Anda di halaman 1dari 8

SIGMA, Vol. 13, No.

2, Juli 2010: 115-122


ISSN: 1410-5888

KAJIAN PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (CO-60)


PADA SISTEM PENGAWETAN MAKANAN
STUDI KASUS PADA SERBUK CABAI
1

Rini Safitri1,dan Lenni Fitri2


Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Syiah Kuala. e-mail address: rsafitri@unsyiah.net
2
Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Syiah Kuala
Kopelma Darussalam, Banda Aceh, Indonesia 23111

Abstrak
Research on the application of gamma-rays radiation from Co-60 in order to
preserve foods have been performed. In this research, we use chili powder with
parameters: distance variations and irradiation time. The research results showed
that I gram of irradiated sample with 25 cm in distance from radiation source and
irradiation time 15 minutes, 60 minutes, and 120 minutes can reduce 35 %, 70 %,
and 90 % microbe concentration respectively. For 45 cm in distance from gammarays source with irradiation time 15 minutes, 60 minutes, and 120 minutes can
reduce microbe concentration 6 %, 29 %, and 89 % respectively.

Keywords: Irradiation, radiation flux, dose rate, absorption dose, microbe, gammaray
1. Pendahuluan
Pengawetan pada bahan makanan dikenal sebagai upaya yang dilakukan untuk
memperpanjang masa simpan dari bahan makanan, sehingga makanan dapat dikomsumsi
dalam waktu yang lebih lama. Berbagai teknik pengawetan bahan makanan seperti
pengeringan, pembekuan, dan penambahan bahan kimia telah dilakukan. Teknik-teknik
pengawetan bahan makanan tersebut tidak dikatakan jelek namun dianggap masih bisa
disempurnakan. Sejak saat ini teknologi pengawetan makanan masih terus dikembangkan
salah satunya dengan menggunakan metode irradiasi.
Metode Irradiasi merupakan salah satu jenis pengawetan bahan makanan yang
menggunakan gelombang elektromagnetik. Irradiasi bertujuan mengurangi hilangnya mikroba
pembusuk serta membasmi mikroba dan organisme lain yang menimbulkan penyakit terbawa
pada makanan. Tetapi pada prinsip pengolahan, dosis, teknik penyinaran dan peralatan,
persyaratan kesehatan keselamatan serta pengaruh irradiasi terhadap pangan harus
diperhatikan. Berdasarkan data tentang pengelohan bahan pangan yang ada, FAO (Organisasi
Pangan Sedunia), IAEA (Badan Tenaga Atom Internasional) dan WHO (Organisasi Kesehatan
Dunia) menyimpulkan, bahwa makanan yang diradiasi hingga dosis 10 kGy aman untuk
dikonsumsi sehingga sampai saat ini penelitian dan pengembangan metode ini untuk industri
terus dilakukan.
Pada penelitian ini bahan makanan yang diuji untuk diiradiasikan adalah serbuk cabai.
Serbuk cabai dipilih karena serbuk cabai merupakan bahan makanan yang mudah diperoleh
dan sering digunakan oleh ibu rumah tangga.
Irradiasi yang dilakukan bertujuan untuk menghambat atau mencegah terjadinya
kerusakan pada bahan makanan, mempertahankan kualitas bahan, menghindari terjadinya
keracunan dan mempermudah penanganan serta penyimpanan, bubuk cabai yang awet
ditandai dengan berkurangnyajumlah mikroba yang ada pada bubuk cabai tersebut.
Selama proses irradiasi, bahan makanan tersebut akan menyerap radiasi sinar gamma.
Radiasi akan memecah ikatan kimia pada DNA dari mikroba atau serangga kontaminan.
Sehingga organisme kontaminan tidak mampu memperbaiki DNA-nya yang rusak sehingga
pertumbuhannya akan terhambat. Pada irradiasi bahan makanan ini, dosis irradiasi tidak cukup
besar untuk menyebabkan bahan makanan menjadi radioaktif. Dalam penelitian ini akan diuji
pengaruh jarak terhadap fluks radiasi laju dosis dan dosis serap serta pengaruh waktu paparan
radiasi dan jarak terhadap jumlah mikroba yang terbunuh dengan harapan berkurangnya jumlah

115

Rini Safitri dan Lenni Fitri

mikroba pada bubuk cabai yang ada dipasar akan menjadikan serbuk cabai terbebas dari
bakteri dan jamur yang mungkin tumbuh.
2. Irradiasi Makanan
Irradiasi makanan adalah suatu teknik pengawetan makanan dengan menggunakan
radiasi ionisasi secara terkontrol untuk membunuh serangga, kapang, bakteri, parasit atau
untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan. Sinar gamma yang digunakan memiliki
energi yang tinggi untuk menyebabkan ionisasi. Penyinaran atau irradiasi disebut proses dingin
karena dalam penggunaannya, bahan irradiasi disebut juga dengan sterilisasi dingin (cold
sterilitization) (Hudaya, 2008).
2.1 Teknik irradiasi
Irradiasi adalah proses aplikasi radiasi pada suatu sasaran, seperti makanan. Menurut
(Maha 1985, Henrique et al,2008) irradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk
pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah. Sedangkan menurut Winarno et al
(1980), irradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan
menggunakan sumber irradiasi buatan.
Jenis irradiasi makanan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah
elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga sanggup
menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang dilaluinya. Jenis irradiasi ini
dinamakan radiasi pengion, gelombang elektromagnetik .adalah radiasi pengion yang paling
banyak digunakan. (Henrique et al,2008)
Apabila suatu zat dilalui radiasi pengion, energi
yang melewatinya akan diserap dan menghasilkan pasangan ion. Energi yang diserap oleh
tumbukan radiasi dengan partikel bahan makanan akan menjadi eksitansi dan ionisasi beriburibu atom dalam lintasannya yang akan terjadi dalam waktu kurang dari 0,0001
detik.(Alighourchi, 2008 dan Henrique et al 2008))
2.2 Sumber irradiasi
Dua jenis pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan adalah sinar ,
yang dipancarkan oleh radionuklida Co-60 (Cobalt-60) dan Cs-137 (Cesium-137) dan berkas
elektron dari partikel-partikel bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi pengion ini memiliki
pengaruh yang sama terhadap makanan yaitu makanan yang disinari suhunya tidak berubah
atau tidak terjadi kenaikan suhu yang nyata suhunya sekitar 40C. Perbedaan keduanya adalah
pada daya tembusnya. Sinar gamma mengeluarkan energi sebesar 1 MeV untuk dapat
menembus air dengan kedalamam 20-30 cm sedangkan berkas elektron mengeluarkan energi
sebesar 10 MeV untuk dapat menembus air sedalam 3,5 cm.
2.3 Dosis radiasi
Menurut Herman (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap kedalam
material dan merupakan faktor utama pada irradiasi makanan sering kali untuk tiap jenis
makanan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau jumlah
radiasi yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan
tercapai. Sebaliknya menurut (Winarno, et al,1991). jika dosis berlebihan, makanan mungkin
akan rusak sehingga tidak dapat diterima konsumen. Besarnya dosis radiasi yang dipakai
dalam pengawetan makanan tergantung dari jenis bahan makanan dan tujuan irradiasi
persyaratan dosis yang dibutuhkan untuk mengirradiasi jenis pangan tertentu dapat dilihat pada
tabel 1.

116

SIGMA Vol. 13, No. 2, Juli 2010

Kajian Pemanfaatan Radiasi Sinar Gamma (Co-60) Pada Sistem Pengawetan Makanan

Tabel 1. Penerapan dosis dalam berbagai irradiasi pangan


Tujuan
Dosis rendah (s/d 1 KGy)

Dosis (KGy)

Produk

Pencegahan pertunasan

0,05-0,15

Pembasmi seragga dan penyakit

0,15-0,50

Perlambatan proses fisiologis

0,50-1,00

Kentang, bawang putih, bawang


Bombay, jahe.
Serealia, kacang-kacangan, buah
segar dan kering, ikan, daging
kering.
Buah dan sayur segar.

Dosis sedang (1-10 KGy)


Perpanjang masa simpang
Pembasmi mikroorganisme
perusak dan pathogen
Perbaikan sifat teknologi pangan

1,00-3,00
1,00-7,00
2,00-7,00

Ikan, arbei segar


Hasil laut segar dan beku, daging
unggas segar/beku
Anggur (meningkat sari), sayuran
kering
(mengurangi
waktu
pemasakan).

Dosis tinggi (10-50 KGy)


Pensterilan industri, pensterilan
bahan
tambahan
makanan
tertentu dan komponennya

10-50

Daging, daging unggas, hasil laut,


makanan
siap
hidang,
dan
makanan steril.

Tabel 1 di atas hanya digunakan untuk tujuan khusus. Dari Komisi Codex Alimentarius
Gabungan FAO/WHO belum menyetujui penggunaan dosis ini. Pengukuran dosis agar bahan
pangan dapat menerima dosis irradiasi secara tepat dilakukan dengan menggunakan suatu
sistem dosimetri-dosimetri merupakan suatu metode pengukuran dosis serap (absorbsi) radiasi
terhadap produk dengan teknik pengukuran yang didasarkan pada pengukuran ionisasi yang
disebabkan oleh radiasi menggunakan dosimetri. (Bryun, 2002)
2.2.1 Dosis serap
Dosis serap merupakan jumlah energi yang diserahkan radiasi atau banyaknya energi
yang diserap oleh bahan permassa bahan itu jadi dosis serap merupakan banyaknya energi
yang diberikan oleh radiasi pengion kepada medium. (Akhadi,2000) Secara matematis dosis
serap dituliskan dalam rumus:
dE
(2.1)
D=
dm
keterangan:
dE : Energi yang diserap oleh medium ( joule)

dm : Massa (Kg )

D : Dosis serap ( j .Kg 1 )

Turunan dosis serap terhadap waktu disebut laju dosis serap dan dirumuskan dengan
persamaan:
dD
(2.2)
=
dt
keterangan:
: Laju dosis serap (Gy/s-1)

dD : Dosis Serap j.Kg


dt : Waktu pada saat penyerapan (s-1) (Akhadi,2000)
Dosis total radiasi

SIGMA Vol. 13, No. 2, Juli 2010

117

Rini Safitri dan Lenni Fitri

Suatu medium yang berada dalam suatu medan radiasi akan menerima dosis radiasi
yang besarnya sebanding dengan lamanya penyinaran, semakin lama penyinaran, akan
semakin besar dosis radiasi yang diterima, demikian sebaliknya secara matematis dirumuskan
sebagai berikut
D : .t
(2.3)
Dimana:
D : Dosis akumulasi (Ci)
: Laju dosis (Ci/jam)
t : Waktu (Jam)
Jarak radiasi
Jarak pada suatu radiasi berkaitan dengan fluks () radiasi, fluks radiasi pada suatu titik
akan berkurang berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara titik tersebut dengan sumber
radiasi. Untuk mengetahui pengaruh jarak terhadap fluks radiasi sumber yang memancarkan
radiasi dengan jumlah pancaran S (radiasi/S). Fluks radiasi didefinisikan sebagai jumlah radiasi
yang menembus luas permukaan masing-masing adalah:
S
:
(2.4)
4R 2
Dimana:
: Fluks radiasi (S/cm2)
S : Pancaran radiasi (Ci)
R : Jari-jari bola
Laju dosis serap pada jarak
Dengan mengetahui laju paparan dari sumber yang beraktivitas 1 Ci pada jarak 1 meter,
sumber pancaran sinar gamma dengan energi gamma dipancarkan E (MeV) akan
menghasilkan laju paparan () pada titik berjarak 1 meter dari sumber dirumuskan
(1m) : 0,52 niEi

( R/Jam)/Ci

Dengan ni adalah fraksi sinar- ke-i terhadap jumlah seluruh sinar- yang
sumber. Dan Ei adalah energi sinar- ke-i yang dipancarkan sumber.

(2.5)
dipancarkan

3. Metodologi
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk cabai yang banyak dijual
dipasar tradisional, namun dalam penggunaannya belum diketahui apakah ada mikroba atau
tidak dalam serbuk cabai tersebut.
3.1 Pengujian mikroba
Sampel yang telah dibeli dipasar kemudian diuji dengan menggunakan metode ALT
(angka lempeng total) yang dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA
UNSYIAH.
Sumber radiasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah radiasi berenergi tinggi yang
dikenal dengan nama radiasi pengion (sinar gamma (Co-60)) yang telah tersedia dilaboratorium
Material Jurusan Fisika FMIPA UNSYIAH.
3.2 Proses penyinaran
Sebelum melakukan penyinaran dengan menggunakan sampel terlebih dahulu
ditentukan latar belakangnya yaitu perhitungan tanpa ada sampel prosesnya sebagai berikut
sinar gamma ditempatkan kearah yang terlindungi misalnya kearah dinding, selanjutnya
dicacah dengan menggunakan detektor selama 15 menit, 60 menit dan 120 menit dengan jarak
25 cm, diulangi sebanyak 3 kali sampai dianggap stabil. Demikian pula pada jarak 45 cm.
Setelah detektor dan sumber radiasi dianggap stabil, bungkus plastik kosong diletakkan
diantara detektor dengan sumber radiasi kemudian disinari selama 15 menit, 60 menit dan 120
menit pada jarak 25 cm untuk mendapatkan hasil cacahan tanpa ada sampel, setiap bungkusan
diulangi sampai 3 kali, demikian pula pada jarak 45 cm.

118

SIGMA Vol. 13, No. 2, Juli 2010

Kajian Pemanfaatan Radiasi Sinar Gamma (Co-60) Pada Sistem Pengawetan Makanan

Setelah semua rancangan peralatan dianggap stabil sampel (serbuk cabai) dimasukkan
kedalam bungkusan plastik, kemudian disinari dengan menggunakan sinar gamma. Selama 15
menit, 60 menit, dan 120 menit pada jarak 25 cm, setiap sampel diulangi sampai 3 kali.
Demikian pula pada jarak 45 cm pada perlakuan yang sama.
Adapun proses penyinaran dapat dilihat pada gambar di bawah:

Gambar 3.2. Proses Penyinaran


3.3 Pegujian sampel
Pengambilan data untuk jarak penyinaran adalah dengan variasi jarak sumber radiasi
dengan sampel yaitu pada jarak 25 cm, dan 45 cm. Data yang didapatkan dilihat pada hasil
cacahan. Setiap sampel disinari selama 15 menit, 60 menit, dan 2 jam dan dicatat hasil
cacahannya. Perhitungan mikroba dilakukan sebelum dan sesudah penyinaran, sebelum
melakukan perhitungan mikroba dilakukan proses pengenceran. Pengenceran dilakukan
dengan menggunakan pipet volume steril, 1 gr serbuk cabai dimasukkan kedalam tabung reaksi
steril yang berisi 9 ml aquades steril, lalu dikocok sampai homogen dan diberi tanda 10-1 diambil
1 ml sampel dari tabung pertama dan dimasukkan kedalam 9 ml aquades yang lain diberi tanda
10-2 dan dilakukan sampai didapatkan pengenceran 10-5.
Setelah dilakukan proses pengenceran selanjutnya dilakukan proses penanaman
mikroba Sebelum melakukan penanaman mikroba ruangan dan tempat penanamannya harus
steril. Dari setiap pengenceran diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam cawan petri serta dibuat
duplo diantara lampu bunsen, selanjutnya ditambahkan media dan diratakan dengan
membentuk angka 8 sampai media mengeras, diinkubasi pada suhu 250C selama 24 jam
dengan posisi terbalik.
Setelah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya dilakukan perhitungan mikroba,
perhitungan mikroba dilakukan dengan cara menggunakan metode hitung cawan petri. (plate
cawan metode) (Fardiaz,1993). Hasil pengamatan dari mikroba disajikan dalam bentuk tabel
dan gambar.
4. Hasil dan Pembahasan
Hubungan waktu paparan radiasi dan jarak terhadap jumlah mikroba.
Gambar 4.1 merupakan data hasil perhitungan jumlah mikroba setelah penyinaran dan
sebelum penyinaran dengan variasi jarak dan waktu paparan radiasi. Maka didapatkan grafik
hasil perhitungan jumlah mikroba dapat dilihat pada gambar berikut:

SIGMA Vol. 13, No. 2, Juli 2010

119

Rini Safitri dan Lenni Fitri

Jumlah mikroba yang mati (%)

105
90
75
60
45
30
15
0
0

50

100

150

Waktu (m enit)
Jarak 25 cm

Jarak 45 cm

Gambar 4.1. Grafik hubungan jumlah mikroba terhadap waktu variasi jarak
Pada Gambar 4.1 menunjukkan, hubungan antara jarak terhadap jumlah mikroba setelah
penyinaran dan sebelum penyinaran, teramati dengan jelas bahwa pada jarak 25 cm selama 15
menit waktu penyinaran jumlah mikroba yang terbunuh sebanyak 35 % dari jumlah mikroba
sebelum penyinaran. Dalam waktu penyinaran 60 menit untuk jarak yang sama maka terbunuh
mikroba sebanyak 70% dari sebelum penyinaran, sedangkan dalam waktu 120 menit terbunuh
jumlah mikroba sebanyak 90%. Sedangkan pada jarak 45 cm dari sumber jumlah mikroba yang
terbunuh selama 15 menit waktu penyinaran yaitu hanya sekitar 6% dari sebelum penyinaran,
untuk waktu penyinaran 60 menit terbunuh sekitar 29% dan pada waktu penyinaran 120 menit
terbunuh sebanyak 89%.
Jumlah mikroba yang terbunuh itu sangat tergantung dari jarak dan lamanya waktu
penyinaran sehingga akan diperoleh fluks radiasi yang berkesesuaian dan juga laju dosis dan
dosis serap yang sesuai untuk mengurangi jumlah mikroba pembusuk yang ada pada sampel
yang disinari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Akhadi, (2000) yang menyatakan bahwa dosis
radiasi sebanding dengan lamanya penyinaran semakin lama penyinaran akan semakin besar
dosis yang diterima.
Irradiasi yang dilakukan pada sampel ini menunjukkan telah terjadi pengurangan jumlah
mikroba pembusuk secara signifikan pada saat sebelum dan sesudah pennyinaran sehingga
metode irradiasi ini dapat menjadi salah satu alternatif proses pengawetan bahan makanan.
Karena dengan terbebasnya sampel dari mikroba pembusuk maka masa simpan bahan
makanan tersebut relatif lebih lama. Untuk menghasilkan sampel yang terbebas dari jamur atau
bakteri pembusuk maka dapat disinari pada sampel makanan yang akan diawetkan. Begitu
juga dengan pengamatan terhadap jumlah mikroba yang hilang setelah penyinaran dengan
fluks, laju dosis dan dosis serap yang dihasilkan sumber pada jarak penyinaran 25 cm dan 45
cm dengan lama waktu penyinaran 15 menit. 60 menit dan 120 menit.
Pada gambar 4.2 menunjukkan pada jarak 25 cm dengan sampel 1 gr dan dosis serap
27 Gy jumlah mikroba yang mati lebih sedikit yaitu dengan jumlah mikroba 3020 dari 4746
mikroba yang ada dan ketika dosis radiasi ditingkatkan menjadi 108 Gy jumlah mikroba yang
mati pun akan semakin meningkat yaitu sebesar 2138 dari 7308 mikroba, dan ketika dosis
serap ditingkatkan lebih besar yaitu sekitar 216 Gy maka jumlah mikroba yang mati hampir
semuanya yaitu 937 dari 9537 mikroba yang terdapat dalam serbuk cabai tersebut.

120

SIGMA Vol. 13, No. 2, Juli 2010

Kajian Pemanfaatan Radiasi Sinar Gamma (Co-60) Pada Sistem Pengawetan Makanan

3600

J u m l a h M i k ro b a / m l

3000
2400
Pada jarak
25 cm

1800
1200
600
0
0

50

100

150

200

250

Dosis Serap (Gy )

Gambar 4.2. Grafik hubungan dosis serap terhadap jumlah mikroba dengan variasi jarak 25 cm
Pada Gambar 4.3 Ketika jarak sampel dengan sumber radiasi menjadi 45 cm dosis
serap yang diterima sampel akan semakin kecil yaitu sebesar 8.30 Gy maka jumlah mikroba
yang matipun sebesar 5047 dari 5370 mikroba yang ada, dan ketika waktu penyinaran
ditingkatkan maka dosis serap yang dihasilkan juga meningkat sebesar 33,21 Gy maka jumlah
mikroba menjadi 2813 dari 4004 mikroba sebelum penyinaran, selanjutnya peningkatan waktu
penyinaran menghasilkan laju dosis serap ditingkatkan menjadi 66,42 Gy maka jumlah
mikroba yang mati sebanyak 126 dari

6000

J u m la h M ik ro b a /m l

5000
4000
3000

Pada jarak
45 cm

2000
1000
0
0

10

20

30

40

50

60

70

Dosis Serap (Gy)

Gambar 4.3. Grafik hubungan dosis serap terhadap jumlah mikroba dengan variasi jarak 45 cm
Hal ini disebabkan semakin dekat sampel dengan sumber radiasi akan semakin besar
dosis serapan yang diterima sampel sehingga jumlah mikroba yang matipun semakin banyak.
Begitu pula pada jarak 45 cm semakin jauh sampel dengan sumber radiasi akan semakin kecil
dosis serap yang diterima sampel dan jumlah mikroba yang matipun semakin sedikit.
5. Kesimpulan
Metode irradiasi makanan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam system
pengawetan makanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian 1 gr sampel dengan
jarak sampel terhadap sumber 25 cm yang disinari selama 15 menit, didapati mikroba yang

SIGMA Vol. 13, No. 2, Juli 2010

121

Rini Safitri dan Lenni Fitri

terbunuh sebesar 35 %. Sedangkan untuk penyinaran selama 60 dan 120 menit, mikroba yang
terbunuh masing-masing 70 % dan 90 %. Untuk pengujian dengan jarak sampel terhadap
sumber 45 cm dan lama penyinaran 15, 60, dan 120 menit, mikroba yang terbunuh adalah
masing-masing 6 %, 29 % dan 89 % dan didapati pengurangan jumlah mikroba 90 % untuk
penyinaran 120 menit pada jarak 25 cm. Berdasarkan hasil ini, dapat disimpulkan penggunaan
Co-60 dalam kondisi aman dapat dipakai sebagai suatu teknik pengawetan makanan.
Ucapan terimakasih
Penulis menghaturkan penghargaan dan terimakasih kepada Nova Andalia yang telah
membantu proses penelitian yang dilakukan.

Kepustakaan
Alighourchi. A, et al. 2008. Effect of gamma irradiation on the stability of anthocyanins and
shelf-life of various pomegranate juices. Food Chemistry, 110 10361040
Anon. 1992. Irradiation Of Poultry Prouducts Dept. of Agriculture Food Safety and Inspection
Service 9 CFR part 381final rule. Fed, Regist, 57: 435888-43600
Henrique, J.S. et al. 2008. Effects of gamma-irradiation on caprolactam level from multilayer
PA-6films for food packaging: Development and validation of a gas chromatographic
metho. Radiation Physics and Chemistry, 77, 913 917
Bryun, I, et al. 2002, Dosimetery for Food Irradiation, International Atomic Energy Agency
Technical Report Series no. 409
Doyle, M. E. 2008. FoodIrradiation; Food Research Institute Briefings, UW-Madison
Rifda_naufalin. 2002. Aplikasi Irradiasi Dalam Teknik Pengawetan Makanan. http://www.
Tumoutou.net/visited, 22 desember 2008.
Hudaya, S. 2008. Pelatihan Teknologi Hasil Pertanian dan Pengawetan pangan.
http://www.pengawetanpangandenganirradiasi/, 15 januari 2009.
Akhadi, M,.1997. Pengantar Teknologi Nuklir. Jakarta: Rineka Cipta.
Akhadi, M. 2000. Dasar-Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta: Rineka Cipta.
PELCZar, M. J. dan Chan, E. C. S dengan bantuan Merna, F. P, 2005. Dasar-dasar
Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press).
Pranjnanta, F. 2007. Agribisnis Cabai Hibrida. Anggota IKAP, Jakarta.
Suwarno, W. 1995. Mengenal Asas Proteksi Radiasi. ITB Bandung.
Wiyatno. 2006. Pengantar Reactor Nuklir Dan Telaah Ilmu Klasik dan Kuantum. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

122

SIGMA Vol. 13, No. 2, Juli 2010

Anda mungkin juga menyukai