Anda di halaman 1dari 39

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat menakutkan, dari orang
dewasa sampai anak-anak tidak luput dari cengkeramannya. Dan ternyata
Kanker Retina Mata merupakan penyakit kanker yang menempati urutan
nomor dua terbanyak selain kanker darah atau leukemia. Penyakit kanker
retina ini ditandai dengan bercak putih. Dan ternyata kanker retina ini
menyerang anak-anak yang berumur 0-5 tahun. Dan juga berdasarkan data
badan kesehatan dunia penderita kanker ini terus meningkat dan mencapai 24% diseluruh dunia. Di Indonesia 9.000 penderitanya kanker retina, ini
disebut juga retino blastoma termasuk penderita yang jumlahnya tertinggi
Kanker retina ini pemicunya adalag faktor genetik atau pengaruh lingkungan
dan infeksi virus.
Retinoblastoma adalah kanker yang terjadi pada retina mata. Retina adalah
lapisan mata yang sensitif terhadap cahaya (yang memungkinkan mata untuk
melihat). Retinoblastoma biasanya terjadi pada anak sewaktu masih berada
dalam kandungan sampai berusia 5 tahun, tapi paling sering menyerang anak
berusia dibawah 2 tahun. Retinoblastoma dapat disembuhkan bila terdeteksi
dini. Retinoblastoma yang terjadi pada satu mata disebut sebagai unilateral
dan yang terjadi pada dua mata disebut sebagai bilateral. 90% dari pasien
penderita retinoblastoma tidak memiliki sejarah penderita retinoblastoma
dalam

keluarga.

Sedang

10%

lainnya

memiliki

sejarah

penderita

retinoblastoma dalam keluarga. Retinoblastoma biasanya terjadi pada anak


sewaktu masih berada dalam kandungan sampai berusia 5 tahun, tapi paling
sering menyerang anak berusia 2 tahun.
Dari hal tersebut, maka sangat diperlukannya pengetahuan mengenai
retinoblastoma bagi seorang perawat agar dapat memberikan penanganan
secara tepat sehingga dapat meminimalisir kejadian yang lebih buruk terjadi.

Untuk itu kami membuat makalah ini sebagai bahan pembelajaran mengenai
gangguan sistem persepsi dan sensori pada penderita retinoblastoma.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1

Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan menambah wawasan mengenai
gangguan sistem persepsi dan sensori pada penderita retinoblastoma
dan untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem persepsi dan sensori.

1.2.2
a.

Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep teori Retinoblastoma
b. Mahasiswa mampu merumuskan diganosa Keperawatan pada
pasien Retinoblastoma
c. Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan asuhan keperawatan
pada pasien Retinoblastoma

.3 Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini menggunakan metode study pustaka,
dengan cara mengambil referensi dari beberapa sumber yang ada
hubungannya dengan Retinoblastoma.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

.1 Definisi Retinoblastoma
Retinoblastoma merupakan tumor intraokular kongenital ganas yang
muncul dari retina dan paling umum terjadi pada kanak-kanak (Wong, 2009).
Retinoblastoma adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai saraf
embrionik retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi
secara awal. Rata rata usia klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus
unilateral,

13 bulan pada kasus kasus bilateral. Beberapa kasus bilateral

tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor pada bagian mata yang lain
terdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. ini menunjukkan pentingnya untuk
memeriksa klien dengan dengan anestesi pada anak anak dengan
retinoblastoma unilateral, khususnya pada usia dibawah 1 tahun (Pudjo
Hagung Sutaryo, 2006 )

Retinoblastoma merupakan tumor ganas utama intraokular yang


ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia di bawah lima tahun. Tumor
berasal dari jaringan retina embrional (Mansjoer A. 2005).
Dari beberapa pendapat yang telah kami temukan maka dapat dikatakan
retinoblastoma adalah tumor endoocular pada anak yang mengenai sel syaraf
embrionik retina yang merupakan keganasan intraokuler yang paling sering
terjadi pada anak.

2.2 Insidensi
Retinoblastoma yang merupakan keganasan Intraokular tersering pada
anak. Retinoblastoma mewakili sekitar 4% dari keseluruhan keganasan pada
anak. Diperkirakan 250-350 kasus baru Retinoblastoma terdiagnosa di USA,
5000 kasus ditemukan di seluruh dunia. Lebih dari 95% anak dengan
Retinoblastoma di USA dan di beberapa negara maju bertahan atas keganasan
ini, dimana sekitar 50% bertahan di seluruh dunia. Perbedaan ini disebabkan
adanya deteksi dini di USA dan negara maju dimana tumor masih berada di
mata, sedangkan pada negara berkembang Retinoblastoma sering terdeteksi
setelah adanya invasi ke orbita atau otak
Insiden retinoblastoma di Indonesia rata-rata 1/20000 kelahiran hidup.
Retinoblastoma dapat terjadi baik secara herediter maupun nonherediter.
Diperkirakan sekitar 40% retinoblastoma adalah herediter, 25% di antarnya
bilateral dan 15% adalah unilateral. Sedangkan saudara kandung dan
keturunannya merupakan risiko menderita kanker ini.
Retinoblastoma dapat terjadi secara familial atau sporadik. Hanya 6%-10%
penderita yang mempunyai riwayat familial. Kebanyakan kasus dapat terjadi
pada kedua mata, walaupun beberapa tumor terjadi pada satu mata. Anak dari
pasien retinoblastoma herediter yang sembuh mempunyai satu atau dua
kemungkinan untuk membawa mutasi sel germinal, sedangkan pembawa sifat
(carrier) kemungkinan menderita retinoblastoma adalah 90% jika orang

tuanya menderita retinoblastoma bilateral dan kemungkinan kecil menderita


retinoblastoma unilateral.

2.3 Etiologi
a. kelainan kromosom
Terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu pasang alel dominant
protektif yang berada dalam pita kromosom 13q14. Bisa karena mutasi
atau diturunkan. Penyebabnya adalah tidak
tumor,

yang

sifatnya

cenderung

terdapatnya
diturunkan.

gen

penekan

Kanker

bisa

menyerang salah satu mata yang bersifat somatic maupun kedua mata
yang merupakan kelainan yang diturunkan secara autosom dominant.
Kanker bisa menyebar ke kantung mata dan ke otak (melalui saraf
penglihatan/nervus optikus).
b. faktor genetik
Gen cacat RB1 dapat warisan dari orang tua baik, pada beberapa anak,
bagaimanapun, mutasi terjadi pada tahap awal perkembangan janin. Tidak
diketahui apa yang menyebabkan kelainan gen, melainkan yang paling
mungkin menjadi kesalahan acak selama proses copy yang terjadi ketika
sel membelah.
.4 Klasifikasi
a. Klasifikasi Reese dan Ellsworth
Klasifikasi ini berdasarkan dari perhitungan jumlah, ukuran, lokasi
tumor, dan ada-tidaknya vitreous seeding. Namun hanya dapat
diaplikasikan pada retinoblastoma tipe intraokuler. Tidak dapat dipakai
untuk pasien yang telah stadium ekstraokuler.
Group

penglihatan

sangat

dipertahankan

memungkinkan

untuk

1) Tumor Soliter, ukuran kurang dari 4 diameter disc,


pada atau dibelakang equator
2) Tumor Multipel, ukuran tidak melebihi 4 diameter disc,
semua pada atau dibelakang equator
Group II : penglihatan memungkinkan untuk dipertahankan
1) Tumor Soliter, ukuran 4-10 diameter disc, pada atau
dibelakang equator
2) Tumor Multipel, ukuran 4-10 diameter disc, dibelakang
equator
Group III : penglihatan mungkin dapat dipertahankan
1) Ada lesi dianterior equator
2) Tumor Soliter lebih besar 10 diameter disc dibelakang
equator.
Group IV : penglihatan sulit untuk dipertahankan
1) Tumor Multipel, beberapa besarnya lebih besar dari 10
diameter disc
2) Ada lesi yang meluas ke anterior ora serrata
Group V : penglihatan tidak mungkin untuk dipertahankan
1) Massive Seedingmelibatkan lebih dari setengah retina
2) Vitreous seeding

b. Klasifikasi

retinoblastoma

International

Classification

menurut
for

The

Intraocular

Retinoblastoma:
Grup A: Tumor intraretina kecil, terletak jauh dari fovea dan
diskus.

1) Seluruh tumor berukuran < 3 mm, terbatas pada


retina
2) Seluruh tumor berlokasi 3 mm dari fovea
3) 1.5 mm dari diskus optikus
Grup B: Seluruh tumor lainnya yang berukuran kecil dan
terbatas pada retina
1) Seluruh tumor yang terbatas di retina dan tidak
memenuhi kategori grup A.
2) Tumor berkaitan dengan cairan subretina berukuran
3mm dari tumor tanpa penyebaran sub retina.
Group C: Tumor local dengan penyebaran minimal pada
sub retina atau vitreus.
Group D: Penyakit difus dengan penyebaran signifikan
pada sub retina atau vitreus.
1) Tumor dapat bersifat masif atau difus.
2) Terdapat cairan sub retina, saat ini atau masa
lampau, tanpa penyebaran,

yang maksimal dapat

meliputi hingga seluruh retina.


3) Tumor pada vitreus bersifat difus atau masif yang
dapat mencakup manifestasi greasy atau massa
tumor avaskular
4) Tumor diskrit
5) Terdapat cairan sub retina, saat ini atau lampau,
tanpa penyebaran, yang meliputi maksimal hingga
seperempat retina.
6) Terdapat

penyebaran

lokal

pada

terletak dekat pada tumor diskrit.

vitreus

yang

7) Penyebaran lokal sub retina < 3 mm (2 DD) dari


tumor.
8) Penyebaran difus subretina dapat mencakup bentuk
plak sub retina atau nodul tumor.
Grup E: Terdapat satu atau lebih dari prognosis buruk
dibawah ini:
1) Tumor mencapai lensa.
2) Tumor

mencapai

permukaan

anterior

vitreus

mencakup badan siliar atau segmen anterior mata


3) Diffuse infiltrating retinoblastoma
4) Glukoma neovaskular
5) Media opak dikarenakan perdarahan.
6) Tumor nekrosis dengan selulitis orbital aseptik.
7) Phthisis bulbi

c. Klasifikasi dari American Joint Commission on Cancer


(AJCC) edisi ke 7 tahun 2009:

: Ukuran tumor primer dengan ekstensinya

T1

: Tidak lebih dari 2/3 volume mata, tanpa penyebaran


subretinal atau vitreus

T2

Tidak

lebih

dari

2/3

volume

mata

disertai

penyebaran subretinal atau vitreus dan ablasi retina


T3
T4

: Penyakit intraokuler berat


: Penyebaran ekstraokuler (invasi ke nervus opticus,
chiasma opticus, orbita)

: Keterlibatan Kelenjar Getah Bening regional atau


jauh

M1

: Penyebaran sistemik

d. Klasifikasi berdasarkan International Staging


System for Retinoblastoma (ISSRB):
1) Stadium 0: Pasien diterapi secara konservatif (klasifikasi
preoperatif);
2) Stadium I

: Enukleasi mata, reseksi komplit secara

histopatologik;
3) Stadium II
: Enukleasi mata, terdapat residu tumor
mikroskopik;
4) Stadium III : Ekstensi regional
a) Melebih iorbita
b) Terdapat pembesaran KGB preaurikular atau KGB
servikal;
5) Stadium IV : Terdapat metastasis
a) metastasis hematogen : lesitunggal, lesimultipel
b) perluasanke SSP: lesi prechiasma, massa
intracranial/SSP, tumor mencapai leptomeningeal.

e. Klasifikasi Berdasarkan Gejala Klinik

Di negara berkembang dimana penderita paling banyak ditemukan


pada stadium lanjut, klasifikasi dibuat berdasarkan gejala kliniknya , yaitu:
1) Stadium leukokoria (stadium tenang )

Pada stadium ini pasien tidak merasakan gejala apapun hanya


penglihatan yang menurun sampai visus 0. Saat ini orang tua pasien
sering merasa tidak ada masalah dengan mata anaknya sehingga
kadang dibiarkan , padahal pada tahap inilah pasien masih bisa
diselamatkan dengan tindakan enukleasi (pengangkatan bola mata) ,
jika pada pemeriksaan patologi anatomi N. Optik sudah terkena maka
tindakan selanjutnya adalah kemoterapi. Perlangsungan hidup pada
stadium ini jika cepat ditindak lanjuti biasanya membaik.
2) Stadium exophthalmos

Pada stadium ini massa tumor sudah memenuhi seluruh isi bola
mata, sehingga gejala yang nampak adalah galukoma .Gejala lain
yang dapat nampak adalah strabismus , uveitis , hifema. Stadium ini
biasanya hanya berlangsung beberapa bulan , sehingga jika terlambat
ditangani akan masuk stadium berikutnya. Penanganan pada stadium
ini dilakukan enukleasi kemudian kemoterapi.

Tapi dapat juga

kemoterapi dahulu untuk mengecilkan tumor kemudian dilanjutkan


dengan enukleasi. Prognosis pasien pada stadium ini masih baik , jika
pasien berobat teratur.
3) Stadium glaukomatosa

10

Pada stadium ini bola mata sudah menonjol (proptosis), akibat


desakan massa tumor yang sudah keluar ke extraokuler. Segmen
anterior bola mata sudah rusak dan keadaan umum pasien nampak
lemah dan kurus. Prognosis pada stadium ini buruk, tindakan yang
dilakukan hanyalah untuk mempertahankan hidup pasien. Dilema
yang biasanya dihadapi dalam pengobatan stadium ini adalah kondisi
pasien yang lemah akan diperparah dengan pemberian kemoterapi
yang notabene merupakan drug of choice dari terapi retinoblastoma.
Biasanya dilakukan biopsy dahulu kemudian dilanjutkan dengan
kemoterapi.
4) Stadium metastase

Stadium ini sangat buruk oleh karena tumor sudah masuk ke


kelenjar lymphe aurikuler atau sub mandibula . Penanganan pada
stadium ini hanyalah bersifat paliatif saja.

2.5 Manifestasi Klinis


a. Leukokoria
Leukokoria adalah refleksi putih kekuningan dalam pupil yang
disebabkan oleh tumor di belakang lensa. Warna putih mungkin terlihat
pada saat anak melirik atau dengan pencahayaan pada waktu pupil dalam
keadaan semi midriasis, sehingga gejala ini sering disebut seperti "mata
kucing". Dan merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada
retinoblastoma intra okuler yang dapat mengenai satu atau kedua mata.
b. Penurunan atau menghilangnya pengelihatan dan Strabismus

11

Merupakan gejala dini yang sering ditemukan setelah leukokoria.


Strabismus adalah gangguan visual di mana mata tidak sinkron dan titik
fokus menuju ke arah yang berbeda. Strabismus ini muncul bila lokasi
tumor pada daerah makula sehingga mata tidak dapat terfiksasi.
Strabismus dapat juga terjadi apabila tumornya berada diluar makula tetapi
massa tumor sudah cukup besar.
c. Mata merah
Mata merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang
terjadi akibat retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka dapat
diprediksi sudah terjadi invasi tumor ke nervus optikus. Selain glaukoma,
penyebab mata merah ini dapat pula akibat gejala inflamasi okuler atau
periokuler yang tampak sebagai selulitis preseptal. Atau endoftalmitis.
Inflamasi ini disebabkan oleh adanya tumor yang nekrosis.
d. Hifema
Hifema (hyphema) adalah pendarahan di ruang anterior mata
e. Hipopian
Hipopion (hypopyon) adalah akumulasi sel darah putih (nanah) di
ruang anterior mata.
f. Buftalmus
Merupakan gejala klinis yang berhubungan dengan peningkatan
Tekanan Intra Okuler akibat tumor yang bertambah besar.

g. Pupil midriasis
Midriasis adalah dilatasi (pelebaran) pupil berlebihan karena penyakit,
trauma atau obat-obatan, jika dalam retinoblastoma karena tumor.
Biasanya, pupil melebar dalam gelap dan menyempit dalam terang. Tapi
seseorang denngan pupil midriatik akan tetap melebar, bahkan di
lingkungan yang terang.
h. Propotosis
Bola mata menonjol kearah luar akibat pembesaran tumor intra dan
ekstra okuler

12

2.6 Patofisiologi

13

14

2.7 Komplikasi
a. Ablasio Retina
Suatu keadaan lepasnya retina sensori dari epitel pigmen retina
(RIDE). Merupakan masalah mata yang serius, dapat terjadi pada usia
berapapun, namun sering terjadi pada orang berusia setengah baya atau
lebih tua.
b. Glaukoma
Kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan intra
okuler (TIO), di mana dapat mengakibatkan pencekungan papil syaraf
optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang
dan penurunan tajam pengelihatan. Disebabkan karena saluran cairan yang
keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar dan
bola mata akan menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata,
sehingga bola mata tidak mendapat aliran darah dan saraf mata akan mati.
c. Kebutaan/ kehilangan penglihatan.
Penyebaran kanker ke bagian bagian lain pada tubuh contohnya
osteosarkoma.

15

2.8 Pemeriksaan
2.8.1 Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Fisik Umum
Diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya keadaan
umum yang dapat merupakan penyebab penyakit mata yang sedang
diderita.
b. Pemeriksaan Khusus Mata
1) Pemeriksaan tajam penglihatan
Pada retinoblastoma, tumor dapat menyebar luas di dalam
bola mata sehingga dapat merusak semua organ di mata
yang menyebabkan tajam penglihatan sangat menurun.

2) Pemeriksaan gerakan bola mata


Pembesaran tumor dalam rongga mata akan menekan saraf
dan bahkan dapat merusak saraf tersebut dan apabila mengenai
saraf III, IV, dan VI maka akan menyebabkan mata juling.
3) Pemeriksaan susunan mata luar dan lakrimal
Pemeriksaan dimulai dari kelopak mata, sistem lakrimal,
konjungtiva, kornea, bilik mata depan, iris, lensa dan

4)

pupil. Pada retinoblastoma didapatkan:


a) Leukokoria, yaitu reflek pupil yang berwarna putih.
b) Hipopion, yaitu terdapatnya nanah di bilik mata depan.
c) Hifema, yaitu terdapatnya darah di bilik mata depan
d) Uveitis
Pemeriksaan Pupil
Leukokoria (refleks pupil yang berwarna putih)
merupakan

keluhan

dan

gejala

yang paling sering ditemukan pada penderita dengan


retinoblastoma.
5) Pemeriksaan tekanan bola mata
Pertumbuhan tumor ke dalam bola mata menyebabkan
tekanan bola mata meningkat.
2.8.2

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan dengan anestesi umum
Bertujuan untuk melakukan pemeriksaan bola mata secara
baik, yaitu menentukan diameter kornea, tekanan intra okular,
pemeriksaan funduskopi serta melihat pembuluh darah atau
neovaskularisasi.

16

b. CT Scan/MRI Orbita
CT Scan atau MRI mata untuk melihat perluasan
tumor

dan keterlibatan jaringan di

sekitar mata.

Pada CT Scan tampak lesi padat heterogen dengan


fokus

densitas

klasifikasi.

tinggi

Pada

MRI

yang sesuai dengan


tampak

gambaran

hiperintense (T1, densitas proton), hipointense (T2).


Kalsifikasi fokus hipointense CT
kepala,

terutama

pada

Scan

kasus

atau

MRI

yang dicurigai

herediter, untuk melihat adanya massa intrakranial.


c. BMP/LP
Biopsi sumsum tulang atau pungsi lumbal.
Pemeriksaan ini tidak rutin, dikerjakan bila terdapat
indikasi perluasan tumor keluar dari bola mata.
d. Biopsi
Dengan melakukan biopsi jarum halus maka tumor dapat
ditemukan

jenisnya.

Namun

demikian

tindakan

ini

dapat

menyebabkan terjadinya penyebaran sel tumor sehingga tindakan


ini jarang dilakukan.
e. Funduskopi
Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan gambaran tumor
dengan warna putih atau krem kekuningan, dengan lesi satelit pada
retina, ruang sub retina dan terdapat sel-sel tumor pada korpus
vitreus (Vitreus Seeding). Untuk mendapatkan pemeriksaan
funduskopi yang lebih detail sebaiknya pemeriksaan dilakukan
dengan midriatil untuk melebarkan pupil.
f. Bone Scan
Untuk menunjukkan bila retinoblastoma telah
menyebar

ke tulang

17

tengkorak

atau

tulang

lainnya. Pemeriksaan ini tidak rutin dan dilakukan


hanya

bila ada

indikasi

penyebaran ekstraokuler.
g. X-foto
Pada pemeriksaan X foto,

kuat

hampir

kecurigaan

60-70%

penderita

retinoblastoma menunjukkan adanya kalsifikasi. Bila tumor


mengadakan infiltrasi ke saraf optic foramen optikum melebar.
h. Fluresen angiongrafi
Pada pemeriksaan fluoresen angiografi, pemeriksaan
Funduskopi (pemeriksaan retina dan saraf mata) dapat dilakukan
dengan menggunakan oftalmoskop, lensa pembesar (78D, 90D)
atau dengan funduskopi indirek (Schepen) dengan anestesi umum
pada pupil dilatasi maksimal didapatkan gambaran berupa massa
tumor dan neovaskularisasi pada daerah tumor, tetapi tidak dapat
menampilkan gambaran Vitreus Seeding.
i. USG
USG pada mata dapat memberikan gambaran heterogenitas
dan kalsifikasi jaringan yang identik dengan massa pada
retinoblastoma. USG tidak lebih sensitif jika dibandingkan dengan
Computed Tomografi (CT) yang ideal untuk mendeteksi adanya
kalsifikasi

intraokuler.

Namun,

CT

dikhawatirkan

dapat

memperburuk mutasi gen pada penderita retinoblastoma dengan


usia di bawah 1 tahun karena adanya radiasi dari alat tersebut.

2.9 Penatalaksanaan
Tujuan

utama

dari

penatalaksanaan

Retinoblastoma

adalah

menyelamatkan hidup pasien, sedangkan kembalinya fungsi visual mata

18

merupakan tujuan sekunder (Reddy &Honavar, 2008). Penatalaksanaan


Retinoblastoma melibatkan tim dari berbagai multidisiplin, yaitu disiplin
ilmu onkologi mata, onkologi 3pediatrik, onkologiradiasi, onkologipsikis,
genetika, danonkopatologioftalomologi. Strategimanajementatalaksana RB
tergantungdengantingkatkeparahannya,

sepertiintraokular

RB,

RB

dengankarakteristikrisikotinggi, orbital RB, dan metastasis RB (Pandey,


2013). Tata laksanauntukintraokular RB meliputienukleasi, external beam
radiation

therapy

(EBRT),

cryotherapy,

laser

photocoagulation,

thermotherapy, brachytherapy denganiodine 125 atauruthenium 106


plaques, dansystemic chemotherapy. Sedangkan untuk tatalaksana
ekstraokular RB diberi terapi lebih lanjut (Lin &Obrien, 2009).
a. Terapi Retinoblastoma Intraokular
Stadium dari Retinoblastoma menentukan terapi yang akan
diberikan pada penderita. Klasifikasi Reese-Ellsworth (R-E) untuk
retinoblastoma intraokular ditemukan sejak tahun 1960 dan telah
digunakan selama lebih dari 40 tahun hingga saat ini. Klasifikasi R-E
sangat berguna dalam memperkirakan prognosis penderita yang akan
diterapi dengan External Beam Radiation (EBR). Terdapat 5 stadium
dalam klasifikasi R-E.
b. Enukleasi
Kebanyakan pasien dengan unilateral retinoblastoma yang besar
dan pertumbuhan tumor yang progresif dilakukan enukleasi. Indikasi
lain dari enukleasi adalah pasien dengan bilateral retinoblastoma yang
tidak merespon baik dengan kemoterapi atau dengan terapi lain
dimana enukleasi dilakukan pada mata dengan prognosis yang buruk.
Enukleasi sangat jarang diindikasikan pada kedua mata. Biasanya
enukleasi dilakukan pada kedua mata bila visus kedua mata nol. Dan
dilakukan pada stadium intraokuler. Setelah dilakukan enukleasi dapat
dipasang bola mata buatan untuk menjaga agar kosmetika pasien tetap
baik. Angka kesembuhan pasien unilateral retinoblastoma yang
dilakukan enukleasi mencapai hingga >95%.
c. Eksenterasi

19

Eksenterasi orbita merupakan tindakan pengangkatan seluruh


orbita, termasuk bola mata, jaringan lunak orbita, serta kelopak mata.
Tumor yang sudah meluas kejaringan ekstra okuler atau berinvasi ke
jaringan sekitar mata atau stadium ekstraokuler retinoblastoma maka
dilakukan eksenterasi.
d. Terapi EBR
Terapi EBR mempunyai manfaat yang besar dalam penyembuhan
retinoblastoma. Indikasi terbanyak dilakukannya EBR adalah pada
pasien dengan bilateral retinoblastoma yang mendapat kekambuhan
setelah dilakukan terapi lain pada kedua matanya. Anak dengan tumor
kecil pada daerah makula yang tidak merespon dengan kemoterapi
atau anak yang mengalami kekambuhan setelah dilakukan kemoterapi
dapat diindikasikan untuk mendapat terapi EBR.Target lokasi terapi
EBR adalah seluruh area tumor yang terdapat pada bola mata sampai
sepanjang 1 cm didepan nervus optikus. Angka ketahanan hidup
pasien yang diterapi dengan EBR adalah 53.4% dalam 10 tahun
dengan angka kekambuhan 27,9% setelah 10 tahun terapi. Komplikasi
dari terapi EBR adalah katarak, kerusakan nervus optikus, oklusi total
retina, perdarahan korpus vitreus, dan hipoplasi tulang temporal.
e. Termoterapi
Termoterapi dilakukan dengan mengaplikasikan panas secara
langsung ke tumor, biasanya dilakukan dengan radiasi sinar infra
merah dengan suhu 450oC 600oC. Termoterapi diindikasikan pada
tumor kecil, dengan ukuran diameter 7.
f. Kemotermoterapi
Tumor yang berukuran lebih besar dapat diterapi dengan
kombinasi

antara

termoterapi

dan

kemoterapi

yang

disebut

kemotermoterapi. Pelaksanaan termoterapi dan kemoterapi dilakukan


berselang setiap jam. Terapi kemotermoterapi dapat mengontrol
retinoblastoma sebesar 86%.
Komplikasi dari kemotermoterapi adalah atrofi iris, atrofi diskus
optikus, traksi retina, oedema diskus optikus dan udem kornea.
Kemotermoterapi terutama berguna untuk pasien dengan tumor pada

20

fovea dan nervus optikus dimana pada terapi radiasi atau terapi
fotokoagulasi laser mungkin membuat penurunan penglihatan yang
signifikan.
g. Fotokoagulasi Laser
Fotokoagulasi laser direkomendasikan hanya untuk tumor kecil
yang berlokasi pada bagian posterior. Tumor ditembak dengan argon
laser atau dioda laser atau xenon laser. Tujuan dari terapi ini adalah
untuk menghentikan suplai darah ke jaringan tumor karena efek dari
laser tersebut adalah koagulasi. Efek samping dari terapi ini adalah
ablasi retina, oklusi pembuluh darah retina dan fibrosis pre-retinal.
Efektifitas terapi didapatkan bila dalam satu bulan dilakukan sebanyak
2-3 kali terapi.
h. Cryoterapi
Cryoterapi bertujuan untuk membekukan jaringan tumor dan
membuat jaringan tumor mengalami infark karena kerusakan pada
daerah vaskularisasi tumor. Cryoterapi dapat digunakan sebagai terapi
utama terhadap tumor kecil yang terletak di perifer atau tumor
sekunder yang kecil yang muncul setelah terapi lain sebelumnya.
i. Terapi Retinoblastoma Ekstraokular
Pasien dengan retinoblastoma ekstraokular mempunyai prognosis
yang sangat buruk untuk bertahan hidup. Pada pasien dengan
metastase regional biasanya dipilihkan terapi kombinasi kemoterapi
dengan terapi EBR ataupun eksenterasi orbita. Pada pasien dengan
metastase yang jauh dilakukan kombinasi terapi kemoterapi dosis
tinggi dan terapi EBR.

j. Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker.
Tidak seperti radiasi atau operasi yang bersifat lokal, kemoterapi
merupakan terapi sistemik, yang berarti obat menyebar ke seluruh
tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah menyebar jauh atau
metastase ke tempat lain.

21

Kemajuan yang signifikan dalam penanganan retinoblastoma


intraokular

bilateral

dalam

beberapa

dekade

terakhir

telah

menggunakan kemoterapi sistemik primer. Pemberian kemoterapi


sistemik

mengurangi

ukuran

tumor,

memungkinkan

untuk

penggabungan fokal terapi dengan laser, krioterapi, atau radioterapi.


Saat ini digunakan kombinasi berbagai regimen seperti Carboplatin,
Vincristine, Etoposide dan Cyclosporine. (American Academy of
Ophthalmology, 2007).
Pada tumor berukuran besar, kemoterapi berguna untuk
mengecilkan ukuran tumor, memfasilitasi terapi lokal berikutnya
sehingga menghindari enukleasi atau external beam radiotherapy.
Pada tumor berukuran kecil, kemoterapi dapat digunakan tanpa terapi
lainnya, juga untuk melindungi visus sebisa mungkin, tetapi resiko
kekambuhan tumor meningkat. (Kanski, 2007).
Anak-anak mendapat obat kemoterapi secara intravena setiap 3-4
minggu untuk 4-9 siklus kemoterapi.
Keberhasilan

pengobatan

dengan

kemoterapi

dipengaruhi

beberapa faktor yaitu:


1) Beban tumor
Suatu masa tumor yang mencapai berat 1 kg yang terdiri dari
sekitar 1012 sel umumnya menyebabkan kematian pasien.
Pemberian kemoterapi tunggal umumnya tidak dapat membasmi
seluruh sel ganas ini. Obat kemoterapi tidak membasmi sel tumor
menurut jumlah absolut, tetapi menurut presentasi tertentu. Bila
diumpamakan pemberian satu kemoterapi dapat membasmi 90%
sel tumor dari jumlah 109 sel, maka tersisa sel 108 yang tidak mati
dan kemudian akan tumbuh kembali. Makin besar masa tumor
pada awal pengobatan, makin buruk pula hasil pengobatannya
(Setiabudi, 2010).

22

Bila pemberian satu obat kemoterapi menyisakan 10% sel


tumor, maka pemberian kombinasi 2 macam obat dengan
mekanisme kerja yang berbeda akan menyisakan 1% sel tumor
yang tidak mati. Dan pemberian 3-4 macam kemoterapi dengan
mekanisme kerja yang berbeda, sepanjang dapat ditoleransi pasien
dan sel tumor sensitif terhadap obat itu, akan menyisakan sel tumor
yang masih hidup masing-masing 0,1 dan 0,01%. Teori bahwa
terapi kombinasi kemoterapi yang memberikan hasil lebih baik dari
obat tunggal ini telah terbukti pada berbagai penelitian klinik
(Setiabudi, 2010).
2) Heterogenitas sel tumor
Suatu masa tumor terdiri dari sel-sel yang heterogen. Secara
genetik sel tumor kurang stabil dibandingkan dengan sel biasa,
karena itu selama pembelahan sel seringkali terjadi mutasi
sehingga terbentuk berbagai subpopulasi sel tumor. Sel-sel tumor
yang sensitif umumnya mati pada tahap awal pemberian
keomterapi sehingga hanya subpopulasi sel resisten yang bisa
hidup. Lama-kelamaan tumor yang berukuran besar didominasi
oleh sel yang resisten. Fenomena ini juga menjelaskan mengapa
respon pengobatan yang baik terlihat pada awal pemberian
kemoterapi kemudian memburuk dalam terapi lanjutan walaupun
obat yang diberikan tetap sama (Setiabudi, 2010).
3) Resistensi terhadap kemoterapi
Kebanyakan resistensi tumor terhadap kemoterapi disebabkan
karena sel kanker secara genetik tidak stabil. Sifat ini
menyebabkan laju mutasi pada sel tumor ini tinggi dan hal ini
mengakibatkan terbentuknya berbagai subpopulasi sel yang
heterogen. Sebagian subpupolasi sel ini bersifat resisten terhadap
obat (Setiabudi, 2010).
4) Intensitas dosis
Intensitas dosis adalah dosis kemoterapi yang diberikan
kepada pasien dalam kurun waktu tertentu. Dalam pemberian

23

kemoterapi, dosis seringkali tidak dapat diberikan secara optimal


karena terhambat oleh toksisitas obat atau pemberian obat
terhambat karena pulihnya kondisi pasien tidak secepat seperti
yang diharapkan sehingga pemberian dosis berikutnya terpaksa
ditunda. Hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya efikasi
pemberian kemoterapi (Setiabudi, 2010).
5) Faktor spesifik pada pasien
Meskipun sensitivitas sel tumor merupakan determinan utama
dalam menentukan keberhasilan pengobatan kanker, berbagai
aspek farmakokinetik yaitu cara pemberian, bioavailabilitas,
metabolisme, dan eliminasi obat juga memegang peran penting.
Banyak obat kemoterapi mempunyai batas keamanan yang sempit
dan ini berarti bahwa dosis yang terlalu kecil mungkin tidak
memberi efek terapi, tetapi pada dosis yang sedikit terlalu tinggi
sudah dapat menimbulkan efek toksik (Setiabudi, 2010).
Tujuan penggunaan kemoterapi :
1) Terapi adjuvan
Kemoterapi yang diberikan sesudah operasi, dapat sendiri
atau bersamaan dengan radiasi, dan bertujuan untuk membunuh
sel yang telah bermetastase.
2) Terapi neoadjuvan
yang diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan massa
tumor, biasanya dikombinasi dengan radioterapi.
3) Kemoterapi primer
Digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor yang
kemungkinan kecuali untuk diobati, dan kemoterapi digunakan
hanya untuk mengontrol gejalanya.
4) Kemoterapi kombinasi
Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi.
5) Kemoterapi induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dari berbagai terapi
berikutnya.

24

Syarat kemoterapi
1) Keadaan umum pasien cukup baik
2) Pasien dan keluarga mengerti tujuan dan efek samping kemoterapi
3) Faal ginjal dan hati baik
4) Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi
Indikasi pemberian kemoterapi
1) Untuk penyembuhan kanker
2) Memperpanjang hidup pasien
3) Memperpanjang intervensi bebas kanker
4) Menghentikan progresi kanker
5) Mengecilkan volume kanker
Jenis-jenis kemoterapi
1) Kemoterapi induksi
Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor
atau jumlah sel kanker.
2) Kemoterapi adjuvan
Diberikan sesudah pengobatan lain, seperti pembedahan radiasi.
Tujuannya untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa
atau metastase kecil yang ada.
3) Kemoterapi primer
Dimaksudkan pada pengobatan utama pada tumor ganas,
diberikan pada kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya
diberikan dahulu daripada pengobatan lain seperti bedah atau
radiasi.
4) Kemoterapi Neo-Adjuvan
Diberikan dahulu sebelum pengobatan lai . tujuannya untuk
mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi
akan lebih berhasil.

25

Cara Kerja Kemoterapi


Obat kemoterapi aktif pada saat sel sedang bereproduksi
sehingga sel tumor yang aktif merupakan terget utama dalam
kemoterapi. Namun oleh karena sel yang sehat juga bereproduksi maka
tidak tertutup kemungkinan mereka juga akan terpengaruh oleh
kemoterapi yang akan muncul sebagai efek samping obat (Sukardja,
2000).
Efek Samping Kemoterapi
Efek

samping

dapat

muncul

ketika

sedang

dilakukan

pengobatan atau beberapa waktu setelah pengobatan. Efek samping


yang bisa timbul adalah :
1) Lemas
Efek samping yang umum timbul. Timbulnya dapat mendadak
atau perlahan. Tidak langsung menghilang dengan istirahat, kadang
berlangsung hingga akhir prngobatan.
2) Mual dan Muntah
Ada beberapa obat kemoterapi yang membuat mual dan muntah.
Selain itu ada beberapa orang yang sangat rentan terhadap mual
muntah. Hal ini dapat dicegah dengan obat anti mual yang
diberikan sebelum/selama/sesudah pengobatan kemoterapi. Mual
dan muntah berlangsung singkat ataupun lama.
3) Gangguan pencernaan
Beberapa jenis obat kemoterapi berefek diare. Bahkan ada yang
menjadi diare disertai dehidrasi berat yang harus dirawat. Sembelit
kadang bisa terjadi.
Bila diare: kurangi makanan berserat, sereal, buah dan sayur.
Minum banyak untuk mengganti cairan yang hilang.
Bila susah BAB: perbanyak makan berserat, olahraga ringan bila
memungkinkan.
4) Sariawan

26

Beberapa obat kemoterapi menimbulkan penyakit mulut seperti


terasa tebal atau infeksi. Kondisi mulut yang sehat sangat penting
dalam kemoterapi.
5) Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau
tiga minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan
rambut rpatah di dekat kulit kepala. Dapat terjadi setelah beberapa
minggu terapi. Rambut dapat tumbuh lagi stelah kemoterapi
selesai.
6) Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati
rasa pada jari tangan atau kaki serta kelemahan pada otot kaki.
Sebagian bisa terjadi sakit pada otot.
7) Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi dapat mempengaruhi kerja
sumsum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah,
sehingga jumlah sel darah menurun. Yang paling sering adalah
penurunan sel darah putih(leukosit). Penurunan sel darah terjadi
pada setiap kemoterapi dan tes darah akan dilaksanakan sebelum
kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah
kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat mengakibatkan:
a) Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh karena jumlah leukosit menurun
karena leukosit adalah sel darah yang berfungsi untuk
perlindungan terhadap infeksi.
b) Perdarahan
Keping

darah

pembekuan

(trombosit)

darah.

berperan

Penurunan

pada

jumlah

proses

trombosit

mengakibatkan perdarahan sulit berhenti, lebam, bercak


merah dikulit.
c) Anemia

27

Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah yang


ditandai dengan penurunan Hb. Karena Hb letaknya di
dalam sel darah merah. Akibat anemia adalah seseorang
menjadi merasa lemah, mudah lelah dan tampak pucat.
Kemoterapi merupakan pengobatan kanker dengan memakai
obat-obat anti kanker. Obat-obat ini seringkali dipakai sebagai
bagian dari multimodality therapy, bersamaan dengan pembedahan
dan radioterapi. Proses ini memakan waktu yang lama, tergantung
pada tipe dan sifat tumor.
Kemoterapi didefinisikan sebagai suatu terapi pengobatan yang
bertujuan untuk mengurangi volume tumor dan mencegah sel
tumor membelah dan menyebar. Kemoterapi didesain untuk
membunuh sel kanker melalui berbagai fase siklus sel yang
berbeda. Kemoterapi dapat diberikan secara intravena, intraarteri,
subkutan, intramuscular. Pemberian secara intravena paling banyak
dilakukan (Modul In House Training Kemoterapi RS Kanker
Dharmais, 2012).
Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh terapi
lokal (gabungan) sekarang secara lebih sering digunakan visionsparing tecnique. Kebanyakan studi Chemoreduction untuk
Retinoblastoma

menggunakan

Vincristine,

Carboplatin,

dan

Epipodophyllotoxin, lainya Etoposide atau Teniposide, tambahan


lainya Cyclosporine. Agen pilihan sebaiknya bervariasi dalam
jumlah dan siklus menurut lembaga masing-masing. Kemoterapi
jarang berhasil bila digunakan sendiri, tapi pada beberapa kasus
terapi lokal (Kriotherapy, Laser Photocoagulation, Thermotherapy
atau Plaque Radiotherapy) dapat digunakan tanpa Kemoterapi.
Efek samping terapi Chemoreduction antara lain hitung darah yang
rendah, rambut rontok, tuli, toksisitas renal, gangguan neurologik
dan jantung. Leukemia myologenous akut pernah dilaporkan
setelah pemberian regimen chemoreduction termasuk etoposide.

28

Pemberian

kemoterapi

lokal

sedang

diteliti,

berpotensi

meminimalkan komplikasi sistemik.


Cara mengatasi efek samping kemoterapi
1)
2)
3)
4)

Pemberian anti mual muntah


Saat mersa mual duduk ditempat yang segar
Makan makanan tinggi protein dan karbohidrat
Lakukan perawatan mulut dengan menggosok gigi sebelum
tidur dan setelah makan. Bila tidak dapat menggosok gigi

karena gusi berdarah gunakan pembersih mulut


5) Berikan pelembab bibir sesuai kebutuhan.
Periocular Chemotherapy
Periocular Chemotherapy yang akan datang dimasukkan dalam
COG trial berdasarkan pada data terbaru penggunaan carboplatin
subconjunctiva sebagai terapi Retinoblastoma pada percobaan
klinis phase 1 dan 2, keduanya baik vitreous seeding dan tumor
retina didapati adanya respon terhadap terapi ini. Toksisitas lokal
minor berupa orbit myositis pernah dilaporkan setelah pemberian
Carboplatin subconjuctiva dan respon terhadap kortikosteroid oral,
dan reaksi yang lebih berat termasuk optik atropi pernah
dilaporkan.
2.10 Pencegahan
Melakukan skrining genetik kemudian jika di dalam keluarga
terdapat riwayat retinoblastoma, sebaiknya mengikuti konsultasi genetik
untuk membantu memprediksi risiko terjadinya retinoblastoma pada
keturunannya

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

29

3.1 Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Pasien : Nama, usia : sering terjadi pada anak-anak dibawah 2
tahun, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk Rumah Sakit, tanggal
pengkajian, No. Register, dan diganosa medis.
Identitas Penanggung Jawab : Nama ayah atau ibu,usia, pendidikan,
pekerjaan/sumber penghasilan, agama dan alamat.
2) Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan saat ini juga alasan kenapa masuk Rumah
Sakit.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Gejala awal yang muncul pada anak. Bisa merupa bintik putih pada
mata tepatnya pada retina, terjadi pembesaran, mata merah dan besar.
4) Riwayat Penyakit Dulu
Ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama atau
tidak.
5) Riwayat Penyakit Masa Lalu
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik mencakup Keadaan Umum pasien, Tanda-tanda vital,
keluhan yang dirasakan baik itu ditulis secara Head to toe maupun
persistem.
c. Data Psikologis
d. Data Sosial dan Spiritual :
e. Data Penunjang

f. Analisa Data
Kemampuan dalam mengembangkan kemampuan berpikir rasional sesuai
dengan latar belakang ilmu.
No
Data
1. Data Subjektif :

Etiologi
Tumor tumbuh ke

Pasien mengeluh buram saat

dalam vitreous

melihat sesuatu.

Data objektif :

Leukoria

Visus mata

30

Masalah
Gangguan
persepsi sensori
penglihatan

Penuruna visus mata

Gangguan Penglihatan

Perubahan persepsi
2.

sensori penglihatan
Tumor mencapai

Data subjektif:
Klien mengeluh pandanganya

makula

kabur
Data objektif :

Resiko cedera
(trauma)

Keterbatasan lapang

Tajam penglihatan menurun

pandang

Resiko tinggi cedera

3.

Data subjektif :

Peningkatan massa

Mengeluh nyeri di bagian mata

Nyeri Akut

tumor

Keluhan nyeri saat

menggerakan mata

Peningkatan Intraokuler

Data objektif :

Ekspresi meringis

Mata menonjol

Sering menangis
4.

Bola mata menonjol


Data subjektif :

Retinoblastoma

Gangguan

Klien mengeluh malu

metastase jauh

Konsep diri

Klien mengeluh takut

Data objektif :
Rasa percaya diri berkurang
5

Menutup diri
Data objektif :

Kurang percaya diri

Proptosi, strabismus,
leukoria, G.penglihatan
Pembatasan aktivitas

Suka menyendiri

Proses Sosialisasi

Risiko
gangguan
perkembangan

terganggu
6

Data Subjektif :

Kurang pengetahuan

31

Anxietas

Keluarga terlihat cemas dan

tindakan pre ops

takut
Anxietas

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Gangguan persepsi sensori penglihatan bd gangguan penerimaan sensori
pada mata
b. Resiko tinggi cidera bd penurunan lapang pandang
c. Nyeri akut bd peningkatan massa tumor
d. Gangguan Konsep diri bd perubahan penampilan
e. Resiko gangguan perkembangan bd pembatasan aktivitas
f. Anxietas bd kurangnya pengetahuan mengenai prosedur/tindakan pre-ops,
kehilangan fungsi penglihatan.

32

3.3 Intervensi Keperawatan


a. Gangguan persepsi sensori penglihatan bd gangguan penerimaan sensori
pada mata
Tujuan : Klien bisa beradaptasi dengan keadaan sekarang
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik
2) Klien mampu bekerja sama dalam mengendalikan kondisi penyakitnya
baik medis maupun perawatan
Intervensi
Orientasikan klien pada lingkungannya

Rasional
Orientasi dapat

perasaan pada t
Berikan penjelasan tentang penyakitnya (jika pasiennya anak kecil ke Pengetahuan da

keluarganya)
kerja sama dala
Hindari pergerakan yang mendadak seperti menghentakkan kepala, Mencegah berta
menyisir, batuk, bersin, dan muntah
Jelaskan alternatif tindakan untuk

mengatasi

masalah

yang Pembedahan da

berhubungan dengan penyakitnya sepeto pembedahan, kemoterapi dan yang dapat dilak
lainnya.
b. Resiko tinggi cidera bd penurunan lapang pandang
Tujuan : Resiko cidera tidak ada
Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan
faktor resiko dan untuk melindungi diri dari cidera
2) Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan
keamanan
Intervensi

Rasional

33

Orientasikan klien terhadap lingkungan beserta orang-orang

Memberikan peningkat

yang ada disekitarnya

terhadap lingkungan da

Anjurkan keluarga untuk memberikan mainan yang aman dan

bantuan pada saat mem


Menurunkan resiko me

pertahankan pagar tempat tidur


Arahkan semua alat mainan yang dibutuhkan klien di tempat

tidur
Memfokuskan lapang p

sentral pandangan klien


c. Nyeri akut bd peningkatan massa tumor
Tujuan : Nyeri berkurang dan rasa nyaman terpenuhi
Kriteria Hasil :
1) Lokasi nyeri minimal
2) Skala nyeri berkurang atau skala nyeri 0
3) Klien dapat beristirahat dengan baik
4) Klien menunjukkan wajah yang tidak meringis kesakitan
INTERVENSI
Kaji skala nyeri (1-5)

RASIONAL
Untuk mengetahui tindakan perawatan
selanjutnya
Pengetahuan yang mendalam tentang nyeri
dan kefektifan tindakan penghilangan
nyeri.
Informasi mengurangi ansietas yang
berhubungan dengan sesuatu yang
diperkirakan.
Tindakan ini memungkinkan klien untuk
mendapatkan rasa kontrol terhadap nyeri.

Identifikasi klien dlam


membantu menghilangkan
rasa nyerinya
Berikan informasi tentang
penyebab
dan
cara
mengatasinya
Tindakan penghilangan rasa
nyeri
noninvasif
dan
nonfarmakologis
(posisi,
balutan
(24-48
jam),
distraksi dan relaksasi.
Kolaborasi
pemberian Terapi farmakologi diperlukan
analgetik
memberikan peredam nyeri.
d. Gangguan Konsep diri bd perubahan penampilan
Tujuan : Konsep diri klien ke arah positif
Kriteria Hasil :

34

untuk

1) Klien mau menerima keadaanya sekarang.


2) Reaksi terhadap perubahan ke arah yang positif
INTERVENSI
Dorong klien untuk

RASIONAL
Interaksi yang mencoba meningkatkan

mengungkapkan perasaannya

konsep diri dimulai dengan mengkaji


tentang apa yang dirasakan klien

Bantu klien untuk

tentang penyakit dan pembedahan.


Hal ini membantu klien untuk

mengidentifikasi tingkat

mengubah fokus dari perubahan

mekanisme koping yang

penampila ke semua aspek yang positif

dimiliki
Berikan support sistem

yang menunjang konsep diri.


Mempertahankan kontak sosial

(keluarga, teman dekat dan

kekuatan moral klien dalam

lain-lain)
Ajarkan klien untuk

menghadapi masalahnya.
Meminimalkan perubahan yang ada ke

beradaptasi terhadap

arah konstruktif.

perubahan penampilannya.

e. Resiko gangguan perkembangan bd pembatasan aktivitas


Tujuan : tidak terjadi keterlambatan perkembangan
Kriteria Hasil :
Kenyamanan dalam proses Hospitalisasi
Intervensi
Memaksimalkan manfaat

Rasional
Meningkatkan kemampuan kontrol

hospitalisasi anak
Mempersiapkan anak untuk

diri
Mengorientasikan situasi rumah

mendapatkan perawatan rumah

sakit

sakit
Melibatkan orang tua berperan

Upaya mencegah/meminimalkan

aktif dalam perawatan anak


Berikan kesempatan anak

dampak perpisahan
Keluarga dapat membantu proses

35

mengambil keputusan dan

perawatan selama hospitalisasi

melibatkan orang tua dalam


perencanaan kegiatan
Buat jadwal untuk prosedur terapi

Menurunkan tingkat kejenuhan

dan latihan
Lakukan pendekatan melalui

selama hospitalisasi
Metode permainan merupakan cara

metode permainan

alamiah bagi anak untuk


mengungkapkan konflik dalam
dirinya yang tidak disadari.

f. Anxietas bd kurangnya pengetahuan mengenai prosedur/tindakan pre-ops,


kehilangan fungsi penglihatan.
Tujuan : Kecemasan berkurang, Klien tidak takut dalam menjalani
operasinya
Kriteria Hasil :
1) Klien mampu menggambarkan kecemasannya dan pola kopingnya.
2) Klien Mengerti tentang tujuan perawatan yang diberikan /dilakukan
3) Klien memahami tujuan operasi, pelaksanaan operasi, pasca
operasi dan pronosisnya.
4) Klien akan mengekspesikan kekawatirannya mengenai operasi
yang akan dijalani selama dialog (banyak informasi yang dicari
klien)
5) Klien mau dan bekerja sama dalam tindakan operasi setelah
mengerti ntentang prosedur pembedahan , risiko serta manfaatnya.
6) Klien tenang dan tidak gelisah
7) TTV normal
Intervensi
Kaji tingkat ansietas klien (ringan,

Rasional
Untuk mengetahui sampai sejauh

sedang, berat, atau panik)

mana tingkat kecemasan klien


sehingga memudahkan
penanganan/pemberian askep

36

Berikan kenyamanan dan

selanjutnya.
Agar klien tidak terlalu

ketenteraman hati
Berikan penjelasan mengenai

memikirkan penyakitnya
Agar pasien

prosedur operasi/tindakan operasi

memahami/mengetahui bahwa

Berikan/tempatkan alat pemanggil

apa saja yang harus dilakukan


Agar klien merasa aman dan

yang mudah dijangkau oleh klien

terlindungi saat memerlukan

Gali intervensi yang dapat

bantuan
Untuk mengetahui cara yang

menurunkan ansietas

efektif untuk
menurunkan/mengurangi

Berikan aktivitas yang dapat

kecemasan
Agar klien dengan senang hati

menurunkan kecemasan/ketegangan

melakukan aktivitas karena sesuai


dengan kenginginannya dan tidak
bertentangan dengan program

Ciptakan suasana lingkungan yang


kondusif dan saling percaya

Dengarkan dengan aktif dan validasi


ketakutan klien
Sajikan
informasi
dengan
menggunakan metode model anatami
atau contoh protesis
Diskusikan
tentang
perawatan
preoperatif (premedikasi, sedasi,
infus cairan )

Jelaskan
aktivitas
yang
diperbolehkan
setelah
operasi
(berbaring, ambulasi, latihan nafas
dalam)

37

keperawatan.
Mengungkapkan perasaan dan
kekawatiran
meningkatkan
kewaspadaan diri klien dan
membantu
klien
dalam
mengidentifikasi masalah.
Validasi memberi keyakinan
meningkatkanharga
diri
dan
membantu mengurangi ansietas.
Stimulasi
simultan
berbagai
indera meningkatkan proses
belajar mengajar.
Infromasi tentang apa yang akan
dihadapi
dapat
mengurangi
kecemasan,
sehingga
memungkinkan
klien
mau
berpartisipasi
Informasi dapat meningkatkan
kepatuhan dan memfasilitasi
proses perencanaan pulang.

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Retinoblastoma adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai
saraf embrionik retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi
secara awal. Rata rata usia klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus
unilateral, 13 bulan pada kasus kasus bilateral. Beberapa kasus bilateral
tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor pada bagian mata yang lain
terdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. ini menunjukkan pentingnya untuk
memeriksa klien dengan dengan anestesi pada anak anak dengan
retinoblastoma unilateral, khususnya pada usia dibawah 1 tahun.

38

4.2 Saran
Bagi pembaca makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan kita
tentang gangguan sistem persepsi dan sensori khususnya bagi penderita
retinoblastoma.

39

Anda mungkin juga menyukai