghasilan yang dibayarkan
diluar negeri ?
4. Apa batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN) ?

.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan bunyi undang-undang dari pajak
penghasilan Pasal 24
2. Mengetahui objek dan subjek pajak penghasilan Pasal 24
3. Mengetahui mekanisme pengkreditan pajak penghasilan yang
dibayarkan diluar negeri
4. Mengetahui batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN)

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Bunyi Undang Undang Dari Pajak Penghasilan
Menurut Pasal 24
Pajak penghasilan pasal 24 yang disingkat PPh Pasal 24 merupakan pajak
yang dibayar atau terutang diluar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri. PPh pasal 24 ini boleh
dikreditkan terhadap total pajak penghasilan terutang dalam suatu tahun pajak.
Pada dasarnya wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan
yang diterima atau diperoleh didalam negeri maupun penghasilan yang diterima
atau diperoleh diluar negeri.
Jika negara lain tempat wajib pajak tersebut akan membayar atau terutang
pajak atas penghasilann yaitu dinegara yang bersangkutan (luarnegeri). Untuk
meringankan beban pajak ganda yang tepat terjadi karena pengenaan pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri, maka besarnya pajak
atas penghasilan wajib pajak dalam negeri yang terutang atau dibayar diluar
negeri tersebut dapat dikreditkan terhadap total pajak terutang atas seluruh
penghasilan wajib pajak dalam negeri.
Jumlah pajak atas penghasilan wajib pajak dalam negeri yang dibayar atau
terutang didalam negeri tersebut dihitung berdasarkan tariff pajak yang berlaku
dinegara yang bersangkutan dikalikan dengan penghasilan yang diterima atau
diperoleh dinegara yang bersangkutan. Jumlah pajak yang dibayar atau terutang
diluar negeri tersebut mungkin tidak semuanya dapat dikreditkan dari total pajak
terutang di Indonesia. Pasal 24 UU No. 17 tahun 2000 , selanjutnya mengatur
ketentuan besarnya pajak penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri
yang dapat dikreditkan dari total pajak penghasilan terutang di Indonesia.

Pada dasarnya PPh Pasal 24 mengatur tentang besarnya kredit pajak yang
dapat diperhitungkan atas pemotongan pajak/ pajak yang dibayar/ pajak yang
terutang di luar negeri. Hal ini sesuai dengan ayat 1 dan 2 Pasal 24 UU PPh :
1. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari
luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri
boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang
undang ini dalam tahun pajak yang sama.
2. Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri
tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang
berdasarkan Undang-undang ini.
Penghasilan yang boleh diperhitungkan/ dikreditkan tersebut antara lain
penghasilan dari luar negeri berupa :
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari
pengalihan saham dan sekuritas lainnya
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta gerak
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak
gerak;
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan;
5. Penghasilan BUT luar negeri;
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangana
tautan daturut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan;
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap;
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu
bentuk usaha tetap.

Hal yang paling mendasar PPh Pasal 24 ini adalah adanya batas
maksimum yang boleh dikreditkan seperti yang tercantum dalam ayat 2 Pasal 24
UU PPH seperti tersebut di atas.(Waluyo: 2013)

2.2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang


Pajak Penghasilan Luar Negeri ( PPH Pasal 24 )
(1) Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar
negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh
dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini
dalam tahun pajak yang sama.
(2) Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar
pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak
boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undangundang ini.
(3) Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber
penghasilan ditentukan sebagai berikut:
a. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari
pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan
yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau
bertempat kedudukan;
b. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar
atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat
kedudukan atau berada;
c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak
gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak;
d. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani

imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;


e. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha
tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
f. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan
atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan
berada;
g. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta
tetap berada; dan
h. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu
bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
(4) Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip yang
dimaksud pada ayat tersebut.
(5) Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata
kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang
menurut Undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada
tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan.
(6) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas penghasilan dari
luar negeri diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

10

.3. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 24


Subjek PPh Pasal 24 adalah: Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas
seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar
negeri.
Subjek pajak luar negeri adalah:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
dan
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
.4. Objek Pajak Penghasilan Pasal 24
Berikut yang termasuk objek Pajak Penghasilan Pasal 24 :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,tunjangan, honorium, komisi,
bonus, uang pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan , kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.

11

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai


biaya dan pembayaran tambahanpengembalian pajak.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransikepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.
8. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh dari anggotanya yang terdiri dari wajib
pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
17. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah.
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksut dalam undang-undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
19. Surplus bank Indonesia.
Sedangkan yang tidak termasuk objek Pajak Penghasilan Pasal 24 adalah
sebagai berikut:

12

1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disahkan oleh
pemerintah yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah.
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuan diatur dengan atau berdasrkan peraturan
menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan.
3. Warisan .
4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksut oleh pasal 2 ayat 1 huruf b sebagai pengganti saham atau
pengganti penyertaan modal.
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwigunam, dan asuransi bea siswa.

.5 Mekanisme Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri


(164/KMK.03/2002)
1. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dapat
dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia.
2. Pengkreditan PPh yang dibayar di Luar Negeri (PPh Pasal 24) dilakukan
dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut
dengan penghasilan di Indonesia.

13

3. Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka
penghitungan PPh Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara.
4. Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ) dan/atau penghasilan yang
dikenakan pajak tersendiri (Pasal 8 ayat (1 dan 4) Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2000 ) tidak dapat digabungkan dengan penghasilan lainnya,
baik yang diperoleh dari Dalam Negeri maupun dari Luar Negeri.
5. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat
diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya,
dan tidak dapat direstitusi.
6. Untuk melaksanakan prengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak wajib
menyampaikan permohonan ke KPP bersamaan dengan penyampaian SPT
Tahunan PPh, dilampiri dengan ;

Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri

Foto kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri

Dokumen pembayaran PPh di luar negeri

7. Atas permohonan wajib pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka


waktu penyampaian lampiran-lampiran di atas, karena alasan-alasan di
luar kekuasaan wajib pajak.
8. Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar
negeri, wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang
bersangkutan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang berkenaan
dengan perubahan tersebut.
9. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan PPh kurang
dibayar, maka atas kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi
bunga.

14

10. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih bayar, maka
atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
.6. Batas maksimumkreditpajakluarnegeri (KPLN)
Batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN) diambil yang terendah
dari ketiga unsur berikut
1. Jumlah Pajak yang dibayar / terutang di luar negeri
2. Penghasilan Luar Negeri x PPh Terutang yang biasa digunakan
Penghasila Kena Pajak
3. Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal
penghasilan kena pajaknya lebih kecil dari penghasilanl uar negerinya.
Catatan
1. Jika Pajak Penghasilan Luar Negeri yang diminta untuk dikreditkan itu
ternyata dikembalikan maka jumlah pajak yang terutang menurut undangundang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun
pengembalian tersebut dilakukan.
2. Jika Penghasilan Luar Negeri berasal dari beberapa Negara maka jumlah
maksimum KPLN dihitung untuk masing-masing negara.
3. Untuk kerugian yang diderita di luar negeri tidak diperhitungkan dalam
menghitung penghasilan kena pajak. Penghasilan dari Luar Negeri untuk
tahun-tahun berikutnya dapat dikompensasikan dengan kerugiaan
tersebut.
4. Dalam hal pajak dibayarkan di luar negeri lebih besar dari kredit pajak
yang diperkenankan (PPh Pasal 24), maka kelebihan tersebut tidak dapat
diminta kembali, dikompensasikan sebagai pengurangan penghasilan.
Contoh Kasus :
PT.Cemara memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai
berikut :

15

1.

Penghasilan luar negeri Rp 500.000.000 dengan tariff pajak 40%

2.

Penghasilan usaha di Indonesia Rp 750.000.000,Besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah Rp 1.250.000.000,--

Penyelesaian :
Penghitungan Kredit Pajak Yang Diperbolehkan (PPh Pasal 24 )
1. PPh dibayar diluar negeri :
40% X Rp 500.000.000

= Rp 200.000.000,-

2. PPh terhutang sesuai tariff psl 17 :


28% X Rp 1.250.000.000

= Rp 350.000.000,-

3. PPh berdasarkan perbandingan :


500.000.000 : 1.250.000.000 X Rp 350.000.000,-

= Rp 140.000.000

Besarnya kredit pajak (psl 24) adalah Rp 140.000.000,-Contoh soal jika penghasilan wajib pajak berasal dari beberapa negara :
PT.Diana wati memperoleh penghasilan dalam tahun 2009 sbb :
1. Negara A, memperoleh penghasilan Rp 400.000.000 dengan tariff pajak
20%.
2. Negara B, memperoleh penghasilan Rp 500.000.000 dengan tariff pajak
15%
3. Penghasilan usaha di Indonesia Rp 350.000.000
Penyelesaian :
Penghitungan Kredit Pajak Yang Diperbolehkan (PPhPasal24 ) :
1. Penghasilankena pajak Rp 1.250.000.000
2. PPh terhutang (sesuai tariff pasal 17)
28% X Rp 1.250.000.000

= Rp 350.000.000,--

3. Batas maksimum kredit pajak (pph psal 24) masing-masing negara :

16

PPh terhutang Negara A


20% X Rp 400.000.000

= Rp 80.000.000,-

PPH terhutang Negara B :


15% X Rp 500.000.000 = Rp 75.000.000,Total PPhpasal 24 adalahsebesar Rp 155.000.000,Dalam menghitung batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayar atau

terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan


sumber penghasilan sebagai berikut:
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari
pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta bergerak adalah negara tempat pihak yang membayar
atau dibebani bunga, royalti atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau
berada.
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak
adalah negara tempat harta tersebut terletak.
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani
imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada.
5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usah tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6. Penghasilan dan pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan adalah Negara tempat lokasi penambangan berada.

17

7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah Negara tempat harta


tetap itu berada.
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu
bentuk usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usaha tetap itu berada.
Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud
diatas menggunakan prinsip yang sama.
Dalam perhitungan kredit pajak atas penghasilan yang dibayar atau
terhutang diluar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terhutang
menurut undang-undang, penentuan sumber pengasilan jadi sangat penting.
Selanjutnya, ketentuan ini mengatur tentang penentuan sumber penghasilan untuk
memperhitungkan kredit pajak luar negeri tersebut. Mengingat undang-undang ini
menganut pengertian yang sangat luas, maka sesuai ketentuan penentuan sumber
dari penghasilan. Misalnya A sebagai wajib pajak dalam negeri memiliki rumah di
singapura dan dalam tahun 2008 rumah tersebut dijual. Keuntungan dari
penjualan rumah tersebut merupakan penghasila yang bersumber di singapura
karena rumah tersebut terletak di singapura.

2.4.7

Contoh Kasus Pajak Penghasilan Luar Negeri ( PPH Pasal 24 )

Contoh soal kasus umum:


Perusahaan Perdana dimiliki oleh Tuan Akbar (menikah, 2 orang anak)
memperoleh penghasilan neto tahun 2013 sebagai berikut:

Penghasilan dari dalam negeri

Rp

150.000.000

Penghasilan dari luar negeri

Rp

250.000.000

(tariffpajak yang berlaku adalah 40%)


Penyelesaian :
Perhitungan kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah:

18

1. Menghitung Total PKP


Penghasilan dari dalam negeri

Rp

150.000.000

Penghasilan dari luar negeri

Rp

250.000.000

Jumlah penghasilan neto

Rp

400.000.000

PTKP (K/2)

Rp

30.375.000 (-)

Total PKP

Rp

369.625.000

2. Menghitung Total PPh yang Terutang


Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) b x penghasilan kena pajak
5% x Rp

50.000.000

Rp

2.500.000

15% x Rp 200.000.000

Rp

30.000.000

25% x Rp 119.625.000

Rp

29.906.250

Rp

62.406.250

3. Menghitung

PPh

Maksimum

Dikreditkan

sesuai

Perbandingan

Penghasilan
Penghasilan luar negeri x Total PPh terutang
Total penghasilan dalam dan luar negeri
(Rp 250.000.000/Rp 400.000.000) x Rp 62.406.250 = Rp 39.003.906
4. Menghitung PPh yang Dipotong atau Dibayar di luar Negeri
Tarif Pajak di luar negeri x penghasilan luar negeri
40% x Rp 250.000.000 = Rp 100.000.000
Kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah Rp
39.003.906 atau sebesar pph maksimum dikreditkan sesuai perbandingan
penghasilan. Jumlah ini diperoleh dengan membandingkan perhitungan total pph
terhutang, pph maksimum dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan, dan pph
terhutang atau pph luar negeri, kemudian dipilih nilai terendah

19

Jumlah pph yang dibayar atau terutang diluar negeri (Rp 100.000.000)
melebihi jumlah kredit pajak yang diperolehkan (Rp 39.003.906), akan tetapi
kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan pph yang terutang tahun
berikutnya, tidak boleh digunakan sebagai biaya atau pengurang penghasilan,
serta tidak dapat dimintakan restitusi.
Contoh soal jika usaha dalam negeri rugi:
Pt Ananda Raya di Indonesia memperoleh penghasilan neto pada tahun
2013 sebagai berikut:

Di Negara A, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp


300.000.000 (Fegara pajak yang berlaku adalah 30%).

Di dalam negeri, menderita kerugian sebesar Rp 100.000.000.

Peredaran bruto dari kegiatan usaha dalam dan luar negeri sebesar Rp
4.600.000.000

Penyelesaian :
Perhitungan kredit pajak luar negeri diperolehkan (pph pasal 24) adalah:
1. Menghitung total PKP
Penghasilan dari Fegara A berupa laba usaha

Rp

300.000.000

Kerugian usaha di dalam negeri

Rp

(100.000.000)

Jumlah penghasilan neto

Rp

200.000.000

Jumlah penghasilan neto sama dengan PKP karena tidak terdapat


kompensasi kerugian atau pengurangan yang lain.
2. Menghitung Total PPh Terutang
Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) b x penghasilan kena pajak
25% x Rp 200.000.000 x 50% = RP 25.000.000
3. Menghitung PPh Maksimum Dikreditkan sesuai Perbandingan
Penghasilan

20

Penghasilan luar negeri (Fegara A) x Total PPh terutang


Total penghasilan dalam dan luar negeri
(Rp 300.000.000/Rp 200.000.000) x 25.000.000 = Rp 37.500.000
4. Menghitung PPh yang dipotong atau dbayar di luar negeri
Tarif pajak diluar negeri x penghasilan luar negeri
30% x Rp 300.000.000= Rp 90.000.000
Kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah Rp
25.000.000 atau sebesar total PPh terutang.Jumlah ini dengan membandingkan
perhitungan total PPh terutang, PPh maksimum dikreditkan sesuai perbandingan
penghasilan, dan PPh terutang atau dibayar di luar negeri.Kemudian dipilih nilai
terendah.
Contoh soal jika usaha luar negeri rugi :
PT Amalia di Surabaya memperoleh penghasilan neto tahun 2013 sebagai
berikut:

Di Negara A, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp


200.000.000 (Fegara pajak yang berlaku 40%).

Di Negara B, mengalami kerugian usaha sebesar Rp 300.000.000


(Fegara pajak yang berlaku adalah 25%).

Di dalam negeri, memperoleh laba usaha sebesar Rp 600.000.000.

Peredaran bruto dari kegiatan usaha adalah Rp 48.000.000.000.

Penyelesaian :
Perhitungan kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah:
1. Menghitung Total PKP
Penghasilan dari Negara A berupa laba usaha

Rp

200.000.000

Penghasilan dari dalam negeri berupa laba usahaRp

600.000.000

21

Jumlah penghasilan neto

Rp

800.000.000

2. Menghitung Total PPh yang terutang


Penghasilan kena pajak yang mendapat fasilitas pengurangan Fegara
sebesar 50%
Rp 4.800.000.000 : 48.000.000.000) x Rp 800.000.000
= Rp 80.000.000
Penghasilan kena pajak yang tidak mendapat fasilitas pengurangan
tariff 50%:
Rp 800.000.000 Rp 80.000.000 = Rp 720.000.000
PPh terutang:

50% x 25% x RP 80.000.000

Rp

10.000.000

25% x Rp 720.000.000

Rp

180.000.000

Rp

190.000.000

3. Menghitung PPh maksimum dikreditkan di Fegara A sesuai


perbandingan penghasilan
Penghasilan luar negeri (Fegara A)

x Total PPh terutang

Total penghasilan dalam dan luar negeri


(Rp 200.000.000/Rp 800.000.000) x Rp 190.000.000
= Rp 47.500.000

4. Menghitung pph yang dipotong atau dibayar dinegara A


40% x Rp 200.000.000 = Rp 80.000.000
Kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah Rp
47.500.000 atau sebesar PPh maksimum sesuai perbandingan penghasilan.Jumlah

22

ini diperoleh dengan membandingkan perhitungan total PPh terutang atau dibayar
di luar negeri, kemudian dipilih nilai terendah (Siti Resmi, 2014)

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan materi di atas kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa pajak penghasilan luar negeri pph pasal 24 adalah :
1.

PPh Pasal 24 merupakan pajak yang dibayar atau terutang diluar


negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh

23

wajib pajak dalam negeri. Harus sesuai dengan ketentuan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan Luar Negeri ( PPH Pasal 24 )
2.

PPH Pasal 24 memiliki subjek dan objek perpajakan yaitu :

Subjek pajak ialah Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas
seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari luar negeri

3.

Objek Pajak adalah penghasilan yang berasal dari luar negeri.


Batas maksimumkreditpajakluarnegeri (KPLN)

JumlahPajak yang dibayar / terutang di luarnegeri

PenghasilanLuarNegeri x PPhTerutang yang biasadigunakan


PenghasilaKenaPajak

JumlahPPhterutanguntukseluruhpenghasilankenapajak,
dalamhalpenghasilankenapajaknyalebihkecildaripenghasilanluarne
gerinya.

3.2 Saran
Kami berharap pemerintah dalam pelaksanaan perpajakandilaksanakan
dengan maksimal. Karena akhir-akhir ini terjadi banyak kasus mengenai para
pembayar pajak yang membayar pajak tidak sesuai dengan ketentuan (dibawah
standart kewajiban pembayaran pajak) dengan menyuap pihak dalam. Sebaiknya
dilakukan pengawasan yang semakin ketat untuk menekan para oknum dan
pembayar pajak yang melakukan tindakan kecurangan serta memberikan sanksi

24

yang tegas karena pajak salah satu penerimaan terbesar kas negara dan berperan
penting dalam pembangunan suatu negara.

25

Anda mungkin juga menyukai