Pajak Penghasilan Luar Negeri Pasal 24
Pajak Penghasilan Luar Negeri Pasal 24
PENDAHULUAN
.3. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi di Indonesia semakin pesat selama beberapa
dekade belakangan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi bisnis dari berbagai sektor.
Apalagi dengan masuknya Indonesia sebagai negara yang menyetujui pasar bebas,
maka penghasilan masyarakat Indonesia tidak hanya terpaku pada bisnis local
saja.Sebagaimana kita ketahui, penghasilan yang diperolehdarimasyarakat yang
masihberstatusWarga Negara Indonesia, merupakan objek dari pajak penghasilan,
khususnya PPh Pasal 24.
Masih banyak masyarakat Indonesia yang enggan melaporkan dengan
jujur laba bisnisnya terutama bisnis diluar negeri. Alasan utamanya adalah karena
para pelaku bisnis tersebut takut dikenai pajak penghasilan yang tinggi didalam
negeri, sedangkan mereka telah membayar pajak juga diluar negeri tempat
usahanya dijalankan.
Oleh karena itu muncullah pajak penghasilan pasal 24 yang mengatur agar
wajib pajak tidak dikenakan pajak berganda yang memberatkan. Namun masih
masyarakat yang ragu untuk melaporkan laba usahanya secara jujur.
.3. RumusanMasalah
1. Apa pengertian dan bunyi undang-undang dari pajak penghasilan
menurut Pasal 24 ?
2. Apa saja yang termasuk objek dan subjek pajak penghasilan Pasal
24 ?
3. Apa mekanisme pengkreditan pajak penghasilan yang dibayarkan
diluar negeri ?
4. Apa batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN) ?
.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan bunyi undang-undang dari pajak
penghasilan Pasal 24
2. Mengetahui objek dan subjek pajak penghasilan Pasal 24
3. Mengetahui mekanisme pengkreditan pajak penghasilan yang
dibayarkan diluar negeri
4. Mengetahui batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Bunyi Undang Undang Dari Pajak Penghasilan
Menurut Pasal 24
Pajak penghasilan pasal 24 yang disingkat PPh Pasal 24 merupakan pajak
yang dibayar atau terutang diluar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri. PPh pasal 24 ini boleh
dikreditkan terhadap total pajak penghasilan terutang dalam suatu tahun pajak.
Pada dasarnya wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan
yang diterima atau diperoleh didalam negeri maupun penghasilan yang diterima
atau diperoleh diluar negeri.
Jika negara lain tempat wajib pajak tersebut akan membayar atau terutang
pajak atas penghasilann yaitu dinegara yang bersangkutan (luarnegeri). Untuk
meringankan beban pajak ganda yang tepat terjadi karena pengenaan pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri, maka besarnya pajak
atas penghasilan wajib pajak dalam negeri yang terutang atau dibayar diluar
negeri tersebut dapat dikreditkan terhadap total pajak terutang atas seluruh
penghasilan wajib pajak dalam negeri.
Jumlah pajak atas penghasilan wajib pajak dalam negeri yang dibayar atau
terutang didalam negeri tersebut dihitung berdasarkan tariff pajak yang berlaku
dinegara yang bersangkutan dikalikan dengan penghasilan yang diterima atau
diperoleh dinegara yang bersangkutan. Jumlah pajak yang dibayar atau terutang
diluar negeri tersebut mungkin tidak semuanya dapat dikreditkan dari total pajak
terutang di Indonesia. Pasal 24 UU No. 17 tahun 2000 , selanjutnya mengatur
ketentuan besarnya pajak penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri
yang dapat dikreditkan dari total pajak penghasilan terutang di Indonesia.
Pada dasarnya PPh Pasal 24 mengatur tentang besarnya kredit pajak yang
dapat diperhitungkan atas pemotongan pajak/ pajak yang dibayar/ pajak yang
terutang di luar negeri. Hal ini sesuai dengan ayat 1 dan 2 Pasal 24 UU PPh :
1. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari
luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri
boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang
undang ini dalam tahun pajak yang sama.
2. Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri
tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang
berdasarkan Undang-undang ini.
Penghasilan yang boleh diperhitungkan/ dikreditkan tersebut antara lain
penghasilan dari luar negeri berupa :
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari
pengalihan saham dan sekuritas lainnya
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta gerak
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak
gerak;
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan;
5. Penghasilan BUT luar negeri;
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangana
tautan daturut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan;
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap;
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu
bentuk usaha tetap.
Hal yang paling mendasar PPh Pasal 24 ini adalah adanya batas
maksimum yang boleh dikreditkan seperti yang tercantum dalam ayat 2 Pasal 24
UU PPH seperti tersebut di atas.(Waluyo: 2013)
10
11
12
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disahkan oleh
pemerintah yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah.
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuan diatur dengan atau berdasrkan peraturan
menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan.
3. Warisan .
4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksut oleh pasal 2 ayat 1 huruf b sebagai pengganti saham atau
pengganti penyertaan modal.
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwigunam, dan asuransi bea siswa.
13
3. Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka
penghitungan PPh Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara.
4. Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ) dan/atau penghasilan yang
dikenakan pajak tersendiri (Pasal 8 ayat (1 dan 4) Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2000 ) tidak dapat digabungkan dengan penghasilan lainnya,
baik yang diperoleh dari Dalam Negeri maupun dari Luar Negeri.
5. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat
diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya,
dan tidak dapat direstitusi.
6. Untuk melaksanakan prengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak wajib
menyampaikan permohonan ke KPP bersamaan dengan penyampaian SPT
Tahunan PPh, dilampiri dengan ;
14
10. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih bayar, maka
atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
.6. Batas maksimumkreditpajakluarnegeri (KPLN)
Batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN) diambil yang terendah
dari ketiga unsur berikut
1. Jumlah Pajak yang dibayar / terutang di luar negeri
2. Penghasilan Luar Negeri x PPh Terutang yang biasa digunakan
Penghasila Kena Pajak
3. Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal
penghasilan kena pajaknya lebih kecil dari penghasilanl uar negerinya.
Catatan
1. Jika Pajak Penghasilan Luar Negeri yang diminta untuk dikreditkan itu
ternyata dikembalikan maka jumlah pajak yang terutang menurut undangundang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun
pengembalian tersebut dilakukan.
2. Jika Penghasilan Luar Negeri berasal dari beberapa Negara maka jumlah
maksimum KPLN dihitung untuk masing-masing negara.
3. Untuk kerugian yang diderita di luar negeri tidak diperhitungkan dalam
menghitung penghasilan kena pajak. Penghasilan dari Luar Negeri untuk
tahun-tahun berikutnya dapat dikompensasikan dengan kerugiaan
tersebut.
4. Dalam hal pajak dibayarkan di luar negeri lebih besar dari kredit pajak
yang diperkenankan (PPh Pasal 24), maka kelebihan tersebut tidak dapat
diminta kembali, dikompensasikan sebagai pengurangan penghasilan.
Contoh Kasus :
PT.Cemara memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai
berikut :
15
1.
2.
Penyelesaian :
Penghitungan Kredit Pajak Yang Diperbolehkan (PPh Pasal 24 )
1. PPh dibayar diluar negeri :
40% X Rp 500.000.000
= Rp 200.000.000,-
= Rp 350.000.000,-
= Rp 140.000.000
Besarnya kredit pajak (psl 24) adalah Rp 140.000.000,-Contoh soal jika penghasilan wajib pajak berasal dari beberapa negara :
PT.Diana wati memperoleh penghasilan dalam tahun 2009 sbb :
1. Negara A, memperoleh penghasilan Rp 400.000.000 dengan tariff pajak
20%.
2. Negara B, memperoleh penghasilan Rp 500.000.000 dengan tariff pajak
15%
3. Penghasilan usaha di Indonesia Rp 350.000.000
Penyelesaian :
Penghitungan Kredit Pajak Yang Diperbolehkan (PPhPasal24 ) :
1. Penghasilankena pajak Rp 1.250.000.000
2. PPh terhutang (sesuai tariff pasal 17)
28% X Rp 1.250.000.000
= Rp 350.000.000,--
16
= Rp 80.000.000,-
17
2.4.7
Rp
150.000.000
Rp
250.000.000
18
Rp
150.000.000
Rp
250.000.000
Rp
400.000.000
PTKP (K/2)
Rp
30.375.000 (-)
Total PKP
Rp
369.625.000
50.000.000
Rp
2.500.000
15% x Rp 200.000.000
Rp
30.000.000
25% x Rp 119.625.000
Rp
29.906.250
Rp
62.406.250
3. Menghitung
PPh
Maksimum
Dikreditkan
sesuai
Perbandingan
Penghasilan
Penghasilan luar negeri x Total PPh terutang
Total penghasilan dalam dan luar negeri
(Rp 250.000.000/Rp 400.000.000) x Rp 62.406.250 = Rp 39.003.906
4. Menghitung PPh yang Dipotong atau Dibayar di luar Negeri
Tarif Pajak di luar negeri x penghasilan luar negeri
40% x Rp 250.000.000 = Rp 100.000.000
Kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah Rp
39.003.906 atau sebesar pph maksimum dikreditkan sesuai perbandingan
penghasilan. Jumlah ini diperoleh dengan membandingkan perhitungan total pph
terhutang, pph maksimum dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan, dan pph
terhutang atau pph luar negeri, kemudian dipilih nilai terendah
19
Jumlah pph yang dibayar atau terutang diluar negeri (Rp 100.000.000)
melebihi jumlah kredit pajak yang diperolehkan (Rp 39.003.906), akan tetapi
kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan pph yang terutang tahun
berikutnya, tidak boleh digunakan sebagai biaya atau pengurang penghasilan,
serta tidak dapat dimintakan restitusi.
Contoh soal jika usaha dalam negeri rugi:
Pt Ananda Raya di Indonesia memperoleh penghasilan neto pada tahun
2013 sebagai berikut:
Peredaran bruto dari kegiatan usaha dalam dan luar negeri sebesar Rp
4.600.000.000
Penyelesaian :
Perhitungan kredit pajak luar negeri diperolehkan (pph pasal 24) adalah:
1. Menghitung total PKP
Penghasilan dari Fegara A berupa laba usaha
Rp
300.000.000
Rp
(100.000.000)
Rp
200.000.000
20
Penyelesaian :
Perhitungan kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah:
1. Menghitung Total PKP
Penghasilan dari Negara A berupa laba usaha
Rp
200.000.000
600.000.000
21
Rp
800.000.000
Rp
10.000.000
25% x Rp 720.000.000
Rp
180.000.000
Rp
190.000.000
22
ini diperoleh dengan membandingkan perhitungan total PPh terutang atau dibayar
di luar negeri, kemudian dipilih nilai terendah (Siti Resmi, 2014)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan materi di atas kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa pajak penghasilan luar negeri pph pasal 24 adalah :
1.
23
wajib pajak dalam negeri. Harus sesuai dengan ketentuan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan Luar Negeri ( PPH Pasal 24 )
2.
Subjek pajak ialah Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas
seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari luar negeri
3.
JumlahPPhterutanguntukseluruhpenghasilankenapajak,
dalamhalpenghasilankenapajaknyalebihkecildaripenghasilanluarne
gerinya.
3.2 Saran
Kami berharap pemerintah dalam pelaksanaan perpajakandilaksanakan
dengan maksimal. Karena akhir-akhir ini terjadi banyak kasus mengenai para
pembayar pajak yang membayar pajak tidak sesuai dengan ketentuan (dibawah
standart kewajiban pembayaran pajak) dengan menyuap pihak dalam. Sebaiknya
dilakukan pengawasan yang semakin ketat untuk menekan para oknum dan
pembayar pajak yang melakukan tindakan kecurangan serta memberikan sanksi
24
yang tegas karena pajak salah satu penerimaan terbesar kas negara dan berperan
penting dalam pembangunan suatu negara.
25