Anda di halaman 1dari 34

23

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Aktualisasi
Majone dan Wildavsky( dalam nurdin dan usman, 2002 ),
mengemukakan

aktualisasi

sebagai

evaluasi.

Browne

dan

wildavsky( dalam nurdin dan usman, 2004:70 ) mengemukakan


bahwa

aktualisasi

adalah

perluasan

aktivitas

yang

saling

menyesuaikan.
Dengan beberapa defenisi di atas maka dapat ditarik
kesimpulan
didefenisikan

yang

menyatakan

sebagai

aktifitas

bahwa
atau

aktualisasi

tindakan

dalam

dapat
suatu

organisasi atau sistem yang telah direncanakan sesuai dengan


norma atau aturan yang berlaku.
2.2.

Nilai
a. Nilai dalam filsafat
Suatu prinsip atau standar untuk mempertimbangkan baik
buruknya sesuatu.Baik adalah sesuatu yang menyenangkan dan
sesuai dengan maksud tertentu sedangkan buruk adalah
sesuatu yang tidak menyenangkan dan tidak sesuai dengan
maksud tertentu.

24

b.Menurut Meglino dan Ravlin


Nilai merupakan keyakinan tentang diinternalisasi sesuai
perilaku, ini dampak (antara lain) bagaimana seorang individu
menafsirkan

informasi.

para

penulis

melakukan

kajian

komprehensif dari literatur dan mengusulkan kerangka kerja


untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi ada nilai penelitian,
menunjukkan sifat iteratif nilai-nilai dan cara bahwa nilai-nilai
dapat mempengaruhi baik persepsi dan perilaku.
2.3.Budaya dan Kebudayaan
2.3.1.Budaya
a. Edward Burnett
Culture or civilization, take in its wide technografhic sense,
is that complex whole which includes knowledge, bilief, art,
morals, law, custom and any other capabilities and habits
acquired by men as a member of society.( Budaya mempunyai
pengertian teknografis yang luas meliputi ilmu pengetahuan,
keyakinan/percaya, seni, moral, hukum, adapt istiadat, dan
berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang didapat
sebagai anggota masyarakat ).
b. Vijay Sathe
Culture is the set of important assumption (opten unstated)
that members of a community share in common. ( Budayaadalah

25

seperangkat asumsi penting yang dimiliki bersama anggota


masyarakat ).
c. Edgar H. Schein :
Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan,
ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai
pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi ekstrenal dan
integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan
oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada angota-anggota
baru sebagai cara yang tepat memahami, Unsur- unsur Budaya,
sebagai Berikut :
1. Ilmu Pengetahuan
2. Kepercayaan
3.Seni
4.Moral
5.Hukum
6.Adat-istiadat
7. Perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat
8. Asumsi dasar
9. Sistem Nilai
10. Pembelajaran/Pewarisan
11.Masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.

26

Adapun

beberapa

karya

pemikir

dan

penulis

telah

mengadopsi tiga sudut pandang berkaitan dengan budaya, sebagai


mana dikemukakan Graves, 1986, sebagai berikut :
1. Budaya merupakan produk konteks pasar di tempat organisasi
beroperasi, peraturan yang menekan, dsb.
2. Budaya merupakan produk struktur dan fungsi yang ada dalam
organisasi, misalnya organisasi yang tersentralisasi berbeda
dengan organisasi yang terdesentralisasi.
3. Budaya merupakan produk sikap orang orang dalam pekerjaan
mereka, hal ini berarti produk perjanjian psikologis antara
individu dengan organisasi.
2.3.2. Kebudayaan
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Kebudayaanlah

yang

menjadikan

suatu

masyarakat

dapat

memandang lingkungan hidupnya dengan bermakna. Dengan


format budaya pula masyarakat menata alam sekitarnya dan
memberikan klasifikasi, sehingga berarti bagi warganya dan dengan
begitu tindakan terhadap alam sekitarnya itu terorientasikan.
Masyarakat pula memila-mila anggota-anggota masyarakat ke

27

dalam kelompok-kelompok menurut penggolongan tingkat dan


lapisan sosial dalam masyarakat.Setiap tingkat, golongan, derajatderajat dalam masyarakat dibedakan oleh sistem simbol dan
titulatur. Simbol dan titulatur dalam masyarakat dan makanan yang
dikonsumsi tidak hanya beraneka jenisnya tetapi juga di atur,
dengan kata lain, karena kebudayaanlah maka lingkungan sekitar
masyarakat dan realitas di dalam masyarakat itu sendiri di atur dan
mendapatkan arti.
Tiga Wujud Kebudayaan, Sebagai Berikut :
a. Wujud

kebudayaan

ide,gagasan,

sebagai

nilai-nilai,

suatu

kompleks

norma-norma,

dari

peraturan

idedan

sebagainya.
b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Jika melihat kembali sejarah kebudayaan sulawesi yang
panjang dan mengagumkan itu, sejak zaman Megalitik hingga
sekarang. Betapa deras arus perubahan yang menerpa pulau
sulawesi. Betapa realitas empirik yang para pendukung kebudayaan
berbagai etnik di sulawesi mengalami berbagai etnik di sulawesi
mengalami berbagai pergeseran. Dan sekarang apalagi yang masih
tersisa sebagai warisan budaya. Kalau kita mencoba merenungkan

28

hal itu dan meninjaunya dari segi penyaringan dan pemeliharaannya


oleh masyarakat pendukungnya dalam hal ini manusia Sulawesi,
dapat di kemukakan dua hal :
a. Terjadi

pewarisan

budaya

yang

berlangsung

dikalangan

masyarakat secara internal.


b. Terjadi pewarisan budaya yang melibatkan pihak luar sebagai
eksotikkultur.
Menurut MC. Iver dalam bukunya jaring-jaring pemerintahan.
Dengan adanya nilai- nilai budaya didasarkan oleh mitos. Mitos itu
sendiri merupakan kepercayaan-kepercayaan yang mengandung
nilai dan gagasan yang dimiliki manusia untuk mereka hidup atau
untuk

yang

memerintah

hidup

mereka.

Setiap

masyarakat

dipersatukan oleh sistem mitos ini, setiap jaringan masyarakat


manusia dilahirkan dalam mitos dan dihidupi oleh mitos. Mitos
adalah falsafah hidup yang paling menyerap, intimasi agama yang
paling dalam cara pengalaman yang paling licin dan tajam,
bersamaan dengan imajinasi manusia beradab yang paling
fantastis.
Untuk dapat memahami suatu masyarakat sangatlah penting
untuk memperhatikan bahwa mitos yang menghidupi hubungan tadi
sering berbeda dari mitos yang menyebabkan mitos itu dilahirkan.
Apabila mitos itu telah ditempuh maka akan banyak orang

29

mengikutinya. Mitos yang asli mungkin akan terlupakan, dan bila


bertahan, maka akan mengalami perubahan.
Maka mitos mengambil kemudi mengendalikan sejauh yang
dia sanggupi. Pemerintahan adalah sekelompok manusia dibawah
otorita, dan mitos mereka yang selalu berubah-ubah pada dasarnya
berdaulat sama, atas yang memerintah maupun yang diperintah.
2.4. Pemerintahan
2.4.1.Defenisi Pemerintahan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh
Tim Pustaka Phoenix memberikan pengertian bahwa Pemerintahan
adalah

kekuasaan

memerintah

sebuah

Negara,

daerah,

wilayah.Badan yang tertinggi yang merupakan sesuatu Negara


seperti kabinet, pengurus, pengelola.
Menurut David Apter,Pemerintahanmerupakan satuan anggota yang
paling umum yang memiliki :
(a)

Tanggung jawab tertentu untuk mempertahankan sistem yang


mencakupnya.

(b)

Monopoli praktis mengenai kekuasaan paksaan.

Menurut W.S.Sayre :
Pemerintahan

merupakan

Government

is

best

the

organized agency of the state,expressing and exercing its authority(

30

sebagai

organisasi

dari

Negara

yang

memperlihatkan

dan

menjelaskan kekuasaannya.
Menurut Robert Mac Iver :
Government is the organization of men under authority, how
man can be govern (sebagai suatu organisasi dari orang-orang
yang mempunyai kekuasaan, bagaimana manusia bisa diperintah).
Menurut Woodrow Wilson :
Govenrment in last, is organized force, not necessariliy or
invariably organized armed force, but two of a few man, of many
man,or of a community prepared by organization to realized its own
purpose with referencesto the common affairsor the community
(Pemerintahan

dalam

akhir

uraiannya

adalah

suatu

pengorganisasian kekuatan, namun tidak saling berhubungan


dengan organisasi kekuatan angkatan senjata. Tetapi dua atau
sekelompok orang dari sekian banyak kelompok orang yang
dipersiapkan oleh suatu organisasi untuk mewujudkan maksudmaksud bersama mereka dengan hal-hal yang memberikan
keterangan

bagi

urusan-urusan

sekelompok).
2. 4.2.Azas- Azas Pemerintahan

umum

kemasyarakatan

31

Menurut Taliziduhu Ndraha dalam bukunya Kybernology(Ilmu


Pemerintahan

baru)

mengemukakan

azas-azas

pemerintahan,

sebagai berikut :
1. Asas belajar dari sejarah
Belajar dari sejarah,dalam hal ini sejarah pemerintahan :
1. Menyadari bahwa rantai pemerintahan tidak terpotong,
tetapi terus berjalan.jadi setiap aktor pemerintahan harus
siap memikul beban sejarah.
2. Menyadari bahwa dalam setiap kejadian atau peristiwa
pemerintahan tidak ada yang terjadi dengan sendirinya,
tetap ada yang bertanggung jawab atas setiap peristiwa.
3. Pemerintah bisa berkaca pada setiap kejadian.
4. Menyadari bahwa adalah kesalah sejarah jika pemerintah
membenarkan kesalahannya dengan alasan bahwa
orang (di negara) lain juga terdapat hal serupa.
2.

Asas kepastian dalam perubahan


Kepastian hukum adalah bingkai perubahan sosial .bingkai adalah
hukum positif. Mengingat masyarakat selalu berubah, maka
bingkai juga selalu diperbaharui.

3. Asas kebersamaan
Kebersamaan dalam hal ini mencakup dua kata inggris equality
dan sharing the same values. Asas kebersamaan menuntut

32

setiap aktor pemerintahan untuk menaati aturan yang sama bagi


semua orang.
4. Asas Omnipresence
serba-hadir, hadir dimana-mana. Sesungguhnya Omnipresent
adalah sifat ilahi. Yang maha kuasa bisa demikian karena dia
adalah roh. Tidak terikat ruang dan waktu. Kualitas tersebut
disifatkan pada manusia dalam hal ini pemerintah. Anggapan
dasar bahwa pemerintah memiliki roh,sebenarnya lebih sebagai
Spritual Power ketimbang sebagai physical power.
5. Asas freies Ermessen
Perubahan sosial yang cepat dan masa depan yang tidak
menentu. Setiap saat pemerintahan menghadapi kondisi dan
situasi sebagai berikut :
1. Ketentuan yang tidak jelas sehingga diperlukan penelitian dan
penafsiran.
2. Lingkungan pemerintahan yang semakin tidak berdaya,
sehingga input dari lingkungan pun lemah.
3. Kebijakan publik yang memerlukan implementasi terus
menerus, baik bottom-up maupun top-down.
4. Jarak kekuasaan, jarak sosial, jarak fisikal atau jarak
geografik, jarak ekonomi, dan jarak historikal yang jauh, tajam
atau pincang.

33

5. Jarak yang berhambatan antara headquarter dengan frontline


pemerintahan.
6. Cek kosong yang harus di isi.
7. Kondisi lapangan yang berkonflik
8. Masa depan yang tidak menentu.
9. Perubahan sosial yang mendadak, cepat tidak terduga.
10. Perubahan global yang pincang dan pasar bebas yang penuh
persaingan.
11. Kondisi dan situasi darurat atau ancaman keselamatan
bangsa.
12. Perubahan internal rezim yang berkuasa.
Dalam menghadapi kemungkinan di atas, pemerintah
memiliki freies Ermessen, yakni kebebasan bertindak menurut
pertimbangan hati nurani demi keselamatan manusia dan
lingkungannya dan memikul tanggung jawab atas kebebasan
tersebut, baik berhasil maupun gagal.
6. Asas keterbukaan
Keterbukaan disini dapat disetarakan dengan, Overt, transparant
dan plain, Keterbukaan penting agar rakyat tidak merasa tertipu.
Menurut
Pemerintahan,

Inu

Kencana

terdapat

daerah, sebagai berikut :

asas

Syafie

dalam

penyelenggaraan

bukunya

Ilmu

pemerintahan

34

1. Asas Desentralisasi
Penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengatur urusan pemerintahan daerah masingmasing.
2. Asas Dekonsentrasi
Pelimpahan

wewenang

pemerintah

pusat

kepada

pejabat

pemerintah pusat yang bertindak sebagai wakil dan di tempatkan


di daerah.
3. Asas Pembantuan
Penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa dari
pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan atau desa serta
dari

pemerintah

kabupaten/Kota

kepada

desa

untuk

melaksanakan tugas tertentu.


2.4.3. Bentuk :Negara, Pemerintah, dan Pemerintahan
a. Bentuk Negara
Menurut

Aristoteles,

berdasarkan

teori

kuantitasnya,

membagi bentuk Negara menjadi tiga, sebagai berikut :

Monarki atau kerajaan


Sebuah pemerintahan oleh satu orang untuk kepentingan
rakyatnya.Bentuk pemerosotan dari pemerintahan ini adalah
tirani/dictator.

35

Aristokrasi
Pemerintahan oleh beberapa orang untuk kepentingan
umum, misalnya; ahli filsafat, cendekiawan serta para
bangsawan.Bentuk pemerosotan dari pemerintahan ini
adalah oligarki yang mendasarkan pada golongan sendiri,
serta pluktorasi, dimana pemimpinnya memerintah hanya
untuk kepentingan orang-orang kaya.

Politea adalah suatu pemerintahan oleh seluruh orang untuk


kepentingan seluruh rakyat. Bentuk pemerosotannya adalah
demokrasi dimana orang-orang yang memerintah tidak
memerintah tidak tahu sama sekali tentang pemerintahan.

b. Bentuk Pemerintah
Bentuk
berdasarkan

pemerintah
cara

adalah

pengisian

pengelompokkan

jabatan

kepala

Negara

negaranya.

Berdasarkan kriteria itu kita mengenal adanya :


kerajaan adalah Negara yang jabatan kepala negaranya diisi
melalui sistem pewarisan.

Republik adalah Negara yang kepala negaranya diisi melalui


cara-cara diluar sistem pewarisan, misalnya melalui proses
pemilu langsung oleh rakyat.

c. Bentuk Pemerintahan

36

Bentuk

pemerintahan

adalah

pengelompokkan

Negara

berdasarkan letak kekuasaan tertinggi dalam sebuah Negara.


berdasarkan kriteria itu, secara tradisional para pakar adanya
Negara :

Monarki adalah bentuk pemerintahan Negara yang kekuasaan


tertingginya berada ditangan seorang penguasa tunggal, yaitu
raja/ratu.

Aristokrasi

adalah

bentuk

pemerintahan

Negara

yang

kekuasaan tertingginya berada ditangan satu lembaga kecil


yang terdiri atas sekolompok orang/ sekelompok elite yang
memiliki hak istimewa.

Demokrasi

adalah

bentuk

pemerintahan

Negara

yang

kekuasaan tertingginya berada di tangan semua warga Negara.


Klarifikasi mutakhir tentang bentuk pemerintahan yang biasa
digunakan para pakar adalah :

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan


untuk membuat keputusan tertinggi dalam suatu Negara
dikontrol oleh semua warga Negara dewasa dari masyarakat
yang bersangkutan.

37

Kediktatoran adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan


untuk membuat keputusan tertinggi dalam suatu Negara di
kontrol oleh satu orang.

Oligarki adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan untuk


membuat keputusan tertinggi dalam suatu Negara dikontrol oleh
sekolompok elite.

2.4.4. Jenis-jenis sistem pemerintahan


a. Sistem pemerintahan Presidensial
merupakan

sistem

pemerintahan

di

mana

kepala

pemerintahan dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak


bertanggung

jawab

bertanggung

jawab

berkedudukan

kepada

parlemen

kepada

sebagai

kepala

presiden
Negara

(legislatif).

Menteri

karena

presiden

sekaligus

kepala

pemerintahan.
Contoh

Negara:

AS,

Pakistan,

Argentina,

Filiphina,

Indonesia.
Ciri-ciri sistem pemerintahan Presidensial:
1.Pemerintahan Presidensial didasarkan pada prinsip pemisahan
kekuasaan.
2. Eksekutif tidak mempunyai kekuasaan untuk menyatu dengan
Legislatif.

38

3. Kabinet bertanggung jawab kepada presiden.


4. eksekutif dipilih melalui pemilu.
b. Sistem pemerintahan Parlementer
suatu system pemerintahan di mana pemerintah (eksekutif)
bertanggung

jawab

kepada

parlemen.

Dalam

sistem

pemerintahan ini, parlemen mempunyai kekuasaan yang besar


dan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan
terhadap eksekutif.Menteri dan perdana menteri bertanggung
jawab kepada parlemen.
Contoh Negara: Kerajaan Inggris, Belanda, India, Australia,
Malaysia.Ciri-ciri dan syarat system pemerintahan Parlementer:
1.Pemerintahan

Parlementer

didasarkan

pada

prinsip

pembagian kekuasaan.
2. Adanya tanggung jawab yang saling menguntungkan antara
legislatif dengan eksekutif, dan antara presiden dan kabinet.
3.Eksekutif dipilih oleh kepala pemerintahan dengan persetujuan
legislatif.
c. Sistem pemerintahan Campuran
Dalam sistem pemerintahan ini diambil hal-hal yang terbaik
dari sistem pemerintahan Presidensial dan sistem pemerintahan
Parlemen.Selain memiliki presiden sebagai kepala Negara, juga
memiliki perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.

39

Contoh Negara: Perancis.


2.5.Konsep dan bentuk pemerintahan demokrasi dalam Negara
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang
kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat baik secara langsung
atau melalui perwakilan. Istilah demokrasi berasal dari bahasa yunani
yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan.
Istilah demokrasi pertama kali di perkenalkan oleh aristoteles
sebagai suatu bentuk pemerintahan yaitu pemerintahan yang
menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak
(rakyat).Abraham Lincoln dalam pidato Gettyburg mendefenisikan
demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat.Dalam hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi pemerintahan
dipegang oleh rakyat.
Bentuk-bentuk demokrasi :
1.Demokrasi langsung
Bentuk demokrasi dimana setiap rakyat mewakili dirinya
sendiri dalam memilih suatu kebijakan sehingga mereka memilih
pengaruh langsung terhadap keadaan politik yang terjadi di era
modern,sistem ini tidak praktis karena umumnya suatu populasi
Negara cukup besar dan mengumpulkan seluruh rakyat kedalam
suatu forum tidaklah muddah, selain itu sistem ini menuntuk
partisipasi yang tinggi dari rakyat,sedangkan rakyat modern

40

cenderung

tidak

memiliki

waktu

untuk

mempelajari

setiap

permasalahan politik yang terjadi di dalam Negara.


2.Demokrasi perwakilan
`

Demokrasi yang dilakukan oleh masyarakat dalam setiap

pemilihan umum untuk menyampaikan pendapat dan mengambil


keputusan bagi mereka
Prinsip-prinsip demokrasi, menurut Almadudi (Sokko guru
demokrasi):
1.

Kedaulatan rakyat

2.

Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah

3.

Kekuasaan mayoritas

4.

Hak-hak minoritas

5.

Jaminan HAM

6.

Pemilihan yang adil,bebas dan jujur

7.

Persamaan di depan hukum

8.

Proses hukum yang wajar

9.

Pembatasan pemerintah secara konstitusional

10. Pluralisme ekonomi,politik dan sosial


11. Nilai-nilai toleransi,pragtisme, kerjasama dan mufakat.

2.6.

Sejarah Undang-undang pemerintahan daerah

2.6.1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1945

41

UU No. 1 Tahun 1945 menyebutkan setidaknya ada tiga


jenis daerah yang memiliki otonomi yaitu: Karesidenan, Kota
otonom dan Kabupaten serta lain-lain daerah yang dianggap perlu
(kecuali daerah Surakarta dan Yogyakarta). Pemberian otonomi itu
dilakukan dengan membentuk Komite Nasional Daerah sebagai
Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD).Sebagai penyelenggara
pemerintahan daerah adalah Komite Nasional Daerah bersamasama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah mengatur rumah
tangga daerahnya.Untuk pemerintahan sehari-hari dibentuk Badan
Eksekutif dari dan oleh Komite Nasional Daerah dan dipimpin oleh
Kepala Daerah.
Di sini tampak bahwa politik hubungan pusat-daerah pada
awal kemerdekaan mengikuti model demokratisasi masyarakat
lokal. Dengan dibentuknya BPRD maka kedudukan karesidenen,
kota, dan kabupaten tidak hanya sebagai wilayah administrasi tapi
juga sebagai daerah otonom. BPRD adalah representasi rakyat
yang tinggal daerah yang bersangkutan kemudian bersama dengan
Kepala Daerah menjalankan urusan rumah tangganya.Konstruksi
ini memberi peran yang lebih besar dan dominan kepada
masyarakat lokal untuk membuat kebijakan sendiri sepanjang
menyangkut urusan rumah tangganya. BPRD tidak hanya terlibat
dalam pembuatan kebijakan tapi juga pelaksanaannya karena

42

BPRD memilih anggota Eksekutif Daerah


kebijakan

yang

diambil.

Eksekutif

untuk menjalankan

Daerah

di

bawah

dan

bertanggung jawab kepada BPRD.


2.6.2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan
Daerah, secara umum, Indonesia memiliki dua jenis daerah
otonomi, yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom khusus.
Masing-masing daerah otonomi tersebut memiliki tiga tingkatan
pemerintahan meliputi :
Tingkatan
Daerah Otonom
Tingkat I

Nomenklatur
Daerah Otonom
Biasa
Provinsi

Tingkat II

Kabupaten/Kota
Besar

Tingkat III

Desa, Negeri,
Marga, atau nama
lain/Kota Kecil

Nomenklatur
Daerah Otonom
Khusus
Daerah Istimewa
Setingkat Provinsi
Daerah Istimewa
Setingkat
Kabupaten
Daerah Istimewa
Setingkat Desa

Pemerintahan daerah berupa dua macam,yakni :


a. Pemerintahan daerah yang disandarkan pada hak otonomi dan,
b. Pemerintahan daerah yang disandarkan pada hakmedebewind.
Tentang perbedaan hak otonomi dan medebewind adalah
sebagai berikut :

43

Pada

pembentukan

pemerintahan

daerah

yang

hendak

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri menurut


Undang-undang Pokok Pemerintahan Daerah ini, maka oleh
Pemerintahan Pusat ditentukan Kewajiban (pekerjaan) mana-mana
saja yang dapat diserahkan kepada daerah. Penyerahan ini ada
dua rupa yaitu :
a.

Penyerahan penuh, artinya baik tentang azasnya (prinsipprinsipnya) maupun tentang caranya menjalankan kewajiban
(pekerjaan) yang diserahkan itu, diserahkan semuanya kepada
daerah (hak otonomi) dan

b.

Penyerahan tidak penuh, artinya penyerahan hanya mengenai


caranya menjalankan saja, sedang prinsip-prinsipnya (azasazasnya) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sendiri (hak
medewind).
Hak medebewind ini hendaknya jangan diartikan sempit,

yaitu hanya menjalankan perintah dari atas saja, sekali-kali tidak,


oleh

karena

menjalankan
mempunyai

pemerintah
menurut
hak

daerah

berhak

pendapatannya

otonomi,

sekalipun

mengatur

sendiri,
hanya

caranya

jadi

mengenai

masih
cara

menjalankan saja. Tetapi cara menjalankan ini bisa besar artinya


bagi tiap-tiap daerah.
2.6.3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1950

44

Negara Bagian Negara Indonesia Timur diatur dengan UU


NIT

No.

44

Tahun

1950

yang

mulai

berlaku

pada

15

Juni1950.Dalam UU ini NIT dibagi dalam tiga tingkatan daerah


otonomi.
Tingkatan Daerah Otonom

Nomenklatur Daerah Otonom

Tingkat I

Daerah

Tingkat II

Daerah Bagian

Tingkat III

Daerah Anak Bagian

Di wilayah NIT sebelum negara bagian itu melebur menjadi


Negara Kesatuan sempat ada tiga belas Daerah yang terbentuk.
Ketiga belas daerah itu adalah:
(1)

Sulawesi Selatan;

(2)

Minahasa;

(3)

Kepulauan Sangihe dan Talaud;

(4)

Sulawesi Utara;

(5)

Sulawesi Tengah;

(6)

Bali;

(7)

Lombok;

(8)

Sumbawa;

(9)

Flores;

45

(10)

Sumba;

(11)

Timor dan kepulaunnya;

(12)

Maluku Selatan; dan

(13)

Maluku Utara.
Daerah Bagian dan Daerah Anak Bagian berdasarkan UU

tersebut belum sempat terbentuk sampai NIT melebur menjadi


Negara Kesatuan.Isi UU NIT No. 44 Tahun 1950 sebagian besar
mengadopsi isi UU RI-Yogyakarta No. 22 Tahun 1948.UU ini tetap
berlaku pada masa Republik III di wilayah Sulawesi, Nusa
Tenggara, dan Maluku sampai tahun 1957.
2.6.4.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1948 dan UU NIT No. 44 Tahun 1950. Secara umum
Indonesia memiliki dua jenis daerah otonomi yaitu daerah otonomi
biasa yang disebut daerah swatantra dan daerah otonomi khusus
yang disebut dengan daerah istimewa yang masing-masing
memiliki tingkatan sebagai berikut :

46

Nomenklatur Daerah

Nomenklatur Daerah

Otonom Biasa

Otonom Khusus

Tingkatan

Daerah Swatantra
Tingkat I

Tingkat ke I/Kotapraja

Daerah Istimewa Tingkat ke I

Jakarta Raya
Daerah Swatantra
Tingkat II

Daerah Istimewa Tingkat ke II


Tingkat ke II/Kotapraja
Daerah Swatantra

Daerah Istimewa Tingkat ke

Tingkat ke III

III

Tingkat III

Secara umum undang-undang ini bermaksud untuk mengatur


sebaik-baiknya

soal-soal

yang

semata-mata

terletak

dalam

lapangan otonomi dan medebewind diseluruh wilayah Negara


Republik Indonesia.
Dalam pasal 31 dan 38, pasal yang cukup menjamin adanya
kesempatan bagi daerah untuk menunaikan dengan sepenuhnya
tugas itu, menurut bakat dan kesanggupannya agar dapat
berkembang secara luas. Sistem ini dapatlah disebut sistem
otonomi yang riil.
Disamping itu, undang-undang ini juga merancang tentang
Pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Dimana Kepala Daerah

47

haruslah seorang yang dekat kepada dan dikenal oleh masyarakat


daerah yang bersangkutan, oleh karena itu Kepala Daerah
haruslah seorang yang mendapat kepercayaan dari rakyat tersebut
dan diserahi kekuasaan atas kepercayaan rakyat itu. Akan tetapi
meskipun pada azasnya seorang Kepala Daerah harus dipilih
secara langsung, namun sementara waktu dipandang perlu
memperhatikan pula keadaan yang nyata dan perkembangan
masyarakat di daerah-daerah yang kenyataannya belum bisa
sampai ke taraf itu, yang dapat menjamin berlangsungnya
pemilihan dengan diperolehnya hasil dari pemilihan itu yang
sebaik-baiknya. Untuk sementara waktu Kepala Daerah tetap
dipilih

oleh

Dewan

Perwakilan

Rakyat

Daerah

dengan

mmperhatikan syarat-syarat kecakapan dan pengetahuan yang


diperlukan bagi jabatan tersebut.
2.6.5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang PokokPokok

Pemerintahan

Daerah

menggantikan

Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1957.Menurut Undang-Undang tersebut, secara


umum Indonesia hanya mengenal satu jenis daerah otonomi.
Daerah otonomi tersebut kemudian dibagi menjadi tiga tingkatan
daerah, yaitu :

48

Nomenklatur Daerah
Tingkatan
Otonom
Tingkat I

Provinsi/Kotaraya

Tingkat II

Kabupaten/Kotamadya

Tingkat III

Kecamatan/Kotapraja

UU No. 18 Tahun 1965 disusun berdasar pasal 18 Konstitusi


Republik IV. Namun berbeda dengan UU No. 22 Tahun 1948, UU
ini secara tegas tidak lagi mengakomodasi daerah-daerah dengan
otonomi khusus dan secara sistematis berusaha menghapuskan
daerah otonomi khusus tersebut sebagaimana yang tercantum
dalam pasal 88. Hal tersebut juga diterangkan dengan lebih
gamblang dalam penjelasan UU No. 18 Tahun 1965 pasal 1-2 serta
pasal 88.
Akan tetapi, dilihat dari model kebijakannya, UU No. 18/1960
makin memperlemah demokratisasi lokal karena memperkuat
sentralisasi kekuasaan sebagaimana diatur dalam Penpres No.
6/1959 dan Penpres No. 5/1960. Hal ini terlihat pada lima
pengaturan pokok sebagai berikut. Pertama, dijadikannya Kepala

49

Daerah sebagai pegawai negeri yang diangkat oleh pemerintah


pusat.Kedua, Kepala Daerah diberi wakil yang juga diangkat dari
pegawai negeri yang diangkat oleh pemerintah pusat. Ketiga,
Kepala Daerah diberi wewenang untuk mengangkat BPH untuk
menjadi penasihat. Keempat, Kepala Daerah diberi peran ganda: 1)
sebagai alat daerah otonom dan 2) sebagai wakil pemerintah
pusat.

Kelima, Kepala Daerah diberi wewenang melakukan

pengawasan preventif dan represif terhadap kebijakan yang dibuat


DPRD.
2.6.6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah menggantikan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1965.Indonesia dibagi menjadi satu macam daerah otonom
sebagai pelaksanaan asas desentralisasi dan wilayah administratif
sebagai pelaksanaan asas dekonsentrasi.
Daerah Otonom
Tingkatan

Nomenklatur Daerah Otonom


Daerah Tingkat I (Dati I)/Daerah Khusus Ibukota/Daerah

Tingkat I
Istimewa
Tingkat II

Daerah Tingkat II (Dati II)

50

Wilayah Administrasi
Tingkatan

Nomenklatur Wilayah Administratif

Tingkat I

Provinsi/Ibukota Negara

Tingkat II

Kabupaten/Kotamadya

Tingkat IIa

Kota Administratif

Tingkat III

Kecamatan

Prinsip yang dipakai bukan lagi Otonomi yang riil dan seluasluasnya tetapi Otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
Dengan demikian prinsip Otonomi yang riil atau nyata tetap
merupakan prinsip yang harus melandasi pelaksanaan pemberian
otonomi kepada Daerah. Sedang istilah seluas-luasnya tidak lagi
dipergunakan karena istilah tersebut ternyata dapat menimbulkan
kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan
Negara Kesatuan dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan
pemberian otonomi kepada Daerah sesuai dengan prinsip-prinsip
yang digariskan di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara.

51

Nyata, dalam arti bahwa pemberian otonomi kepada Daerah


haruslah didasarkan pada faktor-faktor, perhitungan-perhitungan
dan tindakan-tindakan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
benar-benar dapat menjamin daerah yang bersangkutan secara
nyata mampu mengurus rumah tangga sendiri. Bertanggungjawab,
dalam arti bahwa pemberian otonomi itu benar-benar sejalan
dengan tujuannya, yaitu melancarkan pembangunan yang tersebar
diseluruh pelosok Negara dan serasi atau tidak bertentangan
dengan pengarahan-pengarahan yang telah diberikan, serasi
dengan pembinaan politik dan kesatuan Bangsa, menjamin
hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan daerah serta
dapat menjamin perkembangan dan pembangunan Daerah.
Undang-undang ini disebut Undang-undang tentang Pokokpokok Pemerintahan di Daerah, oleh karena dalam Undangundang

ini

diatur

tentang

Pokok-pokok

penyelenggaraan

pemerintahan Daerah Otonom dan pokok-pokok penyelenggaraan


pemerintahan yang menjadi tugas Pemerintah Pusat di daerah.
Undang-undang ini sangat kental dengan sentralisasi.Stuktur
dalam pemerintahan daerah terdiri atas Kepala Daerah dan
DPRD.Kepala Daerah diangkat oleh pemerintah pusat dari calon
yang diusulkan oleh DPRD. Kepala Daerah diberi peran ganda: 1)
sebagai alat pemerintah pusat dengan sebutan gubernur propinsi

52

dan walikotamadya/ bupati dan 2) sebagai alat daerah otonom


dengan sebutan Kepala Daerah Tingkat I dan Kepala Daerah
Tingkat II. Daerah otonom tingkat I juga sekaligus sebagai wilayah
administrasi propinsi dengan nomenklatur Propinsi Daera2h
Tingkat I. Propinsi merujuk pada wilayah administrasi, local state
government sedangkan Daerah Tingkat I merujuk pada daerah
otonom, local self government. Daerah otonom tingkat II sekaligus
juga sebagai wilayah adminstrasi kotamadya/kabupaten dengan
nomenklatur Kota Madya/Kabupaten Daerah Tingkat II. Kota
Madya/Kabupaten

merujuk

pada

local

state

government

sedangkan Daerah Tingkat II merujuk pada daerah otonom, local


self government, daerah tingkat II. Di sini dikenal dengan otonomi
bertingkat. Artinya daerah otonom mempunyai tingkat I dan tingkat
II sehingga mekanisme penyerahan urusan dari pusat ke daerah
otonom juga dengan cara berjenjang: pusat menyerahkan ke
Daerah Tingkat I lalu Daerah Tingkat I menyerahkan kembali
kepada Daerah Tingkat II.
Menurut UU ini Kepala Daerah bertangung jawab kepada
Presiden

melalui

Menteri

Dalam

Negeri,

bukan

kepada

DPRD.Kepala Daerah hanya berkewajiban memberikan laporan


pertanggungjawaban kepada DPRD.Kepala Daerah diangkat oleh
Presiden berdasarkan usulan yang diajukan oleh DPRD.

53

2.6.7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999


Undang-Undang

Nomor

22

Tahun

1999

tentang

Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang Nomor


5 Tahun 1974.Dalam Undang-Undang ini, Indonesia dibagi menjadi
satu macam daerah otonom dengan mengakui kekhususan pada
daerah Aceh, Jakarta dan Yogyakarta serta satu tingkat wilayah
administratif.
Tiga jenis daerah otonom adalah daerah provinsi, daerah
kabupaten dan daerah kota. Ketiga jenis daerah tersebut
berkedudukan setara, dalam artian tidak ada hierarki daerah
otonom.Daerah provinsi berkedudukan juga sebagai wilayah
administratif.
Tiga jenis daerah otonom adalah Daerah Provinsi, Daerah
Kabupaten,

dan Daerah Kota.Ketiga jenis

daerah tersebut

berkedudukan setara dalam artian tidak ada hirarki daerah


otonom.Daerah Provinsi berkedudukan juga sebagai wilayah
administratif.
Dalam UU ini pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada
otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan Daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan
semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik

54

luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,


agama, serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu keleluasan otonomi
mencakup

pula

kewenangan

penyelenggaraannya

mulai

yang

dari

utuh

dan

perencanaan,

bulat

dalam

pelaksanaan,

pengawasan, pengendalian, dan evaluasi.


Yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan
Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di
bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta
tumbuh, hidup, dan berkembang di Daerah.
Yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab
adalah

berupa

perwujudan

pertanggungjawaban

sebagai

konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada Daerah


dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh Daerah
dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,
pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan,
serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan
Daerah serta antar-Daerah dalam rangka menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.6.8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

55

Terbentuknya UU No. 32 Tahun 2004 dikarenakan UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan
tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti,
maka

Dengan

terbentuknya

Undang-undang

ini,

kebijakan

desentralisasi menjadi lebih lebih ketat. Kewenangan yang tadinya


sangat luas diberikan kepada daerah, pelan-pelan mulai di tarik
kembali kepusat.Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ini ditentukan menjadi
urusan pemerintah, yaitu meliputi: politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama (Pasal
10 ayat (1) dan (3)
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 urusan pemerintahan daerah
dibagi menjadi urusan wajib dan urusan pilihan serta memperjelas dan
mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi,
antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan
administrasi

dan

kesatuan

wilayah.Pemerintah

pusat

berhak

melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan di


bawahnya,

demikian

juga

provinsi

terhadap

kabupaten/kota.Di

samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala daerah


dan DPRD semakin dipertegas dan diperjelas.

56

Pemerintahan

Daerah

adalah

pelaksanaan

fungsi-fungsi

pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan


daerah yaitu pemerintahan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD).Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 hubungan
antara pemerintahan daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja
yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan dalam membuat
kebijakan daerah sehingga antar kedua lembaga membangun suatu
hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung.
Kepala Daerah dalam UU Nomor 32 tahun 2004 tidak dipilih lagi
oleh DPRD tetapi dipilh langsung oleh rakyat yang diselenggarakan
oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dengan beberapah
pelaksana teknis

lainnya sehingga dalam

hal

ini Kedudukan

Pemerintah Daerah jauh lebih dekat kepada rakyat atau daerahnya


dibanding dengan pemerintah pusat sehingga dalam hal ini Kepala
Daerah harus bertanggung jawab kepada DPRD sebagai representasi
pemerintahan oleh rakyat, sehingga Camat dalam hal ini merupakan
perwakilan atau perpanjangan tangan dari Bupati, namun campur
tangan dan pengawasan pemerintah pusat dalam pemerintahan
daerah terletak kepada Pemerintah Provinsi Sebagai Wakil atau
Kontrol Pemerintah terhadap daerahnya.

Anda mungkin juga menyukai