Anda di halaman 1dari 45

LANGKAH-LANGKAH INDUKSI DALAM PERSALINAN

Last Updated on Tuesday, 08 October 2013 Thursday, 22 March 2012

Posting ini telah terinspirasi oleh percakapan saya dengan beberapa

ibu dengan pengalaman mereka ketika di lakukan induksi. Induksi persalinan saat
ini semakin umum, namun kaum perempuan sering tampak sangat salah-informasi tentang
apa yang dilakukan kepada mereka selama induksi dan mengapa atau
alasannya.Seharusnya seorang calon ibu perlu diberikan informasi yang memadai dalam
rangka untuk membuat pilihan proses persalinan dengan bijak.Saya berharap posting
ini bermanfaat bagi Anda.

Induksi persalinan adalah salah satu upaya stimulasi mulainya proses kelahiran (dari tidak ada tanda-tanda
persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah
keluarnya bayi dari rahim secara normal. SEDANGKAN Akselerasi persalinan adalah meningkatkan frekuensi,
lama, dankekuatan kontraksi, dimana Tujuan tindakan tersebut adalah untuk mencapai his 3 kali 10 menit, lamanya
40 detik. Jika selaput ketuban masih intak, dianjurkan amniotomi. Kadang-kadang prosedur ini cukup untuk
merangsang persalinan . cairan ketuban akan keluar, volume uterus berkurang, prostaglandin dihasilkan, merangsang
persalinan, dan kontraksi uterus meningkat
Induksi dapat dilakukan karena beberapa alasan antara lain:
Kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari 40 minggu(kehamilan lewat
waktu). Dan belum juga terjadi persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu
memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam
rahim. Makin menurunya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan :Pertumbuhan janin makin
melambat.
Terjadi perubahan metabolisme janin. Air ketuban berkurang dan makin kental. Saat persalinan janin lebih mudah
mengalami asfiksia. Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan dengan
kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering menyertainya seperti; letak defleksi, posisi oksiput posterior,
distosia bahu dan pendarahan postpartum. Pada kehamilan lewat waktu perlu mendapatkan perhatian dalam
penanganan sehingga hasil akhir menuju well born baby dan well health mother dapat tercapai.
Namun kenyataan di lapangan saat ini adalah dimana induksi banyak sekali di kalukan dengan tanpa indeikasi
medis. Dan sayangnya banyak sekali para calon orang tua yang sekedar menurut dengan nasehat dokter tanpa
menggunakan BRAIN (Benefit, Risk, Alternative, Intuition, No) saat mengambil keputusan. Nah disini saya akan
berusaha untuk memaparkan kepada Anda tentang beberapa hal yang harus jelas sebelum memilih untuk
dilakukan induksi:
1. Sebelum memilih untuk di induksi, Anda haruslah yakin bahwa risiko yang dapat Anda terima
ketika melanjutkan kehamilan lebih besar daripada resiko yang ada ketika Anda memilih untuk
dilakukan induksi.

2. Anda harus menyadari bahwa ketika dilakukan induksi, maka bayi Anda harus segera lair, sehingga
apabila tidak bisa lahir atau gagal induksi, maka jalan satu-satunya adalah Operasi SC. Dan
menurut penelitian Induksi meningkatkan kejadian SC.
Ada 3 langkah dalam proses induksi.
Langkah 1: Mempersiapkan Serviks yang Matang
Selama kehamilan serviks tertutup, tebal dan menyelip ke bagian belakang vagina. Ini berarti bahwa Anda dapat
memiliki kontraksi tanpa terjadinya pembukaan leher rahim. Agar leher rahim merespon kontraksi perlu untuk
membuat sejumlah perubahan fisiologis yang kompleks.Relaksin dan estrogen melakukan perubahan struktural, dan
prostaglandin, leukosit, makrofag, hyaluronic acid dan glycoaminoglycans semua terlibat dalam pelunakan leher
rahim sehingga siap untuk membuka dan melahirkan. itu adalah proses yang sangat kompleks, dan prostaglandin
hanya salah satu bagian darikekomplekan proses ini.
Ketika Anda sedang diinduksi leher rahim Anda akan dinilai dengan pemeriksaan vagina (VT/Vaginal
Thoucher). Jika leher rahim anda telah berubah dan lembut danterbuka setidaknya 1 atau 2 cm, Anda bisa melompat
langsung ke langkah 2. Namun,Jika serviks masih teraba tegas dan tertutup, maka beberapa upaya dapat dilakukan
untuk mengubahnya sehingga muemunginkan untuk menuju langkah 2. Hal ini biasanya dilakukan dengan
meletakkan prostaglandin buatan ( atau ) pada leher rahim. prostaglandin buatan atau sintetis dapat menyebabkan
hiperstimulasi rahim mengakibatkan gawat janin, sehingga denyut jantung bayi anda akan dipantau oleh CTG
setelah prostaglandin ini dikelola. Anda mungkin juga mengalami rasa sakit yagkuat tajam kadang disertai
kontraksi. Namun kadang dokter kandungan mungkin menyarankan cara-cara lain ntuk merangsang leher
rahim untuk melepaskan prostaglandin alami dengan menyapu membran. Hal ini dilakukan dengan memasukkan
kateter ke dalam serviks dengan balon kateter Foley yang dipasang di dalam segmen bawah uterus melalui kanalis
servikalis, diisi cairan (dapat sampai 100 cc pada Foley no.24), diharapkan akan mendorong selaput ketuban di
daerah segmen bawah uterus sampai terlepas (BUKAN untuk dilatasi serviks). Amniotomi, selaput ketuban dilukai /
dirobek dengan menggunakan separuh klem Kocher (ujung yang bergigi tajam), steril, dimasukkan ke kanalis
servikalis dengan perlindungan jari-jari tangan.
Keberhasilan induksi persalinan bergantung pada skor pada serviks. Jika skor 6, biasanya induksi cukup dilakukan
dengan oksitosin. Jika 5, matangkan serviks lebih dahulu dengan prostaglandin atau kateter foley.
Langkah 2: Pemecahan Ketuban
Saya menyadari bahwa langkah ini tidak selalu menjadi bagian dari induksi dan saya tidak
pernah melakukan pendekatan ini, Setelah serviks telah melunak dan terbuka cukup untuk melakukan pemecahan air
ketuban setidaknya dua jari bisa masuk sehingga amniohook bisa masuk dan memecah ketuban. Tindakan ini
memungkinkan kontraksi menjadi lebih efektif; kepala bayi menekan lebih keras pada leher rahim, dan dapat
memicu kontraksi. Setelah ketuban pecah, Anda bisa menunggu beberapa jam untuk melihat apakah persalinan
mulai terjadi, atau Anda bisa langsung menuju ke langkah 3.
Langkah 3: Membuat Kontraksi
Anda sekarang memiliki leher rahim yang siap untuk merespon kontraksi. Oksitosindalam persalinan normal
fisiologis dilepaskan dari otak dan memasuki aliran darah - itu memiliki dua fungsi utama:
Ia bekerja pada rahim untuk mengatur kontraksi
Ia bekerja di otak untuk berkontribusi pada kondisi kesadaran yang berubah terkait
dengan persalinan dan mempromosikan ikatan perasaan dan perilaku
Dalam induksi, oksitosin buatan (pitocin / syntocinon) diberikan melalui kanula langsung ke dalam aliran darah. Hal
ini membuatnya tidak dapat melewati aliran darah otak karena itu hanya bekerja pada otot rahim untuk mengatur
kontraksi. Inilah yang menyebabkan kontraksi pada induksi lebih menyakitkan dibandingkan dengan kontraksi pada
saat persalinan secara alami. Oksitosin sintetik tidak dapat di cerna otak sehingga yang terjadi justru menurunkan
produksi oksitosin alami berikut juga produksi endorfin dalam tubuh. Sehingga hal ini membuat ibu merasa lebih

sakit dan pola kontraksi pun lebih intens dan cepat hal ini sering sekali memicu kejadian distress pada janin
sehingga meningkatkan resiko untuk SC.
TANDA-TANDA INDUKSI BERJALAN DENGAN BAIK:
1. respons uterus berupa aktifitas kontraksi miometrium baik
2. kontraksi simetris, dominasi fundus, relaksasi baik (sesuai dengan tanda-tanda his yang baik /
adekuat)
3. nilai pelvik menurut Bishop (tabel)
PRINSIP !!
1. hal penting yang harus dilakukan antara lain : monitor keadaan bayi, keadaan ibu, awasi tanda-tanda
ruptura uteri
2. harus memahami farmakokinetik, farmakodinamik, dosis dan cara pemberian obat yang digunakan
untuk stimulasi uterus.
KONTRAINDIKASI INDUKSI PERSALINAN
1. kontraindikasi / faktor penyulit untuk partus pervaginam pada umumnya : adanya disproporsi
sefalopelvik, plasenta previa, kelainan letak / presentasi janin.
2. riwayat sectio cesarea (risiko ruptura uteri lebih tinggi)
3. ada hal2 lain yang dapat memperbesar risiko jika tetap dilakukan partus pervaginam, atau jika sectio
cesarea elektif merupakan pilihan yang terbaik.
Resiko induksi persalinan adalah :
Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan
yang ketat dari dokter yang menangani. Jika Anda merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang
ditimbulkan, biasanya dokter akan menghentikan proses induksi,kemudian akan dilakukan operasi
caesar.
Janin akan merasa tidak nyaman, sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat janin (fetal
disterss). Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, dokter akan memantau gerak janin
melalui CTG/kardiotopografi. Bila dianggap terlalu berisiko menimbulkan gawat janin, proses induksi
akan dihentikan.
Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisi terjadi pada yang sebelumnya pernah
dioprasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal.
Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali, namun tetap harus diwaspadai. Emboli terjadi
apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan menyangkut di otak ibu atau paruparu. Bila terjadi dapat merenggut nyawa ibu seketika.
Jika pada kehamilan tua Anda sudah merasa sangat tidak nyaman dan ingin segera melahirkan dengan cara
diinduksi, maka keadaan mulut rahim menjadi hal penting untuk dijadikan pertimbangan. Induksi akan bermanfaat
ketika mukut rahim telah menipis sekitar 50 persen dan berdilatasi 3-4 cm. Hal ini karena tubuh Anda telah siap
untuk menghadapi proses persalinan. Selain itu, secara statistik fase ini lebih aman untuk melahirkan pervaginam.
Namun, jika mulut rahim belum cukup menipis dan berdilatasi, itu tandanya tubuh belum siap untuk melahirkan.
Melakukan induksi dan melahirkan pervaginam bukan hal yang tepat pada keadaan demikian, karena kemungkinan
besar persalinan akan diubah menjadi caesar.
Umumnya, meski tak ada catatan medis yang membuat suatu kehamilan diinduksi, menunggu janin lahir spontan
adalah hal terbaik. Karena kita tidak tahu keadaan janin, mulut rahim berada pada fase apa, apakah ada
kemungkinan terjadi perubahan posisi pada janin atau tidak, maka melakukan induksi adalah hal yang beresiko. Kita
hanya mengganggu proses alami suatu persalinan. Sebagai akibatnya, bayi mungkin belum berada pada posisinya
dan tubuh ibu ternyata belum siap untuk melahirkan. Dua keadaan itu meningkatkan dilakukannya operasi caesar
pada kehamilan yang diinduksi.

Untuk lebih memahami bagaimana seluk beluk induksi mulai dari langkah dan resikonya bisa di lihat melalui filmfilm berikut ini:

http://www.bidankita.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=463:langkah-langkah-induksi-dalampersalinan&catid=44:natural-childbirth&Itemid=56

SABTU, 24 JANUARI 2009

BALON KATETER
RANDOMIZED TRIAL PERBANDINGAN BALON KATETER 30-ml DAN 80-ml UNTUK PEMATANGAN
SERVIKS PRAINDUKSI*

Husnul Abid
Pembimbing dan Moderator: dr.Shinta Prawitasari, M.Kes,SpOG
Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta

Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan keunggulan pematangan serviks
dengan 2 volume balon kateter
Disain penelitian: Wanita hamil yang disertakan dalam induksi persalinan wanita hamil
aterm janin tunggal diambil secara acak untuk pematangan serviks dengan balon yang
digelembungkan dengan volume 30 ml atau 80 ml larutan saline steril.
Hasil: Sejumlah 203 wanita disertakan dalam analisis. Pematangan serviks dengan volume
balon yang lebih besar dihubungkan dengan tingkat dilatasi pasca pematangan yang secara
signifikan lebih tinggi sebesar 3 cm atau lebih (76% vs 52,4%, P<0,001). Pada wanita
primipara, volume balon yang lebih besar menghasilkan tingkat persalinan yang secara
signifikan lebih tinggi dengan 24 jam (71,4% vs 49%, P<0,05) dan kebutuhan tambahan
oksitosin yang secara signifikan lebih sedikit (69,3% vs 90,4%, P<0,05).
Simpulan: Pematangan serviks pada wanita primipara dengan balon kateter yang
digelembungkan dengan 80 ml memberikan dilatasi yang lebih efektif, persalinan yang lebih
cepat dan tambahan oksitosin yang lebih sedikit dibandingkan dengan balon yang
digelembungkan dengan 30 ml larutan saline steril.

Husnul abid, Shinta Prawitasari


Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta, Indonesia

* dipresentasikan pada pertemuan ilmiah di bagian Obstetri Ginekologi, FK-UGM-RS


Dr.Sardjito September 2007
PENDAHULUAN
P
Penggunaan balon kateter untuk serviks dijelaskan pertama kali oleh Embrey dan Mollison
pada tahun 1967. Penggunaan balon kateter ekstra amnion memiliki beberapa keunggulan,
caranya sederhana, biaya rendah, reversibel, dan lebih sedikit efek samping serius
dibandingkan dengan penggunaan metode medis untuk pematangan serviks. Sehingga
metode ini sangat populer sebagai alat mekanis untuk pematangan serviks pada pasien
dengan serviks yang belum matang. Di lain pihak pematangan serviks dengan
menggunakan balon kateter ekstra amnion ditemukan berhubungan dengan tingkat bedah
sesar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelahiran spontan. Mekanisme pematangan
serviks dengan balon kateter ekstra amnion dengan cara tekanan pelonggar langsung dari
balon pada serviks dan segmen bawah rahim dan sekresi prostaglandin dengan pemisahan
membran.
Pada penelitian awal, Embrey dan Mollion menggelembungkan balon dengan 50 mL air
steril. Penelitian berikutnya menilai banyaknya jumlah penggelembungan balon. Pada
sebagian besar penelitian, balon digelembungkan dengan 30 ml cairan. Yang lain
menggelembungkan balon 80 mL, dengan harapan menginduksi dilatasi serviks yang lebih
besar dan sekresi prostaglandin yang lebih tinggi. Telah diklaim bahwa volume cairan yang
besar pada balon hanya menghasilkan kenaikan minimal diameter balon dan tidak akan
mendorong dilatasi serviks tambahan dan pengosongan membran. Namun demikian asumsi
ini tidak pernah diteliti pada suatu percobaan klinis acak.
Tujuan penelitian adalah untuk membandingkan kekuatan pematangan serviks dengan balon
yang digelembungkan dengan 30 ml cairan garam steril dengan balon yang
digelembungkan dengan 80 ml.
Bahan dan metode
Populasi studi terdiri dari wanita yang diterima untuk induksi persalinan dengan gestasi
singleton tepat waktu antara 1 Juli 2002 dan 1 September 2003 di Kaplan Medical Center.

Studi acak dirancang untuk membandingkan luaran kehamilan antara wanita dengan
pematangan serviks dengan balon yang digelembungkan dengan 30 mL cairan garam steril
(n=103), dan wanita dengan balon yang digelembungkan dengan 80 ml (n=100). Dewan
kajian lembaga lokal menyetujui protokol penelitian, dan persetujuan tertulis diterima dari
semua partisipan. Semua wanita yang masuk percobaan memiliki presentasi puncak kepala
dan Bishop skor kurang dari 4. Wanita dikeluarkan dari penelitian jika mereka memiliki
kontraksi reguler saat kedatangan, ketuban sudah pecah, parut uterus sebelumnya,
multiparitas lebih dari 5 persalinan, dan berat janin perkiraan di atas 4200 g. Wanita diacak
pada alat pematangan balon 30 ml dan 80 ml dengan menggunakan sistem acak yang
dibuat komputer. Alokasi penempatan disembunyikan dengan penetapan pada amplop
berlem, buram bernomor yang disimpan pada kamar bersalin dan diambil secara berurutan.
Dokter yang menangani persalinan dan pasien tidak mengetahui hasil pengacakan.
Kateter dimasukkan langsung kedalam saluran endoservikal dengan menggunakan
spekulum steril sesudah dilakukan pembersihan serviks dengan larutan antiseptik. Balon
digelembungkan dengan 30 ml atau 80 ml menurut pengacakan. Tarikan lembut dilakukan
dengan membalut ujung kateter pada paha wanita. Wanita diijinkan untuk berjalan dan
diperiksa setiap 4 jam untuk pengeluaran balon kateter. Pemantauan janin dilakukan
sesudah pemasangan balon dan 6 jam sesudahnya. Balon kateter dilepas sesudah 12 jam,
atau jika pada pemantauan janin didapakkan hal-hal yang mencurigakan. Segera sesudah
pelepasan kateter, pasien memasuki ruang persalinan untuk tambahan oxitoksin, atau untuk
dilakukan pmecahan ketuban. Pecah ketuban dilakukan hanya jika ditemukan kontraksi
reguler(his teratur), dan ketika pembukaan serviks melebihi 3 cm. Pemberian oksitosin
dimulai pada dosis 2,5 mU per menit. Tetesan oksitosin dinaikkan bertahap dari 2,5mU per
menit setiap 20 menit sampai dicapai sekurangnya 3 kontraksi per 10 menit, atau sampai
dosis 40 mU per menit. Pemecahan ketuban dilakukan jika sekurangnya terdapat 3 kontraksi
yang menyakitkan per jam. Denyut jantung janin dan pemantauan kontraksi uterus
dilakukan secara kontinyu pada semua wanita yang memasuki ruang persalinan. Kemajuan
persalinan dipertimbangkan cukup jika terjadi perubahan pembukaan serviks kurang dari 1
cm per jam pada primipara atau 1,2 per jam pada multipara. Distosia didefinisikan ketika
sekurangnya 4 jam kontraksi yang cukup terjadi tanpa perubahan pembukaan serviks yang
signifikan. Analgesik epidural diberikan ketika kontraksi uterus reguler dan sudah
menyakitkan. Vakum ekstrasi dapat dilakukan bila terjadi denyut jantung janin yang tidak
baik dan terjadi kala II lama (1-2 jam pada multipara dan 2-3 jam pada nullipara bergantung

pada tipe analgesik.


Pengukuran hasil yang utama adalah kegagalan pematangan serviks (pembukaan serviks
<3 cm). Hasil yang lain meliputi pencapaian persalinan vaginal dalam 24 jam, waktu sampai
pelepasan balon, waktu induksi sampai persalinan, tingkat bedah sesar dan komplikasi pada
janin dan neotatal segera dinilai dengan Apgar skor dibawah 7 pada 5 menit, atau pH cord
kurang dari 7.0.
Sebelum dimulainya penelitian, kekuatan analisis dilakukan. Penelitian sebelumnya
menunjukkan pematangan pasca dilatasi 65% sebesar 3 cm atau lebih. Kekuatan analisis
menunjukkan bahwa 94 wanita diperlukan dalam tiap lengan penelitian untuk menunjukkan
perbedaan 20% pada kegagalan untuk mencapai dilatasi 3 cm atau lebih dengan kekuatan
0,8 dan <0,05. Uji t student, uji kai kuadrat, dan uji eksak Fisher digunakan bila sesuai.
Semua uji bersisi dua, dan signifikansi statistik didefinisikan sebagai nilai probabilitas <0,05.
Hasil
Sejumlah 205 wanita diacak. Pada 2 wanita (masing-masing 1 pada tiap lengan), kateter
diambil sebelum waktunya karena pendarahan vagina. Sesudah menyingkirkan kasus ini,
tersisa 203 wanita, 103 pada kelompok 30 ml dan 100 pada kelompok 80 ml. pada kelompok
30 ml, 52 primipara dan 49 primipara pada kelompok 80 ml. Karakteristik klinis dari
kelompok studi disajikan pada tabel 1.
Table.1 Delivery Characteristics
Variable
80 ml
30 ml
p
(n=100)*
(n=103)*
value
Dilatation after ripening 3 cm
Total
Nulliparous
Multiparous
Delivery within 24 h
Total
Nulliparous

Multiparous
Insertion-to-balloon
Expulsion interval (h)
Nulliparous
Multiparous
Induction-to-delivery
Time interval (h)
Nulliparous
Multiparous
Oxitocin
Administration
Total
Nulliparous
Multiparous
Epidural rate
Nulliparous
Multiparous

76(76.0%)
40(81.6%)
36(70.6%)

75(75.0%)
35(71.4%)
40(78.5%)

8.7 3.9
6.9 3.9

11.5 7.4
9.7 5.5

69 (69%)
34 (66.3%)
35 (68.6%)
70 (70%)
38 (74.5%)
32 (62.7%)

54 (52.4%)
30 (57.7%)
24 (47.1%)

60 (58.3%)
25 (49.0%)
35 (68.3%)

8.0 4.5
6.8 3.8

15.5 9.6
10.4 7.1

90 (87.3%)
47 (90.4%)
43 (84.3%)
74 (71.8%)
43 (84.3%)
31 (60.8%)

<.001

.001
.006

.01
.017
.57

.40*
.90*

.03*
.12*

.002
.02
.06
.77
.2
.48

Data are presented as number, mean SD, or %. Nulliparous, n = 49 (80 ml); n =52
(30ml);multiparous, n = 51 in both groups.
* Student t test
x2 test

Tabel II meringkas karakteristik klinis dari kelompok selama persalinan. Ada tingkat wanita
yang secara signifikan lebih tinggi dengan dilatasi servik pasca pematangan 3 cm atau lebih
pada kelompok dengan balon yang digelembungkan dengan 80 ml cairan garam
dibandingkan dengan balon yang digelembungkan dengan 30 ml larutan garam. Perbedaan
ini ditemukan pada wanita primipara dan multipara. Pada wanita primipara yang memiliki

pematangan serviks dengan balon yang digelembungkan dengan 80 ml cairan garam


dibandingkan balon yang digelembungkan dengan 30 ml, ada rata-rata lebih pendek waktu
untuk induksi sampai interval persalinan, tingkat persalinan yang secara signifikan lebih
tinggi dalam 24 jam induksi dan tingkat wanita yang membutuhkan tambahan dengan infusi
oxitocin secara signifikan lebih rendah. Lebih lanjut, wanita primipara yang secara
signifikanlebih sedikit membutuhkan tamabahan dengan infusi oxitoksin. Perbedaan ini tidak
ada pada pasien multipara. Tidak ada perbedaan signifikan pada waktu untuk pelepasan
balon dan tingkat epidural diantara kelompok

Table.1 Mode of delivery


Variable
80 ml
30 ml
p
(n=100)*
(n=103)*
value
Cesarian delivery rate
Total
Nulliparous
Multiparous
Cesarian delivery
Delivery within 24 h
Rate caused by
Failure to progess
Cord prolapse
Nonreassurina FHR
Suspected CPD
Instrumental delivery

12 (12.0%)
11 (22.0%)

1 (2.0%)

3 (3.0%)
1 (1.0%)
6 (6.0%)
2 (2.0%)
5 (5.0%)

11 (10.6%)
11 (21.1%)
0

10 (9.9%)
0
1 (1.0%)
0
2 (2.0%)

.76*
.69*
.9

.47
.31
.09
.15
.08

Data are presented as number, meanSD, or %. Nulliparous, n = 49 (80 ml); n =52


(30ml);multiparous, n = 51 in both groups.
* Student t test
x2 test

Tabel III meringkas mode persalinan untuk kelompok yang berbeda. Semua wanita multipara
memiliki persalinan vaginal kecuali satu wanita dari kelompok tersebut, yang memiliki
pematangan serviks dengan balon yang digelembungkan pada 80 ml cairan garam yang
bersalin dengan bedah sesar darurat karena prolaps cord sesudah pecan ketuban spontan.
Tidak ada perbedaan tingkat bedah sesar antara wanita yang diinduksi dengan balon yang
digelembungkan pada 30 ml dibandingkan dengan 80 ml. Namun demikian, wanita yang
diinduksi dengan balon yang digelembungkan dengan 30 ml memiliki tingkat bedah sesar
yang lebih tinggi karena persalinan non progresif.
Komentar
Maksud utama dari induksi persalinan adalah kelahiran vagina yang cepat, tak banyak
gangguan dan berhasil. Skor Bishop servik yang meningkat menyebabkan laju persalinan
vagina yang lebih cepat dan meningkat. Diantara faktor yang dipertimbangkan dalam
penetapan skor, hubungan paling kuat dengan persalinan yang berhasil adalah dengan
dilatasi serviks. Ketika menggunakan balon kateter eksra amniotik untuk induksi persalinan,
volume balon yang lebih besar bisa menghasilkan dilatasi yang lebih besar dan pematangan
servik yang lebih maju. Temuan kami mendukung dengan kuat pernyataan ini karena kami
menemukan bahwa pematangan servik primipara yang tidak menguntungkan dengan balon
yang digelembungkan dengan 80 ml cairan garam dibandingkan dengan balon 30 lm
dihubungkan dengan dilatasi servik yang maju, tingkat persalinan dalam 24 jam induksi
yang lebih tinggi, kebutuhan oxitoksin yang lebih sedikit dan tingkat bedah sesar yang lebih
rendah yang berasal dari persalinan disfungsional.
Induksi persalinan adalah tugas yang menantang, khususnya pada wanita nulipara dengan
serviks yang tidak menguntungkan. Kegagalan untuk berkembang dalam tahap persalinan
pertama, dan bedah sesar berikutnya adalah lebih umum pada kelompok wanita ini. Johnson
et al menunjukkan bahwa induksi persa linan pada wanita nulipara, khususnya yang
memiliki serviks yang tidak menguntungkan, seperti diukur dengan skor Bishop,
dihubungkan dengan resiko kelahiran sesar yang meningkat secara signifikan. Salah satu

opsi yang diajukan untuk menurunkan laju persalinan disfungsional adalah menggabungkan
agen lain untuk rejimen induksi, seperti oxitoksin, infusi cairan salin atau prostaglandin E2,
dan misoprostol. Namun demikian, kombinasi ini menghasilkan tingkat efek samping yang
relatif tinggi. Menurut temuan kami, penggunaan volume balon yang lebih besar semata
menghasilkan peningkatan signifikan skor Bishop, kelahiran yang lebih cepat, dan
penurunan penggunaan agen perangsang pada wanita nulipara. Penggunaan volume balon
yang lebih besar dihubungkan dengan tingkat bedah sesar yang lebih tinggi yang tak
signifikan karena pemantauan janin yang tidak menenangkan dan ketidakseimbangan
sepalopelvis. Etiologi untuk tren ini tidak pasti. Kami tidak menemukan tingkat salah
presentasi yang lebih tinggi dan tidak ada ahli bedah selama sesar melaporkan cord aneh
yang mungkin berasal dari salah tempat kepala janin dengan balon besar. Wanita multipara
memiliki pembukaan serviks yang lebih cepat dan mereka cenderung memasuki fase aktif
lebih cepat dibanding wanita nulipara. Akhir ini kami menunjukkan bahwa wanita multipara
memiliki tingkat kegagalan yang sangat rendah ketika menggunakan kateter Foley untuk
induksi persalinan. Pada penelitian kami, pematangan serviks dengan volume balon 80 ml
tidak diikuti dengan kelahiran yang lebih cepat pada wanita multipara, dan tidak ada dari
wanita multipara pada kelompok ini yang memiliki pematangan serviks dengan 30 ml
memiliki persalinan disfungsional yang menyebabkan bedah sesar. Lebih lanjut, pada wanita
multipara, menggunakan balon yang lebih besar bisa memindahkan kepala dari saluran
masuk pelvik, yang memungkinkan penurunan cord jika ada pecah ketuban. Namun
demikian, pada wanita primipara, tingkat persalinan disfungsional tinggi, dan opsi
pematangan seviks dengan kateter balon yang lebih tinggi harus dipertimbangkan.

http://drabid.blogspot.com/2009/01/randomized-trial-perbandingan-balon.html

SELASA, 27 SEPTEMBER 2011

INDUKSI dan AKSELERASI PERSALINAN

dr.Bambang Widjanarko, SpOG


Angka tindakan pemberian oksitosin baik dengan tujuan induksi persalinan atau
mempercepat jalannya persalinan (augmentation laboratau akselerasi persalinan)
meningkat dari 20% pada tahun 1989 menjadi 38% pada tahun 2002.
Pembahasan berikut ini menyangkut deskripsi berbagai tehnik pematangan servik dan
sejumlah skema induksi atau akselerasi persalinan.

KONSEP UMUM
INDUKSI PERSALINAN ELEKTIF
Saat ini sudah terbukti bahwa tindakan induksi persalinan semakin sering dilakukan.
American College of Obstetricians and Gynecologists (1999a) berdasarkan resiko
persalinan yang berlangsung secara cepat, tidak mendukung tindakan ini kecuali untuk
indikasi-indikasi tertentu (rumah parturien yang jauh dari rumah sakit atau alasan
psikososial).
Luthy dkk (2002): Tindakan induksi persalinan berhubungan dengan kenaikan angka
kejadian tindakan sectio caesar.
Hoffman dan Sciscione (2003): Induksi persalinan elektif menyebabkan peningkatan
kejadian sectio caesar 2 3 kali lipat.
Induksi persalinan elektif pada kehamilan aterm sebaiknya tidak dilakukan secara rutin
mengingat bahwa tindakan sectio caesar dapat meningkatkan resiko yang berat sekalipun
jarang dari pemburukan out come maternal termasuk kematian.
Induksi persalinan eletif yang dirasa perlu dilakukan saat aterm ( 38 minggu) perlu
pembahasan secara mendalam antara dokter dengan pasien dan keluarganya.

INDUKSI PERSALINAN ATAS INDIKASI


Tindakan induksi persalinan dilakukan bila hal tersebut dapat memberi manfaat bagi ibu
dan atau anaknya.
INDIKASI:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Ketuban pecah dini dengan chorioamnionitis


Pre-eklampsia berat
Ketuban pcah dini tanpa diikuti dengan persalinan
Hipertensi dalam kehamilan
Gawat janin
Kehamilan postterm

KONTRA INDIKASI:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Cacat rahim ( akibat sectio caesar jenis klasik atau miomektomi intramural)
Grande multipara
Plasenta previa
Insufisiensi plasenta
Makrosomia
Hidrosepalus
Kelainan letak janin
Gawat janin
Ragangan berlebihan uterus : gemeli dan hidramnion
Kontra indikasi persalinan spontan pervaginam:
Kelainan panggul ibu (kelainan bentuk anatomis, panggul sempit)

Infeksi herpes genitalis aktif

Karsinoma Servik Uteri

PEMATANGAN SERVIK PRA INDUKSI PERSALINAN

Tingkat kematangan servik merupakan faktor penentu keberhasilan tindakan induksi


persalinan.
Tingkat kematangan servik dapat ditentukan secara kuantitatif dengan BISHOP SCORE
yang dapat dilihat pada tabel 1
Nilai > 9 menunjukkan derajat kematangan servik yang paling baik dengan angka
keberhasilan induksi persalinan yang tinggi
Umumnya induksi persalinan yang dilakukan pada kasus dilatasi servik 2 cm, pendataran
servik 80% , kondisi servik lunak dengan posisi tengah dan derajat desensus -1 akan
berhasil dengan baik.
Akan tetapi sebagian besar kasus menunjukkan bahwa ibu hamil dengan induksi persalinan
memiliki servik yang tidak favourable ( Skoring Bishop < 4 ) untuk dilakukannya induksi
persalinan.
Tabel 1 Sistem Skoring Servik BISHOP yang digunakan untuk menilai derajat

kematangan servik

METODE PEMATANGAN SERVIK MEDIKAMENTOSA

Prostaglandine E2
Dinoprostone lokal dalam bentuk jelly ( Prepidil ) yang diberikan dengan aplikator khusus
intraservikal dengan dosis 0.5 mg.
Dinoproston vaginal suppositoria 10 mg (Cervidil).
Pemberian prostaglandine harus dilakukan di kamar bersalin.
Pemberian oksitosin drip paling cepat diberikan dalam waktu 6 12 jam pasca pemberian
prostaglandine E2.
Efek samping: Tachysystole uterine pada 1 5% kasus yang mendapat prostaglandine
suppositoria.

Prostaglandine E1
Misoprostol (Cytotec) dengan sediaan 100 dan 200 g.
Pemberian secara intravagina dengan dosis 25 g pada fornix posterior dan dapat diulang
pemberiannya setelah 6 jam bila kontraksi uterus masih belum terdapat.
Bila dengan dosis 2 x 25 g masih belum terdapat kontraksi uterus, berikan ulang dengan
dosis 50 g.
Pemberian Misoprostol maksimum pada setiap pemberian dan dosis maksimum adalah 4 x
50 g ( 200 g ).
Dosis 50 g sering menyebabkan :

Tachysystole uterin

Mekonium dalam air ketuban

Aspirasi Mekonium
Pemberian per oral: Pemberian 100 g misoprostol peroral setara dengan pemberian 25 g
per vaginam

METODE PEMATANGAN SERVIK MEKANIS


1.
2.
3.

Pemasangan kateter transervikal


Dilatator servik higroskopik ( batang laminaria )
stripping of the membrane

Pemasangan kateter Foley transervikal.

Tidak boleh dikerjakan pada kasus perdarahan antepartum, ketuban pecah dini atau
infeksi.
Tehnik:

Pasang spekulum pada vagina


Masukkan kateter Foley pelan-pelan melalui servik dengan menggunakan cunam
tampon.
Pastikan ujung kateter telah melewati osttium uter internum

Gelembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air

Gulung sisa kateter dan letakkan dalam vagina

Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau maksimal 12 jam

Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkannya dan kemudian lanjutkan


dengan infuse oksitosin.

Dilatator servik higroskopik


Dilakukan dengan batang laminaria.
Dilakukan pada keadaan dimana servik masih belum membuka.

Pemasangan laminaria dalam kanalis servikalis.


12 18 jam kemudian kalau perlu dilanjutkan dengan infus oksitosin sebelum kuretase.

Gambar 1:
1.
2.
3.
4.

Pemasangan laminaria didalam kanalis servikalis


Laminaria mengembang
Ujung laminaria melebihi ostium uteri internum (pemasangan yang salah)
Ujung laminaria tidak melewati ostium uteri internum (pemasangan yang salah)

Stripping of the membrane

Metode efektif dan aman untuk mencegah kehamilan posterm.


Menyebabkan peningkatan kadar Prostaglandine serum.

INDUKSI &amp; AKSELERASI PERSALINAN


Dilakukan dengan menggunakan oksitosin sintetis.
Induksi persalinan dan akselerasi persalinan dilakukan dengan cara yang sama tapi dengan
tujuan yang berbeda.
Induksi Persalinan (induction of labour): merangsang uterus untuk mengawali proses
persalinan.
Akselerasi Persalinan (augmented of labour) : merangsang uterus pada proses persalinan
untuk meningkatkan frekuensi durasi dan kekuatan kontraksi uterus [HIS].
Pola persalinan yang BAIK adalah bila terdapat 3 HIS dalam 10 menit dengan masingmasing HIS berlangsung sekitar 40 detik.
Bila selaput ketuban masih utuh, dianjurkan bahwa sebelum melakukan induksi atau
akselerasi persalinan terlebih dahulu dilakukan Pemecahan Selaput Ketuban
(ARM ~ Artificial Rupture of Membranesatau amniotomi)

AMNIOTOMI
Pecahnya selaput ketuban (spontan atau artifisial ) akan mengawali rangkaian proses
berikut:

Cairan amnion mengalir keluar dan volume uterus menurun;

Produksi prostaglandine, sehingga merangsang proses persalinan;


HIS mulai terjadi (bila pasien belum inpartu) ; menjadi semakin kuat ( bila sudah
inpartu)

Tehnik :

Perhatikan indikasi!!

CATATAN : Pada daerah dengan prevalensi HIV tinggi, pertahankan selaput ketuban
selama mungkin untuk mengurangi resiko penularan HIV perinatal
Dengar dan catat DJJ
Baringkan pasien dengan tungkai fleksi dan kedua tungkai saling menjauh dan
kedua lutut terbuka
Gunakan sarung tangan steril, lakukan VT dengan tangan kanan untuk menilai
konsistensi posisi dilatasi dan pendataran servik
Masukkan amniotic hook kedalam vagina

Tuntun amniotic hook kearah selaput ketuban dengan menyusuri jari-jari dalam
vagina

Dorong selaput ketuban dengan jari-jari dalam vagina dan pecahkan selaput
ketuban dengan ujung instrumen
Biarkan cairan amnion mengalir perlahan sekitar jari dan amati cairan amnion yang
keluar
Setelah pemecahan ketuban, dengarkan DJJ selama dan setelah HIS

Bila DJJ < 100 atau > 180 dpm : dugaan terjadi GAWAT JANIN .
Bila persalinan diperkirakan TIDAK TERJADI DALAM 18 JAM berikan antibiotika
profilaksis untuk mengurangi kemungkinan infeksi GBS pada neonatus:
Penicillin G 2 juta units IV; atau Ampicillin 2 g IV, tiap 6 jam sampai persalinan; Bila
tidak ditemukan gejala infeksi pasca persalinan, hentikan pemberian antibiotika
Bila setelah 1 jam tidak nampak tanda-tanda kemajuan persalinan MULAILAH
PEMBERIAN OKSITOSIN INFUS
Bila indikasi induksi persalinan adalah PENYAKIT MATERNAL IBU YANG BERAT
( sepsis atau eklampsia) mulailah melakukan infuse oksitosin segera setelah amniotomi.

Komplikasi amniotomi:
1.
2.
3.
4.

Infeksi
Prolapsus funikuli
Gawat janin
Solusio plasenta

TEHNIK PEMBERIAN OKSITOSIN DRIP


1.
Pasien berbaring di tempat tidur dan tidur miring kiri
2.
Lakukan penilaian terhadap tingkat kematangan servik.
3.
Lakukan penilaian denyut nadi, tekanan darah dan his serta denyut jantung janin
4.
Catat semua hasil penilaian pada partogram
5.
2.5 - 5 unit Oksitosin dilarutkan dalam 500 ml Dekstrose 5% (atau PZ) dan diberikan
dengan dosis awal 10 tetes per menit.
6.
Naikkan jumlah tetesan sebesar 10 tetes permenit setiap 30 menit sampai tercapai
kontraksi uterus yang adekuat.
7.
Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi > 60 detik atau lebih dari 4 kali kontraksi
per 10 menit) hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi dengan pemberian:

Terbutalin 250 mcg IV perlahan selama 5 menit atau

1
2

Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan RL 10 tetes permenit


Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat setelah jumlah tetesan mencapai 60 tetes
per menit:
Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dekstrose 5% (atau PZ)
dan sesuaikan tetesan infuse sampai 30 tetes per menit (15mU/menit)

Naikan jumlah tetesan infuse 10 tetes per menit setiap 30 menit sampai kontraksi
uterus menjadi adekuat atau jumlah tetesan mencapai 60 tetes per menit.

Jika masih tidak tercapai kontraksi uterus adekuat dengan konsentrasi yang lebih tinggi
tersebut maka:

Pada multipgravida : induksi dianggap gagal dan lakukan sectio caesar.

Pada primigravida, infuse oksitosin dapat dinaikkan konsentrasinya yaitu :

10 Unit dalam 400 ml Dextrose 5% (atau PZ) , 30 tetes permenit


Naikkan jumlah tetesan dengan 10 tetes permenit setiap 30 menit sampai
tercapai kontraksi uterus adekuat.
Jika sudah mencapai 60 tetes per menit, kontraksi uterus masih tidak
adekuat maka induksi dianggap gagal dan lakukan Sectio Caesar.

http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/09/induksi-dan-akselerasi-persalinan.html

Archive for ASUHAN PERSALINAN


INDUKSI PERSALINAN
{ Desember 2, 2007 @ 3:12 am } { ASUHAN PERSALINAN }
{ Tinggalkan sebuah Komentar }

UNTUK MAHASISWA BIDAN SARI MULIA


Induksi persalinan bukanlah hal yang perlu dilakukan bidan di klinik atau BPSnya, tetapi bukan berarti bidan tidak
perlu mengetahui tentang induksi persalinan, karena jika bidan bekerja di rumah sakit dan menjadi tim dalam
penanganan pasien maka sangat diperlukan pengetahuan tentang induksi persalinan.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang induksi, perlu kita pahami dulu pengertian dari induksi, karena selain istilah
induksi juga ada istilah augmentasi atau akselerasi persalinan. Sebagai contoh seorang ibu hamil post term (lebih
dari 42 minggu), dengan hasil peeriksaan tidak ada pembukaan dan portio masih di posterior, dokter kemudian
memberikan prostaglandin dibawah forniks posterior.
Kasus kedua ada seorang ibu hamil dengan inertia uteri dengan pembukaan 5 cm, his 1 kali dalam 10 menit lama 20
detik, kemudian dokter memberikan oksitoksin drip.
Untuk kedua kasus diatas, tindakan yang dilakukan tidak tergolong sama. Pada kasus I, tindakan yang dilakukan
adalah induksi persalinan sedangkan kasus kedua tindakan yang dilakukan adalah akselerasi persalinan atau
augmentasi persalinan.
Jadi pengertian dari induksi adalah stimulating the uterus to begin labour atau tindakan menstimulasi uterus agar
terjadi kontraksi dan persalinan dapat dimulai. Sedangkan Augmentation of labour : Stimulating the uterus during
labour to increase the frequency, duration and strength of contractions atau tindakan menstimulasi uterus selama
persalinan sehingga frekuensi, durasi dan kekuatan his meningkat dan persalinan dapat berjalan lebih cepat.
Induksi persalinan dilakukan pada kondisi :
Hamil post term
Kondisi kesehatan ibu yang tidak memadai untuk menunggu proses persalinan alami misalnya ibu dengan PEB

atau Eklampsi
KPD
Solusio Plasenta dengan janin meninggal
Sedangkan akselerasi persalinan dilakukan pada kondisi kesehatan ibu yang tidak memadai untuk menunggu proses
persalinan alami misalnya ibu dengan PEB atau Eklampsi dan pada kasus inertia uteri.
Sebeleum menentukan tindakan induksi persalinan yang paling penting menentukan kondisi serviks, matang atau
tidaknya serviks yang dapat dinilai dengan Skor Bishop, karena keberhasilan dari induksi tergantung dari kondisi
serviks.
Cara menentukan skor Bishop :
Yang Dinilai Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor 3
Pembukaan Tidak ada 1-2 cm 3 4 cm Lebih dari 5
Panjang servik/effacement > 4 cm 3 4 cm 1 2 cm < 1 cm
Konsistensi Kenyal Rata-rata Lunak Posisi Posterior Tengah Anterior Penurunan Kepala
(Dari spina ischiadica) -3 -2 -1 +1 +2
Penurunan kepala dengan palpasi (4/5) 3/5 2/5 2/5
Jika skor bishop lebih dari atau sama dengan 6 berarti kondisi serviks matang dan jika kurang dari atau sama
dengan 5 berarti seviks belum matang. Tindakan yang dilakukan :
Jika serviks belum matang
Jika Nilai skor Bishop 5 lakukan pematangan serviks terlebih dahulu.
Pematangan serviks dengan prostaglandin dan Katater Foley
Jika serviks sudah matang
Lakukan Amniotomi
Jika 1 jam his tidak baik, lakukan pemberian oksitoksi drip.
Jika ibu mengalami PEB, amniotomi bersamaan dengan oksitoksin drip
Penggunaan Prostaglandin Untuk Pematangan Serviks
Dosis : prostaglandin (PGE2) bentuk pessarium 3 mg atau gel 2-3 mg ditempatkan pada froniks posterior vagina
Pemberian diulang setiap 6 jam jika his masih belum baik
Pemberian dihentikan jika :

Ketuban sudah pecah


Serviks sudah matang
Pemakaian prostaglandin sudah 24 jam
KATETER FOLEY
Kateter foley untuk kateterisasi urine dimasukkan ke dalam canalis servikalis, sampai melewati ostium uteri internum,
dan dibuat balon, dengan adanya penekanan pada serviks diharapkan merangsang terjadinya kontraksi. Cara
melakukan pemasangan kateter foley :
Pasang spekulum di vagina
Masukkan foley catater ke dalam vagina, masukkan perlahan-lahan ke dalam serviks, sampai melewati ostium uteri
internum
Isi balon kateter dengan 10 cc aquadest
Gulung sisa kateter dan letakkan ke dalam vagina
Diamkan sampai timbul kontraksi atau maks 12 jam
Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkan kateter, kemudian lanjutkan dengan infus oksitoksin
Jika tindakan pematangan serviks tidak gagal tindakan selanjutnya adalah terminasi kehamilan dengan cara Sectio
Caesaria.
Selain Prostaglandin (PGE2), untuk kondisi tertentu juga dapat diberikan misoprostal yang merupakan jenis PGE1,
namun harus diperhatikan Misoprostol ini efeknya lebih kuat sehingga hanya digunakan pada kasus PEB/EKLAMPSI
, serviks belum matang, SC tidak bisa dilakukan atau bayi tertalu prematur untuk bisa hidup atau bisa juga diberikan
pada kasus IUFD yang lebih dari 4 minggu dan sudah ada tanda gangguan pembekuan darah.
Misoprostol :
Dosis yang diberikan tablet 25 mcg diletakkan di forniks posterior vagina dan jika tidak ada his dapat diulangi 6 jam
kemudian dengan dosis 25 mcg
Jika setelah 6 jam kemudian tidak ada reaksi naikkan dosis 50 mcg untuk pemberian misoprostol berikutnya
Jumlah misoprostol yang diberikan jangan lebih dari 200 mcg
Kemasan Misoprostol biasanya 1 tablet berisi 200 mcg, jadi maksimal penggunaan 1 tablet untuk 1 orang
Yang Perlu Diperhatikan Saat Pemberian Misorostol :
Oksitoksin tidak diberikan 8 jam setelah pemberian misoprostol
Pantau kondisi ibu dan janin , terutama his dan DJJ
Hati-hati terjadi ruptur uteri

Peran bidan dalam tindakan pematangan serviks saat menjadi tim dalam penanganan pasien yang memerlukan
induksi, yang terpenting adalah bidan mampu menentukan skor bishop sehingga bisa memberikan masukan pada
tim yang lain, selain itu bidan harus mampu menilai kondisi ibu selama penggunaan prostaglandin atau misoprostol
karena kemungkinan terjadi hiperstimulasi yang berakibat pada ruptur uteri dan gawat janin.
PEMBERIAN OKSITOKSIN UNTUK INDUKSI/AKSELERASI PERSALINAN
Jika kondisi serviks sudah matang, tindakan yang dilakukan adalah pemberian oksitoksin drip. Saat pemberian
oksitoksin perlu diperhatikan yaitu pemantauan dengan menggunakan partograf, memposisikan ibu miring ke kiri dan
jangan meninggalkan ibu yang sedang dipasang oksitoksin drip.
Cara dan Dosis Oksitoksin :
Oksitoksin di drip dalam NaCL atau RL
Mulai dengan 2,5 UI dalam 500 cc, tetesan mulai dengan 10 tts/m dan naikkan tiap 30 menit sampai kontraksi baik
(3 x/ 10 m/ 40 dtk) dan pertahankan sampai terjadi persalinan
Jika his belum baik sampai tetesan ke 60, tingkatkan pemberian oktitoksi menjadi 5 UI/500 cc
Mulai dengan tetesan 30 dan tingkatkan 10 tts tiap 30 menit
Perhatikan tabel berikut ini :
Jam Oksitoksin Tetesan/m Perkembangan
01.00 2,5 UI/500 cc Nacl/RL 10 tetes/m
01.30 20
02.00 30
02.30 40
03.00 50
03.30 60 Tidak ada kemajuan
04.00 5 UI/500 cc Nacl/RL 30
04.30 40
05.00 50
05.30 60 Tidak ada kemajuan
Jika tetap tidak ada kemajuan his sampai dengan tetesan ke-60, maka :
Pada multi dianggap gagal dan lakukan SC
Pada primi dapat dinaikkan :
* Tingkatkan pemberian oktitoksin menjadi 10 UI/500 cc
* Mulai dengan tetesan 30 dan tingkatkan 10 tts tiap 30 menit
* Jika tetap tidak adekuat hisnya setelah tetesan ke-60, lakukan SC

Yang perlu diperhatikan juga dalam pemberian oksitoksin :


Untuk multigravida harus lebih hati-hati dalam pemberian oksitoksin dan jangan memberikan oksitoksin 10 unit
dalam 500 ml
Jangan memberikan oksitoksin drip pada pasien bekas SC
Dari uraian tentang induksi dan augmentasi persalinan, semuanya ini sangat penting diketahui oleh bidan. Tetapi
bukan berarti untuk dilaksanakan secara mandiri, karena induksi persalinan hanya dilakukan pada tempat pelayanan
yang lengkap dan memiliki tenaga ahli, mengingat efeknya yaitu hiperstimulasi yang berakibat gawat janin dan ruptur
uteri.
SUMBER PUSTAKA :
1. Saifuddin AB, 2003, Buku Panduan Praktik Pelayanan Maternal dan Neonatal, YPBSP : Jakarta

http://ifamidwife.wordpress.com/category/materi-kebidanan/asuhan-persalinan/

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia dimulai sejak masa janin dalam rahim ibu. Sejak itu, manusia kecil
telah memasuki masa perjuangan hidup yang salah satunya menghadapi kemungkinan kurangnya
zat gizi yang diterima dari ibu yang mengandungnya. Jika zat gizi yang diterima dari ibunya
tidak mencukupi maka janin tersebut akan mempunyai konsekuensi kurang menguntungkan
dalam kehidupan berikutnya. Sejarah klasik tentang dampak kurang gizi selama kehamilan
terhadap outcome kehamilan telah banyak didokumentasikan. Fenomena the Dutch Famine
menunjukkan bahwa bayi-bayi yang masa kandungannya (terutama trimester 2 dan 3) jatuh pada
saat-saat paceklik mempunyai rata-rata berat badan, panjang badan, lingkar kepala, dan berat
placenta yang lebih rendah dibandingkan bayi-bayi yang masa kandungannya tidak terpapar
masa paceklik dan hal ini terjadi karena adanya penurunan asupan kalori, protein dan zat gizi
essential lainnya.
Kematian bayi dalam kandungan (Intra Uterine Fetal Death) dapat dikarenakan berbagai
hal seperti terkena lilitan tali pusat, pendarahan serta akibat tekanan darah tinggi ibu yang
mengandung. Kematian janin dalam kandungan dapat dicegah dengan cara memeriksakan
kandungan secara teratur ke dokter. Kalaupun terjadi kelainan pada masa kehamilan, bisa
ditanggulangi sedini mungkin.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan IUFD?
Apa etiologi terjadinya IUFD?
Apa patofisiologi dari IUFD?
Bagaimana manisfestasi klinik dari IUFD?
Bagaimana klasifikasi IUFD?
Bagaimana faktor resiko IUFD?
Bagaimana diagnosa dan diagnosis banding IUFD?
Bagaimana penatalaksanaan IUFD?
Apa saja jenis-jenis persalinan untuk jenin mati?

C.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tujuan
Untuk mengetahui definisi IUFD.
Untuk mengetahui etiologi terjadinya IUFD.
Untuk mengetahui patofisiologi dari IUFD.
Untuk mengetahui manisfestasi klinik dari IUFD.
Untuk mengetahui klasifikasi IUFD.
Untuk mengetahui faktor resiko IUFD.
Untuk mngetahui diagnosa dan diagnosis banding IUFD.

8. Untuk mengetahui penatalaksanaan IUFD.


9. Untuk mengetahui jenis-jenis persalinan untuk jenin mati?.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian IUFD
IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan baik
pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang dari 20 minggu (Rustam Muchtar, 1998)
IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari rahim
ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan (Sarwono, 2005) Intra Uterine Fetal death ( IUFD)
adalah terjadinya kematian janin ketika masih berada dalam rahim yang beratnya 500 gram dan
atau usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
IUFD atau stilbirth adalah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah
mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir lebih atau sama dengan 1000gr).
IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. Kematian
janin dalam kandungan (KJDK) atau intra uterine fetal deadth (IUFD). Kematian janin dapat
terjadi dan biasanya berakhir dengan abortus. Bila hasil konsepsi yang sudah mati tidak
dikeluarkan dan tetap tinggal dalam rahim disebut missed abortion. Sesudah 20 minggu biasanya
ibu telah merasakan gerakan janin sejak kehamilan 20 minggu. Apabila wanita tidak merasakan
gerakan janin dapat disangka terjadi kematian dalam rahim.
B. Etiologi IUFD
Penyebab IUFD antara lain:
1. Faktor plasenta
a. Insufisiensi plasenta
b. Infark plasenta
c. Solusio plasenta
d. Plasenta previa
2. Faktor ibu
a. Diabetes mellitus
b. Preeklampsi dan eklampsi
c. Nefritis kronis
d. Polihidramnion dan oligohidramnion
e. Shipilis
f. Penyakit jantung
g. Hipertensi
h. Penyakit paru atau TBC
i. Inkompatability rhesus
j. AIDS
3. Faktor intrapartum
a. Perdarahan antepartum
b. Partus lama
c. Anastesi
d. Partus macet
e. Persalinan presipitatus
f. Persalinan sungsang

g.
4.
a.
b.
c.
d.
5.
a.
b.
c.
d.
1.

2.

3.

4.
5.
6.

7.
8.

Obat-obatan
Faktor janin
Prematuritas
Postmaturitas
Kelainan bawaan
Perdarahan otak
Faktor tali pusat
Prolapsus tali pusat
Lilitan tali pusat
Vassa praevia
Tali pusat pendek
Kecuali itu, ada berbagai penyebab yang bisa mengakibatkan kematian janin di kandungan,
diantaranya:
Ketidakcocokan rhesus darah ibu dengan janin
Akan timbul masalah bila ibu memiliki rhesus negatif, sementara bapak rhesus positif. Sehingga
anak akan mengikuti yang dominan, menjadi rhesus positif. Akibatnya antara ibu dan janin
mengalami ketidakcocokan rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi janin
tersebut. Misalnya, dapat terjadi hidrops fetalis (reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran
klinis pada janin, antara lain pembengkakan pada perut akibat terbentuknya cairan berlebih
dalam rongga perut (asites), pembengkakan kulit janin, penumpukan cairan di dalam rongga
dada atau rongga jantung, dan lain-lain).
Ketidakcocokan golongan darah antara ibu dan janin.
Terutama pada golongan darah A,B,O. "Yang kerap terjadi antara golongan darah anak A atau B
dengan ibu bergolongan O atau sebaliknya." Sebab, pada saat masih dalam kandungan, darah ibu
dan janin akan saling mengalir lewat plasenta. Bila darah janin tidak cocok dengan darah ibunya,
maka ibu akan membentuk zat antibodinya.
Gerakan janin berlebihan
Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi gerakan satu arah saja.
karena gerakannya berlebihan, terlebih satu arah saja, maka tali pusat yang menghubungkan
janin dengan ibu akan terpelintir. Kalau tali pusat terpelintir, maka pembuluh darah yang
mengalirkan plasenta ke bayi jadi tersumbat.
Berbagai penyakit pada ibu hamil
Salah satu contohnya preeklampsia dan diabetes. Itulah mengapa pada ibu hamil perlu dilakukan
cardiotopografi (CTG) untuk melihat kesejahteraan janin dalam rahim.
Kelainan kromosom
Bisa disebut penyakit bawaan, misalnya, kelainan genetik berat trisomy. Kematian janin akibat
kelainan genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi, yaitu dari otopsi bayi.
Trauma saat hamil
Trauma bisa mengakibatkan terjadi solusio plasenta. Trauma terjadi, misalnya, karena benturan
pada perut, karena kecelakaan atau pemukulan. Benturan ini bisa mengenai pembuluh darah di
plasenta, sehingga timbul perdarahan di plasenta.
Infeksi materna
Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi, seperti infeksi akibat bakteri maupun virus.
Demam tinggi pada ibu hamil bisa menyebabkan janin mati.
Kelainan bawaan bayi

Kelainan bawaan pada bayi sendiri, seperti jantung atau paru-paru, bisa mengakibatkan kematian
di kandungan.
C. Patofisiologi
Janin bisa juga mati di dalam kandungan (IFUD) karena beberapa faktor antara lain gangguan
gizi dan anemia dalam kehamilan, hal tersebut menjadi berbahaya karena suplai makanan yang
di konsumsi ibu tidak mencukupi kebutuhan janin. Serta anemia, karena anemia disebabkan
kekurangan Fe maka dampak pada janin adalah irefersibel. Kerja organ organ maupu aliran
darah janin tidak seimbang dengan pertumbuhan janin.
D. Manifestai Klinik
1. DJJ tidak terdengar
2. Uterus tidak membesar, fundus uteri turun
3. Pergerakan anak tidak teraba lagi
4. Palpasi anak tidak jelas
5. Reaksi biologis menjadi negative, setelah anak mati kurang lebih 10 hari
6. Pada rongen dapat dilihat adanya
tulang-tulang tengkorak tutup menutupi
tulang punggung janin sangat melengkung
hiperekstensi kepala tulang leher janin
ada gelembung-gelembung gas pada badan janin
bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan Hypofibrinogenemia 25%
E. Klasifikasi
Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
a. golongan I : kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh
b. golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu
c. golongan III : kematian sesudah masa kehamilan > 28 minggu (late fetal death)
d. golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan diatas.
F.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
a.
b.
c.
d.
e.
9.
a.

Faktor Resiko
Status sosial ekonomi rendah
Tingkat pendidikan Ibu yang rendah
Usia Ibu > 30 tahun atau < 20 tahun
Partus pertama dan partus kelima atau lebih
Kehamilan tanpa pengawasan antenatal
Kehamilan tenpa riwayat pengawasan kesehatan Ibu yang inadekuat
Riwayat kehamilan dengan komplikasi medic atau Obstetrik.
Faktor ibu (High Risk Mothers)
tinggi dan BB ibu tidak proporsional
kehamilan di luar perkawinan
ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan
ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati
riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu
Faktor Bayi (High Risk Infants)
bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital

b. bayi dengan diagnosa IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)


c. bayi dalam keluarga yang mempunyai problema social
10. Faktor yang berhubungan dengan kehamilan
a. abrupsio plasenta
b. plasenta previa
c. pre eklamsi / eklamsi
d. polihidramnion
e. inkompatibilitas golongan darah
f. kehamilan lama
g. kehamilan ganda
h. infeksi
i. diabetes
j. genitourinaria
G. Diagnosa dan Diagnosa Banding
1. Anamnesis
Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat berkurang. Ibu
merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti
biasanya. Atau wanita belakangan ini merasakan perutnya sering menjadi keras dan merasakan
sakit seperti mau melahirkan.
2. Inspeksi
Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus.
3. Palpasi
Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba gerakanan janin. Dengan
palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
4. Auskultasi
Baik memamakai setetoskop monoral maupun dengan dopler tidak terdengar terdengar DJJ.
5. Reaksi kehamilan
Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan.
6. Rontgen Foto Abdomen
Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin
Tanda Nojosk
: adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin.
Tanda Gerhard
: adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin
Tanda Spalding : overlaping tulang-tulang kepala (sutura) janin
Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak
Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.
Gejala dan tanda yang selalu
ada
1.

Gejala dan tanda yang


kadang-kadang ada

Gerakan janin berkurang 1. Syok, uterus tegang/kaku,


atau hilang, timbul atau
gawat janin atau DJJ tidak
menetap, perdarahan
terdengar
pervaginam sesudah hamil

Kemungkinan diagnosa

Solusio plasenta

2.

3.

4.

22 minggu
Gerakan janin dan DJJ tidak2. Syok, perut kembung/cairan
ada, perdarahan, nyeri perut
bebas intra abdominal,
hebat
kontraksi uterus abnormal,
abdomen nyeri, bagianbagian janin teraba, denyut
nadi Ibu cepat
3. Cairan ketuban bercampur
Gerakan janin
mekonium
berkurang atau hilang DJJ
abnormal (< 100 x/menit
atau > 180 x/menit)
Gerakan janin atau DJJ 4. Tanda-tanda kehamilan
hilang
berhenti, TFU berkurang,
pembesaran uterus berkurang

Ruptur Uteri

Gawat janin

Kematian janin

H. Penatalaksanaan
a. Terapi
1. Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan memikirkan bahwa
bayinya telah meninggal. Pada tahap ini bidan berperan sebagai motivator untuk meningkatkan
kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada.
2. Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan
melalui hasil USG dan rongen foto abdomen, maka bidan seharusnya melakukan rujukan.
3. Menunggu persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh Radestad et al (1996)
memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis
kematian in utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam
sebelum permulaan persalinan dengan gejala kecemasan. Maka sering dilakukan terminasi
kehamilan.
a) Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan.
Persiapan:
Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%, tekanan darah baik.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu:pemeriksaan trombosit, fibrinogen, waktu
pembekuan, waktu perdarahan, dan waktu protombin.
Tindakan:
Kuretasi vakum
Kuretase tajam
Dilatasi dan kuretasi tajam.
b) Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20 minggu.
Misoprostol 200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.

Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya. Kombinasi pematangan batang laminaria


dengan misoprostol atau pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5% mulai 20
tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
Catatan: dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan.
c) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 20 28 minggu.
Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
Pemasangan batang laminaria selama 12 jam. Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose
5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit. Kombinasi cara pertama dan
ketiga untuk janin hidup maupun janin mati. Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati.
Catatan: dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan pervaginam dianggap tidak berhasil atau
atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen.
d) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 28 minggu kehamilan.
Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan serviks (tidak efektif
bila dilakukan pada KPD). Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per
menit sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande
multigravida sebanyak 2 labu. Kombinasi ketiga cara diatas.
Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil, atau bila didapatkan
indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan.
b. Periksa ulangan (follow up)
Dilakukan kunjungan rumah pada hari ke 2, 6, 14, atau 40 hari. Dilakukan pemeriksaan nifas
seperti biasa. Mengkaji ulang tentang keadaan psikologis, keadaan laktasi (penghentian ASI),
dan penggunaan alat kontrasepsi.
I.

Dampak
Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak membahayakan ibu.
Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipo-fibrinogenemia)
akan lebih besar karena itu pemeriksaan pembekuan darah harus dilakukan setiap minggu setelah
diagnosis ditegakkan. Bila terjadi fibrinogenemia., bahayanya adalah perdarahan post partum.
Terapinya adalah dengan pemberian darah segar atau fibrinogen.
Dampak lainnya yaitu, Trauma emosional yang berat menjadi bila antara kematian janin
dan persalinan cukup lama, dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah, dapat terjadi koagulopati
bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu.

J. Jenis Jenis Persalinan Untuk Janin Mati


1. Pertolongan persalinan dengan perforasi kronioklasi
Perforasi kronioklasi merupakan tindakan beruntun yang dilakukan pada bayi yang meninggal di
dalam kandunagan untuk memperkecil kepala janin dengan perforation dan selanjutnya menarik
kepala janin (dengan kranioklasi) tindakan ini dapat dilakukan pada letak kepala oleh letak
sungsang dengan kesulitan persalinan kepala. Dngan kemajuan pengawasan antenatal yang baik
dan system rujukan ke tempat yang lebih baik, maka tindakan proferasi dan kraioklasi sudah
jarang dilakukan. Bahaya tindakan proferasi dan kraniioklasi adalah perdarahan infeki, trauma
jalan lahir dan yang paling berat ruptira uteri( pecah robeknya jalan lahir).
2. Pertolongan persalinan dengn dekapitasi

Letak lintang mempunyai dan merupakan kedudukan yang sulit untuk dapat lahir normal
pervaginam. Gegagalan pertolongan pada letak lintang menyebabkan kematian janin, oleh karena
itu kematian janin tidak layak dilkukan dengan seksio sesaria kecuali pada keadaan khusus
seperti plasenta previa totalis, kesempitan panggul absolute. Perslinan di lakukan dengan jalan
dekapitasi yaitu dengan memotong leher janin sehingga badan dan kepala janin dapat di lahirkan.
3. Pertolongan persalinan dengan eviserasi
Eviserasi adalah tindakan operasi dengan mengeluarkan lebih dahulu isi perut dan paru (dada)
sehingga volume janin kecil untuk selanjutnya di lahirkan.
Eviserasi adalah operasi berat yang berbahaya karena bekerja di ruang sempit untuk
memperkecil volume janin bahaya yang selalu mengancam adalah perdarahan,infeksi dan trauma
jalan lahir dengan pengawasan antalnatal yang baik, situasi kehamilan dengan letek lintang
selalu dapat di atasi dengan versi luar atau seksio sesaria.
4. Pertolongan persalinan dengan kleidotomi
Kleidotomi adalah memotong tulang klavikula (tulang selangka) sehingga volume bahu mengecil
untuk dapat melahirkan bahu. Kleidotomi masih dapat dilakukan pada anak hidup, bila
diperlukan pada keadaan gangguan persalinan bahu pada anak yang besar.
http://rekaniezt.blogspot.com/2013/04/makalah-iufd.html

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN IUFD


Hari/tanggal pengkajian
Jam
Tempat
Tanggal MRS
No. Reg
Nama
Umur
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat

: Senin, 5 maret 2012


: 08.00 WIB
: Ruang Melati RSUD Dr. M.Yunus
: 5 Maret 2012
: 1206683

: Ny. P
: 20 tahun
: Islam
: SMA
: IRT
: Bengkulu

Nama Suami
Umur
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat

: Tn. Y
: 27 tahun
: Islam
: SMA
: Swasta
: Bengkulu

S:
1. Ibu mengatakan hamil 7 bulan, dan sudah 3 hari yang lalu, yaitu pada tangal 29 Februari 2012
gerakan janinnya tidak dirasakan lagi.
2. Ibu mengatakan haid terakhir pada 17 Agustus 2011
3. Ibu mengatakan terasa sakit pada perutnya, dan belum mengeluarkan cairan maupun darah.
4. Ibu mersakan gerakan anak pertama pada usia kehamilan 4 bulan.
5. TM III: Ibu mengatakan memeriksakan kehamilannya ke bidan 1X. Ibu mengeluh gerakan
janinya berkurang.
6. Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular seperti penyakit kuning, TBC;
Menurun seperti darah tinggi, kencing manis; menahun seperti jantung dan tidak pernah
menderita penyakit yang berhubungan dengan alat reproduksinya seperti tumor, kanker, penyakit
menular seksual seperti kencing nananh, sifilis.

1.
a.
b.
c.

d.
e.

O:
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran
: Composmentis
TTV
TD
: 120 / 80 mmHg
Nadi
: 84 x / menit
Suhu
: 36,5oC
RR
: 20 x / menit
BB sebelum hamil : 49 Kg
BB sekarang
: 55 Kg
TB
: 158 cm

f. LILA
: 25 cm
g. HPHT
: 17 Agustus 2011
UK
: 28 minggu
TP
: 24 Mei 2012
2. Pemeriksaan Fisik
a. Muka
Odema
: Tidak ada
Cloasma
: Tidak
b. Kepala
Kebersihan
: bersih, tidak ada kerontokan
Massa
: Tidak ada
c. Mata
Sklera
: Anikterik
Conjungtiva
: Ananemis
d. Hidung
Pernafasan cuping hidung
: Tidak ada
Pembesaran polip
: Tidak ada
Kebersihan
: Bersih
e. Mulut
Mukosa bibir
: Lembab
Caries gigi
: Tidak ada
Kelainan
: Tidak ada
f. Leher
Pembesaran vena jugularis
: Tidak ada
Pebengkakan kelenjar tiroid
: Tidak ada
Pebengkakan kelenjar limfe
: Tidak ada
g. Dada
Kebersihan
: Bersih
Aerola
: Hiperpigmentasi
Papila
: Menonjol
Colostrum
: -/h. Abdomen
Bekas luka operasi
: Tidak ada
Linea nigra
: Ada
Leopold I
: TFU 3 jari diatas pusat. Terba bulat, lunak (bokong)
Leopold II
: lateral kanan teraba bagian-bagian kecil (ekstremitas) lateral kiri
terba keras dan datar (punggung)
Leopold III
: teraba keras dan bulat (kepala) dan belum masuk PAP
Leopold IV
: Belum dilakukan
Auskultasi
: DJJ tidak ditemukan
PD
: v/u tenang, dinding vagina licin, serviks tebal, pembukaan belum
ada, selaput ketuban belum dapat dinilai, STLD (-)
i.

Genetalis
Odema
Varises

: Tidak ada
: Tidak ada

j.

Ekstremitas
Bentuk
: Simetris
Kelengkapan Jari : Lengkap
Odema
: Tidak ada
Varises
: Tidak ada
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium (tanggal 28 Oktober 2008)
Hemoglobin
: 11,9 gr%
Protein urin
: negatif

A:
Ny. P Umur 20 tahun G1P0A0 UK 28 minggu, dengan IUFD

P:
1.

2.

3.

4.

5.

6.

Melakukan pendekatan pada klien, agar pasien lebih kooperatif, dan memudahkan dalam menjalankan
tindakan dengan memperkenalkan diri, memberitahu maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan
pada ibu, ibu menerima dengan baik.
Menjelaskan pada ibu mengenai hasil pemeriksaan, supaya ibu mengetahui akan keadaannya, yaitu
bahwa janin dalam kandungan ibu telah meninggal yang ditandai dengan tidak adanya gerakan janin
yang dirasakan oleh ibu dan tidak tedengarnya DJJ saat pemeriksaan berlangsung, ibu mengerti
mengenai penjelasan yang diberikan.
Memberitahu pada ibu dan keluarga agar segera mengambil keputusan untuk segera melahirkan janin
agar nantinya tidak mengganggu kondisi kesehatan ibu dan tidak menjadikan racun / toksin ditubuh ibu,
ibu dan keluarga mengerti.
Memberitahu ibu dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan agar janin sesegera mungkin
dilahirkan yaitu bidan berkolaborasi dengan dokter ahli kandungan yang nantinya ibu akan dilakukan
pemberian misoprostol 200 mg per oral / 12 jam (tindakan induksi persalinan), ibu mengerti mengenai
penjelasan yang diberikan.
Memberi dukungan mental kepada ibu dan keluarga agar ibu dan keluarga sabar dan dapat menerima
keadaan yang terjadi. Memberi dukungan dan pendampingan pada ibu untuk tetap tabah dan
menyerahkan segalanya pada yang lebih berkuasa, yaitu Tuhan, ibu mengatakan sudah dapat menerima
kematian bayinya dan mengatakan ikhlas atas hal tersebut.
Menganjurkan pada ibu dan suami untuk memikirkan tentang pemeriksaan kesehatan secara
keseluruhan guna mempersiapkan kehamilan yang berikutnya agar penyebab kematian bayinya dapat
diketahui dan kejadian yang sama tidak akan terulang kembali, ibu mengerti mengenai penjelasan yang
diberikan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan.terjadi saat
usia kehamilan lebih dari 20 minggu dimana janin sudah mencapai ukuran 500 gram atau lebih.
Umumnya, kematian janin terjadi menjelang persalinan saat usia kehamilan sudah memasuki 8
bulan. Etiologinya: Perdarahan : plasenta previa dan solusio placenta, pre eklamsi dan eklamsi,
penyakit-penyakit kelainan darah, penyakit-penyakit infeksi dan penyakit menular, penyakitpenyakit saluran kencing, penyakit endokrin, malnutrisi dan sebagainya.
B. Saran
1. Bagi Ibu ibu yang hamil hendaknya memeriksakan dirinya secara rutin mnimal 4 kali selama
kehamilan agar bisa dideteksi secara dini bila ada kelainan pada janinnya.
2. Bagi petugas kesehatan agar senantiasa meningkatkan Pengetahuan dan keterampilannya untuk
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas Ibu dan anak.
3. Bagi teman teman agar belajar yang rajin agar kelak bisa menangani pasien dengan profesional

Diposkan oleh reka ni3zt di 16.05


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Anda mungkin juga menyukai