Anda di halaman 1dari 4

TUGAS METODE ILMIAH

I.

JUDUL PENELITIAN
Menganalisis pengaruh pembentukan briket terhadap peningkatan nilai kalor

biomassa dari berbagai jenis kotoran ternak di desa pringgabaya Lombok timur.
II.

RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pembentukan briket pada adonan biomassa kotoran ternak
lebih efektif dalam

meningkatkan nilai kalor daripada tanpa

pengolahan secara langsung ?


2. Apakah jenis kotoran ternak berpengaruh pada jumlah kalor yang
akan dihasilkan biomassa ?
3. Apakah jumlah kandungan metana pada setiap kotoran
berbeda-beda, lalu

bagaiamana jika semua jenis kotoran

ternak
ternak

dijadikan satu campuran bahan pembuatan biogas akankah nilai kalor


III.

yang dihasilkan lebih besar ?


TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui pengaruh pembentkan briket pada adonan biomassa
menggunakan campuran berbagai macam kotoran ternak.
2. Untuk mengetahui pengaruh campuran dari berbagai macam kotoran
ternak untuk meningkatkan nilai kalor yang dihasilkan biomassa.
3. Untuk mengetahui apakah kotoran ternak yang dicampur menjadi satu

IV.

dapat menciptakan jumlah kalor yang lebih besar..


HIPOTESIS
a. Hipotesi Nihil (H0)
1. Tidak adanya pengaruh pembentukan briket pada adonan
kotoran ternak dalam meningkatkan nilai kalor biomassa dari
berbagai jenis kotoran ternak.
2. Tidak adanya perbedaan jumlah kandungan metana dan jenis
kotoran

ternak

satu

dengan

yang

meningkatkan nilai kalor yang dihasilkan.


b. Hipotesis Alternatif (H1)

lain

dalam

upaya

1. Adanya pengaruh pembentukan briket pada adonan kotoran


ternak dalam meningkatkan nilai kalor biomassa dari berbagai
jenis kotoran ternak.
2. Adanya perbedaan jumlah kandungan metana
kotoran

ternak

satu

dengan

yang

lain

dan jenis

dalam

upaya

meningkatkan nilai kalor yang dihasilkan.


c. Jika pembentukan briket pada kotoran ternak dan pencampuran
berbagai macam kotoran ternak maka nilai kalor yang didapatkan lebih
V.

besar.
LANDASAN TEORI
Biomassa adalah sumber energy terbarukan yang diciptakan secara umum

yang berasal dari makhluk hidup (non-fosil) yang didalamnya tersimpan energi atau
dalam definisi lain, biomassa merupakan keseluruhan materi yang berasal dari makhluk
hidup, termasuk bahan organik yang hidup maupun yang mati, baik di atas permukaan
tanah maupun yang ada di bawah permukaan tanah. Biomassa merupakan produk
fotosintesa dimana energi yang diserap digunakan untuk mengkonversi karbon dioksida
dengan air menjadi senyawa karbon, hidrogen, dan oksigen. Biomasa bersifat mudah
didapatkan, ramah lingkungan dan terbarukan. Secara umum potensi energi biomassa
berasal dari limbah tujuh komoditif yang berasal dari sektor kehutanan, perkebunan dan
pertanian. Potensi limbah biomassa terbesar adalah dari limbah kayu hutan, kemudian
diikuti oleh limbah

padi, jagung, ubi kayu, kelapa, kelapa sawit dan tebu. Secara

keseluruhan potensi energi limbah biomassa Indonesia diperkirakan sebesar 49.807,43


MW. Dari jumlah tersebut, kapasitas terpasang hanya sekitar 178 MW atau 0,36% dari
potensi yang ada (Hendrison, 2003; Agustina, 2004).
Biomassa merupakan bahan energi yang dapat diperbaharui karena dapat
diproduksi dengan cepat. Karena itu bahan organik yang diproses melalui proses geologi
seperti minyak dan batubara tidak dapat digolongkan dalam kelompok biomassa.
Biomassa umumnya mempunyai kadar volatile relatif tinggi, dengan kadar karbon tetap
yang rendah dan kadar abu lebih rendah dibandingkan batubara. Biomassa juga memiliki

kadar volatil yang tinggi (sekitar 60-80%) dibanding kadar volatile batubara, sehingga
biomass lebih reaktif dibandingkan batubara.
Salah satu proses biomassa adalah pemanfaatan kotoran ternak menjadi salah satu
alternatiif bahan bakar kotoran hewan biasanya digunakan oleh masyarakat kalangan

pedesaan sebagai bahan bakar untuk memasak, hal ini dilakukan seiring dengan
langkanya ketersediaan

minyak tanah dan harganya yang relative mahal, serta

semakin sulit memperoleh kayu bakar. Proses pengolahannya yang masih sangat
sederhana yaitu kotoran hewan dikeringkan dan langsung digunakan sebagai bahan
bakar untuk memasak. Menurut teknologi konversi termal bahwa pembakaran secara
langsung merupakan proses pembakaran yang paling mudah namun terkadang proses
pembakaran secara langsung memiliki nilai kalor yang relative rendah. Menurut
syamsiro teknologi pembakaran langsung biomassa memiliki efisiensi 20-25%,
karbonisasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menaikkan nilai
kalor biomassa, juga dapat menghasilkan pemakaran yang berih dengan sedikit asap.
Johannes dalam bukunya Widarto menyatakan bahwa nilai kalor biomassa
hanya 3300 kkal/kg, berdasarkan hal ini kemudian Widarto membuat bioarang dari
kotoran lembu sekaligus merancang alat pencetak briket tanpa menjelaskan besarnya
nilai kalor dari bioarang kotoran lembu dan melakukan analisa biaya produksi alat
dan bahan.
Grover mengatakan bahwa pembriketan dapat dilakukan pada tekanan rendah
dengan bahan pengikat, dimana jenis bahan pengikat diantaranya amilum/tepung
kanji, tetes dan bahan aspal. Menurut Ridwan penggunaan kotooran ternak sebagai
bahan untuk membuat bioarang merupakan cara pemanfaatan energy yang lebih baik,
dan mengurangi pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh kotoran ternak.
Ridwan juga mengatakan kelebihan bioarang dari kayu biasa adalah dapat
menghasilkan panas pembakaran yang tinggi, asap yang dihasilkan sedikit, serta
bioarang pada kondisi tertentu dapat menggantikan fungsi minyak tanah dan kayu
bakar sebagai sumber energy bahan bakar untuk keperluan rumah tangga.

Kotoran ternak bila tidak dimanfaatkan dan tidak dikelola dengan baik akan
menurunkan mutu suatu lingkungan dan mengganggu kenyamanan hidup masyarakat.
Kumpulan kotoran ternak yang tercecer akan terbawa oleh aliran air hujan ke daerahdaerah yang lebih rendah. Hal ini akan mencemari air tanah dan air sungai yang
sebenarnya jauh dari lokasi peternakan. Gas metana (CH4 ) yang dihasilkan secara
alami oleh kotoran yang menumpuk merupakan gas penyumbang terbesar pada efek
rumah kaca, jumlah gas yang dihasilkan melebihi dari jumlah gas yang dihasilkan
melebihi dari jumlah oksigen (O2) yang terdapat di atmosfer (Hastuti, 2009).
Jenis kotoran ternak mempengaruhi biogas yang dihasilkan. Hal ini terkait
dengan hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen dinyatakan dengan rasio
karbon/nitrogen (C/N), rasio optimum untuk digester anaerobic berkisar antara 25-30
(Wahyuni, 2011). Jika C/N terlalu tinggi, nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh
bakteri natogen untuk memenuhi kebutuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi
dengan karbon akibatnya gas yang dihasilkan menjadi rendah. Sebaliknya jika C/N
rendah maka, nitrogen akan dibebaskan dan berakomulasi dalam bentuk
ammonia(NH4), kotoran ternak sapi memiliki rasio C/N sekitar 24. Sedangkan
kotoran kambing memiliki rasio C/N yang lebih rendah sekitar 12( Haryati, 2006).

Anda mungkin juga menyukai