Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling sering dan paling lama
berinteraksi dengan klien. Sehingga perawat adalah pihak yang paling
mengetahui perkembangan kondisi kesehatan klien secara menyeluruh dan
bertanggung jawab atas klien. Perawat merupakan penolong utama klien
dalam melaksanakan aktivitas penting guna memelihara dan memulihkan
kesehatan klien atau mencapai kematian yang khusnul khotimah.
Sebagai perawat muslim yang baik, kita harus bisa mendampingi dan
membantu pasien dalam kegiatannya. Contohnya ketika makan, minum obat,
membersihkn diri, sampai beribadah. Perawat harus tahu kebutuhan beribadah
pasiennya sesuai dengan agama yang dianut pasiennya.
Seorang muslim diwajibkan untuk menjalankan shalat 5 waktu, bagaimanapun
keadaannya termasuk ketika sakit. Bagi mereka yang sakit melakukan ibadah
sangat sulit, dalam hal ini yang membantu pasien adalah seorang perawat
karena sebagaimana ketahui bahwa perawat sebagai pendamping pasien,
perawat sebagai penolong pasien, dan perawat sebagai partner pasien pendek
kata, perawat berperan sebagai motivator dan edukator bagi pasien yang
ditanganinya.
Jadi, tugas kita disini adalah mendampingi pasien tersebut dan membantu
segala keterbatasan fisiknya. Tentu bantuan disini disesuaikan dengan agama
pasien dan bagaimana keadaan pasien sendiri. Apabila dia muslim maka:
Perawat hendaknya mengingatkan apabila waktu sholat telah datang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum mendoakan dan mengingatkan pasien berdasarkan
agama islam?
1
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Hukum Mendoakan Dan Mengingatkan Pasien Berdasarkan Agama
Islam
siapa? Kepada Allah SWT. Sebagai petugas kesehatan, kita juga memahami
bahwa rumus pengobatan tidak seperti matematika, tidak seperti mesin. Dua
orang menderita suatu penyakit yang secara diagnosis medis sama, diberikan
obat yang sama, tetapi mengapa yang satu sembuh, yang lain belum tentu
sembuh? Bahkan ada kasus lain lagi, seseorang yang tidak menerima
pengobatan seperti itu, tetapi kualitas agamanya diatas rata-rata dan ia
menjalani ibadah khusus, secara klinis dia
mengalami kesembuhan. Baru setelah pasien paham tentang dirinya, mengapa
dirinya sakit, siapa Allah, siapa yang memiliki kesembuhan dari penyakit,
baru
obat
boleh
diberikan. Tapi,
mari
kita
sama-sama
memohon
apa pun yang datang dari-Nya. Kenyataan bahwa sejumlah manfaat doa yang
diwahyukan di dalam banyak ayat Al Quran kini sedang diakui kebenarannya
secara ilmiah, sekali lagi mengungkapkan keajaiban yang dimiliki Al Quran.
B. Mengingatkan Pasien Untuk Sholat
Selain memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, seorang perawat
juga harus mampu memberi penjelasan kepada pasien terutama pasien yang
beragama islam, walaupun dia sedang sakit tapi tetap wajib untuk
melaksanakan ibadah sholat, karena ibadah bisa meringankan beban pikiran
maupun sakitnya. Kecuali pasien dalam keadaan tidak sadar atau koma.
Islam adalah agama mudah, tidak memberatkan. Oleh karena itu, jika dalam
sebab-sebab tertentu seperti sakit misalnya, sholat bisa dikerjakan secara
jama atau qashar.
2.
3.
menjadi
gugur.
Sebaliknya,
bila
keadaannya
telah
memungkinkan, maka dia wajib mengganti shalatnya yang luput itu dengan
shalat qadha.
b) Membimbing sholat
Setelah perawat mengkaji agama pasien, yang harus dilakukan adalah
menanyakan apakah pasien kita mampu melakukan ibadahnya . Jadi, tugas
kita disini adalah mendampingi pasien tersebut dan membantu segala
keterbatasan fisiknya. Tentu bantuan disini disesuaikan dengan agama
pasien dan bagaimana keadaan pasien sendiri. Apabila dia muslim maka:
Dan bertaqwalah kepada Allah
Taghabun : 16)
Dari Imran bin Hushain berkata, Aku menderita wasir, maka aku bertanya
kepada Rasulullah SAW. Beliau bersabda, Shalatlah sambil berdiri,
kalau tidak bisa, maka shalatlah sambil duduk. Kalau tidak bisa, shalatlah
di atas lambungmu. (HR. Bukhari)
Dari Imran bin Hushain berkata,Aku menderita wasir, maka aku bertanya
kepada Rasulullah SAW. Beliau bersabda,Shalatlah sambil berdiri, kalau
tidak bisa, maka shalatlah sambil duduk. Kalau tidak bisa, shalatlah di
atas lambungmu. (HR. Bukhari)
Namun sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang menjadi ukuran
dalam menghadap kiblat adalah kaki, bukan dada. Asalkan kakinya sudah
menghadap kiblat, maka dianggap posisi badannya sudah memenuhi
syarat.
Maka orang yang sakit itu dalam posisi telentang dan kakinya membujur
ke arah kiblat.
Namun akan jauh lebih baik bila badannya bisa sedikit dinaikkan dan
bersender di bantal, karena baik dada mau pun kaki sama-sama bisa
menghadap kiblat. Umumnya ranjang di rumah sakit bisa ditinggikan di
bagian kepala, maka ranjang seperti ini tentu akan lebih baik lagi.
Adapun seseorang yang sakitnya amat parah sehingga tidak bisa lagi
menggerakkan badan atau menggeser posisinya agar menghadap ke kiblat,
dan juga tidak ada yang membantunya untuk menggeserkan posisi shalat
menghadap ke kiblat, maka dia boleh menghadap ke arah mana saja.
11
12
2. Boleh Dijama
Imam Ahmad bin Hanbal membolehkan jama' karena disebabkan
sakit. Begitu juga Imam Malik dan sebagian pengikut Asy-Syafi'iyyah.
Sedangkan dalam kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudamah dari mazhab
Al-Hanabilah menuliskan bahwa sakit adalah hal yang membolehkan
jama' shalat. Syeikh Sayyid Sabiq menukil masalah ini dalam
Fiqhussunnah-nya.
Sedangkan
Al-Imam
menyebutkan
An-Nawawi
bahwa sebagian
dari
mazhab
Asy-Syafi'iyyah
menjama' shalat saat mukim (tidak safar) karena keperluan tapi bukan
menjadi kebiasaan.
Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh Ibnu Sirin dan Asyhab dari
kalangan Al-Malikiyah. Begitu juga Al-Khattabi menceritakan dari AlQuffal dan Asysyasyi al-kabir dari kalangan Asy-Syafi'iyyah.
Begitu juga dengan Ibnul Munzir yang menguatkan pendapat
dibolehkannya jama' ini dengan perkataan Ibnu Abbas ra, beliau tidak
ingin memberatkan ummatnya.
Allah SWT berfirman :
Allah tidak menjadikan dalam agama ini kesulitan. (QS. Al-Hajj : 78)
13
Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak bagi orang pincang, tidak
bagi orang sakit. (QS. Annur : 61)
Mazhab Al-Hanabilah dan sebagian ulama dari kalangan mazhab AlMalikiyah berpendapat bahwa seorang yang sedang sakit diberi
keringanan untuk menjama dua shalat, baik jama taqdim atau pun jama
takhir.
Dalil lainnya adalah asumsi bahwa Nabi SAW pernah menjamak shalat di
Madinah, yang mana alasannya bukan karena safar, takut, hujan atau haji.
Maka asumsinya adalah karena sakit. Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu
bahwa Rasulullah SAW menjama' zhuhur, Ashar, Maghrib & Isya' di
Madinah meski tidak dalam keadaan takut maupun hujan. (HR. Muslim)
f) Orang Sakit Shalat Berjamaah
Shalat berjamaah sangat dianjurkan dalam syariah, karena keutamaannya
berbanding 27 derajat. Meski ada sementara kalangan yang mewajibkan
shalat berjamaah, namun jumhur ulama umumnya sepakat mengatakan
bahwa shalat berjamaah hukumnya adalah sunnah muakkadah.
Sedangkan melakukan shalat lima waktu hukumnya adalah fardhu ain
bagi tiap muslim. Bila shalat ditinggalkan, maka selain berdosa besar, juga
ada ancaman yang dahsyat di neraka nanti. Oleh karena itu, seseorang yang
sakit dan mendapat udzur tidak mampu melakukan shalat berjamaah, dia
dibolehkan
untuk
tidak
melakukannya.
Yang
penting,
dia
tidak
15
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau
berhubungan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,
maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. (QS. Al Maidah:6).
Adapun dalil dari As Sunnah adalah sabda Rasulullah shollallahu alaihi
was sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu anhu,
Dijadikan bagi kami (ummat Nabi Muhammad shollallahu alaihi was
sallam permukaan bumi sebagai thohur/sesuatu yang digunakan untuk
besuci (tayammum) jika kami tidak menjumpai air
b) Media yang dapat Digunakan untuk Tayammum
Media yang dapat digunakan untuk bertayammum adalah seluruh
permukaan bumi yang bersih baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah yang
berair, lembab ataupun kering. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu
16
alaihi was sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu anhu
di atas dan secara khusus,
..
Dijadikan (permukaan,
pent.
alaihi was sallam) dan ummatku sebagai tempat untuk sujud dan sesuatu
yang digunakan untuk bersuci
Jika ada orang yang mengatakan bukankah dalam sebuah hadits
Hudzaifah ibnul Yaman Nabi mengatakan tanah?! Maka kita katakan
sebagaimana yang dikatakan oleh Ash Shonani rohimahullah, Penyebutan
sebagian anggota lafadz umum bukanlah pengkhususan. Hal ini merupakan
pendapat Al Auzaai, Sufyan Ats Tsauri Imam Malik, Imam Abu Hanifah
demikian juga hal ini merupakan pendapat Al Amir Ashonani, Syaikh Al
Albani, Syaikh Abullah Alu Bassaam rohimahumullah-, Syaikh DR. Sholeh
bin Fauzan Al Fauzan dan Syaikh DR. Abdul Adzim bin Badawiy Al
Kholafiy hafidzahumallah.
Keadaan yang Dapat Menyebabkan Seseorang Bersuci dengan
Tayammum
Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah menyebutkan
beberapa keadaan yang dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan
tayammum,
1. Jika tidak ada air baik dalam keadaan safar/dalam perjalanan ataupun
tidak.
2. Terdapat air (dalam jumlah terbatas) bersamaan dengan adanya
kebutuhan lain yang memerlukan air tersebut semisal untuk minum dan
memasak.
a) Jika orang sakit khawatir bila menggunakan air sakitnya semakin
parah atau memperlambat kesembuhannya, atau anggota badannya
17
menambah
parah
situasi
yang
dialaminya
apabila
orang-orang
yang
beriman,
apabila
kamu
hendak
19
Dalam hal ini Ulama berbeda pendapat dalam masalah cukup tidaknya
bertayammum dengan sekali pukulan ke permukaan bumi. Di antara
mereka ada yang berpendapat cukup sekali, tidak lebih, sebagaimana
disebutkan dalam hadits Ammar di atas. Demikian pendapat Al-Imam
Ahmad, Atha`, Makhul, Al-Auzai, Ishaq, Ibnul Mundzir dan mayoritas
ahlul hadits. Demikian juga pendapat ini adalah pendapat jumhur ahli
ilmi. Sedangkan pendapat yang mengatakan dua kali pukulan ke tanah
seperti pendapat kebanyakan fuqaha dengan bersandar hadits Ibnu
Umar dari Rasulullah:Tayammum itu dua kali pukulan, sekali untuk
wajah dan sekali untuk kedua tangan sampai siku. (HR. AdDaraquthni). Namun para imam menghukumi hadits ini mauquf terhadap
Ibnu Umar. Demikian pernyataan Ibnul Qaththan, Husyaim, AdDaraquthni, dan yang lainnya.
2. Meniup atau mengibaskan tanah/debu yang menempel pada dua telapak
tangan tersebut.
3.
i) Sunnah Tayammum
1) Membaca basmalah (Bismillaahir-rahmaanir-rahiim)
2) Mendahulukan anggota yang kanan dari pada yang kiri
3) Menipiskan debu
21
4) Menghadap kiblat
5) Membaca doa ketika selesai tayammum
6) menggosok sela jari setelah menyapu tangan hingga siku
j) Perkara yanga membatalkan Tayammum
1) Segala hal yang membatalkan wudhu
2) Murtad, keluar dari Islam
3) Apabila orang yang bertayammum dan mendapatkan air sebelum ia
mengerjakan sembahyang maka ia harus berwudhu baru sembahyang.
Dalam hal ini timbul perbedaan pendapat fuqaha, bila didapati air selesai
sembahyang. Perbedaan pendapat timbul dalam memahami hadits yang
diriwayatkan oleh imam ahmad dan at-tirmidzi dari abu dzar berkata abu
dzar:
Artinya:nabi SAW bersabda:bahwasanya tanah itu alat bersuci
bagi orang islam, walaupun sepuluh tahun lamanya ia tidak mendapatkan
air. Maka apabila ia mendapatkan air hendaknya ia kenakan badannya
dengan air itu, karena yang demikian itu lebih baik. (HR.Ahmad dan Attirmidzi).
k) Hukum Melihat Air Bagi Orang Yang Tayammum
a. Jika ada air setelah bertayammum tetapi sholat belum dikerjakan, maka
ia wajib berwudhu.
b. Pada waktu sedang sholat kemudian terdapat air sholatnya harus di
lanjutkan seperti bagi orang musyafir dan sholatnya tidak batal.
c. Jika telah selesai melaksanakan sholat baru ada air sementara, waktu
sholat masih ada, maka boleh mengulang sholat dengan berwudhu, dan
boleh pula tidak mengulanginya.
d. Jika air ada setelah sholat dikerjakan dan waktu sholat telah habis, maka
sholat tidak perlu di ulangi, karena sholatnya sudah sah.
D. Melatih Pasien Cara Sholat Dengan Duduk Dan Tidur
Setelah perawat mengkaji agama pasien, yang harus dilakukan adalah
menanyakan apakah pasien kita mampu melakukan ibadahnya . Jadi, tugas
kita disini adalah mendampingi pasien tersebut dan membantu segala
keterbatasan fisiknya. Tentu bantuan disini disesuaikan dengan agama pasien
dan bagaimana
22
Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu (QS. AlBaqarah: 238)
Diwajibkan juga bagi orang yang mampu berdiri walaupun dengan
menggunakan tongkat, bersandar ke tembok atau berpegangan tiang,
berdasarkan hadits Ummu Qais radliyallahuanha yang berbunyi:
Sesungguhnya Rasulullah shallallahualaihi wa sallam ketika berusia
lanjut dan lemah, beliau memasang tiang di tempat shalatnya sebagai
sandaran. (HR. Abu Dawud dan dishahihkan al-Albani dalam
Silsilah ash-Shahihah 319)
Demikian
juga
orang
bungkuk
diwajibkan
berdiri
walaupun
menundukkan
badannya.
Bila
ia
tidak
mampu
23
d) Orang yang sakit yang khawatir akan bertambah parah sakitnya atau
memperlambat kesembuhannya atau sangat susah berdiri, diperbolehkan
shalat dengan duduk. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: Yang
benar
adalah,
kesulitan
(masyaqqah)
membolehkan
seseorang
24
rukuk,
maka
lakukanlah
dengan
bersila
dengan
25
Rasulullah
shallallahualaihi
wa
sallam
menyukai
26
Allah
tidak
membebani
seseorang
melainkan
sesuai
dengan
27
n) Apabila orang yang sakit tidak mampu melakukan sujud di atas tanah,
hendaknya ia cukup menundukkan kepalanya dan tidak mengambil
sesuatu
sebagai
alas
sujud.
Hal
ini
didasarkan
hadits
Jabir
28
Rasulullah
shallallahualaihi
wa
sallam
menjenguk
orang
sakit,
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peranan perawat tidak sebatas memberikan pengobatan secara fisik
melainkan juga pengobatan psikis (kejiwaan) pasien. Diyakini, dengan dibantu
oleh terapi secara psikis akan lebih membantu kesembuhan pasien karena
kondisi kejiwaannya lebih tenang.
kedudukan perawat amat penting, karena satu-satunya tenaga kesehatan
yang secara 24 jam dituntut untuk selalu di samping pasien. Kebutuhan dasar
manusia dalam pandangan keperawatan meliputi biologi, psikis, sosial, dan
spiritual hingga funcgsi perawat untuk membantu pasien. Dalam menjalankan
29
tugas, seorang perawat harus melandasi kepada pikiran dan perasaan cinta,
afeksi, dan komitmen mendalam kepada pasiennya.
B. Saran
Sebagai seorang perawat yang professional, kita tidak hanya dituntun mahir
dalam hal memberikan asuhan keperawatan secara biologis, psikologis, sosial,
tetapi juga harus mampu memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
secara spiritual.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. 2005. AL-Quran Dan Terjemahannya, Bandung: PT
Syamil Media Cipta
Rokhman Saleh, Nanang. Maimunah, Siti. 2012. Tuntunan Ibadah Pasien.
Surabaya: Amantra
Shihab, M. Quraish. 1998. Wawasan Al-Quran Tafsir MaudhuI Atas Barbagai
Persoalan Umat, Bandung: Penerbit Mizan
30