Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

ANESTESI UMUM

Oleh :
Annisa Kamilah
(030.12.027)

Pembimbing :
Dr. Sabur Nugraha, Sp.An
Dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An
Dr. Ade Nurkacan, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
MEI 2016

BAB I
PENDAHULUAN

Anastesia berasal dari perkataan yunani yang berarti hilangnya rasa. Istilah ini
konon pertama kali digunakan oleh filsuf Yunani, Discorides, untuk menggambarkan efek
narcosia tanaman mandragora. Tindakan dan usaha menghilangkan rasa sakit sudah ada sejak
dahulu kala pada setiap bangsa, etnik dan suku di dunia. Cara dan bahan yang digunakan pun
beragam. Anestesia adalah gabungan antara science dan art. Fisiologi dan farmakologi
adalah ilmu dasar kedokteran yang merupakan basis ilmiah anestesiologi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

Definisi
Anesthesia umum adalah suatu keadaan dimana pasien menerima medikasi yang

menyebabkan pasien mengalami amnesia, analgesia, paralisis otot dan sedasi Anesthesia
menyebabkan pasien dapat menerima prosedur tindakan bedah tanpa merasakan sakit
sehingga tindakan operatif dapat dilaksanakan dengan efektif. Secara umum komponen yang
ada dalam anestesia umum adalah :
a. Hipnosis (hilangnya kesadaran)
b. Analgesia (hilangnya rasa sakit)
c. Arefleksia (hilangnya reflex-refleks motorik tubuh, memungkinkan imobilisasi
pasien)
d. Relaksasi otot, memudahkan prosedur pembedahan dan memfasilitasi intubasi trakeal
e. Amnesia (hilangnya memori pasien selama menjalani prosedur)
II.

Keuntungan dan kerugian anestesi umum


Tidak semua pasien atau prosedur medis ideal untuk dijalani dibawah anesthesia

umum. Namun demikian, semua tehnik anesthesia harus dapat sewaktu-waktu dikonversikan
menjadi anesthesia umum. Oleh karena itu di setiap tempat pelayanan anesthesia harus
terdapat perlengkapan untuk anesthesia umum.
Keuntungan anestesi umum
a. Pasien tidak sadar dengan tujuan mencegah ansietas pasien selama prosedur

pembedahan berlangsung
b. Efek amnesia
c. Memungkinkan dilakukannya prosedur yang memakan waktu lama
d. Memudahkan kontrol penuh ventilasi pasien
Kerugian anestesi umum
a. Sangat memengaruhi fisiologi tubuh pasien. Hampir semua regulasi tubuh menjadi
tumpul di bawah anestesi umum
b. Memerlukan pemantauan yang lebih holistic dan rumit

c. Risiko komplikasi pasca bedah lebih besar


d. Memerlukan persiapan pasien yang lebih lama
III.

Manajemen perioperatif / perianestesia

Keseluruhan prosedur anestesia dimulai sejak periode pra-anestesia dan diakhiri pada
periode pasca-anestesia/pasca bedah. Ketiga periode ini dikenal dengan periode perioperatif.
1. Periode pra bedah
Pada periode ini tujuan utamanya adalah mencari kemungkinan penyulit
anesthesia atau tindakan pembedahan. Harus diketahui riwayat kesehatan pasien dan
pemakaian obat-obatan. Kelainan fungsi tubuh dan penyakit penyerta juga perlu
diketahui karena akan berhubungan dengan pilihan tehnik dan obat anestetik. Secara
garis besar, di bawah ini adalah hal-hal yang biasa dikerjakan ketika melakukan
kunjungan pra-anestesia.
Anamnesis
Identitas pasien
Riwayat penyakit yang diderita, termasuk riwayat pengobatan. Perlu juga
ditanyakan alergi yang dimiliki dan pencetus serta obat yang biasa digunakan

untuk mengatasinya
Gaya hidup dan kebiasaan, misalnya merokok, minum alcohol atau penggunaan
obat-obat rekreasional (misalnya metamfetamin, heroin, kokain)

Pemeriksaan fisik
Kemungkinan kesulitan ventilasi dan intubasi dapat diperkirakan dari bentuk
wajah. Leher pendek dan kaku, lidah besar, maksila yang protrusif, gigi-geligi

yang goyah dan sebagainya


Pasien sesak nafas dapat dilihat dari posisi berbaring (setengah duduk atau
menggunakan bantal yang tinggi), frekuensi nafas, jenis pernafasan dan tingkat
saturasi HbO2 dari pulse oxymeter. Pengamatan dan pemeriksaan ini penting

karena terkadang pasien mengaku tidak sesak.


Auskultasi dada selain untuk mendengarkan bunyi nafas atau bunyi nafas
tambahan, juga untuk mendeteksi murmur jantung dan bunyi abnormal lain.

Pemeriksaan tambahan

Pemeriksaan tambahan harus dilakukan sesuai indikasi. Rutinitas pemeriksaaan


laboratorium darah tepi pada orang sehat seharusnya sudah ditinggalkan. Sebaliknya,
tidak dibenarkan juga mengesampingkan pemeriksaan EKG atau foto X-ray thoraks
semata-mata karena pasien berusia muda.
Status fisis
Setelah semua data terkumpul, dokter akan menentukan status fisis pasien. Status fisis
menggambarkan tingkat kebugaran pasien untuk menjalani anestesia. Klasifikasi status
fisis yang disusun oleh American Society of Anesthesiologist (ASA) telah dikenal dan
digunakan secara luas di di dunia
Status fisis menurut klasifikasi ASA:
Kelas I : pasien sehat yang akan menjalani operasi
Kelas II : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang, tanpa pembatasan
aktivitas
Kelas III : pasien dengan penyakit sistemik berat yang membatasi aktivitas rutin
Kelas IV : pasien dengan kelainan sistemik berat yang menyebabkan
ketidakmampuan melakukan aktivitas rutin, yang mengancam nyawanya setiap
waktu
Kelas V : pasien tidak ada harapan, dengan atau tanpa pembedahan diperkirakan
akan meninggal dalam 24 jam
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat (Cito) dengan
mencantumkan tanda E (Emergency).
Puasa
Salah satu rutinitas yang dilakukan pada periode pra bedah adalah menentukan waktu
puasa bagi pasien. Lamanya puasa hendaknya disesuaikan dengan umur pasien, kondisi
fisis, dan rencana operasinya. Pada umumnya pasien dewasa memerlukan waktu 6-8
jam untuk mengosongkan lambung dari makanan padat. Anak yang sudah besar
5

memerlukan waktu 4-6 jam,sedangkan anak kecil dan bayi 4 jam. Cairan bening (clear
fluid) boleh diminum sedikit-sedikit, hingga dua jam prabedah. Pada pasien pediatrik,
harus diterangkan kepada orang tuanya bahwa susu digolongkan setara dengan
makanan padat. Sangat perlu juga menjelaskan bahwa tujuan puasa adalah demi
keselamatan pasien karena dapat mencegah terjadinya pneumonia aspirasi yang dapat
berakibat fatal. Jika pasein rentan terhadap kondisi dehidrasi (misalnya polisitemia),
perlu dipertimbangkan memberikan cairan intravena selama periode puasa ini.(2)
2. Periode intrabedah
Persiapan anestesia
Sebelum memulai tndakan anestesi sudah seharusnya dipersiapkan medikasi dan
peralatan yang dibutuhkan agar dapat berjalan dengan lancar. Sehingga seandainya
terjadi keadaan darurat masalah dapat segera teratasi dengan baik. Untuk
memudahkan persiapan, terdapat akronim STATICS. Berikut ini yang dimaksud
dengan STATICS:

: Scope. Yang dimaksud adalah laringoskop dan stetoskop.

Laringoskop harus diperiksa apakah lampunya terang atau tidak. Stetoskop


diperlukan untuk konfirmasi bunyi nafas paru kanan dan kiri setelah intubasi
endotrakeal. Stetoskop juga kadang ditempelkan di dinding dada dekat apeks

jantung, untuk memeriksa intensitas dan irama denyut jantung


T
: Tubes. Yang dimaksud adalah endotracheal tube. ETT disiapkan
dengan ukuran yang sesuai, disertai satu ukuran dibawahnya dan satu ukuran

diatasnya.
A
: Airway. Alat-alat untuk menahan lidah agar tidak jatuh, yaitu pipa

orofaringeal Guedel atau pipa nasofaringeal.


T
: Tapes. Pita atau plester yang akan digunakan untuk memfiksasi ETT.
I
: Introducer. Kawat atau tongkat kecil yang dimasukkan ke dalam ETT

untuk memudahkan tindakan intubasi


C
: Connector. Penghubung antara ETT dengan sirkuit nafas
S.
: Suction. Disamping mesin anestesi jarus tersedia mesin penghisap
yang berguna untuk membersihkan jalan nafas ketika laringoskopi-intubasi,
selama anestesia berlangsung, dan menjelang atau sesudah ekstubasi

Setelah STATICS dan persiapan lain tlahtersedia, barulah dipersiapkan obat yang
digunakan. Tidak dianjurkan menyiapkan obat sebelum persiapan lain. Halini untuk
menghindari reaksi obat yang tidak diharapkan pada pasien sementara anestesiologis tidak
siap melakukan resusitasi. Ketika pasien masuk ruang bedah, ada dua hal yang harus
dilakukan, yaitu memastikan patensi akses intravena dan memasang alat pantau pada pasien.
Jika belum ada akses intravena, maka harus dibuat untuk memasukkan obat dan resusitasi
cairan.
Pemantauan dan pencatatan
Hakikat dari anesthesia sebenarnya adalah menjaga keamanan dan kenyamanan pasien
selama menjalani prosedur medis. Oleh karena itu bukan saja pilihan tehnik dan obat
anestetik yang penting, nelainkan juga observasi segala hal yang berhubungan atau potensial
berhubungan dengan anesthesia dan antisipasi segala kemungkinan yang dapat timbul.
Pada hakikatnya semua sistem tubuh perlu dipantau selama anesthesia. Berbagai
kejadian yang tidak diinginkan dapat terjadi selama anesthesia dan pembedahn, baik
dikarenakan obat dan tehnik anesthesia maupun karena prosedur pembedahannya.
Komplikasi ini dapat mengenai organ atau sistem organ manapun.
Pemantauan dasar paling sedikit harus dapat mendeteksi hal-hal yang mengancam
nyawa. Oleh Karena itu sering dikenal dengan tanda-tanda vital. Sistem tubuh yang
berhubungan erat dengan kegawatan yang mengancam nyawa adalah sistem kardiovaskular
dan pernafasan. Secara tradisional yang dikenal dengan tanda-tanda vital adalah tekanan
darah, laju jantung, laju nafas, dan suhu tubuh. Untuk keperluan pemantauan tanda-tanda
vital tersebut, alat pantau yang perlu ada untuk setiap prosedur anesthesia adalah :

Oksimeter denyut
Pengukur tekanan darah
Elektrokardiografi (EKG)
Stetoskop
Anesthetic gas monitor, jika digunakan zat anestetik volatile

Standar perilaku untuk pemantauan anesthesia:

1. Anestesiologis harus hadir dan menjaga keselamatan pasien sepanjang prosedur


2.
3.
4.
5.
6.

anesthesia
Semua peralatan harus diperiksa sebelum digunakan
Alat-alat pantau harus terpasang sebelum induksi
Parameter harus dievaluasi berulang-ulang
Data dari alat pantau harus dicatat di rekam medis
Standar ini berlaku untuk semua tindakan anaestesia

3. Periode pasca bedah


Periode pascabedah merupakan tindak lanjut dari kondisi pra dan intra bedah. Pasien
yang sejak prabedah sudah direncanakan menjalani perawatan di ICU/PACU, begitu operasi
usia harus segera dibawa menuju ruang tersebut, jika kondisinya memungkinkan. Semua
pasien yang tidak memerlukan perawatan intensif di ICU atau PACU, harus diobservasi di
ruang pulih. Pemantauan standar dilakukan sesuai kriteria Aldrette. Sekarang sering
digunakan kriteria Aldrette yang dimodifikasi, yaitu:
Penyebab tersering morbiditas pasca bedah pascabedah adalah analgesia yang tidak
adekuat dan hipoksia. Hipoksia pascabedah dapat merupakan akibat dari tingginya
konsumsi/kebutuhan O2 misalnya akibat shivering/menggigil atau akibat takikardia, dapat
pula akibat turunnya suplai (misalnya akibat metabolit aktif pelumpuh otot yang
menyebabkan pasien hipoventilasi bahkan apnea). Komplikasi pasca anestesi yang juga
sering terjadi adalah mual-muntah (postoperative nausea and vomitus, PONV). PONV adalah
salah satu komplikasi tersering anesthesia umum inhalasi, oleh karenanya harus dilakukan
antisipasi sejak awal.(2)

Kriteria
Aktivitas

Respirasi

Skor
2

Kondisi
Mampu menggerakkan 4 ekstremitas, dengan/tanpa

perintah
Mampu menggerakkan 2 ekstremitas, dengan/tanpa

0
2
1
0

perintah
Tidak mampu menggerakkan semua ekstremitas
Mampu bernafas dalam dan batuk dengan bebas
Dispnea nafas dangkal atau terbatas
Apnea

Sirkulasi
Kesadaran
Saturasi O2

2
1
0
2
1
0
2

TD diantara 20 mmHg dari nilai pre-anestesia


TD diantara 20-50 mmHg dari nilai pre-anestesia
TD 50 mmHg dari nilai pre-anestesia
Sadar penuh
Bangun jika dipanggil
Tidak berespon
Mampu mempertahankan saturasi O2 ? 92 %

dengan udara kamar


Memerlukan inhalasi O2 untuk mempertahankan

saturasi O2 > 90%


Saturasi O2 < 90% meskipun telah diberi suplemen

O2
Apabila skor 9 atau lebih, pasien dapat dikeluarkan dari ruang pulih.

IV.

Obat-obat anastetik umum

Anastesi umum dilakukan dengan pemberian obat-obat anestetik inhalasi atau intravena,
atau kombinasi keduanya. Pada umumnya obat anastetik dapat digunakan untuk induksi
anesthesia dan diteruskan untuk fase rumatan. Namun demikian obat tertentu hanya
diperbolehkan untuk penyuntikan tunggal ketika induksi dan dilarang untuk digunakan
sebagai rumatan. Contoh obat ini ialah Etomidat. Obat lain baik untuk digunakan selama
rumatan, namun tidak ideal untuk induksi anestesia dikarenakan onset kerja yang lambat
1. Obat anestesia intravena
Propofol
Zat yang berupa minyak pada suhu kamar ini tersedia sebagai emulsi 1 %. Propofol
IV 1,5-2,5 mg/KgBB menimbulkan induksi anastesi secepat tiopental tetapi dengan
pemulihan yang cepat dan pasien segera merasa lebih baik, dibanding setelah penggunaan
anastetik lainnya, propofol dapat digunakan dalam day surgery. Nyeri kadang terasa terjadi
di tempat suntikan, tetapi jarang terjadi flebitis atau trombosis. Anestesia kemudian
dipertahankan dengan infus propofol dikombinasi dengan opiat, N2O dan/atau anastetik
inhalasi lain.

Mekanisme kerja
Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek
primernya berlangsung di reseptor GABA A (Gamma Amino Butired Acid).
Farmakokinetik
Propofol segera dimetabolisme dihati (lebih cepat daripada eliminasi tiopental) tetapi
clearence totalnya ternyata lebih besar dari aliran darah hati yang menunjukan bahwa ada
eliminasi ekstra hepatik.Sifat ini menguntungkan untuk pasien dengan ganggua metabolisme
hati.
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma,
eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh
propofol diperkirakan berkisar antara 2 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh
lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi.Dosis induksi cepat
menyebabkan sedasi (rata rata 30 45 detik) dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat.
Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa
disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.
Farmakodinamik
Pada sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil
dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis
induksi (2mg/kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat. Dapat menyebabkan
perubahan mood tapi tidak

sehebat thiopental. Dapat menurunkan tekanan

intrakranial dan tekanan intraokular sebanyak 35%.


Pada sistem kardiovaskuler
Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan
pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan

10

denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan


katekolamin dan menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak 30%.
Pada sistem pernafasan
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa
kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan.
Dosis dan penggunaan

Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.

Sedasi : 25 to 75 g/kg/min dengan I.V infus

Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 g/kg/min IV (titrate to effect).

Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung

penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.

Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal


0,2%

Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam


lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6
jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.

Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%.Nyeri ini bisa
muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan
dengan menggunakan lidokain.
Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi
menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus
hatihati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan
pankreatitis. Pada setengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik.Phlebitis juga pernah
dilaporkan terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang.Terdapat
juga kasus terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat
pemberian propofol.(3)

11

Opioid
Fentanyl, sulfentanyl, alfentanyl, dan remifentanyl adalah opioid yang lebih banyak
digunakan dibanding morfin karena menimbulkan anelgesia anastesia yang lebih kuat dengan
depresi nafas yang lebih ringan. Walaupun dosisnya besar, kesadaran tidak sepenuhnya hilang
dan amnesia pasca bedahnya tidak lengkap. Biasanya digunakan pada pembedahan jantung
atau pada pasien yang cadangan sirkulasinya terbatas. Opioid juga digunakan sebagai
tambahan pada anestesia dengan anestetik inhalasi atau anastetik intravena lainnya sehingga
dosis anastetik lain ini dapat lebih kecil. Bila opioid diberikan dengan dosis besar atau
berulang selama pembedahan, sedasi dan depresi napas dapat berlangsung lebih lama, ini
dapat diatasi dengan nalokson.
Fentanyl yang lama kerjanya sekitar 30 menit segera didistribusi, tetapi pada
pemberian berulang atau dosis besar akan terjadi akumulasi. Dengan dosis besar (50-100
mg/KgBB), fentanyl menimbulkan analgesia dan hilang kesadaran yang lebih kuat daripada
morfin, tetapi amnesianya tidak lengkap, instabilitas tekanan darah, dan depresi napas lebih
singkat. Oleh karena itu fentanyl lebih disukai daripada morfin, khususnya untuk dikombinasi
dengan anestetik inhalasi.
Alfentanyl dan sulfentanyl potensinya lebih besar daripada potensi fentanyl dengan
lama kerja yang lebih singkat.Keduanya lebih populer karena stabilitas kardiovaskularnya
sangat menonjol.
Ketamin
Ketamin ialah larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman
(batas keamanan lebar). Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan
kerja singkat. Efek anestesianya ditimbulkan oleh penghambat efek membran dan
neurotransmittor eksitasi asam glutamat pada reseptor N-metil-D-aspartat. Sifat analgesiknya

12

sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem viseral. Ketamin tidak
menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi.
Anestesia dengan ketamin diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15 detik
pertama, kadang sampai halusinasi.Keadaan ini dikenal sebagai anastesia disosiatif.Disosiasi
ini sering disertai keadaaan kataleptik berupa dilatasi pupil, salivasi, lakrimasi, gerakangerakan tungkai spontan, peningkatan tonus otot. Kesadaran segera pulih setelah 10-15 menit,
analgesia bertahan sampai 40 menit, sedangkan amnesia berlangsung samapai 1-2 jam. Pada
masa pemulihan, dapat terjadi emergence phenomenon yang merupakan kelainan psikis
berupa disorientasi, ilusi sensoris, ilusi perseptif, dan mimpi buruk. Kejadian fenomena ini
dapat dikurangi dengan pemberian diazepam 0,2-0,3 mg/KgBB 5 menit sebelum pemberian
ketamin.
Ketamin adalah satu-satunya anestetik intravena yang merangsang kerdiovaskular
karena efek perangsangannya pada pusat saraf simpatis, dan mungkin juga karena hambatan
ambilan norepinefrin. Tekanan darah, frekuensi nadi, dan curah jantung naik sampai + 25 %,
sehingga ketamin bermanfaat untuk pasien dengan risiko hipotensi dan asma.
Refleks faring dan laring tetap normal atau sedikit meninggi pada anestesia dengan
ketamin. Pada dosis anestesia, ketamin bersifat merangsang; sedangkan dengan dosis
berlebihan akan menekan pernapasan.
Sebagaian besar ketamin mengalami hidrolisis dalam hati, kemudian dieksresikan
terutama dalam bentuk metabolit dan sedikit dalam bentuk utuh. Dosis induksi ketamin
adalah 1-2 mg/KgBB IV atau 3-5 mg/BB IM. Stadium depresi dicapai dalam 5-10
menit.Untuk mempertahankan anestesia dapat diberikan dosis 25-100 mg/KgBB/menit.
Stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.(3)
2. Obat anestetik Inhalasi
Anestetik inhalasi (volatile) termasuk zat anestetik yang pertama kali digunakan. Ether tidak
lagi digunakan, obat anestesi inhalasi yang beredar yaitu isofluran, sevoflurane, desfluran,
halotan, enfluran. (2)
A. Isoflurane
13

Merupakan cairan volatile yang tidak mudah terbakar dengan bau ether yang menyengat,
reflek faring dan laring dengan cepat hilang sehingga memudahkan tindakan intubasi
endotrakeal
Indikasi : untuk induksi dan rumatan
Kontra indikasi :
-

Pasien dengan hipovolemia berat tidak dapat mentoleransi efek vasodilatasi dari

isoflurane
Riwayat pernah mendapat anestesi isoflurane atau halogen lainnya dan terjadi ikterus

atau gangguan fungsi hati atau eosinophilia pada masa pasca anesthesia
Diketahui atau dicurigain pasien mudah mengalami demam yang hebat

Keuntungan penggunaan zat ini:

Induksi dan pemulihan yang cepat


Tekanan darah tetap stabil
Tidak iritatif
Diindikasikan pada pasien dengan kondisi/risiko yang buruk

B. Sevoflurane
Baunya tidak menyengat dan peningkatan konsentrasi di alveolar yang cepat membuatnya
sebagai pilihan yang baik untuk induksi inhalasi pada pasien anak atau dewasa.
Indikasi : untuk induksi dan rumatan anestesi umum pada anak-anak dan dewasa, pada kasus
rawat jalan dan rawat inap
Kontraindikasi :
-

Hipovolemia berat
Malignant hyperthermia

Keuntungan penggunaan sevoflurane :


-

Merupakan obat terpilih untuk neuroanasthesia dan pediatric anesthesia


Pada SC setara dengan isoflurane dan spinal anesthesia

3. Pelumpuh otot

14

Pelumpuh otot (muscle relaxant) tampaknya digunakan oleh anestesiologis, oleh karena
seseorang yang mendapat obat ini pasti harus dibantu dengan ventilasi mekanik. Obat ini
bekerja pada muscle-end plate, menghalangi kontraksi otot skeletal. Obat ini sangat berguna
untuk memfasilitasi laringoskopi dan intubasi sehingga memungkinkan pengambilalihan
pernafasan pasien secara total.

V.

MANAJEMEN JALAN NAFAS

Dalam keadaan terhipnosis, kemampuan pasien untuk mempertahankan patensi jalan


nafasnya dapat terganggu. Sumbatan jalan nafas tersering pada pasien tidak sadar adalah
akibat jatuhnya pangkal lidah. Sumbatan jalan nafas, meskipun parsial dapat menyebabkan
penumpukan CO2 dan gangguan oksigenasi.
1. Alat bantu pernafasan
Sungkup laring (Laryngeal Maska Airway)
Sungkup laring memiliki bentuk seperti pipa besar berlubang dengan ujung yang
menyerupai sendok. Sungkup laring standar hanya memiliki satu pipa sementara
jenis sungkup lain memiliki pipa tambahan yang berhubungan dengan
esophagus. Pemasangannya dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan
laringoskop. Oleh karena itu LMA biasanya digunakan jika intubasi trakea
diperkirakan akan menemui kesulitan. Pemasangan LMA tetap membutuhkan
kondisi pasien yang tenang dan rileks seperti dalam keadaan teranestesi atau ada
henti jantung.(4)
Indikasi
Indikasi penggunaan LMA adalah:
- Ventilasi efektif. Pada prosedur operasi dapat digunakan sebagai
alternatif dan terutama dipilih pada prosedur operasi dengan durasi
-

singkat yang tidak mengharuskan intubasi endotrakeal


Jalan napas sulit. Jika intubasi gagal dilakukan, LMA dapat dipasang
sebagai penggantinya. Jika pasien tidak dapat diintubasi namun masih
dapat diberi ventilasi buatan, LMA lebih dipilih daripada bag-valve-

15

mask karena lebih mudah digunakan dalam jangka waktu yang lama dan
-

dapat mengurangi risiko aspirasi dibandingkan tehnik bag-valve-mask.


Pada pasien henti jantung. LMA dapat digunakan sebagai alternative
intubasi.

Kontraindikasi
-

Kontraindikasi absolut : pasien dengan mulut tidak dapat dibuka dan

pada pasien dengan obstruksi total jalan napas atas.


Kontraindikasi relative : pasien dengan obesitas morbid, kehamilan
trimester ke-2 atau ke-3, belum puasa, atau dengan perdarahan
gastrointestinal

Pipa endotrakeal
Pemberian ventilasi mekanik dapat melalui bag-valve-mask, melalui
pipa endotrakeal (endotracheal tube, ETT) atau melalui sungkup laring.
Pemberian ventilasi mekanik dengan cara memompa gas melalui sungkup
muka (bag and mask ventilation) tidak dapat dilakukan untuk jangka waktu
lama. Selain itu jalan nafas pasien sama sekali tidak terlindung. Ventilasi cara
ini biasanya hanya persiapan sebelum manajemen definitive jalan nafas
dengan ETT atau LMA.
Keuntungan penggunaan ETT adalah pengamanan total jalan nafas
(terutama jika menggunakan cuff) dan kemudahan penghisapan secret. ETT
termasuk invasive, pemasangannya dapat traumatic dan bagi pasien dengan
jalan nafas yang hipereaktif dapat mencetuskan asma. Selain itu, jika
penempatan ETT terlalu dalam di salah satu bronkus (endobronchial
intubation), justru dapat menyebabkan atelektasis satu paru. Intubasi
endotrakeal juga terkadang salah arah, masuk ke esophagus. Hal ini harus
segera diketahui dan diperbaiki karena dapat berakibat fatal. Cara terbaik
untuk deteksi dini intubasi esophagus adalah dengan menggunakan kapnograf.
Jika ETT masuk esophagus, tidak akan terdeteksi kadar ECTCO2 melalui
kapnografi. Hal ini dikarenakan CO2 hanya diekskresikan oleh paru-paru.(2)

16

BAB III
Kesimpulan
Anastesi umum merupakan salah satu tehnik anestesi untuk memberi kenyamanan
pasien selama menjalani tindakan operatif. Secara umum anastesi ini memiliki komponen
hipnosis, analgesia, areleksia, relaksasi otot, dan amnesia. Namun komponen-komponen ini
tidak harus terpenuhi keseluruhannya, tergantung dengan tindakan yang akan dilakukan pada
pasien.

17

BAB IV
Daftar Pustaka

1. Press DC, Green R, Talavera F, Krugman EM, Raghavendra M. General anesthesia.


Available at : www.emedicine.medscape.com/article/1271543-overview. updated at :
sep 10th. Accessed on November 29th 2015
2. Soenarto FR, Dachlan RM. Anesthesia umum. Buku ajar anestesiologi. Jakarta:
Departemen anestesiologi dan intensive care FKUI;2012. P.291-311
3. Gunawan S, Setiabudi R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan Terapi. Edisi
kelima .Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta 2009;p 122-38.
4. Gaol LH, Pryambodho. Tatalaksana jalan napas lanjut. Kapita selekta kedokteran. Ed
4th. Jakarta: Media Aesculapius,2014. P.557-559

18

Anda mungkin juga menyukai