Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah mengenai regulasi metabolisme nutrien hewan
poligastrik (ruminansia). Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Ir. Diding Latipudin, M.Si., selaku dosen dalam mata kuliah Biokimia
Nutrisi yang telah membimbing dalam menyusun makalah ini.
Makalah ini kami buat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai
pengaturan reaksi metabolisme nutrien yang terkandung dalam zat pakan maupun
tidak. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
mengenai reaksi-reaksi dalam tubuh hewan karena dampaknya yang sangat besar
bagi populasi ternak juga hewan lainnya.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap
semoga makalah ilmiah mengenai regulasi metabolisme nutrien hewan poligastrik
ini dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya para peternak. Terimakasih.

Jatinangor, Oktober 2016

Tim Penulis.

DAFTAR ISI
1

DAFTAR ISI..............................................................................................
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................
1.1 Latar Belakang.....................................................................................
1.2 Identifikasi Masalah.............................................................................
1.3 Maksud dan Tujuan..............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................
2.1 Fermentasi Karbohidrat........................................................................
2.2 Lipid dan Lemak..................................................................................
2.3 Digesta Protein dalam Rumen..............................................................
BAB III PEMBAHASAN..........................................................................
3.1 Fermentasi Karbohidrat pada Ruminansia...........................................
3.2 Lipid dan Lemak dalam Ruminansia...................................................
3.3 Digesta Protein dalam Reticulum-rumen.............................................
BAB IV KESIMPULAN............................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................

2
3
4
4
4
5
6
6
7
7
12
12
13
15
18
19

DAFTAR GAMBAR
Mekanisme Metabolisme Karbohidrat..................................................
Metabolisme didalam Rumen.................................................................

13
14

I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Telah diketahui bahwa metabolisme merupakan serangkaian proses reaksi
kimiawi dalam tubuh yang menghasilkan dan membutuhkan energi (ATP).

Nutrien merupakan komponen penting bagi proses metabolisme. Komponen


nutrien utama (Karbohidrat, Protein dan Lemak) setelah dicerna dan diserap akan
mengalami hubungan melalui metabolisme. Hubungan metabolisme yang
dimaksud ialah pengaruh antar zat makanan dalam proses metabolisme masingmasing. Lintasan metabolisme mengandalkan nutrisi bahwa nutrisi merupakan
rincian untuk menghasilkan energi. Energi ini pada gilirannya diperlukan oleh
badan untuk mensintesis baru protein, asam nukleat (DNA, RNA) dan sebagainya.
Nutrisi dalam metabolisme mencakup tubuh persyaratan untuk berbagai
bahan, masing-masing fungsi dalam tubuh, jumlah yang diperlukan, tingkat di
bawah ini yang menyebabkan miskin kesehatan. Nutrisi penting pasokan energi
(kalori) dan pasokan bahan kimia yang diperlukan yang tidak dapat mensintesis
tubuh sendiri. Makanan menyediakan berbagai bahan yang penting untuk
bangunan, pemeliharaan dan perbaikan jaringan tubuh, dan untuk efisien fungsi
tubuh.
Ruminansia merupakan poligastrik yang mempunyai lambung depan yang
terdiri dari Retikulum (perut jala), Rumen (perut handuk), Omasum (perut kitab),
dan lambung sejati , yaitu Abomasum (perut kelenjar) . Proses metabolisme
nutrien yang terjadi pada hewan poligastrik akan berbeda dengan hewan
monogastrik. Contohnya, metabolisme hewan poligastrik melalui serangkaian
proses fermentasi karbohidrat. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan
membahas mengenai regulasi metabolisme nutrien pada hewan poligastrik.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana fermentasi karbohidrat pada ternak ruminansia.
2. Bagaimana kandungan lipida dan lemak pada ternak ruminansia.
3. Bagaimana digesta protein dalam reticulo-rumen.
1.3 Maksud dan Tujuan
1. Mengetahui fermentasi karbohidrat pada ternak ruminansia.
2. Mengetahui kandungan lipida dan lemak pada ternak ruminansia.
3. Mengetahui proses digesta protein dalam reticulo-rumen.

II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fermentasi Karbohidrat pada Ruminansia


Pada ternak Ruminansia, dalam memproses makanan memiliki dua fase.
fase Pertama saat makanan tersebut masuk ke mulut. Makanan tersebut tidak
dikunyah hingga halus, namun terus ditelan. fase kedua dalam selang beberapa
waktu makanan tersebut dikeluarkan kembali ke mulut untuk dikunyah sampai
halus. Ruminansia mempunyai mikroorganisme di dalam reticulum yang

mensekresikan enzim-enzim sehingga dapat mencerna makanan yang masuk (Gill,


J.L., 1978).
Karbohidrat merupakan komponen utama dalam ransum ternak ruminansia.
Jumlahnya mencapai 60 -75 persen dari total bahan kering ransum. Dalam
makanan kasar, sebagian besar karbohidrat terdapat dalam bentuk selulosa dan
hemiselulosa, sedangkan dalam konsentrat umumnya karbohidrat terdapat dalam
bentuk pati. Karbohidrat merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan
mikroba rumen dan ternak induk semang.
Perombakan karbohidrat struktural (selulosa dan hemiselulosa) oleh bakteri
sebagian besar menghasilkan asam asetat. Bakteri pendegradasi karbohidrat
struktural ini sensitif terhadap kandungan lemak dan tingkat keasaman dalam
rumen. Bahan pakan dengan kandungan lemak yang tinggi atau kondisi rumen
yang terlalu asam dapat menekan pertumbuhan atau membunuh bakteri
pendegradasi selulosa. Kondisi ini dapat menurunkan kecernaan dan konsumsi
pakan oleh ternak. Karbohidrat struktural yang keluar dari rumen kecil
kemungkinan dapat dipecah dalam saluran pencernaan selanjutnya.
Bakteri yang mencerna bahan pakan berpati (biji-bijian) berbeda dengan
bakteri pendegradasi selulosa. Bakteri ini tidak sensitif terhadap tingkat keasaman
dan produk akhir fermentasi terutama berupa asam propionat. Pati difermentasi
dengan cepat, asam asetat dan propionat yang dihasilkan menyebabkan keasaman
dalam rumen meningkat. Kondisi rumen yang asam dapat menekan pertumbuhan
bakteri pendegradasi selulosa yang dapat menurunkan kandungan lemak susu
pada sapi perah (Leng, R.A. 1992).
2.2 Lipida dan Lemak dalam Ruminansia
Istilah lipid dan lemak meliputi sejumlah persenyawaan organik yang
tidak mungkin untuk diformulasikan dalam suatu definisi yang sederhana.
Namun, secara umum, lipid ialah suatu zat yang tidak larut dalam air dan larut
dalam pelarut organik, tetapi definisi kasar ini tidak boleh diinterpretasikan secara
harfiah karena beberapa fosfolipid dalam batas tertentu adalah larut dalam air
dan beberapa pelarut organik. Klasisifikasi secara fungsional, lipida hewan terdiri
atas dua kelompok yakni: (a) lipda struktural yang merupakan bagian integral dari
sel dan struktur jaringan, dan (b). lipida cadangan yang merupakan simpanan

energi utama dalam tubuh ( Deuel,1951; Gunstone,1967; dan Christie,1973).


Energi cadangan tubuh atau energi tersimpan biasanya dalam bentuk trigliserida
dan bentuk ini sangat menguntungkan bagi tubuh.
Lemak merupakan sumber energi utama yang padat lemak yang terdapat
pada pakan ternak ruminansia adalah lemak cair (lemak tanaman) yang tersusun
dari asam asam lemak tak jenuh yaitu linoleat dan linolenat. Terjadinya proses
hidrogenasi (perubahan lemak tak jenuh menjadi jenuh) mengakibatkan susunan
lemak tubuh sapi menjadi padat (keras) bila dibandingkan dengan kuda yang
diberi ransum yang sama akan menghasilkan perlemakan tubuh yang lunak. Hal
tersebut dikarenakan kuda merupakan ternak non ruminansia. (Kamal 1994)
Ternak memperoleh lemak dari tiga sumber, yaitu dari metabolisme lemak,
protein dan karbohidrat. Karbohidrat dan protein yang sudah dicerna dan diserap,
sebagian akan diubah menjadi lemak. Sedangkan lemak dari pakan dapat diubah
menjadi pati dan gula, yang kemudian bisa digunakan untuk energi dan sebagian
disimpan dalam jaringan sel sebagai lemak cadangan (Sugeng, 2003).
2.3 Digesta Protein dalam Reticulo rumen
Protein pakan untuk ruminansia digolongkan menjadi protein yang dapat
dicerna di dalam rumen disebut dengan Digestible Intake Protein (DIP) dan
protein pakan yang lolos degradasi rumen disebut dengan Undigestible Intake
Protein (UIP/By-pass protein). Ruminansia memperoleh dua sumber protein untuk
kebutuhan hidupnya, yaitu dari UIP/By-pass protein dan dari mikroorganisme
rumen. Protein yang masuk ke dalam rumen berasal dari pakan dan endogenus N
(saliva dan dinding rumen) dan kedua sumber tersebut dapat berupa protein murni
maupun nitrogen bukan protein (NPN). Di dalam rumen, DIP bersama-sama
dengan protein yang berasal dari saliva akan dirombak oleh enzim protease yang
dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, protozoa, fungi) proteolitik menjadi
oligopeptida. Sekitar 40% bakteri rumen memiliki aktifitas proteolitik. Bakteri ini
memiliki enzim protease yang terikat pada permukaan sel sehingga mudah kontak
dengan pakan/substrat. Protozoa juga memiliki kemampuan sebagai protease
intraseluler, sehingga berperan dalam degradasi protein di dalam rumen.
Selanjutnya oligopeptida akan dihidrolisa oleh enzim peptidase menjadi asam
amino. Sebagian asam amino ini akan diserap melalui dinding rumen dan

sebagian lagi dideaminasi menjadi asam keto alfa yang menghasilkan amonia,
CH4 dan CO2. Di samping amonia perombakan protein juga menghasilkan VFA
(Baldwin dan Allison, 1983).
Amonia adalah sumber nitrogen yang utama dan sangat penting untuk
sintesis protein mikroorganisme rumen. Sekitar 80% mikroorganisme rumen lebih
menyukai amonia dibanding dengan peptida dan asam amino sebagai sumber
nitrogen untuk membentuk protein tubuhnya. Diduga mikroorganisme tersebut
tidak mempunyai mekanisme transport untuk mengangkut asam amino. Jadi
amonia yang terbentuk ini kemudian diubah menjadi asam amino untuk sintesis
protein tubuhnya. Protein asal mikroba rumen mampu menyumbangkan 40-80%
kebutuhan asam amino ternak ruminansia. Secara umum, digesta yang ada di
dalam duodenum mengandung asam-asam amino yang komposisinya hampir
sama dengan komposisi asam-asam amino dari protein mikroba. (Baldwin dan
Allison, 1983)
Konsentrasi amonia dalam rumen merupakan keseimbangan antara jumlah
yang diproduksi, yang digunakan oleh mikroorganisme dan diserap melalui
dinding rumen. Kecepatan penyerapan tergantung pada pH rumen dan konsentrasi
amonia. Semakin tinggi konsentrasi amonia maka penyerapan akan semakin
tinggi pula. Pada pH 6,5 atau lebih tinggi penyerapan akan lebih cepat
dibandingkan pH 4,5 yang hampir mencapai 0. Amonia yang diserap jumlahnya
bervariasi tergantung jenis pakan (Hungate, 1966).
Konsentrasi amonia yang optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme
rumen adalah 50 80 mg N/l. Namun pada penelitian yang dilakukan pada
hijauan atau jerami dengan kecernaan rendah, diperlukan konsentrasi amonia 150
200 mg N/l (Sutardi, 1980).
Amonia yang dihasilkan selama fermentasi tidak semuanya disintesis
kedalam protein mikroorganisme. Sebagian akan diserap ke dalam darah dan
bersama-sama dengan proses deaminasi, amonia yang tidak terpakai di dalam
rumen dibawa ke hati diubah menjadi urea selanjutnya dikeluarkan melalui urine
(Hungate, 1966).

Kelebihan amonia akan terakumulasi dalam cairan rumen sehingga dapat


mengubah pH. Kekurangan amonia dapat menghambat aktivitas mikroorganisme
untuk mensintesis protein tubuhnya dan kecepatan pencernaan sehingga
menurunkan suplai energi. Selain dihasilkan oleh protein, amonia juga dapat
disumbangkan dari NPN. Penggunaan 98% NPN saja sebagai sumber nitrogen
tanpa dibarengi dengan sumber protein lain dapat mempertahankan pertumbuhan
dan produksi ternak (Owens dan Bergen, 1983). Namun demikian, apabila ternak
dalam phase produksi tinggi, maka tambahan sumber protein sebagai UIP/by-pass
protein perlu dipertimbangkan. Penggunaan NPN sebagai sumber nitrogen untuk
sintesis protein mikroorganisme akan efektif jika ransum mengandung protein
rendah, cukup tersedia energi dan mineral. Efisiensi penggunaan NPN akan
menurun sejalan dengan peningkatan NPN dalam ransum, semakin tinggi kadar
protein ransum dan semakin rendahnya energi ransum (Hungate, 1966).
Mengoptimalkan pertumbuhan mikroorganisme rumen merupakan strategi
yang lebih logis dibandingkan memperbesar persentase protein yang lolos
degradasi rumen. Hal ini karena mikroorganisme rumen mensuplai protein dengan
kualitas tinggi dan hasil akhir fermentasi rumen akan memenuhi sebagian besar
energi yang dibutuhkan oleh hewan induk semang. Oleh karena itu, kandungan
protein pakan yang optimal seyogyanya :
1

Dapat memenuhi kebutuhan nitrogen mikroorganisme rumen untuk

mensintesa protein tubuhnya secara maksimal.


Mengandung by-pass protein/UIP untuk dapat dihidrolisa di usus halus
dalam rangka memenuhi kebutuhan asam amino ternak ruminansia
(Hungate, 1966).

Maksimal mikroorganisme di dalam rumen dapat mensistesis protein


tubuhnya sampai 4,5 pounds per hari. Sisanya dipenuhi dari by-pass protein.
Ternak ruminansia muda yang sedang pertumbuhan maupun ternak-ternak pada
saat phase produksi memerlukan lebih banyak by-pass protein untuk melengkapi
kebutuhan asam aminonya sehingga produksi maksimal tercapai (Sutardi, 1980).
Protein pakan yang masuk ke dalam rumen kira-kira 40-75% akan
mengalami perombakan oleh mikroorganisme. Sisanya merupakan by-pass
protein/UIP yang akan dihidrolisa pada saluran pencernaan pasca rumen maupun
terbuang lewat feces. Perombakan protein pakan di dalam rumen bervariasi dari 0
9

100%, namun laju perombakannya tergantung padajenis pakan, sifat kimia dan
phisik protein, jumlah mikroorganisme proteolitik, pH rumen, tingkat kelarutan
protein serta lamanya berada dalam rumen atau laju aliran digesta atau rate of
passage. Aktifitas mikroba rumen yang bersifat proteolitik akan efektif apabila
didukung oleh pH rumen yang optimal, yaitu pH 5,5-7,0 dengan temperatur
sekitar 390C. Degradasi protein akan menurun sejalan dengan menurunnya pH
rumen. Degradasi protein suatu bahan pakan akan sangat mempengaruhi suplai
asam amino bagi hewan inang. Proses proteolisis menentukan ketersediaan
amonia, asam amino, ikatan-ikatan peptida dan asam-asam lemak rantai cabang
yang mana semuanya ini akan berdampak pada kecepatan pertumbuhan mikroba
rumen.
Proses degradasi protein di dalam rumen tidak dapat dipandang sebagai
suatu hal yang positip atau negatip. Pada situasi tertentu, proses degradasi protein
diperlukan untuk mencukupi kebutuhan amonia bagi mikroba rumen. Pada situasi
yang lain (misalnya protein pakan berkualitas tinggi) laju degradasi diharapkan
tidak terlalu tinggi. Oleh karena itu, terhadap protein pakan berkualitas tinggi
sering dilakukan proteksi agar terlindung dari degradasi rumen. Pendugaan
kebutuhan protein harus mencakup jumlah protein pakan yang dapat didegradasi
di dalam rumen yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba yang yang
maksimum dan jumlah protein pakan yang lolos degradasi rumen yang diperlukan
untuk melengkapi asam amino asal mikroba rumen (Hungate, 1966).

10

III
PEMBAHASAN

3.1 Fermentasi Karbohidrat pada Ruminansia


Ruminansia memiliki 4 sistem lambung, yaitu rumen, retikulum, omasum,
dan obamasum yang berperan dalam metabolisme nutrient, terutama karbohidrat.
Pencernaan pada ternak ruminansia meliputi pencernaan mekanis di mulut,
pencernaan fermentatif oleh mikroba rumen adan hidrolisis oleh enzim-enzim
pencernaan.
Sistem pencernaan pada ruminansia memungkinkan ruminansia untuk
mengkonsumsi pakan dengan serat yang tinggi seperti hijauan. Pada pencernaan
ruminansia agar dapat diserap oleh usus, pakan dibentuk menjadi sederhana

11

dengan melalui proses fermentasi. Karbohidrat yang dikonsumsi oleh ruminansia


berupa selulosa.
Makanan dari kerongkongan akan masuk ke rumen sebagai tempat
cadangan sementara. Fermentasi makanan pada ruminansia terjadi di dalam
rumen, pada proses fermentasi selulosa oleh bantuan enzim selulase. Enzim ini
dihasilkan oleh bakteri dan protozoa tertentu. Bakteri yang membantu
menghasilkan enzim adalah bakteri anaerob seperti Lachnospira multiparous,
Butyrivbrio fibrisolvens, Bacteroides ruminicola. Hasil fermentasi selulosa dalam
rumen berupa VFA (Volatile Fatty Acid), CH4, NH3, dan CO2. Volatile Fatty Acid
berupa asam asetat, asalam propionat, dan asam butirat sebagian langsung diserap
dalam dinding rumen sebagian lagi diserap dalam omasum dan abomasum.
Fermentasi diperlukan agar makanan bisa diserap oleh usus secara sempurna.
Setelah itu makanan masuk ke dalam retikulum dan dijadikan bolus (gumpalan).

3.2 Lipida dan Lemak pada Ruminansia


3.2.1

Metabolisme Lemak Pada Ternak Ruminansia

12

Lemak yang terdapat pada pakan ternak ruminansia adalah lemak cair
(lemak tanaman) yang tersusun dari asam asam lemak tak jenuh yaitu linoleat dan
linolenat. Terjadinya proses hidrogenasi (perubahan lemak tak jenuh menjadi
jenuh) mengakibatkan susunan lemak tubuh sapi menjadi padat (keras) bila
dibandingkan dengan kuda yang diberi ransum yang sama akan menghasilkan
perlemakan tubuh yang lunak. Hal tersebut dikarenakan kuda merupakan ternak
non ruminansia.
Ternak memperoleh lemak dari tiga sumber, yaitu dari metabolisme lemak,
protein dan karbohidrat. Karbohidrat dan protein yang sudah dicerna dan diserap,
sebagian akan diubah menjadi lemak. Sedangkan lemak dari pakan dapat diubah
menjadi pati dan gula, yang kemudian bisa digunakan untuk energi dan sebagian
disimpan dalam jaringan sel sebagai lemak cadangan (Sugeng, 2003).
Konsentrasi asam lemak bebas yang tinggi menghambat pencernaan serat
kasar dan sebagai akibatnya menghasilkan proporsi asam asetat yang lebih sedikit,
pada saat yang bersamaan jumlah substrat yang terfermentasi menurun.

Bila lemak (trigliserida, glikolipida, fosfolipida) dikonsumsi oleh ternak


ruminansia, maka ketika masuk ke dalam rumen, akan terjadi dua proses besar
yaitu proses hidrolisis ikatan ester dalam lemak yang berasal dari pakan dan

13

proses biohidrogenasi asam lemak yang tidak jenuh yang terjadi setelah lemak
dihidrolisis menjadi asam lemak bebas lemak bila dikonsumsi oleh ruminansia
dan mengalami proses metabolisme di dalam rumen dan pasca rumen. Lemak
yang masuk ke dalam rumen akan mengalami proses hidrolisis oleh bakteri rumen
seperti Anaerovibrio

lipolytica dan Butyrivibrio

fibrisolvens yang

akan

mengeluarkan enzim lipase, galactosidase dan phospholipase.


Bakteri memegang peranan penting dalam proses hidrolisis lemak
walaupun protozoa juga mampu menghidrolisis lemak. Tingkat hidrolisis lemak di
dalam rumen sangat tinggi yaitu lebih dari 85% lemak terhidrolisis menjadi asam
lemak bebas, gula, fosfat dan gliserol. Gliserol dan gula akan mengalami proses
perubahan menjadi asam lemak terbang (volatile fatty acid: VFA) dan kemudian
VFA digunakan untuk membentuk sel mikroba rumen. Asam lemak bebas di
dalam rumen kemudian akan mengalami beberapa proses yaitu proses isomerisasi
dari posisi cis menjadi trans dan proses biohidrogenasi sehingga asam lemak yang
tidak jenuh akan menjadi asam lemak jenuh serta proses konjugasi pada asam
lemak tidak jenuh (lebih dari 2 ikatan rangkap) sehingga terbentuk asam lemak
konjugasi (contohnya: conjugated linoleic acid: CLA).
3.3 Digesta Protein dalam Reticulo Rumen
Protein kasar yang masuk ke dalam retikulo-rumen berasal ransum dan
saliva dalam bentuk protein murni dan NPN. Perlu diketahui beberapa protein
murni tidak dicerna oleh jasad renik sehingga masuk ke abomasums masih utuh
dan mengalami pencernaan disini untuk selanjutnya diserap oleh usus halus.
Protein murni yang tak dapat menghindar dari pencernaan di retikulo-rumen
dicerna oleh peptidase jasad renik dan diuraikan menjadi asam-asam amino, yang
dapat dipakai untuk sintesa protein jasad renik, dideaminasi untuk membentuk
asam-asam organic, ammonia dan CO2. Singkatnya sumber protein yang masuk
abomasums ruminansia adalah sebagai berikut :
1. Protein ransum dan saliva yang lolos dari aktivitas jasad renik dan retikulorumen.
2. Protein jasad renik, yang berasal dari :
a) Asam-asam amino protein ransum dan saliva

14

b) Asam-asam amino yang berasal dari ammonia dari asam-asam amino terdeaminasi (langsung atau diubah sebagai urea)
c) Asam-asam amino yang berasal dari senyawa-senyawa NPN ransum.
Protein yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia dalam rumen akan
mengalami dua proses penting, yaitu :
1. Hidrolisis ikatan peptida menghasilkan peptida dan asam amino
2. Demainasi asam amino
1. Hidrolisis
Dalam rumen protein pakan akan mengalami hidrolisa menjadi
oligopeptida oleh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh mikroba rumen.
Oligopeptida selanjutnya akan diubah mengahasilkan peptida dan asam amino
yang bisa digunakan oleh sebagian mikroba rumen untuk pertumbuhannya,
terutama oleh Bacterosides ruminocola dimana bakteri ini mempunyai sistem
transpor untuk mengangkut 40% peptida dalam rumen sedangkan Butirivibrio
fibrosolvent menggunakan kurang dari 10% untuk pertumbuhannya. Tidak semua
asam amino dan peptida yang terbentuk di rumen digunakan oleh mikroba,
sebagian mengalir ke usus halus.
2. Deaminasi
Deaminasi adalah proses matabolime asam lemak dengan degradasi
protein oleh mikroba rumen. Asam amino akan mengalami katabolisme
(deaminasi) menghasilkan produk utama NH3 produk samping dari deaminasi
asam amino adalah VFA rantai cabang (iso valerat, iso butirat dan n metilbutirat),
yang sangat dibutuhkan oleh mikroba seluloliik rumen untuk pertumbuhannya.
Proses deaminasi asam amino menjadi ammonia lebih cepat dari
proteolisis, sehingga kadar asam amino bebas dalam rumen lebih sedikit.
Ammonia yag dihasilkan dari deaminasi asam amino akan digunakan oleh
mikroba sebagai sumber nitrogen untuk pembentukan protein tubuhnya. Mikroba
rumen (82%) menggunakan ammonia untuk membentuk protein tubuhnya.
Protein tidak semuanya mengalami degradasi oleh mikroba, protein yang
lolos dari degradasi dalam rumen bersama dengan protein mikroba akan mengalir
ke abomasum terus ke usus halus, dicerna oleh enzim yang dihasilkan oleh usus
halus dan pankreas dan diserap di usus halus.
Ammonia dalam rumen tidak hanya disuplai oleh proses degradasi protein
pakan. Hampir 30% nitrogen dalam pakan ruminansia juga terdapat dalam bentuk
organik sederhana seperti asam amino, amida, dan amina atau senyawa anorganik

15

seperti nitrat ada pada penggunaan pakan yang bermutu rendah urea sering
ditambahkan agar kadar nitrogen tinggi. Urea merupakan Non Protein Nitrogen
(NPN) yang menyebabkan degradasi dalam rumen lebih cepat. Amonia yang
terbentuk bersama dengan asam organik alfa keto akan membentuk asam amino
baru untuk sintesis protein mikroba. Bila kecepatan degradasi melebihi kecepatan
sintesis protein mikroba, akan terjadi akumulasi NH3 dalam rumen. Amonia yang
berlebih itu akan diserap oleh dinding rumen masuk ke dalam aliran darah dibawa
ke hati untuk diubah menjadi urea. Urea yang terbentuk akan masuk ke aliran
darah, sebagian akan difiltrasi oleh ginjal dan dikeluarkan melalui urine dan
sebagian lagi masuk kembali ke rumen melalui dinding rumen dan saliva yang
kemudian akan menjadi sumber N lagi bagi sintesis protein mikroba. Lebih dari
25% nitrogen protein pakan akan hilang melalui jalur ini. Karena protein
merupakan bahan pakan ternak ruminansia yang cukup mahal harganya, maka
perhatian untuk meminimalkan degradasi protein pakan dalam rumen perlu
dipertimbangkan
Degradasi protein dalam rumen merupakan multi proses yang meliputi
tingkat kelarutan, hidrolisis enzim ekstra selluler, dreaminasi, dan lamanya pakan
dalam rumen. Jenis pakan juga mempengaruhi degradasi protein dalam rumen.
Pakan yang terdiri dari rumput segar yang tinggi akan protein dan karbohidrat
mudah larut, meningkatkan pertumbuhan mikroba proteolitik sehingga aktivitas
degradasi dalam rumen 9 kali lebih besar dibandingkan pakan yang rendah
proteinnya seperti hay.
Proses degradasi protein dan deaminasi asam amino dalam rumen akan
terus berlangsung walaupun telah terjadi akumulasi amonia yang cukup tinggi.
Proses degradasi ini tidak dapat dipandang sebagai suatu proses yang
menguntungkan ataupun merugikan, karena di satu sisi proses degradasi
diharapkan untuk memenuhi kebutuhan amonia dan peptida untuk pertumbuhan
mikroba rumen, sedang dilain sisi, protein yang bermutu tinggi diharapkan tidak
banyak mengalami degradasi dalam rumen sehingga bisa menyumbangkan asam
amino bagi hewan induk semang. Untuk memperkecil degradasi protein pakan
dalam rumen dapat dilakukan dengan cara : 1) penambahan bahan kimia

16

(formaldehyd, asam tannin), 2) pemasakan (protein menggumpal sehingga


kelarutannya turun, 3) pembuatan pellet (meningkatkan rate of passage
Sumber protein bagi ternak ruminansia berasal dari protein pakan yang
lolos dari degradasi dalam rumen dan dari protein mikroba. Untuk itu usaha
memacu produksi ternak melalui perbaikan nutrisi protein dapat dilakukan dengan
cara meningkatkan pemberian protein pakan yang tahan degradasi dalam rumen
dan memaksimalkan sintesis protein mikroba, sehingga pasokan aam-asam amino
untuk diserap di usus halus menjadi lebih banyak.

IV
KESIMPULAN
Berdasarkan pada isi makalah, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pada

ternak

Ruminansia,

fermentasi

karbohidrat

dilakukan

oleh

mikroorganisme (bakteri) di dalam reticulum yang mensekresikan enzimenzim sehingga dapat mencerna makanan yang masuk.
2. Ternak memperoleh lemak dari tiga sumber, yaitu dari metabolisme lemak,
protein dan karbohidrat. Metabolisme lemak itu diawali dengan
karbohidrat dan protein yang sudah dicerna dan diserap, lalu sebagian akan
diubah menjadi lemak. Sedangkan lemak dari pakan dapat diubah menjadi
pati dan gula, yang kemudian bisa digunakan untuk energi dan sebagian
disimpan dalam jaringan sel sebagai lemak cadangan.
3. Protein pakan untuk ruminansia digolongkan menjadi protein yang dapat
dicerna di dalam rumen disebut dengan Digestible Intake Protein
(DIP) dan

protein

pakan

yang

lolos

degradasi

rumen

disebut

dengan Undigestible Intake Protein (UIP/By-pass protein). Ruminansia


memperoleh dua sumber protein untuk kebutuhan hidupnya, yaitu dari
UIP/By-pass protein dan dari mikroorganisme rumen. Protein yang masuk
ke dalam rumen berasal dari pakan dan endogenus N (saliva dan dinding
rumen) dan kedua sumber tersebut dapat berupa protein murni maupun
nitrogen bukan protein (NPN).

17

DAFTAR PUSTAKA

Baldwin, R.L. & M.J. Allison. 1983. Rumen metabolism. J. Animal Science.
57:461.
Hungate, R. E. 1966. The Rumen and Its Microbes. New York: Academic Press
Kamal, M., 1994. Nutrisi Ternak I. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
Sugeng, Y.B. 2003. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid 1. Bogor: Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor.

18

Anda mungkin juga menyukai