Anda di halaman 1dari 12

INFEKSI HPV 16/18 DENGAN PERUBAHAN SITOLOGI SERVIKS PADA

AKSEPTOR KONTRASEPSI HORMONAL KOMBINASI


THE INFECTION OF HPV 16/18 WITH THE CHANGES OF
CERVICAL CYTOLOGY IN THE ACCEPTORS OF THE COMBINED
HORMONAL CONTRACEPTION

Merdyana Darkuthni, 1 Mardiah Tahir, 2 Josephine LT, 3

Bagian OBGIN, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar


(Email: merdyana.darkuthni@yahoo.com)
2
Bagian OBGIN, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar
(Email: mardiahtahir@yahoo.com)
3
Bagian OBGIN, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar
(Email: josephinetumedia@gmail.com)

Alamat Korespondensi:
Merdyana Darkuthni
Bagian OBGIN
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, Makassar, 90245
HP: 082192838077
Email: merdyana.darkuthni@yahoo.com

Abstrak

Hubungan antara infeksi Human Papiloma Virus 16/18 dengan perubahan sitologi serviks pada akseptor
kontrasepsi hormonal kombinasi belum pernah diteliti di Makassar. Penelitian ini bertujuan mengetahui
hubungan antara infeksi human papilloma virus 16/18 dan perubahan sitologi serviks pada akseptor kontrasepsi
hormonal kombinasi.Penelitian ini dilaksanakan di BLU RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo, rumah sakit jejaring,
dan bidan praktek swasta, Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, yaitu mulai bulan November 2015-April
2016. Sampel sebanyak 40 akseptor kontrasepsi hormonal kombinasi dan 40 nonakseptor kontrasepsi hormonal
kombinasi. Pervalensi HPV 16/18 dan perubahan sitologi serviks diperiksa melalui polymerase chain reaction
dan sitologi serviks berbasis cairan. Analisis statistik menggunakan uji Chi Square Reaction dan sitologi serviks
berbasis cairan. Analisis statistik menggunakan uji chi square dan fisher's exact dengan kemaknaan berdasarkan
nilai p<0,05. Dari 40 akseptor kontrasepsi hormonal kombinasi dan 40 nonakseptor kontrasepsi hormonal
kombinasi didapatkan kelompok usia subjek penelitian terbanyak adalah 20-35 tahun dengan tingkat pendidikan
lebih dari 9 tahun (90%). Subjek penelitian urnumnya bekerja (60%) dan semua sudah menikah (100%). Usia
pertama koitus 20-29 tahun (95%) dengan paritas umumnya multipara (61,3%). Lama penggunaan kontrasepsi
lebih dari 3 tahun (63,8%) dengan keluhan perubahan berat badan (14,9%). Namun, umumnya subjek penelitian
tidak merasakan keluhan dan efek samping dari penggunaan kontrasepsi (70,2%). Pervalensi infeksi HPV 16
pada akseptor kontrasepsi hormonal kombinasi sebesar 1,2% sedangkan infeksi HPV 18 pada non akseptor
kontrasepsi hormonal kombinasi sebesar 1,2%. Perubahan sitologi serviks didapatkan pada 24 akseptor
kontrasepsi hormonal kombinasi dan 21 nonakseptor kontrasepsi hormonal kombinasi. Pada sampel dengan
positif infeksi HPV 16, tidak didapatkan perubahan sitologi serviks, sedangkan pada sampel dengan positif
infeksi HPV 18 didaptkan perubahan sitologi serviks berupa sel endoserviks yang mengalami metaplasia
skuamous.
Kata kunci: human papilloma virus 16/18, akseptor kontrasepsi hormonal kombinasi

Abstract

The correlation between Human Papilloma Virus Type 16/18 infection and cervical cytology changes among
combination hormonal contraceptive acceptors has never been reported before. This research aimed to
investigate the correlation between the infection of the Human Papilloma Virus 16/18 and the changes of the
cervical cytology in the acceptors of the combined hormonal contraception. The research was conducted in BLU
of Dr Wahidin Sudirohusodo Hospital, the network hospitals and the Private Internship Midwives for 6 months
(from November, 2015 through April, 2016), and the total of 40 acceptors of the combined hormonal
contraception and another 40 acceptors of the combined hormonal contraception. The prevalent of the HPV
1618 and the changes of the liquid-based cervical cytology were examined using Polymerase Chain Reaction
and the Liquid-Based Cervical Cytology. The statistical analysis used the Chisquare test and Fisher's Exact test
with the significance value of p<0.05.The research results indicated that from the 40 acceptors of the combined
hormonal contraception and from the 40 non-acceptors of the combined hormonal contraception, the greatest
age-group was the group aging 20 30 years with the education level of above 9 years (90%). The subjects
were generally had jobs (60%) and all of them were married (100%) The age when first had coitus experience
was 20 29 years (95%) with the parity was generally multipara (61.3%). The duration of using the
contraception was more than 3 years (70.2%). The prevalent of the infection of HPV 16 in the acceptors of the
combined hormonal contraception was 1.2%, while the prevalent of the infection of HPV 18 in the nonacceptors of the combined hormonal contraception was 1.2%. The change of cervical cytology was found in 24
acceptors of the combined hormonal contraception and in 21 non-acceptors of the combined hormonal
contraception. In the samples with positive infection of HPV 16, no change cervical cytology was found, while in
samples with positive infection of HPV 18 the changes of the cervical cytology were found in the form of the
endocervical cells undergoing the metaplasia skuamous.
Keywords: Human Papilloma Virus 16/18, acceptors of combined hormonal contraception

PENDAHULUAN
Kanker serviks merupakan kanker kedua terbanyak pada wanita di seluruh dunia saat
ini dan merupakan kanker terbanyak pada wanita yang menyebabkan kematian utamanya
wanita usia muda. Berdasarkan data statistik World Health Organizaztion (WHO), terdapat
sekitar 500.000 kasus baru dan 250.000 kematian tiap tahunnya (Faridi et al., 2011). Pada
umumnya, insiden karsinoma serviks lebih tinggi pada negara-negara berkembang dan
berkontribusi 83% dari kasus yang dilaporkan tiap tahunnya (Hoffman et al., 2008).
Data dari Departemen Kesehatan di Indonesia, kasinoma serviks uteri menduduki
peringkat pertama di antara tumor ganas ginekologi. Selama kurun waktu 5 tahun (19751979) ditemukan 179 di antara 263 kasus (68,1%) di RSUGM/RSUP Sardjito (Mardjikoen,
2009). Sedangkan di Makassar Rauf dkk (2002), melaporkan 234 kasus baru kanker serviks
(50,9%) dari 460 kasus baru kanker ginekologi yang ditemukan selama periode Mei 1999
November 2001 dan sebagian besar di antaranya datang pada stadium lanjut. Sekitar 95%
kasus karsinoma serviks berasal dari sel yang telah terinfeksi Human Papilloma Virus (HPV)
khususnya HPV tipe resiko tinggi (Smith et al., 2013).
Human Papilloma virus adalah virus DNA yang menginfeksi kulit dan mukosa
utamanya saluran genital bawah. Sekitar 95% angka kejadian karsinoma serviks dihubungkan
dengan tipe HPV onkogenik, dua di antaranya adalah HPV 16 dan 18 yang ditemukan lebih
dari 62% pada karsinoma serviks. Selain Infeksi HPV, angka kejadian karsinoma seviks juga
dikaitkan dengan aktivitas seksual, paritas, kehamilan, penggunaan oral kontrasepsi dan
merokok (Faridi et al., 2011).
Berdasarkan penelitian Morgan et al (2011a), memperlihatkan hubungan antara
pengunaan kontrasepsi oral hormonal lebih dari 6 tahun dengan prevalensi infeksi HPV pada
wanita Thailand usia 20-37 tahun setelah mengontrol aktivitas seksual dan abnormalitas
sitologi serviks. Pengguna kontrasepsi oral yang baru juga dihubungkan dengan seropositif
HPV 16 dan 18. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Porras et al (2010), wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral selama bulan terakhir penelitian memiliki kesempatan 1,88
kali lipat terkena infeksi HPV 16 dan pengguna kontrasepsi injeksi memiliki kesempatan 3,38
kali lipat terkena infeksi HPV 16 dibanding yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal.
Mereka berpendapat bahwa faktor hormon langsung mempengaruhi respon imun dan

membantu mengatur produksi antibodi terhadap infeksi HPV. Penggunaan kontrasepsi


hormonal menyebabkan peningkatan risiko infeksi persisten (Morrison et al., 2014).
Penggunaan kontrasepsi oral dapat meninggikan insiden abnormal glandular serviks.
Pemberian pil sediaan bifasik membuat lendir serviks jernih dengan viskositas yang rendah,
sedangkan pemberian pil kombinasi sediaan monofasik membuat lendir serviks menjadi
kental dan portio terlihat livid. Pemberian pil kontrasepsi dapat menyebabkan hipertrofi
serviks, hipersekresi kelenjar endoservikal serta proliferasi kelenjar endoservikal sehingga
terjadi peningkatan sekresi lendir serviks, selaput lendirnya edematous dan terjadi
pseudodesidualisasi. Keadaan ini terutama disebabkan oleh komponen gestagen yang terdapat
di dalam pil kontrasepsi. Selain itu, gestagen juga menyebabkan metaplasia dan displasia
epitel portio dan selaput lendir dari endoserviks (Baziad, 2008). Kontrasepsi hormonal juga
dapat mempertahankan sel epitel kolumnar pada regio ektoserviks dan zona transformasi yang
dikenal dengan serviks ektopik. Serviks ektopik terjadi ketika epitel kolumnar ditemukan di
endoserviks dan meluas ke ektoserviks. Serviks ektopik ini biasa ditemukan pada wanita usia
remaja, ibu hamil dan pengguna oral kontrasepsi sehingga beberapa orang berhipotesis bahwa
pengguna kontrasepsi hormonal secara biologik lebih rentan terhadap infeksi HPV (Smith et
al., 2013; Morrison et al., 2014).
Dengan diketahuinya kontrasepsi hormonal sebagai salah satu faktor resiko infeksi
HPV yang dapat menyebabkan perubahan sel serviks, maka penelitian ini penting dilakukan
pada pengguna kontrasepsi hormonal kombinasi. Oleh karena HPV tidak dapat ditumbuhkan
pada biakan, maka pemeriksaan DNA HPV dengan metode biologi molekuler merupakan cara
yang akurat untuk mendeteksi infeksi HPV dan penentuan tipe HPV dengan PCR
(Polymerase Chain Reaction). Untuk skrining perubahan sitologi serviks, saat ini yang
banyak dilakukan adalah dengan sitologi berbasis cairan (liquid based cytology).
Banyak penelitian mengenai deteksi infeksi HPV utamanya untuk HPV tipe resiko
tinggi telah dilakukan, namun penelitian deteksi infeksi HPV 16/18 dan perubahan sitologi
serviks pada akseptor kontrasepsi hormonal kombinasi belum pernah dilakukan di Makassar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara infeksi HPV 16/18 dengan
perubahan sitologi serviks pada akseptor kontrasepsi hormonal kombinasi.

BAHAN DAN METODE


Jenis penelitian ini adalah penelitian cross sectional untuk mengetahui hubungan
antara infeksi Human Papilloma Virus 16/18 dan perubahan sitologi serviks pada Akseptor
Kontrasepsi hormonal kombinasi. Penelitian ini dilakukan di BLU RS Dr Wahidin
Sudirohusodo, rumah sakit-rumah sakit jejaring dan Bidan Praktek Swasta (BPS) di Kota
Makassar dan dilaksanakan dari bulan November 2015 hingga April 2016.
Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling yaitu semua anggota
populasi di tempat penelitian yang memenuhi syarat inklusi diambil sebagai sampel sampai
jumlah sampel terpenuhi. Populasi pada penelitian ini adalah akseptor kontrasepsi hormonal
kombinasi baik pil kontrasepsi hormonal kombinasi maupun injeksi hormonal kombinasi dan
sebagai kontrol adalah wanita yang bukan merupakan akseptor kontrasepsi hormonal
kombinasi. Sampel penelitian ini adalah akseptor kontrasepsi hormonal kombinasi baik pil
kontrasepsi hormonal kombinasi maupun injeksi hormonal kombinasi dan sebagai kontrol
adalah wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi serta memenuhi
kriteria inklusi dan telah menandatangani persetujuan (informed consent) untuk mengikuti
penelitian. Informed consent dari penderita untuk dijadikan sampel penelitian. Cara
pengambilan sampel secara consecutive sampling, yaitu semua anggota populasi di tempat
penelitian yang memenuhi syarat inklusi diambil sebagai sampel sampai jumlah sampel
terpenuhi dengan besar sampel sebanyak 80 orang.
HPV 16/18 dan perubahan sitologi serviks diperiksa melalui Polymerase Chain
Reaction dan Sitologi Serviks Berbasis Cairan. Analisis statistik menggunakan Uji chi square
dan fishers exact dengan kemaknaan berdasarkan nilai p<0,05.

HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelitian mengenai prevalensi Human Papilloma Virus (HPV) 16/18
dengan perubahan sitologi serviks pada akseptor kontrasepsi hormonal kombinasi. Penelitian
ini melibatkan 40 orang akseptor kontrasepsi hormonal kombinasi dan 40 orang yang tidak
menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi yang telah memenuhi kriteria inklusi.
Tabel 1 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang menggunakan kontrasepsi
hormonal kombinasi mempunyai PCR HPV 16 positif sebanyak 1 orang dan PCR HPV 16

negatif sebanyak 39 orang (49,4%). Subjek penelitian yang tidak menggunakan kontrasepsi
hormonal kombinasi semuanya mempunyai PCR HPV 16 negatif yaitu 40 orang (50,6%).
Hasil uji fisher's exact diperoleh nilai p=1,000 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan
penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi dengan kejadian infeksi HPV 16. Dari 80
sampel penelitian, prevalensi infeksi HPV 16 adalah 1,2% dan prevalensi infeksi HPV 18
adalah 1,2%.
Tabel 2 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang menggunakan kontrasepsi
hormonal kombinasi semuanya mempunyai PCR HPV 18 negatif yaitu 40 orang (50,6%).
Subjek penelitian yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi mempunyai PCR
HPV 18 positif (1 orang) dan PCR HPV 18 negatif sebanyak 39 orang (49,4%). Hasil uji
fisher's exact diperoleh nilai p=1,000 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara
penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi dengan kejadian infeksi HPV 18.
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada subjek penelitian yang menggunakan kontrasepsi
hormonal kombinasi, terdapat 24 orang yang mengalami perubahan sitologi serviks (55,8%).
Subjek penelitian yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi, sebagian besar
tidak mengalami perubahan sitologi serviks yaitu 21 orang (56,8%). Berdasarkan hasil uji chi
square, didapatkan nilai p = 0,26 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan

antara

penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi dengan perubahan sitologi serviks.


Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 43 sampel penelitian yang mengalami perubahan
sitologi serviks (54,4%), tidak ada yang terinfeksi HPV 16. Sedangkan dari 37 sampel
penelitian yang tidak mengalami perubahan sitologi serviks (46,2%), terdapat satu sampel
penelitian yang positif HPV 16. Hasil uji fisher's exact diperoleh nilai p= 0,46 (p>0,05). Hal
ini berarti tidak ada hubungan antara kejadian infeksi HPV 16 dengan perubahan sitologi
serviks.
Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 43 sampel penelitian yang mengalami perubahan
sitologi serviks (53,8%), terdapat satu sampel penelitian yang positif HPV 18. Sedangkan dari
37 sampel penelitian yang tidak mengalami perubahan sitologi serviks (46,2%), semuanya
tidak memiliki infeksi HPV 18. Hasil uji fisher's exact diperoleh nilai p= 1,000 (p>0,05). Hal
ini berarti tidak ada hubungan antara kejadian infeksi HPV 18 dengan perubahan sitologi
serviks.

PEMBAHASAN
Penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat satu kasus infeksi HPV 16 pada
kelompok akseptor kontrasepsi hormonal kombinasi dan satu kasus infeksi HPV 18 pada
kelompok yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi. Setelah dilakukan uji
fisher's exact, hubungan antara kontrasepsi hormonal kombinasi dengan infeksi HPV 16 dan
18 didapatkan tidak bermakna secara statistik. Hal ini sesuai dengan yang ditemukan oleh
Morgan et al (2011b), yang melakukan follow up terhadap 1135 wanita (376 akseptor
kontrasepsi oral kombinasi, 331 akseptor DMPA dan 428 bukan akseptor kontrasepsi) selama
18 bulan. Mereka menemukan adanya infeksi HPV baru pada 269 wanita dan infeksi HPV
resiko tinggi pada 157 wanita. Namun, setelah disesuaikan dengan umur, jumlah pasangan
seksual, infeksi bakterial vaginosis dan durasi penggunaan kontrasepsi oral kombinasi dan
DMPA, kaitan antara infeksi HPV baru dengan penggunaan kontrasepsi oral kombinasi tidak
bermakna secara statistik. Hal serupa juga yang ditemukan oleh Morrison et al (2014),
menemukan bahwa akseptor kontrasepsi hormonal kombinasi oral selama follow up tidak
berkaitan dengan resiko infeksi serviks, sedangkan akseptor DMPA dikaitkan dengan resiko
infeksi serviks utamanya oleh infeksi klamidia dan gonorea.
Pada penelitian ini didapatkan adanya gambaran halo perinuklear pada 13 sampel
sitologi serviks akseptor kontrasepsi hormonal kombinasi dan 6 sampel sitologi serviks non
akseptor kontrasepsi hormonal kombinasi. Gambaran halo perinuklear ini merupakan
gambaran khas yang menandakan adanya aktivitas infeksi HPV fase ekspresi aktif pada
sitologi serviks. Human Papilloma Virus menginfeksi sel basal imatur dari epitel skuamosa
metaplastik pada sambungan skuamo-kolumnar. Serviks merupakan daerah dengan area epitel
skuamosa metaplastik imatur yang besar sehingga sangat peka terhadap infeksi HPV.
Replikasi dari HPV berlangsung pada sel skuamosa yang semakin matang dan berujung pada
efek sitopatik yaitu koilocytic atypia yang terdiri dari inti atipia dan halo perinuklear
sitoplasmik (Kumar et al., 2015). Jadi, kemungkinan terdapat infeksi HPV tipe lain pada
subjek penelitian baik yang menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi maupun yang

tidak menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi. Namun pada penelitian ini, DNA HPV
yang diperiksa hanya DNA HPV 16 dan DNA HPV 18.
Pada penelitian ini didapatkan perubahan sitologi serviks pada 24 pengguna akseptor
kontrasepsi hormonal kombinasi dan pada 21 orang yang tidak menggunakan kontrasepsi
hormonal kombinasi. Setelah dilakukan uji chi square, hubungan antara perubahan sitologi
serviks dengan penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi, didapatkan hasil yang tidak
bermakna secara statistik. Dari berbagai hasil penelitian sebelumnya menemukan adanya
perubahan sitologi serviks yang diamati pada akseptor kontrasepsi hormonal kombinasi
utamanya pada penggunaan lebih dari 5 tahun. Pada penelitian yang dilakukan oleh Morgan
et al (2011b), mendapatkan adanya perburukan gambaran sitologi serviks pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi selama follow up bulan ke-6, bulan ke-12 dan
bulan ke-18. Pada penelitian yang dilakukan oleh Elson et al (2000), yang mencoba melihat
efek estrogen eksogen melalui pemberian 17-estradiol terhadap zona transformasi
menyimpulkan bahwa estrogen dapat menyebabkan metaplasia

yang progresif hingga

displasia epitel skuamous di daerah transformasi. Oleh Syrjanen et al (2006), menemukan


bahwa penggunaan kontrasepsi oral kombinasi bukan merupakan prediktor yang signifikan
pada wanita yang menderita CIN 2/3 atau HSIL pada wanita dengan HPV positif dan HPV
negatif. Bahkan mereka menemukan bahwa penyakit karsinoma serviks melalui infeksi HPV
resiko tinggi tidak berkaitan dengan kontrasepsi.
Pada penelitian ini, tidak didapatkan perubahan sitologi serviks pada sampel dengan
positif infeksi HPV 16, sedangkan sampel dengan positif infeksi HPV 18 didapatkan
perubahan sitologi serviks berupa sel endoserviks yang mengalami metaplasia skuamous.
Berdasarkan hasil uji fisher's exact, didapatkan tidak ada hubungan antara infeksi HPV 16/18
dengan perubahan sitologi serviks pada akseptor kontrasepsi hormonal kombinasi.
Sitologi serviks yang normal dapat ditemukan pada infeksi virus fase laten. Pada
keadaan ini tidak ditemukan adanya lesi namun terdapat paparan dengan virus tanpa
menimbulkan infeksi. Pada fase ini virus tidak dapat melekat pada permukaan sel atau
menembus sel karena reseptor permukaan sel spesifik untuk HPV tidak ada atau kurang.
Dapat juga terjadi pada keadaan dimana virus sudah masuk ke dalam sel tetapi gagal
melakukan multiplikasi atau tidak terjadi maturasi dari partikel-partikel virus. Pada fase ini,

virus HPV hanya dapat dideteksi dengan metode biomolekuler. Sedangkan pada fase infeksi
virus produktif, terjadi pembentukan DNA virus membentuk DNA yang infeksius karena
virus telah masuk ke dalam inti sel sehingga pada fase ini dapat terjadi perubahan sitologi
serviks. Rentang waktu inokulasi virus hingga menjadi vegetasi/ lesi proliferatif diestimasikan
beberapa minggu hingga beberapa tahun dan sangat tergantung pada kemampuan virus untuk
tumbuh dan berkembang. Dalam sebuah penelitian ditemukan 2/3 dari 97 pasien yang
melakukan kontak seksual dengan penderita kondiloma genitalia terinfeksi memperlihatkan
perkembangan lesi dalam kurun waktu kurang dari 9 bulan. Dalam masa inkubasi ini, mulai
diproduksi enzim-enzim yang dibutuhkan untuk replikasi virus (Takakuwa et al., 2006).
Infeksi genital HPV sangat umum terjadi, sebagian besar bersifat asimtomatik, tidak
menyebabkan perubahan pada jaringan dan oleh karena itu tidak terdeteksi pada pemeriksaan
pap smear. Bebeberapa penelitian menemukan sebagian besar infeksi HPV akan mengalami
regresi spontan dalam 5 tahun dan hanya sedikit wanita dengan infeksi HPV resiko tinggi
akan mengalami neoplasia intraepitelial tingkat 2/3 dan akhirnya akan berkembang menjadi
kanker serviks (Frazer et al., 2007; Munoz et al., 2009).

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan penelitian ini, dari 80 sampel didapatkan prevalensi infeksi HPV 16
sebesar 1,2% dan infeksi HPV 18 sebesar 1,2%. Peran kontrasepsi hormonal kombinasi
terhadap infeksi HPV 16/18 dan perubahan sitologi serviks belum dapat dibuktikan melalui
pemeriksaan PCR dan pemeriksaan sitologi serviks. Selain itu, hubungan antara infeksi HPV
16/18 dengan perubahan sitologi serviks pada akseptor kontrasepsi hormonal kombinasi juga
belum dapat dibuktikan. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang infeksi HPV resiko tinggi
lainnya selain tipe 16/18 pada akseptor kontrasepsi hormonal kombinasi.

DAFTAR PUSTAKA
Baziad A. (2008). Kontrasepsi Hormonal. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. hal
18-93.
Elson et al. (2000). Sensitivity of the Cervical Transformation Zone to Estrogen Induced
Squamous Carcinogenesis. Cancer Research, 60(2): 1267-75.
Faridi R. et al. (2011). Oncogenic Potential of Human Papillomavirus (HP) and its relation
with cervical cancer. Virology Journal, 8(1): 269-276.
Frazer I. et al. (2007). Correlating immunity with protection for HPV infection. International
Journal of Infectious Disease, 11(5): 10-16.
Hoffman et al. (2008). Cervical Cancer: in William Gynecology. United Stated: The McGraw
Hill companies. p. 586-600.
Kumar et al. (2015). The Female Genital Tract. In: Robbins and Cotran Pathologic Basic of
Disease. United Stated: Elsevier. p 992-1041.
Mardjikoen P. (2009). Tumor Ganas Alat Genital. Dalam : Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Morgan M. et al. (2011a). Hormonal Contraception and HPV : A Tale of Differing and
Overlapping Mechanism. Open Access Journal of Contraception, 2(11): 161-174.
Morgan M. et al. (2011b). Combined Oral Contraseptive Use Increases HPV Persistence but
Not New HPV Detection in a Cohort of Women from Thailand. The Journal of
Infectious Disease, 204(11): 1505-1513.
Morrison C. et al. (2014). Hormonal Contraceptive Use, Cervical Ectopy, and the Acquisition
of Cervical Infections. Sexually Transmitted Diseases, 31(9): 561-567.
Munoz N. et al. (2009). Persistence of HPV infection and risk of high grade cervical
intraepithelial neoplasia in a cohort of Colombian Women. British Journal, 100(7):
1184-1190.
Porras C. et al. (2010). Determinants of Seropositivity Among HPV-16/18 DNA Positive
Young Women. BMC Infection Diseases, 10(10): 238-248.
Rauf R. dkk. (2002). Karakteristik Kanker Ginekologi Beberapa Rumah Sakit di Makassar
Periode Mei 1999-November 2001. Makassar: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Smith J. et.al. (2013). Cervical Cancer and Use of Hormonal Contraceptive : A Systematic
Review. The Lancet, 361(5): 1156-1167.
Syrjanen et al. (2006). Oral Contraceptives are not an Independent Risk Factor for Cervical
Intraepithelial Neoplasia or High Risk Human Papillomavirus Infections. Anticancer
Research, 26: 4729-4740.
Takakuwa K. et al. (2006). Studies on the prevalence of human papillomavirus in pregnant
women in Japan. Perinatology Med, 34(1): 77-79.

Tabel 1. Infeksi HPV 16 berdasarkan pemeriksaan PCR


Subjek
Akseptor kontrasepsi hormonal
kombinasi
Non akseptor kontrasepsi
hormonal kombinasi
Jumlah

HPV 16
Positif
Negatif
n
%
n
%

Total

100,0

39

49,4

40

50,0

40

50,6

40

50,0

100

79

100

80

100

1,000

Sumber : Data Primer

Tabel 2. Infeksi HPV 18 berdasarkan pemeriksaan PCR


HPV 18
Positif
n
%

Subjek
Akseptor kontrasepsi hormonal
kombinasi
Non akseptor kontrasepsi hormonal
kombinasi
Jumlah

Negatif
n
%

40

50,6

Total
n

40

50,0

1,000

100,0

100

39
78

49,4

40

100

80

50,0
100

Sumber : Data Primer

Tabel 3. Sitologi serviks berdasarkan pemeriksaan sitologi serviks berbasis cairan


Perubahan sitologi serviks
Subjek
Akseptor kontrasepsi hormonal
kombinasi
Non akseptor kontrasepsi
hormonal kombinasi
Jumlah

Sumber : Data Primer

Positif

Total

Negatif

24

55,8

16

43,2

40

50,0

0.26
19

44,2

21

56,8

40

50,0

43

100

37

100

80

100

Tabel 4. Hubungan antara perubahan sitologi serviks dengan infeksi HPV 16


Perubahan Sitologi Serviks
Positif
Negatif
Jumlah

PCR HPV 16
Positif
Negatif
n
%
n
%

0
1

0
100

43
36

54,4
45,6

43
37

53.8
46,2

100

79

100

80

100

Total

0,46

Sumber : Data Primer

Tabel 5. Hubungan antara perubahan sitologi serviks dengan infeksi HPV 18


PCR HPV 18
Positif

Perubahan sitologi serviks


n

Positif

100

Negatif

0
1

Jumlah

Sumber : Data Primer

Total

Negatif

42

53,2

43

53,8

37

46,8

37

46,2

100

79

100

80

100

1,000

Anda mungkin juga menyukai