TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep skizofrenia
2.1.1 Definisi
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu Skizo yang artinya retak atau
pecah (split), dan frenia yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang
yang menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang yang mengalami
keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (splitting of personality) (Stuart,
2009).
Skizofrenia merupakan gangguan multifaktorial yang ditandai dengan
gejala kognitif dan afektif seperti distorsi pikiran dan persepsi serta
hilangnya ekspresi afektif yang normal (Cerino, S., et.al., 2011).
2.1.2 Etiologi
Menurut Kaplan dan Sadock (2003),faktor penyebab skizofrenia adalah:
faktor
biologis,
psikososial,
dan
lingkungan.
dan abnormalitas fungsi lobus frontal yang terlihat pada sejumlah studi
pencitraan otak mungkin disebabkan penyakit di ganglia basalis daripada
lobus frontal sendiri.
Kerusakan pada lobus frontalis dapat menyebabkan kesulitan dalam
proses pemecahan masalah dan perilaku yang mengarah pada tujuan,
berfikir abstrak, perhatian dengan manifestasi gangguan psikomotorik.
Hipotesa Dopamin:
Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas
neurotransmitter Dopaminergic. Peningkatan ini mungkin merupakan
akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya
reseptor dopamine, turunnya nilai ambang atau hipersensitivitas reseptor
dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
Selain
dopamin,
terdapat
beberapa
neurotransmiter
lain
yang
skizofrenia.
Neuroepinefrin
diduga
memodulasi
sistem
GABA
dapat
mengakibatkan
hiperaktivitas
neuron
pasien skizofrenia yang kembar dua telur memiliki prevalensi 12%, dan
untuk kembar satu telur prevalensinya meningkat menjadi 47%.
4. Sudut Pandang Psikososial
a. Teori Psikoanalitik dan Psikodinamik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi
perkembangan dan merupakan konflik antara ego dan dunia luar.
Kerusakan ego memberikan kontribusi terhadap munculnya gejala
skizofrenia. Secara umum kerusakan ego mempengaruhi interpretasi
terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari dalam.
Sedangkan
pandangan
psikodinamik
lebih
mementingkan
setiap
fase
perkembangan
selama
anak-anak
dan
Industrialisasi
dan
urbanisasi
banyak
berpengaruh
dalam
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Adanya perilaku
katatonik, menyebabkan perasaan tidak nyaman pada diri penderita, hal ini
karena kondisi katatonik ini berdampak pada hambatan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari.
Hambatan dalam aktivitas sehari-hari menyebabkan koping individu
menjadi tidak efektif yang dapat berlanjut pada gangguan konsep diri
harga diri rendah dan bila tidak diatasi berisiko menimbulkan perilaku
kekerasan. Penderita dapat mengalami ambivalensi, kondisi ini dapat
menimbulkan terjadinya penurunan motivasi dalam melakukan aktivitas
perawatan diri dan kemampuan dalam berhubungan sosial dengan orang
lain. Adanya ambivalensi membuat penderita menjadi kesulitan dalam
pengambilan keputusan sehingga dapat berdampak pada penurunan
motivasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penderita schizophrenia
yang menunjukkkan adanya gejala negatif ambivalensi ini, sering kali
dijumpai cara berpakaian dan berpenampilan yang tidak sesuai dengan
realita seperti rambut tidak rapi, kuku panjang, badan kotor dan bau
(Rasmun, 2007).
Prognosis untuk schizophrenia pada umumnya kurang begitu
menggembirakan sekitar 25 % pasien dapat pulih dari episode awal dan
fungsinya dapat kembali pada tingkat sebelum munculnya gangguan
tersebut. Sekitar 25% tidak pernah pulih dan perjalanan penyakitnya
cenderung memburuk, dan sekitar 50 % berada diantaranya ditandai
dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan
efektif kecuali akan waktu singkat ( Arif, 2006).
2.1.4 Tahapan perkembangan skizofrenia
Tahapan (fase) perkembangan skizofrenia menurut Shives (2012) dan
Townsend (2014), adalah sebagai berikut:
1. Tahap premorbid
Perubahan motorik halus yang muncul selama fase/tahap
premorbid secara bertahap yakni ketegangan, ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi, insomnia, defisit kognitif. Ketidakmampuan sosial,
berisiko
mengalami
skizofrenia.
Karakteristik
remaja
berhasil
diobati.
Gejala
tersebut
termasuk
gejala
itu
adalah
palsu
dan
tidak
rasional.
Delusi
delusi
keagungan
(individu
memiliki
perasaan
tertentu.
Bentuk pikiran
a. Asosiasi longgar, individu tidak menyadari bahwa topik yang
dibicarakan itu tidak sesuai.
b. Sirkumtansial, individu terlambat mencapai tujuan atau titik
komunikasi.
kognitif sebelumnya.
Tangensial, dimana pasien benar-benar tidak dapat sampai ke
titik komunikasi.
f. Mutism, ketidakmampuan individu atau penolakan untuk bicara.
g. Perseverasi, individu yang terus menerus mengulang kata yang
sama atau ide dalam menanggapi pertanyaan yang berbeda.
3. Persepsi
a. Halusinasi, persepsi sensorik yang salah atau pengalaman
persepsi yang tidak ada dalam realitas.
b. Ilusi, kesalahan persepsi atau menafsir rangsangan eksternal
yang nyata.
4. Afek
a. Kepekaan diri, menggambarkan keunikan dan individualitas
seseorang.
Karena
memiliki
kelemahan
ego,
individu
emosional
ini
dapat
mengganggu
kemampuan
Hebefrenia
dan
katatonia
sering
lama-kelamaan
sekali.
F 20. 2 (Skizofrenia katatonik)
2.1.7 Psikodinamika
faktor yang dapat mempengaruhinya seperti usia tua, faktor pencetus jelas,
onset akut, riwayat sosial / pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi,
menikah, riwayat keluarga gangguan mood, sistem pendukung baik dan
gejala positif ini akan memberikan prognosis yang baik sedangkan onset
muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial buruk,
autistik, tidak menikah/janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, sistem
pendukung buruk, gejala negatif, riwayat trauma prenatal, tidak remisi
dalam 3 tahun, sering relaps dan riwayat agresif akan memberikan
prognosis yang buruk.
a. Kesembuhan total (total recovery), mungkin sembuh seterusnya dan
mungkin kambuh 1 2 kali.
b. Kesembuhan sosial (sosial recovery).
c. Keadaan kronis yang stabil.
d. Umur : makin muda umur permulaannya makin jelek prognosanya.
e. Kepribadian prepsikotik: bila skizoid dan hubungan antar manusia
kurang memuaskan maka prognosa lebih jelek.
f. Bila skizoprenia timbul secara akut, maka prognosa lebih baik daripada
bila penyakit itu mulai secara pelan-pelan.
g. Prognosa pada jenis katatonik yang paling baik.
h. Pengobatan : makin cepat pengobatan makin baik prognosanya.
i. Bila terdapat faktor pencetus, seperti penyakit badaniah atau stres
psikologik maka prognosa lebih baik.
j. Faktor keturunan: prognosa menjadi lebih berat bila didalam keluarga
terdapat seorang atau lebih yang juga menderita skizoprenia.
2.1.9 Diagnosa banding
Menurut Eugen Bleuler diagnosa skizofrenia sudah boleh dibuat
bila terdapat gejala-gejala primer dan disharmoni (keretakan, perpecahan
atau ketidak seimbangan) pada unsur-unsur kepribadian (proses pikir,
afek/emosi, kemauan dan psikomotorik), diperkuat dengan adanya gejalagejala sekunder.
lain
atau
pikirannya
secara umum
Perasaannya dibuat oleh orang lain
Kemauannya atau tindakannya dipengaruhi oleh orang lain
Dorongannya dikuasai orang lain
Persepsi yang dipengaruhi oleh waham
2.1.10 Terapi
A. Terapi biologis
1. Penggunaan obat anti psikosis
Obat-obatan antipsikosis yang dapat meredakan gejala-gejala
schizophrenia adalah chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine
decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut termasuk kelompok obat
phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini
disebut obet penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa
kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap,
sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan
mudah terbangun). Obat ini tampaknya mengakibatkan sikap acuh pada
stimulus. luar. Obat ini cukup tepat bagi penderita schizophrenia yang
hilang ingatan tidak terjadi, terutama bila aliran listrik hanya diberikan
kepada belahan otak yang tidak dominan (nondominan hemisphere).
Empat sampai enam kali pengobatan semacam ini biasanya dilakukan
dalam
jangka
waktu
minggu.
pikirannya
tanpa
penyuntingan
atau
penyensoran.
Pada teknik ini, penderita disupport untuk bisa berada dalam kondisi
relaks baik fisik maupun mental dengan cara tidur di sofa. Ketika
penderita dinyatakan sudah berada dalam keadaan relaks, maka pasien
harus mengungkapkan hal yang dipikirkan pada saat itu secara verbal.
Pada saat penderita tidur di sofa dan disuruh menyebutkan segala macam
pikiran dan perasaan yang ada di benaknya dan penderita mengalami
blocking, maka hal itu merupakan manifestasi dari keadaan over-repressi.
Hal yang direpress biasanya berupa dorongan vital seperti sexual dan
agresi. Repressi terhadap dorongan agresi menyangkut figur otorotas yang
selalu diwakili oleh father dan mother figure. Repressi anger dan hostile
merupakan salah satu bentuk intrapsikis yang biasa menyebabkan
blocking pada individu. Akibat dari blocking tersebut, maka integrasi
kepribadian menjadi tidak baik, karena ada tekanan ego yang sangat
besar.
Menurut Freud, apabila terjadi blocking dalam proses asosiasi bebas,
maka penderita akan melakukan analisa. Hasil dari analisanya dapat
menimbulkan insight pada penderita. Analisa pada waktu terjadi blocking
bertujuan agar penderita mampu menempatkan konfliknya lebih
proporsional, sehingga penderita mengalami suatu proses penurunan
ketegangan dan penderita lebih toleran terhadap konflik yang dialaminya.
Seperti yang telah diungkapkan terdahulu bahwa penderita diberi
kesempatan untuk dapat mengungkapkan segala traumatic events dan
keinginan-keinginan yang direpressnya. Waktu ini disebut dengan
moment
chatarsis.
Disini
penderita
diberi
kesempatan
untuk
penderita
dibagi
dalam
kelompok-kelompok
kecil
yang
bersama
dengan
pendamping.
Terapi
ini
berusaha
klien,
khususnya
klien
schizophrenia.
Terapi kelompok ini termasuk salah satu jenis terapi humanistik. Pada
terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan
terapis berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di
dalamnya. Diantara peserta terapi tersebut saling memberikan
feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami oleh mereka.
Klien dihadapkan pada setting sosial yang mengajaknya untuk
berkomunikasi, sehingga terapi ini dapat memperkaya pengalaman
untuk
mengekspresikan
perasaan-perasaan,
baik
yang positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan
untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga
diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk
menghadapinya. Keluarga juga diberi penjelasan tentang cara untuk
mendampingi, mengajari, dan melatih penderita dengan sikap penuh
penghargaan. Perlakuan-perlakuan dan pengungkapan emosi anggota
keluarga diatur dan disusun sedemikian rupa serta dievaluasi. Dari
beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon ternyata
campur
tangan
keluarga
sangat
membantu
dalam
proses
2.2 HALUSINASI
2.2.1
PENGERTIAN
Halusinasi merupakan salah satu masalah yang mungkin ditemukan
2.
3.
4.
5.
2.2.2
maladaptif.
Jika
klien
sehat
persepsinya
akurat,
mampu
Respon Adaptif
Respon Maladptif
Pikiran logis
Distorsi pikiran
Persepsi akurat
Ilusi
Pengalaman
atau kurang
Perilaku sesuai
Berhubungan sosial
Gangguan pikir/delusi
Halusinasi
Sulit berespon emosi
Perilaku disorganisasi
Menarik diri
Isolasi sosial
2.2.3
1. Faktor predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon
neurobiologi seperti halusinasi antara lain:
a.
Faktor Genetik
Faktor Neurobiologi.
Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien
schizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada
klien schizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang
dengan kadar serotin.
c.
Studi neurotransmitter.
Teori virus
Psikologis.
b.
c.
Nutrisi Kurang
Kurang tidur
Ketidak siembangan irama sirkardian
Kelelahan infeksi
Obat-obatan system syaraf pusat
Kurangnya latihan
Hambatan unutk menjangkau pelayanan kesehatan
Lingkungan
Sikap / Perilaku
Mersa
gagal
kehilangan
motivasi
menggunakan
keterampilan diri
Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut.
Merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan
spiritual )
Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan
Rendahnya kemampuan sosialisasi
Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Ketidak adekuatan pengobatan
Ketidak adekuatan penanganan gejala.
2.2.4
HALUSINASI
KARAKTERISTIK
Pendengaran
70 %
( Auditory Acoustic )
Penglihatan 20%
( Visual Optik )
Penciuman
( Olfaktory )
Pengecapan
( Gustatory )
Perabaan
( Tactile )
lain.
Cenesthetic
Kinesthetic
2.2.5
FASE HALUSINASI
1.
spikotik.
Perilaku Klien:
-
2.
Fase II :
- Menyalahkan
Non psikotik
Perilaku klien:
-
3.
Mengontrol
Fase IV :
Klien panik
Karakteristik :
Perilaku panik
Resiko mencederai
Agitasi/ketaton
2.2.6
MEKANISME KOPING
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah:
2.2.7
PERILAKU HALUSINASI
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya,
seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan
persepsi tersebut nyata. Sama halnya seperti seseorang mendengarkan suara-
suara dan tidak lagi meragukan orang yang berbicara tentang suara tersebut.
Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil dapat menyulitkan
kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas untuk segera
diatasi.
Untuk
memfasilitasinya
klien
perlu
dibuat
nyaman
untuk
Isi Halusinasi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa
yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk
bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang
tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi
pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi
perabaan.
dialami
klien
menjelang
munculnya
halusinasi
untuk
Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien
bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami
pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus
halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Selain data tentang halusinasinya, perawat juga dapat mengkaji data yang
terkait dengan halusinasi, yaitu :
2.2.8
PENATALAKSANAAN
a. Membina hubungan interpersonal, saling percaya.
Mengekspresikan perasaan secara terbuka, jujur dan bersikap
langsung. Bersikap sekonsisten mungkin, sabar, tunjukan sikap
penerimaan dan mendengarkan pasien.
b. Mengkaji gejala halusinasi
Perhatian dan dengarkan individu terhadap isyarat, halusinasi pada
intensitas awal, isyarat perilaku termasuk menyeringai atau tertawa
yang tidak wajar, menggerakkan bibir tanpa berbicara, mengedipkan
mata secara cepat, respons verbal yang lambat, diam atau sering
menelan.
c.
Fokuskan pada gejala dan minta individu untuk menguraikan apa yang
sedang terjadi
Tujuannya adalah untuk memberikan kekuatan kepada individu
dengan membantunya memahami gejala yang dialaminya atau
ditunjukannya.
orangyang
menggunakan
obat
atau
alkohol
sebagai
dialaminya.
Seringkali
individu
dengan
schizofrenia
bagaimana
gejala
psikosis
lain
individu
untuk
melaksanakan
telah
mempengaruhi
aktivitas
sehari-hari.
halusinasi
akibat
adanya
ketidakseimbangan
Prinsip 5 benar harus menjadi focus utama dalam pemberian obat. Bila
pengendalian dengan obat ini berhasil, terapi keperawatan akan dapat
berhasil dengan lebih optimal.