I.
JUDUL PENELITIAN
Menganalisis pengaruh pembentukan briket terhadap peningkatan nilai kalor
biomassa dari berbagai jenis kotoran ternak di desa pringgabaya Lombok timur.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pembentukan briket pada adonan biomassa kotoran ternak
lebih efektif dalam
ternak
ternak
IV.
ternak
satu
dengan
yang
lain
dalam
upaya
ternak
satu
dengan
yang
lain
dan jenis
dalam
upaya
besar.
LANDASAN TEORI
Biomassa adalah sumber energy terbarukan yang diciptakan secara umum
yang berasal dari makhluk hidup (non-fosil) yang didalamnya tersimpan energi atau
dalam definisi lain, biomassa merupakan keseluruhan materi yang berasal dari makhluk
hidup, termasuk bahan organik yang hidup maupun yang mati, baik di atas permukaan
tanah maupun yang ada di bawah permukaan tanah. Biomassa merupakan produk
fotosintesa dimana energi yang diserap digunakan untuk mengkonversi karbon dioksida
dengan air menjadi senyawa karbon, hidrogen, dan oksigen. Biomasa bersifat mudah
didapatkan, ramah lingkungan dan terbarukan. Secara umum potensi energi biomassa
berasal dari limbah tujuh komoditif yang berasal dari sektor kehutanan, perkebunan dan
pertanian. Potensi limbah biomassa terbesar adalah dari limbah kayu hutan, kemudian
diikuti oleh limbah
padi, jagung, ubi kayu, kelapa, kelapa sawit dan tebu. Secara
kadar volatil yang tinggi (sekitar 60-80%) dibanding kadar volatile batubara, sehingga
biomass lebih reaktif dibandingkan batubara.
Salah satu proses biomassa adalah pemanfaatan kotoran ternak menjadi salah satu
alternatiif bahan bakar kotoran hewan biasanya digunakan oleh masyarakat kalangan
pedesaan sebagai bahan bakar untuk memasak, hal ini dilakukan seiring dengan
langkanya ketersediaan
semakin sulit memperoleh kayu bakar. Proses pengolahannya yang masih sangat
sederhana yaitu kotoran hewan dikeringkan dan langsung digunakan sebagai bahan
bakar untuk memasak. Menurut teknologi konversi termal bahwa pembakaran secara
langsung merupakan proses pembakaran yang paling mudah namun terkadang proses
pembakaran secara langsung memiliki nilai kalor yang relative rendah. Menurut
syamsiro teknologi pembakaran langsung biomassa memiliki efisiensi 20-25%,
karbonisasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menaikkan nilai
kalor biomassa, juga dapat menghasilkan pemakaran yang berih dengan sedikit asap.
Johannes dalam bukunya Widarto menyatakan bahwa nilai kalor biomassa
hanya 3300 kkal/kg, berdasarkan hal ini kemudian Widarto membuat bioarang dari
kotoran lembu sekaligus merancang alat pencetak briket tanpa menjelaskan besarnya
nilai kalor dari bioarang kotoran lembu dan melakukan analisa biaya produksi alat
dan bahan.
Grover mengatakan bahwa pembriketan dapat dilakukan pada tekanan rendah
dengan bahan pengikat, dimana jenis bahan pengikat diantaranya amilum/tepung
kanji, tetes dan bahan aspal. Menurut Ridwan penggunaan kotooran ternak sebagai
bahan untuk membuat bioarang merupakan cara pemanfaatan energy yang lebih baik,
dan mengurangi pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh kotoran ternak.
Ridwan juga mengatakan kelebihan bioarang dari kayu biasa adalah dapat
menghasilkan panas pembakaran yang tinggi, asap yang dihasilkan sedikit, serta
bioarang pada kondisi tertentu dapat menggantikan fungsi minyak tanah dan kayu
bakar sebagai sumber energy bahan bakar untuk keperluan rumah tangga.
Kotoran ternak bila tidak dimanfaatkan dan tidak dikelola dengan baik akan
menurunkan mutu suatu lingkungan dan mengganggu kenyamanan hidup masyarakat.
Kumpulan kotoran ternak yang tercecer akan terbawa oleh aliran air hujan ke daerahdaerah yang lebih rendah. Hal ini akan mencemari air tanah dan air sungai yang
sebenarnya jauh dari lokasi peternakan. Gas metana (CH4 ) yang dihasilkan secara
alami oleh kotoran yang menumpuk merupakan gas penyumbang terbesar pada efek
rumah kaca, jumlah gas yang dihasilkan melebihi dari jumlah gas yang dihasilkan
melebihi dari jumlah oksigen (O2) yang terdapat di atmosfer (Hastuti, 2009).
Jenis kotoran ternak mempengaruhi biogas yang dihasilkan. Hal ini terkait
dengan hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen dinyatakan dengan rasio
karbon/nitrogen (C/N), rasio optimum untuk digester anaerobic berkisar antara 25-30
(Wahyuni, 2011). Jika C/N terlalu tinggi, nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh
bakteri natogen untuk memenuhi kebutuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi
dengan karbon akibatnya gas yang dihasilkan menjadi rendah. Sebaliknya jika C/N
rendah maka, nitrogen akan dibebaskan dan berakomulasi dalam bentuk
ammonia(NH4), kotoran ternak sapi memiliki rasio C/N sekitar 24. Sedangkan
kotoran kambing memiliki rasio C/N yang lebih rendah sekitar 12( Haryati, 2006).