Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akustik adalah suatu metode yang menggunakan suara atau bunyi yang timbul
dari getaran mekanik suatu permukaan benda. Sedangkan Akustik Kelautan merupakan
teori yang membahas tentang gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium
air laut. Acoustic System mulai dikenal dan populer dengan istilah SONAR (Sound
Navigation And Ranging). Pada dekade 70-an barulah secara intensif diterapkan dalam
pendeteksian dan pendugaan stok ikan, yakni dengan dikembangkannya analog echo
integrator dan echo counter. Kemudian setelah diketemukan Digital Echo Integrator,
Dual Beam Acoustic System, Split Beam Acoustic System, Quasi Ideal Beam System dan
aneka Echo Processor canggih lainnya (Abidin,2000).
Pengetahuan mengenai dasar laut mulai berkembang setelah ditemukannya alat
echosounder diatas. Kegunaan dari alat ini adalah untuk pengukuran kedalaman laut,
pengidentifikasian dasar laut, mendeteksi gerombolan ikan di bagian bawah kapal.
Gelombang yang dipancarkan oleh echosounder adalah vertikal. Alat yang bekerja
berdasarkan ketepatan perbedaan waktu pada saat transmisi pulsa dan perjalanan echo
dari dasar perairan. Kedalaman perairan di bawah kapal dapat dihitung dari kecepatan
suara di air laut. Sedangkan alat ukur kedalaman menggunakan Echosounder beserta
alat bantu lainnya (Winardi, 2006).
Pemrosesan didukung oleh peralatan lainnya; komputer; GPS (Global Positioning
System), Colour Printer, software program dan kompas. Sistem ini didesain untuk
memberikan informasi mengenai waktu di seluruh dunia, memberikan posisi dan
kecepatan tiga dimensi yang teliti. Sistem ini juga dapat digunakan di segala cuaca
sedangkan GPS adalah singkatan dari Global Positioning System yang merupakan
system untuk menentukan posisi dan navigasi secara global dengan menggunakan
satelit. Sedangkan GPS sendiri adalah sistem satelit navigasi yang dikembangkan oleh
Departemen Pertahanan Amerika Serikat (United States Departemen of Defense), dan
dikelola oleh United States Air Force 50th Space Wing. Nama asli satelit ini adalah
NAVSTAR GPS, tetapi kemudian lebih popular dengan sebutan GPS
2009).

(Trayudi,

Akustik adalah suatu metode yang menggunakan suara atau bunyi yang timbul
dari getaran mekanik suatu permukaan benda. Sedangkan Akustik Kelautan merupakan
teori yang membahas tentang gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium
air laut. Acoustic System mulai dikenal dan populer dengan istilah SONAR (Sound
Navigation And Ranging). Pada dekade 70-an barulah secara intensif diterapkan dalam
pendeteksian dan pendugaan stok ikan, yakni dengan dikembangkannya analog echo
integrator dan echo counter. Kemudian setelah diketemukan Digital Echo Integrator,
Dual Beam Acoustic System, Split Beam Acoustic System, Quasi Ideal Beam System dan
aneka Echo Processor canggih lainnya (Trayudi, 2009).
Pengetahuan mengenai dasar laut mulai berkembang setelah ditemukannya alat
echosounder diatas. Kegunaan dari alat ini adalah untuk pengukuran kedalaman laut,
pengidentifikasian dasar laut, mendeteksi gerombolan ikan di bagian bawah kapal.
Gelombang yang dipancarkan oleh echosounder adalah vertikal. Alat yang bekerja
berdasarkan ketepatan perbedaan waktu pada saat transmisi pulsa dan perjalanan echo
dari dasar perairan. Kedalaman perairan di bawah kapal dapat dihitung dari kecepatan
suara di air laut. Sedangkan alat ukur kedalaman menggunakan Echosounder beserta
alat bantu lainnya (Winardi, 2006).
Pemrosesan didukung oleh peralatan lainnya; komputer; GPS (Global Positioning
System), Colour Printer, software program dan kompas. Sistem ini didesain untuk
memberikan informasi mengenai waktu di seluruh dunia, memberikan posisi dan
kecepatan tiga dimensi yang teliti. Sistem ini juga dapat digunakan di segala cuaca
sedangkan GPS adalah singkatan dari Global Positioning System yang merupakan
system untuk menentukan posisi dan navigasi secara global dengan menggunakan
satelit. Sedangkan GPS sendiri adalah sistem satelit navigasi yang dikembangkan oleh
Departemen Pertahanan Amerika Serikat (United States Departemen of Defense), dan
dikelola oleh United States Air Force 50th Space Wing. Nama asli satelit ini adalah
NAVSTAR GPS, tetapi kemudian lebih popular dengan sebutan GPS (Firdaus, 2010).
1.2 Tujuan dan Manfaat Praktikum
1. Untuk mengetahui cara pemakaian alat GPS, GPS MAP dan Fish Finder
2. Untuk mengetahui cara kalibrasi alat GPS, GPS MAP dan Fish Finder
3. Untuk mengetahui fungsi dari alat GPS, GPS MAP dan Fish Finder.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penentu posisi
yang memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi dan informasi waktu, secara
kontinyu di seluruh dunia tanpa tergantung kepada waktu dan cuaca. GPS (Global
Positioning System)adalah sebuah sistem atau proses untuk menentukan suatu posisi
manapun diplanet bumi ini berdasarkan 4 faktor:latitude, longitude, altitude dan time.
Istilah lengkap GPS adalah NAVSTAR-GPS (Navigation System Timing And Ranging
GPS). Satelit GPS pertama, diluncurkan pada 22Februari 1978. Fungsi GPS selain
untuk menentukan posisi dari sesuatu benda/hal, GPS digunakan juga untuk
menentukan variable-variabel turunan seperti Kecepatan, Percepatan (Akselerasi), Arah
laju, dan Ukuran Interval (Jarak, Selang Waktu) (Firdaus, 2010).
GPS atau Global Positioning System, merupakan sebuah alat atau sistem yang
dapat digunakan untuk menginformasikan penggunanya dimana dia berada (secara
global) di permukaan bumi yang berbasiskan satelit. Data dikirim dari satelit berupa
sinyal radio dengan data digital. Dimanapun berada, maka GPS bisa membantu
menunjukan arah, selama melihat langit. GPS (Global Positioning System) adalah
sistem navigasi yang berbasiskan satelit yang saling berhubungan yang berada di
orbitnya. Satelit-satelit itu milik Departemen Pertahanan Amerika Serikat (Departemen
of Defense) yang pertama kali diperkenalkan mulai tahun 1978 dan pada tahun 1994
sudah memakai 24 satelit (Buldan etal., 2006).
Differensial GPS (DGPS) adalah metode lain yang dapat digunakan untuk
mereduksi pengaruh ionosfer. Walaupun DGPS dapat menghasilkan akuarsi level
sentimeter, tetapi metode ini hanya efektif untuk skala lokal dalam jangkauan sekitar 50
km. Untuk skala regional DGPS tidak dapat digunakan. Jika harus digunakan maka
dibutuhkan banyak GPS yang harus dioperasikan pada jarak sekitar 50 km, yang
tentunya koreksi ionosfer skala regional menggunakan DGPS menjadi tidak efektif.
Dengan alasan tersebut Wide Area Differential GPS (WADGPS) dan Regional Area
Differensial GPS menjadi semakin banyak digunakan untuk mengatasi keterbatasan
metode konvensional DGPS (Buldan etal., 2006).

GPS merupakan suatu sistem penentuan posisi atau navigasi berbasis satelit yang
dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Selain GPS ada pula sistem navigasi satelit
yang dikembangkan oleh negara-negara lain. Cara penentuan posisi sistem ini adalah
dengan metode pengukuran jarak antar titik dengan satelit yang diketahui posisinya
(pemotongan ke belakang). 3 buah pengukuran jarak sudah cukup untuk mengikat
posisi suatu titik di ata permukaan bumi, tetapi 4 ukuran jarak diperlukan untuk
menghilangkan bias jam receiver. Sementara metode-metode pengukuran GPS ada 2
macam, yaitu pengukuran absolut dan relatif. Pengukuran absolut adalah pengukuran
langsung posisi suatu titik dengan ukuran-ukuran jarak terhadap satelit (Abidin, 2000).
Menurut Abidin (2000) metode pengukuran absolut ini adalah metode penentuan
posisi yang paling mendasar dari GPS. Sedangkan metode pengukuran relatif, posisi
suatu titik ditentukan secara relatif terhadap titik lain yang telah diketahui koordinatnya.
Tujuannya adalah untuk mengeliminir bermacam bias yang tidak dapat dikoreksi
dengan pengukuran absolut, terutama bias yang disebabkan oleh kondisi atmosfer.
Dengan demikian akurasi pengukuran relatif lebih baik daripada pengukuran absolut.
Metode hydro-acoustic merupakan suatu usaha untuk memperoleh informasi
tentang obyek di bawah air dengan cara pemancaran gelombang suara dan mempelajari
echo yang dipantulkan. Dalam pendeteksian ikan digunakan sistem hidroakustik yang
memancarkan sinyal akustik secara vertikal, biasa disebut echo sounder atau fish finder
(Abidin, 2000).
Sebagaimana diketahui bahwa kecepatan suara di air adalah 1.500 m/detik,
sedangkan kecepatan suara di udara hanya 340 m/detik, sehingga teknologi ini sangat
efektif untuk deteksi di bawah air.Beberapa langkah dasar pendeteksian bawah air
adalah adanya transmitter yang menghasilkan listrik dengan frekwensi tertentu.
Kemudian disalurkan ke transducer yang akan mengubah energi listrik menjadi suara,
kemudian suara tersebut dalam berbentuk pulsa suara dipancarkan (biasanya dengan
satuan ping) (Firdaus, 2010).
Suara yang dipancarkan tersebut akan mengenai obyek (target), kemudian suara
itu akan dipantulkan kembali oleh obyek (dalam bentuk echo) dan diterima kembali
oleh alat transducer. Echo tersebut diubah kembali menjadi energi listrik; lalu diteruskan

ke receiver dan oleh mekanisme yang cukup rumit hingga terjadi pemprosesan dengan
menggunakan echo signal processor dan echo integrator.Kelebihan lain adalah tidak
perlu bergantung pada data statistik. Serta tidak berbahaya atau merusak objek yang
diteliti (friendly), karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan
suara (underwater sound). Menurut MacLennan and Simmonds (1992) hasil estimasi
populasi adalah nilai absolut (Firdaus,2010).
Hydro-acoustic dapat digunakan dalam mengukur dan menganalisa hampir
semua yang terdapat di kolom dan dasar air, aplikasi teknologi ini untuk berbagai
keperluan antara lain adalah; eksplorasi bahan tambang, minyak dan energi dasar laut
(seismic survey), deteksi lokasi bangkai kapal (shipwreck location), estimasi biota laut,
mengukur laju proses sedimentasi (sedimentation velocity), mengukur arus dalam
kolom perairan (internal wave), mengukur kecepatan arus (current speed), mengukur
kekeruhan perairan (turbidity) dan kontur dasar laut (bottom contour) (Firdaus, 2010).
Saat ini, hydro-acoustic memiliki peran yang sangat besar dalam sektor kelautan
dan perikanan, salah satunya adalah dalam pendugaan sumberdaya ikan (fish stock
assessment).

Teknologi

hydro-acoustic

dengan

perangkat

echosounder

dapat

memberikan informasi yang detail mengenai kelimpahan ikan, kepadatan ikan sebaran
ikan, posisi kedalaman renang, ukuran dan panjang ikan, orientasi dan kecepatan renang
ikan serta variasi migrasi diurnal-noktural ikan. Saat ini instrumen akustik berkembang
semakin signifikan, dengan dikembangkannya varian yang lebih maju (Trayudi, 2009).
Peralatan canggih berupa fish finder dan perlengkapan Global Positioning
System (GPS) sebenarnya dapat diterapkan pada nelayan-nelayan yang ada di Indonesia
karena hal tersebut dapat memudahkan nelayan mengetahui posisi ikan. Alat tersebut
dimungkinkan dapat mengurangi beban nelayan akibat kenaikan Bahan Bakar Minyak
(BBM) yang saat ini sedang dirasakan. Bantuan alat fishfinder dan GPS yang diberikan
ini bisa mengirit BBM. Mereka hanya akan berlayar ke tempat yang terdapat
gerombolan ikan di laut sehingga dapat meningkatkan produk ikan laut yang ada.
Fishfinder yang digunakan juga dapat memberikan informasi mengenai suhu, arus,
kesuburan klorofil dan lainnya. Sedangkan GPS akan memudahkan nelayan mengetahui
koordinat keberadaan kapal mereka saat berlayar (Trayudi, 2009).

Jelas sekali bahwa peranan atau aplikasi fish finder dan GPS dalam pencarian
informasi keberadaan ikan sangatlah penting dan bermanfaat bagi nelayan. Penggunaan
peralatan ini dianggap sangat penting karena akan banyak membantu nelayan dalam
mencari ikan. Beberapa daerah telah mulai menggunakan peralatan ini. Salah satunya
nelayan yang berada di gunung kidul. Di daerah ini para nelayan mulai diberi
pembekalan oleh pihak-pihak terkait (Abidin, 2000).
Penelitian berkaitan dengan penentuan posisi horizontal yang menggunakan alat
Echosounder tipe Fishfinder GARMIN MAP Sounder 178C juga pernah dilakukan oleh
Mahbub (2011). Penelitiannya dilakukan dengan cara mengatur pengukuran posisi GPS
pada Fishfinder dari pengukuran absolut menjadi diferensial (pengukuran relatif)
metode NTRIP (Networked Transport of RTCM via Internet Protocol), dan NTRIP akan
terhubung dengan stasiun GNSS CORS. Sehingga dibandingkan antara hasil
pengukuran diferensial dengan metode absolut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perbedaan metode pengukuran menunjukkan. perbedaan bentuk terrain dari dasar
waduk Sermo, yaitu hasil cut and fill antara (Firdaus, 2010).
DTM (Digital Terrain Model) yang dihasilkan dari data pengukuran metode
diferensial dengan DTM yang dihasilkan dari data pengukuran metode absolut memiliki
perbedaan yang cukup signifikan, dengan selisih volume waduk mencapai 98795,72 m
3 . Hasil penelitian Mahbub (2011) menunjukkan bahwa metode pengukuran GPS
merupakan faktor penentu nilai ketelitian posisi yang akan dihasilkan, yaitu diperoleh
ketelitian metode diferensial dapat mencapai 1 m sedangkan metode absolut
disebutkan hanya sekitar 6 m (Firdaus, 2010).
Masalah yang dapat muncul ketika melakukan penentuan posisi titik perum
dengan GPS dan pengukuran kedalaman dengan Echosounder adalah ketidaksamaan
waktu antara pengamatan satelit GPS dengan waktu proses sounding fix perum (Abidin,
2007). Sehingga saat pemeruman harus diperhatikan untuk mengatur keserentakan
antara pengukuran GPS dan pengukuran kedalaman, yaitu diatur untuk sistem waktu
GMT dengan selang waktu tertentu untuk pengukuran tiap titik perum. Selain itu
pemasangan posisi antena GPS dengan Transducer juga harus diperhatikan (offset),
posisi keduanya dapat dipasang sejajar dalam satu garis vetikal, sehingga hasil ukuan

posisi (2D) dengan GPS dianggap sama dengan posisi (2D) titik perum yang diukur
kedalamannya (Abidin, 2000).

BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini berjudul tentang GPS, GPS MAP dan Fish Finder dilaksanakan
pada tanggal 17 Oktober 2016 pukul 13.00 WIB di Laboratorium Bioekologi Kelautan
Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sriwijaya, Inderalaya.
3.2. Alat dan Bahan
NO
1
2

NAMA ALAT
GPS

FUNGSI
untuk melihat dan mengukur letak

GPS MAP

koordinat dimana berada.


Untuk menggambarkan bathymetri
di dasar perairan dan pendugaan

Fish Finder

stok ikan.
untuk mengestimasi stok ikan.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Hasanuddin Z. 2000. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. PT. Pradnya
Paramita: Jakarta.
Buldan, Muslim, dkk. 2006. Pemodelan TEC Regional dari Data GPS Stasiun Tetap di
Indonesia dan Sekitarnya. Jurnal PROC. ITB Sains dan Teknologi. 38 (2): 163-180
Firdaus, Oktri Mohammad. 2010. Analisis Implementasi Global Positioning System (GPS)
pada Moda Transportasi di PT.X. Proceeding Seminar on Application and Research in
Industrial Technology (SMART 2010), UGM Yogyakarta.
Trayudi. 2009. Implementasi dan Uji Kerja Sistem Pemantauan Posisi dan Tiingkat
Pencemaran Udara Bergerak. Tesis. Universitas Indonesia, Depok.
Winardi. 2006. Penentuan Posisi dengan GPS untuk Survey Terumbu Karang. Puslit
Oseanografi LIPI. http://www.coremap.or.id/downloads/GPS.pdf.

Anda mungkin juga menyukai