Anda di halaman 1dari 10

Legalkah Hubungan Kami?

Assalamualaikum Warrahmatullah Wabarakatuh


Saya mempunyai masalah yang ingin dikemukakan dan mengharapkan jawaban dan penjelasan menurut hukum islam.
Masalahnya begini, saya telah menikah dan pernah juga menalak istri saya sebanyak 2 kali (berlainan waktunya)
karena masalah yang tak dapat dielakkan. Kemudian, saya rujuk kepadanya sebelum masa iddah dan itu disetujui oleh
istri saya (kedua perceraian ini juga telah diadukan pada mahkamah syariah). Masalahnya, rujuk yang pertama kami
lakukan dengan mempunyai saksi dan dilakukan di mahkamah syariah di depan hakim. Tetapi, rujuk yang kedua saya
lakukan dan disetujui oleh istri sebelum masa iddah. Bedanya, ini tanpa saksi dan kami tidak pula mengadukan pada
mahkamah syariah sampai hari ini. Kami juga telah menerima surat cerai dan kalau mengikut undang-undang negeri
dan mahkamah syariah, perceraian kami adalah sah. Yang ingin saya tanyakan, apakah rujuk yang kedua saya itu sah
dalam hukum islam (apa yang saya ketahui rujuk, tidak perlu saksi)? Dan ingin juga saya jelaskan, rujuk kedua yang
disetujui istri itu dilakukan semasa dia menjenguk saya di tahanan (penjara). Dan setelah saya dibebaskan, kami
teruskan kehidupan kami sebagai suami istri. Untuk itu, saya amat sangat mengharapkan penjelasan mengenai status
hubungan kami. Terima kasih sebelumnya.
Wassalamualaikum Warrahmatullah Wabarakatuh
JAWABAN:
Waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh
Saudaraku yang semoga dirahmati Allah, di dalam agama Islam, seorang laki-laki muslim (suami) memiliki tiga talak
(cerai) untuk tiga kali. Hal itu sebagaimana firman Allah Taala,

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan
cara yang baik. (al-Baqarah : 229)

Kemudian jika si suami menalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga
dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi
keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) Mengetahui. (al-Baqarah:
230)
Artinya, jika seorang suami menalak istrinya untuk kali pertama dan kedua, maka dia dapat merujuk kembali istrinya
selama belum berakhir masa iddah-nya (masa tunggu bagi seorang wanita untuk tidak melakukan perkawinan setelah
ditalak/dicerai atau kematian suaminya) tanpa akad baru lagi dan mahar baru lagi. Apabila telah selesai masa iddahnya, maka berdasarkan kesepakatan para ulama fikih tidak sah untuk merujuk kembali istri yang telah ditalaknya itu
kecuali dengan aqad baru dan mahar baru lagi. Hal itu sebagaimana firman Allah Taala:




Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan
apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya

berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita
mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang maruf. (al-Baqarah: 229).
Dalam masalah sahnya rujuk, terjadi silang pendapat di antara para ulama, namun pendapat yang nampak rajih (kuat)
adalah bahwasannya rujuk itu sah dengan melakukan jima (persetubuhan) dengan atau tanpa niat untuk rujuk. Adapun
tentang muqaddimah (pemanasan) sebelum jima, maka itu tergantung dari niatnya. Jika ia berniat dengan itu untuk
rujuk, maka sah rujuknya. Namun jika ia tidak berniat untuk rujuk, maka tidak sah rujuknya.
Namun yang menjadi permasalahan bagi si penanya di sini, apakah rujuk kepada istri yang telah ditalak itu diwajibkan
menghadirkan saksi atau tidak?
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat pula. Akan tetapi pendapat yang nampak lebih kuat adalah pendapat
mayoritas ulama seperti imam Abu Hanifah, imam Malik, imam Asy-Syafii menurut pendapat terbarunya, dan pendapat
imam Ahmad dalam salah satu riwayat dari beliau. Mereka berpendapat bahwa saksi dalam merujuk istri yang telah
ditalak hanyalah bersifat anjuran (disunnahkan), dan tidak wajib. Di antara alasan mereka, sebagai berikut:
1. Rujuk adalah hak suami yang tidak perlu adanya kerelaan istri ataupun wali, sehingga tidak diwajibkan adanya saksi.
2. Rujuk bukan merupakan akad baru, akan tetapi hanyalah tindakan melanjutkan hubungan pernikahan yang telah
terputus akibat jatuhnya talak satu dan dua.
3. Firman Allah Taala yang berbunyi,


Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka
dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu. (ath-Thalaq: 2)
Perintah menghadirkan saksi dalam ayat ini bersifat anjuran, bukan wajib. Hal itu disebabkan karena beberapa sebab,
di antaranya:
a) Bahwa perintah Allah dalam ayat tersebut sama seperti perintah-Nya dalam ayat yang lain:

Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli.. (al-Baqarah: 282).
Menurut pendapat mayoritas ulama bahwa jual beli bisa sah tanpa harus adanya saksi.
Selain itu, Nabi n tatkala memerintahkan Umar bin Khaththab z agar Ibnu Umar (putranya) merujuk istrinya (yang telah
ditalaknya), beliau bersabda,

Perintahkan ia untuk merujuk istrinya. (R iwayat Bukhari dan Muslim)
Di dalam hadits ini, Nabi n tidak menyebutkan tentang persaksian.
b) Menghadirkan saksi dalam rujuk hanya untuk kehati-hatian saja dari pengingkaran salah satu pihak, dan demi
menutup rapat-rapat jalan menuju pertikaian dan perselisihan.
c) Talak (cerai) adalah hak suami yang boleh dilakukan tanpa adanya saksi. Demikian pula rujuk merupakan hak suami,
maka boleh dilakukan tanpa harus ada saksi.
d) Dalam surat ath-Thalaq ayat 2 disebutkan pertama kali perintah untuk merujuk atau melepaskan istri yang telah
ditalak, kemudian setelah itu disebutkan perintah menghadirkan saksi. Dengan demikian dapat diketahui, rujuk itu dapat
terjadi sebelum adanya saksi, dan bahwa saksi bukanlah syarat sahnya rujuk. (Lihat Shahih Fiqhus Sunnah, III/272).
Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin -rohimhulloh- berkata: Jika istri yang dirujuknya itu hadir, maka keberadaan

saksi di sini bukan merupakan kewajiban. Namun jika istrinya ini tidak berada di tempat (ghaib), maka keberadaan
saksi adalah wajib. (asy-Syarhul-Mumti, XIII/185-186).
Inilah beberapa alasan yang menunjukkan bahwa perintah menghadirkan saksi dalam ayat tersebut adalah bersifat
istihbab (anjuran), dan bukan wajib.
Dengan demikian, rujuk Anda yang kedua kepada istri anda tanpa saksi dan tanpa melaporkan kepada mahkamah
syariah adalah sah dan tidak ada yang dipermasalahkan. Sedangkan surat cerai yang Anda terima dari mahkamah
syariah tidak perlu dijadikan pegangan (diabaikan saja). Sebab, jika ketetapan hukum Allah dan rasul-Nya bertentangan
dengan undang-undang buatan manusia, maka kewajiban seorang muslim adalah mengikuti dan memegang teguh
ketetapan Allah dan rasul-Nya. Allah Taala berfirman,





Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasulNya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata. (al-Ahzaab: 36)
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan. Semoga dapat menghilangkan kebingungan, dan menjadi tambahan
ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Wallahu alam bish-shawab. (***)
Dijawab oleh: Muhammad Wasitho, Lc

Apakah Cerai dan Rujuk Harus Ada Saksi?

Pertanyaan:
Saya ingin bertanya beberapa hal tentang rumah tangga. Semoga Ustadz berkenan memberikan
jawaban secara ilmiah/syari. Saya harap, hal ini akan bermanfaat bagi saya dan siapa saja yang
mungkin suatu saat akan mengalaminya.
Bagaimana perceraian yang dilakukan tanpa ada saksi? Hukumnya sah atau tidak? Bagaimana pula
ketika akan rujuk? Apakah perlu adanya saksi agar sah atau tidak? Kemudian, ketika talak satu sudah
habis masa iddah-nya dan tidak ada rujuk, bagaimana status perkawinannya? Demikian Ustadz
pertanyaan saya, semoga Ustadz berkenan untuk menjawabnya.
Jawaban:
Tidak ada seorang muslim pun yang ingin kehidupan rumah tangganya pecah. Segala cara dan kiat
dicari untuk mempertahankan bahtera rumah tangga. Apabila tidak mungkin berbaikan kecuali dengan
berpisah, maka apa boleh buat, langkah yang sulit dan getir itu pun harus diambil. Islam memberikan
aturan yang indah dalam kasus ini dengan mensyariatkan talak (perceraian), rujuk (damai kembali
bersatu), dan masa iddah menjadi tiga: dua dengan rujuk, yaitu talak satu dan dua serta satu tanpa
rujuk, yaitu talak tiga atau talak bain, sebagaimana firman Allah,


Talak (yang dapat dirujuk) itu sebanyak dua kali. Setelah itu, boleh rujuk lagi dengan cara yang maruf
atau menceraikan dengan cara yang baik. (QS. Al-Baqarah:229)
Para ulama sepakat bahwa keberadaan saksi tidak disyariatkannya dalam perceraian, sebagaimana
dijelaskan Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nail Al-Authar, 6:267. Namun, para ulama masih berselisih
tentang kewajiban adanya saksi dalam rujuk. Pendapat yang rajih dalam hal ini adalah yang
berpendapat bahwa saksi tidak wajib ada, namun bila ada saksi maka itu yang lebih baik.
Para ulama, yang tidak mewajibkan saksi dalam rujuk, berselisih pendapat dalam cara rujuk yang diakui
syariat. Ada yang menyatakan bahwa cukup dengan berhubungan suami-istri, ada yang menyatakan
bahwa harus dengan niat rujuk, dan ada yang menyatakan bahwa harus dengan ucapan. Pendapat yang
rajih adalah bahwa rujuk dikatakan sah dengan adanya perbuatan atau perkataan yang menunjukan
rujuknya kedua pasutri tersebut, baik dengan hubungan suami-istri atau perkataan. Hal tersebut
menyelishi opini sebagian kaum muslimin bahwa rujuk memerlukan prosedur yang berbelit-belit,
sehingga orang yang berkeinginan rujuk malah tidak jadi melakukan rujuk hanya karena prosedur
tersebut.
Islam mensyariatkan iddah (masa menunggu) agar sang suami dapat meralat kembali talaknya, setelah
hilang rasa marah dan tidak sukanya lalu muncul perasaan ingin memperbaiki bahteranya. Oleh karena
itu, sang suami dilarang mengusir istrinya dari rumah, dan istri yang dicerai dengan talak satu atau dua
tersebut juga tidak boleh pergi untuk tinggal di luar rumahnya. Hal ini jelas ditegaskan Allah dalam
firman-Nya,



Wahai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada
waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar), hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah
kepada Allah, Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka
(diizinkan) keluar, kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah batasan-

batasan dari Allah. Barang siapa yang melanggar batasan-batasan Allah, sesungguhnya dia telah
berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui bahwa barangkali Allah mengadakan
sesudah itu sesuatu hal yang baru. (QS. Ath-Thalaq:1)
Apabila Allah berikan rasa ingin rujuk pada hati sang suami dalam masa iddah tersebut maka sang istri
wajib menerimanya walaupun ia tidak suka. Namun, bila tidak ada rujuk sampai habis masa iddah-nya
maka sang wanita menjadi bebas dan tidak ada keterikatan dengan suaminya terdahulu itu.
Jika keduanya sepakat untuk kembali bersatu setelah itu maka pernikahan yang baru wajib untuk
dilakukan . Hal ini merupakan kesepakatan para ulama, sebagaimana pernyataan Ibnu Hajar
dalam Fathul Bari, Para ulama telah bersepakat bahwa bila lelaki yang merdeka mencerai wanita yang
merdeka setelah berhubungan suami istri, baik talak satu atau dua, maka suami tersebut lebih berhak
untuk rujuk kepadanya walaupun sang wanita tidak suka. Apabila tidak rujuk sampai selesai masa
iddahnya maka sang wanita menjadi orang asing (ajnabiyah), sehingga tidak halal baginya, kecuali
melalui pernikahan baru.

Talak yang sah


1. Suami harus dalam keadaan sadar, sehat dan tidak marah
Imam Al-Bukhari membuat bab khusus dengan judul Bab Talak ketika kalut, terpaksa, mabuk, gila,
marah, linglung, dan sebagainya. Kemudian mengutip sabda Nabi SAW: Amal seseorang
tergantung niatnya
Utsman berkata: orang gila dan mabuk tidak sah talak.
Rasulullah SAW menyatakan : Tidak sah talak dalam keadaan kalut. (HR. Ahmad, Abu Daud & Ibnu
Majah dari Aisyah RA)
Walaupun dalam keadaan lupa talak tidak sah, namun jika dipermainkan atau pura-pura mentalak
istrinya maka talak itu jatuh dan sah. Karena Rasulullah SAW melarang mempermainkan urusan
talak, sebagaimana sabdanya:


Tiga perkara yang sungguh-sungguhnya dan main-mainnya dipandang sungguhan, yaitu nikah,
talak dan rujuk. (HR. At-Tirmidzi, menurut Abu Isa hadits ini hasan gharib)
2. Istri tidak dalam keadaan haid yaitu bersih sebelum dicampuri atau dalam keadaan hamil
Menjatuhkan talaq kepada istri tidak boleh dilakukan sembarang waktu. Berdasarkan sunnah Nabi
SAW, talak itu sah apabila dilakukan pada saat istri bersih dan belum bercampur dengan suaminya,
atau dalam keadaan hamil. Jika menjatuhkan talak pada saat istri sedang haid, atau pada saat
bersih tetapi pernah bercampur, maka hal itu termasuk Talak bidiy dan tidak jatuh talak.
Allah berfirman
Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada
waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta
bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan
janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah
hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu
tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. (QS. Ath-Talak:1)
Ibnu Umar pernah mentalak istrinya yang sedang haid, maka Rasulullah SAW menyuruh Ibnu Umar
untuk kembali kepada istrinya dengan sabdanya: Hendaklah dia kembali kepada istrinya, lalu dia
menahan dia selaku istri hingga ia bersih, kemudian ia haid lagi, lalu ia bersih dari haidnya. Bila ia
pikir akan menceraikan istrinya, maka hendaklah ia menceraikan istrinya (ketika bersih itu) sebelum
bercampur dengannya. Maka itulah iddah yang sesuai seperti yang diperintahkan Allah. (HR. AlJamaah)
Dalam riwayat Muslim diterangkan :
Perintahkanlah dia (Ibnu Umar) kembali kepada istrinya, kemudian ia boleh mentalak istrinya di
waktu bersih atau di masa ia hamil.
Dalam riwayat Ahmad yang derajatnya shahih, Ibnu Umar berkata: Maka Rasulullah SAW
mengembalikan dia (istrinya) kepadaku dan beliau tidak menganggap terjadi sesuatupun (tidak
jatuh talak).
Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa Ibnu Umar rujuk kembali dengan istrinya namun
bukan rujuk dari talak karena talak tersebut tidak dianggap talak yang sah.
Menurut Asy-Syaukani: keterangan-keterangan yang menyatakan talak tersebut tidak dihitung
talak adalah pendapat yang paling kuat. (Nail VI:241)
3. Dihadapan dua orang saksi
Seorang suami yang menjatuhkan talak kepada istrinya dinyatakan sah jika dalam keadaan sehat
akal, tidak dipaksa atau dalam keadaan marah atau mabuk sehingga ia tidak sadar atas ucapan dan
perbuatannya. Maka disinilah pentingnya dua orang saksi, agar tidak terjadi alasan yang dibuatbuat untuk meralat talaknya karena dilakukan diluar kesadarannya.
Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau
lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara
kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran
dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah
niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. (QS. Ath-Talak:2)
Sayyidina Ali berkata kepada orang yang menjatuhkan talak tanpa dua saksi: Apakah engkau
angkat dua saksi yang adil seperti yang diperintahkan Allah Azza Wa Jalla ? Dia menjawab :tidak
Beliau berkata: Pergilah, talak kamu bukan talak (yang sah).

Imran Bin Hushain ditanya tentang seorang laki-laki yang mentalak istrinya tanpa saksi, ia
menjawab: Alangkah jeleknya yang ia perbuat, ia telah mentalak dengan cara bidah (tidak sah).
Sayyid Sabiq dalam FiqhusSunnah nya menjelaskan adanya saksi dalam menjatuhkan talak
hukumnya wajib dan hal ini menjadi pendirian para shahabat dan tabiin seperti Imam Atha, Ibnu
Sirin dan Ibnu Juraij.

Talak Tiga Sekaligus dan Tanpa Saksi


Assalamu alaikum Wr. Wb.
Pa Ustadz yang budiman,
Saya pernah mentalak isteri dengan talak 3 sekaligus.. tapi diluar kesadaran dan tidak ada saksi satupun..
hari itu juga saya meminta maaf dan menarik talak saya dan isteri saya memaafkan.. anak saya masih kecil
baru umur 5 bulan.. sampai sekarang saya masih berkumpul.. apakah saya masih berstatus sebagai suami?
Bagaimana hukumnya Pa Ustadz.
Bagaimana caranya pak ustadz?? Saya tidak mau berpisah..?? Tolong secepatnya dijawab.. atas amal Pa
Ustadz yang telah memberikan bimbingan dan nasehat mudah2-an Allah SWT memberikan keberkahan
pada Pa ustadz baik di dunia maupun di akhirat
Assalamu alaikum warahmatulllahi wabarakatuh,
Para ulama seluruhnya sepakat bahwa saksi tidak pernah diperlukan dalam menjatuhkan talaq, tidak seperti
akad nikah yang diharuskan ada saksi dua orang laki-laki muslim, aqil, baligh, merdekadan bersifat adalah.
Cukup sebuah lafadz dari suami yang intinya menyebutkan salah satu dari tiga lafadz: talak,
firaq atausaraah, maka jatuhlah talak dari suami kepada isteri. Jadi talak itu dilakukan oleh satu pihak,
karena talak bukan akad antara dua belah pihak.
Kasusnya sama dengan seseorang yang bernadzar kepada Allah SWT, apabila impiannya terkabul dia akan
menyembelih seekor kambing qurban. Saat mengucapkan nadzar itu tidak dibutuhkan saksi. Karena tindakan
itu bukan akad jual beli yang melibatkan dua pihak. Keberadaan saksi biasanya terkait dengan keberadaan
dua pihak yang melakukan akad kesepakatan.
Haramnya Menjatuhkan Talak Tiga Yang Dijatuhkan Sekaligus
Para ulama bersepakat bahwa menjatuhkan talak tiga secara sekaligus adalah perbuatan yang haram dan
berdosa. Karena bertentangan dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.
1. Dalil Al-Quran
Talak itu dua kali (QS. Al-Baqarah: 229)
Lalu mana talak yang ketiga? Talak yang ketiga adalah firman Allah SWT berikutnya:
(Setelah itu boleh rujuk lagi) dengan cara yang maruf atau menceraikan dengan cara yang
baik. (QS. Al-Baqarah: 229)
2. Hadits Rasulullah SAW
" ," . .
:
Mahmud bin Lubai ra berkata bahwa Rasulullah SAW bercerita tentang seorang laki-laki yang
menceraikan isterinya talak tiga sekaligus, maka beliau SAW pun berdiri sambil marah dan

berseru, "Apakah orang itu bermain-main dengan kitabullah padahal Aku ada di tengah kalian?"
Sampai ada seorang shahabat yang bertanya, "Ya Rasulullah, bolehkah Aku bunuh orang
itu?" (HR An-Nasai)
Disebut talak tiga karena dilakukan tiga kali dalam waktu yang berbeda. Tidakboleh dijjatuhkan langsung
sekaligus tiga. Karena yang dimaksud dengan kata tiga maksudnya adalah tiga kali mentalak, bukan
sekedar penyebutan kata tiga.
Maka antaratalak satu dengan talak dua, harus dipisahkan dengan rujuk atau kembali. Dan antara talak dua
dengan talak tiga, juga harus dipisahkan dengan rujuk. Bila sudah dua kali talak dan dua kali rujuk lalu masih
dilakukan lagi talak, maka barulah dikatakan talak tiga. Talak tiga artinya talak tiga kali dengan diselingi
masing-masing dengan rujuk.
Maka para ulama mengatakan bahwa talak tiga dalam satu kali lafadz adalah perbuatan yang haram dan
dimurkai Allah. Karena itu bertobatlah kepada Allah SWT karena Anda terlanjur melakukan hal yang dimurkaiNya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat.
Kalau Sudah Terlanjur, Apakah Jatuh Talak?
Apabila ada orang karena ketidak-tahuannya lalu menjatuhkan talak tiga sekaligus kepada isterinya, apakah
talak itu tetap jatuh atau tidak? Kalau jatuh, apakah jatuhnya talak satu saja atau tetap jatuh sebagai talak
tiga?
Para ulama berbeda pendapat. Beberapa ulama lain mengatakan bahwa mentalak tiga sekaligus tidak
menjatuhkan talak.
1. Tidak Jatuh Talak
Di antaranya yang berpendapat demikian adalah Ibnu Taimiyah. Dalam kitab Majmu Fatwa jilid 3 halaman 22
disebutkan bahwa beliau mengatakan tidak ada dalam Quran, Sunnah, Ijma dan Qiyas ulama tentang
jatuhnya talak dalam hal ini. Maka pernikahannya tepat eksis dengan yaqin, isterinya tetap haram dinikahi
orang lain.
Karena talak tiga sekaligus dianggap sebagai talak bidah. Dan bagi kalangan ini, talak bidah malah sama
sekali tidak menjatuhkan talak. Jadi talak model begini sama sekali bukan talak, jadi tidak perlu rujuk atau
apapun. Isteri yang ditalak dengan cara begini tetap masih isteri, tidak ada yang berubah dari perkawinan.
2. Jatuh Talak
Sedangkan jumhur ulama meski mengharamkan talak tiga sekaligus, namun seandainya dilakukan juga,
maka tetap jatuh talak. Tapi mereka berbeda pendapat, apakah jatuh talak tiga atau jatuh talak satu.
2. 1. Jatuh Talak Tiga
Sebagian dari ulama mengatakan jatuh talak tiga, karena beberapa dalil berikut ini:
" . : : " ,
Dari Sahal bin Saad berkata bahwa ketika orang dari Bani Ajlan melian isterinya dia berkata,
"Ya Rasulallah, aku menzhaliminya kalau aku tetap menahannya. Dia Aku talak, Aku talak dan
Aku talak."(HR Ahmad)
Dalil ini dijadikan dalil penguat dari jatuhnya talak tiga dengan satu lafadz, di mana kejadian itu terjadi di
hadapan Rasulullah SAW.

Mereka yang berpendapat seperti ini menggambarkan bahwa talak itu ibarat seorang menjatuh tiga buah
pensil sekaligus. Maka ketiganya akan jatuh secara bersamaan.
2. 2. Jatuh Talak Satu, Bukan Tiga
Pendapat lain mengatakan seandainya ada orang menceraikan isterinya dengan lafadz talak tiga sekaligus
dalam satu majelis, maka meski lafadz talaknya menyebutkan tiga, tapi yang jatuh adalah talak satu, bukan
tiga.
Dalilnya adalah beberapa riwayat berikut ini:
.. . " ,
" . . : . : : . : :.
Dari Ikrimah dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata, "Rukanah telah menceraikan
isterinya talak tiga dalam satu majelis, tapi kemudian dia bersedih menyesalinya.Rasulullah
SAW bertanya kepadanya, "Bagaimana kamu menceraikakannya"? "Dia saya talak tiga",
jawabnya. "Dalam satu majelis?", tanya Rasulullah SAW. "Ya", jawab Rukanah. Rasulullah SAW
bersabda, "Sesungguhnya talak itu hanya talak satu, rujuklah kalau kamu mau." Maka Rukanah
pun merujuk isterinya." (HR Ahmad dan Abu Daud)
Jelas dan tegas dari hadits yang kita baca ini bahwa Rasulullah SAW tidak menganggap talak tiga sekaligus
sebagai talak tiga, tetapi dianggap sebagai talak satu saja. Dan buktinya, Rukanah dipersilahkan untuk
merujuk isterinya kembali. Seandainya jatuh talak tiga, maka tidak mungkin beliau memintanya merujuk
isterinya.
Lalu mengapa ada pendapat yang mengatakan talak tiga bila dijatuhkan dalam satu majelis, bisa jatuh talak
tiga?
Begini ceritanya, dahulu di masa Rasulullah SAW talak tiga yang diucapkan dalam satu lafadz tidak dianggap
talak tiga, tetapi talak satu. Itu hukum dasarnya. Dan ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin AlKhattab radhiyallahu anhuma menjadi khalifah, hal yang sama tetap terjadi. Tapi dua tahu setelah masa
Umar menjadi khalifah, diputuskan perubahan mendasar. Talak tiga yang dijatuhkan dalam satu majelis
diputuskan akan menjadi talak tiga betulan, sehingga tidak boleh lagi merujuk isteri.
Pertanyannya, mengapa Umar mengubah hukum itu?
Karena orang-orang sudah mulai bermain-main dengan lafadz talak tiga dengan satu majelis, sehingga untuk
itu beliau memutuskan siapa yang menceraikan isterinya dengan talak tiga dalam satu lafadz atau satu
majelis, maka akan jatuh talak tiga, bukan talak satu. Sehingga tidak ada kesempatan lagi untuk melakukan
rujuk.
Keterangan ini bisa kita dapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim lewat jalur Ibnu Abbas ra.
Jadi kalau kita mau kembalikan kepada hukum asalnya, sesungguuhnya talak itu tetap jatuh satu, bukan
jatuh tiga. Karena ada dalil yang sangat kuat tentang hal ini. Dan bahwa talak itu jatuh tiga adalah sekedar
ijtihad Umar dalam mengantisipasi keadaan tertentu di masanya.
Kesimpulan
Kalau melihat kasus Anda, maka yang membuat anda masih terikat dengan isteri anda bukan karena saat
menceraikan tidak ada saksi. Yang masih menjadi ikatan adalah karena anda masih punya dua talak lainnya,
karena yang jatuh baru satu talak saja.

Segera rujuk isteri Anda sekarang juga, cukup diniatkan di dalam hati tanpa harus dengan lafadz atau saksi.
Bahkan para ulama mengatakan bahwa merujuk isteri cukup dengan masuk ke kamarnya. Syaratnya, jarak
waktu antara anda menjatuhkan talak dengan rujuk belum sampai tiga kali isteri anda suci dari haidh.
Kalau sudah lewat tiga kali suci dari haidh, terpaksa Anda harus menikah ulang, dengan mahar baru, wali,
saksi dan ijab kabul.
Tapi kalau Anda menggunakan pendapat Ibnu Taimiyah yang mengatakan tidak jatuh talak dengan lafadz
seperti itu, maka Anda tidak perlu merujuknya, karena paa hakikatnya talak tidak terjadi.
Tapi menurut hemat kami, pendapat yang agak aman adalah yang pertengahan. Yaitu talak sudah terjadi tapi
hanya talak satu. Jadi rujuk isteriAnda sekarang juga, baarakallahu fiika
Wallahu alam bishshawab, wassalamu alaikum warahmatullahi wakarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc

Anda mungkin juga menyukai